Anda di halaman 1dari 80

SINONIM KATA BERPIKIR DALAM KAJIAN AL-QURAN

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S).





Oleh
Yudiansyah
NIM:105024000879




JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010
i
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah J akarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah J akarta.
3. J ika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah J akarta.

J akarta, 15 J uni 2010


Yudiansyah
NIM: 105024000879





ii
SINONIM KATA BERPIKIR DALAM KAJIAN AL-QURAN



Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)



Oleh

Yudiyansah
NIM:105024000879




Pembimbing




Drs. Ikhwan Azizi, MA.
NIP : 195905101991031003






J URUSAN TARJ AMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
J AKARTA
1431 H/2010
iii
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN



Skripsi berjudul Sinonim Kata Berpikir Dalam Kajian AL-Quran telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah J akarta pada Kamis,
17 J uni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

J akarta, 17 J uni 2010


Sidang Munaqasyah


Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,



Drs. Ikhwan Azizi, MA. Ahmad Saekhuddin, M.Ag.
NIP: 195905101991031003 NIP: 197005052000031001


Anggota,



Dr. Adang Asdari, MA
NIP: 195905101991031003


ABSTRAK
Yudiansyah
Sinonim Istilah kata berpikir dalam kajian al-Quran. Di bawah bimbingan Drs. Ikhwan Azizi,
MA.

Penerjemahan merupakan proses pemindahan makna dari bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa
sasaran (Bsa). Dalam proses ini terdapat beberapa metode penerjemahan yang penekanannya
pada kedua bahasa. Proses menerjemahkan sangat membutuhkan peran semantik sebagai alat
untuk aktualisasi makna sehingga penerjemahan dirasakan lebih fleksibel.
Penulis melihat bahwa bahasa Arab memiliki kosa kata yang cukup banyak dan kaya
akan makna. Di dalam dunia penerjemahan membutuhkan wawasan yang luas untuk
menerjemahkan bahasa tersebut terkait dengan makna yang sama (sinonim). Implikasi dari
fenomena tersebut adalah banyaknya suatu ungkapan untuk menggambarkan realita yang ada.
Penulis menemukan bahwa sinonim berpikir dalam al-Quran cukup banyak dan
berfariatif, meskipun pada dasarnya jika kita lihat makna berpikir, secara harfiah maknanya
berbeda dengan yang tercantum di kamus untuk itu butuh kehati-hatian bagi para penerjemah al-
Quran dalam menerjemahkannya karena dalam bahasa Arab mengenal atau memiliki Quasi
Syinonim (persamaan yang tak mutlak).
Penulis menarik kesimpulan bahwa dalam kasus penerjemahan sinonim berpikir dalam
kajian al-Quran, kita harus melihat konteks ayat sebelumnya . Dari ayat sebelum atau kata yang
mengiringinya maka dapat disimpulkan makna dari kata tersebut bersinonim.
Dalam penulisan skripsi ini Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisi
deskriptif. Yang penulis lakukan dengan pengumpulan data-data tentang masalah yang sedang
diteliti, lalu menganalisis data-data yang sangat kaya tersebut sejauh mungkin dalam bentuk
aslinya, dalam penelitian tersebut penulis melakukan dengan sangat teliti sehingga bisa
memberikan jawaban atas masalah yang sedang diteliti. Kajian dilakukan dengan cara
kepustakaan (library research). Data-data yang diperlukan dicari dari sumber kepustakaan.


xii
PRAKATA
Puji syukur senantiasa Penulis panjatkan kepada sang Maha Pencipta
Allah SWT yang selalu memberikan nikmatnya, karena atas nikmatnyalah penulis
bisa menyelesaikan karya ini dengan keadaan sehat dan sampai ke hadapan
pembaca. Shalawat serta salam Penulis haturkan kepada pendobrak dekadensi
moral manusia, Kanjeng Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para
sahabat. Semoga kita mendapatkan curahan Syafaatnya di hari akhir nanti.
Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr. Abdul Wahid Hasyim, MA.,
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Drs. Ikhwan Azizi, MA., Ketua J urusan
Tarjamah serta Sekretaris J urusan Tarjamah, Ahmad Saekhuddin, M.Ag. Serta
jajaran dosen yang telah rela memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang
secara tidak langsung telah menipiskan keraguan dan sikap pesimisme akan masa
depan. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah Penulis terima dapat menjadi
manfaat kemudian hari.
Ucapan terima kasih dan doa Penulis tujukan kepada Drs. IKhwan Azizi,
MA. yang telah meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi dan
memberikan saran yang berguna dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga
Allah swt senantiasa memberikan kebaikan kepada Bapak dan keluarga. Amin.
Penghormatan serta salam cinta penulis haturkan kepada Kepada orang
tua Penulis, Bpk. H. Jamal dan Hj. Maryam, terima kasih atas cinta, kasih dan
doanya untuk Penulis. Kepada saudara Penulis; Agus Budiman-Dede Farlina,
Elan Hermawan-Elis dan Deri Iskandar terima kasih telah memberikan banyak
motivasi dan dorongan. Terima kasih atas senyum, pelukan dan kecerian kepada
ke tiga keponakan Wildan, Sabrina, dan Zulpa.
Penulis ucapkan terima kasih pula kepada kawan-kawan Tarjamah
khususnya untuk kawan-kawan seperjuangan di Basecamp Sri Makmur yang
setengah dekade terakhir ini memberikan canda tawa dengan guyonan-guyonan
fresh (Semoga mimpi-mimpi kita terwujud). Kepada Tiara Rilafian terima kasih
atas kebaikan dan kesabarannya dalam menghadapi penulis. Kepada Romen,
Acung, dan Ipung terima kasih atas motivasi yang telah kalian berikan.
Untuk orang-orang terdekat yang tidak penulis sebutkan terima kasih telah
membantu dan menyarikan padanan ide penelitian untuk Penulis. Semoga
skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Saran
serta kritik konstruktif sangat penulis butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik
lagi. Akhirnya, Penulis berharap semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna
ini dapat memberi manfaat bagi semua.

J akarta, 22 J uni 2010
Penulis
PRAKATA
Puji syukur senantiasa Penulis panjatkan kepada sang Maha Pencipta
Allah SWT yang selalu memberikan nikmatnya, karena atas nikmatnyalah penulis
bisa menyelesaikan karya ini dengan keadaan sehat dan sampai ke hadapan
pembaca. Shalawat serta salam Penulis haturkan kepada pendobrak dekadensi
moral manusia, Kanjeng Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para
sahabat. Semoga kita mendapatkan curahan Syafaatnya di hari akhir nanti.
Terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr. Abdul Wahid Hasyim, MA.,
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Drs. Ikhwan Azizi, MA., Ketua J urusan
Tarjamah serta Sekretaris J urusan Tarjamah, Ahmad Saekhuddin, M.Ag. Serta
jajaran dosen yang telah rela memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang
secara tidak langsung telah menipiskan keraguan dan sikap pesimisme akan masa
depan. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah Penulis terima dapat menjadi
manfaat kemudian hari.
Ucapan terima kasih dan doa Penulis tujukan kepada Drs. IKhwan Azizi,
MA. yang telah meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi dan
memberikan saran yang berguna dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga
Allah swt senantiasa memberikan kebaikan kepada Bapak dan keluarga. Amin.
Penghormatan serta salam cinta penulis haturkan kepada Kepada orang
tua Penulis, Bpk. H. Jamal dan Hj. Maryam, terima kasih atas cinta, kasih dan
doanya untuk Penulis. Kepada saudara Penulis; Agus Budiman-Dede Farlina,
Elan Hermawan-Elis dan Deri Iskandar terima kasih telah memberikan banyak
motivasi dan dorongan. Terima kasih atas senyum, pelukan dan kecerian kepada
ke tiga keponakan Wildan, Sabrina, dan Zulpa.
v
Penulis ucapkan terima kasih pula kepada kawan-kawan Tarjamah
khususnya untuk kawan-kawan seperjuangan di Basecamp Sri Makmur yang
setengah dekade terakhir ini memberikan canda tawa dengan guyonan-guyonan
fresh (Semoga mimpi-mimpi kita terwujud). Kepada Tiara Rilafian terima kasih
atas kebaikan dan kesabarannya dalam menghadapi penulis. Kepada Romen,
Acung, dan Ipung terima kasih atas motivasi yang telah kalian berikan.
Untuk orang-orang terdekat yang tidak penulis sebutkan terima kasih telah
membantu dan menyarikan padanan ide penelitian untuk Penulis. Semoga
skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Saran
serta kritik konstruktif sangat penulis butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik
lagi. Akhirnya, Penulis berharap semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna
ini dapat memberi manfaat bagi semua.

J akarta, 22 J uni 2010
Penulis


vi
DAFTAR ISI
Halaman J udul ................................................................................................ i
Pernyataan ...................................................................................................... ii
Persetujuan Pembimbing ................................................................................ iii
Pengesahan Panitia Ujian ............................................................................... iv
Prakata ............................................................................................................ v
Daftar Isi ........................................................................................................ vii
Pedoman Translitrasi ...................................................................................... ix
Abstrak ........................................................................................................... x

Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan masalah dan Perumusan Masalah ....................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6
D. Tinjauan Pustaka...................................................................... 6
E. Metodologi Penelitian.............................................................. 7
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 8

Bab II KERANGKA TEORI
A. Penerjemahan Secara Umum ................................................... 9
1. Definisi Tarjamah .............................................................. 9
2. J enis-jenis Penerjemahan ................................................. 15
B. Semantik .................................................................................. 19
1. Pengertian Semantik .......................................................... 19
2. Manfaat Semantik .............................................................. 20
3. J enis-jenis Semantik .......................................................... 21
4. Pengertian makna .............................................................. 23
5. Sebab-sebab Perubahan Makna ......................................... 24
C. Sinonim Secara Umum ............................................................ 24
D. Sinonim dalam Bahasa Indoneia dan Bahasa Arab ................ 27
1. Sebab-sebab Terjadinya Sinonim ....................................... 34
2. J enis-jenis Sinonim ............................................................. 38
vii
viii
Bab III KONSEP BERPIKIR
A. Definisi Berpikir ..................................................................... 44
B. Macam-macam Berpikir ......................................................... 45
1. Berpikir menurut Edward de Bono .................................... 45
2. Berpikir Menurut Floyd L Ruch ........................................ 47
C. Berpikir dalam Al-Quran ........................................................ 48

Bab IV ANALSISIS
Penerjemahan Sinonim Kata Berfikir Dalam Kajian al-Quran .... 51

Bab V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 63
B. Saran .................................................................................. 64


PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf latin.
Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam Buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
T
b Z
t
ts Gh
j F
h Q
kh K
d L
dz M
r N
z W
s H
sy `
s Y
d

2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau
monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
A. Vokal tunggal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
----
a Fathah
----
i Kasrah
-----
u Dammah

ix
B. Vokal rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
--- ai a dan i
--- au a dan u

C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan
dengan harakat dan huruf, yaitu :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
/---- a dengan topi di atas
---- i dengan topi di atas
--- u dengan topi di atas

3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ,
dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf
qamariyyah. Contoh : al-rijl bukan ar- rijl, al-dwn bukan ad- dwn.

4. Syaddah (Tasydd)
Syaddah atau Tasydd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah
tanda--- dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku
jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang
diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad-darrah
melainkan al- darrah, demikian seterusnya.

5. Ta Marbtah
Jika huruf Ta Marbtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang sama juga berlaku, jika Ta
Marbtah tersebut diikuti oleh (nat) atau kata sifat (contoh no.2). namun jika huruf Ta
x
xi
Marbtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi
huruf /t/ (contoh no.3)
No. Kata Arab Alih Aksara
1 Tarqah
2 al-jmiah al-islmiyah
3 wihdat al-wujd

6. Huruf kapital
Mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name (nama diri, nama tempat, dan
sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf al a tidak boleh kapital.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di saat-saat
sekarang ini, juga pertumbuhan budaya, ekonomi, dan hubungan politik
antarnegara yang terus berlangsung, telah menghadapkan umat manusia
kepada kesulitan-kesulitan luar biasa dalam penerimaan informasi yang perlu
dan bermanfaat. Sampai saat ini belum ditemukan cara untuk mengatasi
persoalan hambatan bahasa dan percepatan pemerataan pencapaian ilmu
pengetahuan dan teknologi, baik dengan metode pengajaran tradisional
maupun modern. Karenanya, jika dunia ingin memenuhi kebutuhan-
kebutuhan itu dihari ini maupun masa mendatang, diperlukan sebuah
pendekatan baru terhadap proses belajar dan mengajar.
1

Melalui bahasa, segala informasi atau pesan bisa tersalurkan dan dapat
dimengerti. Melalui bahasa juga kebudayaan suatu bangsa dapat
ditumbuhkembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi
mendatang.
Pengertian bahasa menurut para ahli berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh sudut pandang mereka yang berbeda-beda terhadap bahasa
itu sendiri. Namun di balik perbedaan itu terdapat manfaat besar yang dapat
diambil, yaitu dari perbedaan itu justru dapat saling melengkapi suatu
pengertian bahasa, sekaligus seberapa luasnya arti bahasa itu.

1
Daouglas Robinson, Menjadi Penerjemah Professional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), h. xi.
1
2
Jika kita memperhatikan kembali pendapat Kloss (1969) yang
berbicara tentang status dan korpus bahasa; Garvin (1973) tentang pilihan
bahasa untuk tujuan yang direncanakan; Gorman (1973) tentang alokasi
bahasa; Halim (1976a, 1976b) tentang kedudukan dan fungsi bahasa, dan
memanfaatkan gagasan Stewart (1968) tentang tipologi sosiolinguistik
keaneka bahasaan, maka secara teori garis haluan kebahasaan itu dapat
dibahas menurut tiga dimensi, yakni (1) garis haluan yang menyangkut
bahasa kebangsaan, (2) garis haluan yang menyangkut bahasa pribumi lain
yang bukan bahasa kebangsaan, dan (3) garis haluan yang bertalian dengan
bahasa asing yang digunakan untuk tujuan tertentu.
Tiap-tiap jenis bahasa tersebut kemudian dapat ditentukan
kedudukannya berdasarkan lima fungsi pokok yang masing-masing dapat
diperinci lagi. Kelima fungsi itu dengan perinciannya ialah sebagai berikut:
(1) fungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan atau resmi kedaerahan; (2) fungsi
sebagai bahasa perhubungan luas pada taraf subnasional, dan internasional;
(3) fungsi sebagai bahasa untuk tujuan khusus; (4) fungsi sebagai bahasa
dalam system pendidikan, yakni bahasa pengantar umum, bahasa pengantar
permulaan, dan bahasa sebagai objek studi; dan (5) fungsi sebagai bahasa
kebudayaan dibidang seni, ilmu dan teknologi.
2

Kamus umum bahasa Indonesia mendefinisikan Bahasa adalah
system lambang yang dipakai orang untuk melahirkan pikiran dan perasan.
Sedangkan Menurut al-Galayin bahasa adalah kata-kata yang digunakan
oleh sekelompok kaum untuk mengungkapkan maksud mereka.

2
Anton M. Moeliono, Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, (Jakart: Djambatan,
1985). h. 38-39.
3
Ucapan bahwa ada tempat saling-hubungan yang erat antara bahasa
dan ilmu karena yang pertama merupakan alat pikiran dan penemuan ilmiah,
sedangkan yang tersebut terakhir memberikan sumbangan baru yang besar
kepada bahasa, hampir merupakan bahasa yang usang. Namun ilmu tidak
mungkin mencapai kemajuan andai kata tidak memiliki medium bahasa yang
besar yang memungkinkan ilmiawan dari seluruh dunia menyampaikan
kepada satu sama lain hasil penelitiannya yang terus menerus. Sekaligus telah
diperkirakan bahwa setengah daripada milik kata daripada semua bahasa
modern terdiri atas istilah-istilah ilmiah dan tehnis, yang banyak diantaranya
sepenuhnya bersifat internasional.
3

Bahasa dan sastra pada dasarnya adalah satu. Bicara memang
menimbulkan tulisan. Tetapi sekali tulisan telah tercipta, bentuk tertulis mulai
mempengaruhi bahasa lisan, memantapkannya, mengolahnya, mengubahnya,
memberinya bentuk yang lebih estetis, memberikannya daftar-daftar yang
lebih kaya.
4

Bahasa tak lain sebagai objek lnguistik, maksudnya adalah para
penutur harus menyesuaikan dan membedakan setiap makna kata dan
penggunaan makna kata. Oleh karena itu para ahli Linguistik Mengemukakan
bahwa bahasa memiliki lima unsur kajian linguistik, yaitu : Fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Dari kelima unsur kajian tersebut penulis merasa tertarik pada objek kajian
semantik yaitu sinonim.

3
Mario Pei, Kisah dari pada Bahasa, (Jakarta; Iskandar Dinata, 1971) h. 261
4
Anton M. Moeliono, Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, h. 225
4
Kebanyakan ahli linguistik memperlakukan sinonimi sebagai masalah
semantis belaka. Kesinoniman boleh saja diperlakukan sebagai semantis
untuk sebagian, tetapi dengan kritis. Seorang bahasawan atau penutur suatu
bahasa dapat memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah karena dia
menguasai semua kalimat yang ada di dalam bahasanya itu, melainkan
karena adanya unsur kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri semantik antara
unsur leksikal yang satu dengan unsur leksikal yang lain.
Bagaimanapun juga kehadiran Sinonim perlu diakui dalam analisis
semantik, ini berarti tidak terdapat dua kata yang maknanya memang merujuk
kepada ide atau referen yang sama persis. Akan tetapi, dalam pemakaian
bahasa sering dijumpai pula keinginan pemakai bahasa untuk mengganti satu
kata dengan kata yang lain yang maknanya kurang lebih mirip sama sebagai
variasi atau juga sebagai ciri kebebasan berbahasa.
Sinonim merupakan fenomena di setiap bahasa termasuk bahasa Arab,
tak dapat di pungkiri bahwa bahasa Arab memiliki kosa kata yang cukup
banyak. Implikasi dari fenomena tersebut adalah banyaknya suatu ungkapan
untuk menggambarkan realita yang ada. Contohnya :
Pada kata dalam kamus di artikan hanya sekedar melihat dengan mata
kepala atau objeknya ada langsung di hadapan kita dan di sinonimkan dengan
- - . Sedangkan menurut tafsir diartikan melihat dan meneliti
dengan cermat, dan di sinonimkan dengan
Kata dalam kamus diartikan melihat dengan mata akan tetapi disertai
dengan pikiran atau akal. Sedangkan menurut tafsir disinonimkan dengan
-
5
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa kata dan merujuk
pada suatu tindakan yang sama, yaitu melihat. Namun, kedua kata tersebut
mempunyai perbedaan.
Contoh diatas memberikan penegasan kepada kita bahwa bahasa Arab
memiliki kosa kata yang kaya akan makna.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mendiskripsikan sinonim
dalam istilah berfikir dalam al-Quran. Karena kata tersebut juga memiliki
sinonim yang cukup bervariatif, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam
menerjemahkan teks berbahasa Arab. Oleh karena itu, sebagai acuan penulis
untuk menerjemahkan istilah itu, penulis akan memakai kamus al-Munawwir
dan Munjid.
Penulis melihat bahwa ternyata bahasa Arab memliki Quasi
Syinonim
5
walaupun sama-sama menggambarkan penglihatan tetapi
hanya sekedar memandang dengan mata kepala atau objeknya ada langsung
di hadapan kita. Sedangkan Memandang dengan mata akan tetapi disertai
dengan pikiran atau akal
Di dalam dunia penerjemahan membutuhkan wawasan yang luas
terkait dengan makna yang sama (sinonim). Sinonim adalah hubungan
semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran
dengan satuan ujaran lainnya.
Pengetahuan akan budaya yang melingkupi sinonim tersebut.
Asumsi penulis untuk mengetahui budaya kosa kata sinonim tersebut, salah
satu caranya dengan kamus Munjid dan al-Munawwir, untuk itu penulis

5
Sinonim yang tak mutlak
6
berkeinginan untuk mengangkat judul PENERJEMAHAN SINONIM KATA
BERPIKIRDALAMKAJIANALQURAN
Semoga penelitian ini dapat membuka wawasan te

B. Batasan dan Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi dan merumuskan
masalah sinonimi dalam kamus al-Munawwir dan Munjid.
Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :
1. Bagaimana menerjemahkan sinonim istilah berpikir dalam kajian al-
Quran.
2. Bagaimana konsep berpikir dalam al-Quran

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah :
1. Untuk mengetahui cara menerjemahkan kata sinonim yang bermakna
berpikir dalam kajianal-Quran
2. untuk mengetahui konsep berpikir dalam al-Quran
Sedangkan manfaat yang akan dihasilkan dari skripsi ini, yaitu :
1. Menambah wawasan penerjemah dalam menerjemahkan teks Arab
2. Menjadi bahan rujukan untuk para penerjemah teks Arab agar terhindar
dari kesalahan menerjemahkan.
3. Memberikan pengetahuan yang lebih mengenai sinonim terkait dengan
kata berpikir dalam bahasa Arab.

7
D. Tinjauan Pustaka
Alasan penulis memilih judul ini, dikarenakan rasa keingintahuan
yang mendalam tentang sinonim. Selama ini orang beranggapan bahwa
sinonim itu persamaan kata yang maknanya juga sama, sedangkan jika kita
pelajari lebih dalam bahwa sinonim itu memang benar persamaan kata tetapi
secara makna berbeda. Dalam skripsi ini belum ada judul yang menyerupai
pembahasan pada skripsi ini. Penelitian pada skripsi ini membahas tentang
penerjemahan sinonim istilah berpikir dalam al-Quran yang memang belum
diteliti sebelumnya, padahal istilah berpikir itu banyak sekali sinonim yang
secara maknanya berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan
kamus al-Munawwir dan Munjid sebagai pustaka utama. Dan untuk
melengkapi pembahasan ini, penulis juga menggunakan literatur lain yang
membahas tentang sinonimitas. Selain buku tersebut, penulis juga
menggunakan beberapa kamus lainnya dan beberapa referensi lain yang
membahas tentang semantik dan metode penerjemahan untuk memperkuat
penelitian ini.

E. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah kualitatif dengan
analisi deskriptif. Yang penulis lakukan dengan pengumpulan data-data tentang
masalah yang sedang diteliti, lalu menganalisis data-data yang sangat kaya
tersebut sejauh mungkin dalam bentuk aslinya, dalam penelitian tersebut penulis
melakukan dengan sangat teliti sehingga bisa memberikan jawaban atas masalah
yang sedang diteliti.
Kajian dilakukan dengan cara kepustakaan (library research).
Data-data yang diperlukan dicari dari sumber kepustakaan.
8
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini agar lebih sistematis, dan untuk
melihat persoalan dengan lebih objektif, maka penulis menyusun skripsi ini
kedalam 5 bab, yaitu :
Bab I. Pendahuluan : terdiri dari 6 Sub Bab, yaitu : Pertama, Latar
Belakang Masalah yang didalamnya penulis memaparkan sedikit tentang
sinonimi. Kedua, Batasan dan Rumuan Masalah. Ketiga, Tujuan dan Manfaat
Penulisan. Keempat, Tinjauan Pustaka. Kelima, Metodologi Penelitian, dan
Keenam, Sistematika Penulisan.
Bab II. Berisikan tentang kerangka teori yang terdiri Terdiri dari 3 Sub
Bab, yaitu : Pertama, Penerjemahan secara Umum; Definisi Penerjemahan;
Jenis-jenis penerjemahan; Kedua, Sinonim secara umum; Definisi sinonim;
Sebab-sebab terjadinya sinonim; Jenis-jenis terjadinya sinonim; Sinonim
dalam bahasa Indonesia dan Sinonim dalam bahasa Arab.
Bab III. Konsep berpikir dan pendidikan, terdiri dari 2 Sub Bab, yaitu :
Pertama, Berpikir; Definisi berfikir; Macam-macam berfikir; Kedua, Berfikir
dalam al-Quran.
Bab IV. Penerjemahan sinonim, terdiri dari satu Bab, yaitu Penerjemahan
Sinonim Kata Berfikir Dalam Kajian al-Quran.
Bab V. Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
KERANGKA TEORI

A. Penerjemahan
1. Definisi Terjemahan
Translation atau penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai
cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Meskipun
sangat tidak mewakili keseluruhan definisi yang ada dalam dunia
penerjemahan dewasa ini.
1

Penerjemahan adalah suatu aktivitas kecerdasan yang melibatkan proses
belajar yang kompleks secara alam sadar maupun dibawah alam sadar. Kita
semua belajar dengan cara yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, pembelajaran
yang bermanfaat haruslah seluwes, sekompleks, dan sekaya mungkin,
demikian pula halnya dengan proses untuk mengaktifkan saluran-saluran yang
ada pada mahasiswa untuk belajar dengan sebaik-baiknya.
2

Sejauh yang dapat dilacak, bukti sejarah tertua tentang aktifitas
penerjemahan yang paling pertama kali dilakukan adalah terjemahan yang
terpatri pada batu rosetta di sepanjang sungai Nil (Mesir), yang ditemukan
para arkeolog barat tahun 1799 M. Pada batu itu terpahat tulisan kuno
Hiroglyf dengan terjemahannya dalam bahasa Yunani kuno.
3

Kegiatan terjemah juga dikerjakan oleh bangsa Yahudi sekitar 397 SM
tahun, atau tahun 445 SM dalam catatan sejarah yang lain. Masyarakat

1
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (J akarta: Grasindo, 2000). h. 4-5
2
Douglas Robinson,Menjadi Penerjemah Profesional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), h. 77
3
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah, (Bandung; Mandar Maju, 1999), h. 32-33
9


10
Nehemiah biasa dikumpulkan di alun-alun kota untuk mendengarkan berbagai
penjelasan hokum. Masyarakat asing yang tidak mengenal bahasa Ibrani
kemudian dapat mendengarkan terjemahannya dalam bahasa Aramaika,
bahasa yang dipergunakan secara luas di Mediterania.
4

Penerjemah interlingual karya sastra Eropa yang pertama kali dikerjakan
oleh Livius Adronicus yang menterjemahkan naskah karya Homerus Odyssey,
dari bahasa Yunani kuno kedalam bahasa latindan Naevius. Kemudian Ennius
mentrjemahkan naskah-naskah Yunani kuno karya Euripides, dan yang paling
terkenal sangat produktif adalah Cicero dan catulus dalam menerjemahkan
naskah-naskah Yunani kedalam bahasa latin.
5

Pada tahun 384 SM, Paus Damasus menugaskan J erome untuk
menerjemahkan kitab suci perjanjian baru kedalam bahasa latin, karena
terjemahan lamayang dikerjakan para penerjemah terdahulu dirasakan kaku
dan buruk, dan diubahnya dengan model terjemahan bebas.
6

Pada Abad ke-7, Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan melakukan
penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filsafat klasik Aristoteles,
Plato, Galen, Hipocrates dan lain-lainnya kedalam bahasa Arab. Sedangkan
penerjemahan al-Quan kedalam bahasa Eropa dimulai pada abad ke-12 oleh
Riobert de Ratines pada tahun 1141-1143 M. Terjemahan ini, menurut Abu
Bakar Aceh, dianggap banyak yang menyimpang banyak yang sengaja
disimpangkan agar isi al-Quran manjadi rusak. Terjemahan itu pula yang

4
Eko Setyo Humanika, Mesin Penerjemah: Sebuah Tinjauan Linguistik, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2003), h. 4
5
Eko Setyo Humanika, Mesin Penerjemah: Sebuah Tinjauan Linguistik
6
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah. h. 34


11
menjadikan pegangan untuk menterjemahkan al-Quran ke dalam bahasa
Inggris.
7

Selanjutnya dengan berkembagnya ilmu linguistik, mulai banyak para ahli
yang berbicara tentang teori terjemah, di antaranya: Eugine A. Nida, Ian Finly,
Theodore Savory, J .C Catford, J .B Carol, Leonard Foster, P. Newmark, dan
lain-lain.
8

Kemudian cara menerjemahkan al-Quran tentu saja sangat berbeda
dengan menerjemahkann teks biasa. Seorang penerjemah al-Quran harus
memulai dengan beberapa tahapan. Seperti diungkapkan oleh H. Datuk
Tombak Alam dengan bukunya yang berjudul Metode Menerjemahkan Al-
Quran AL-Karim100 Kali Pandai, beliau memberikan beberapa proses yang
harus ditempuh seorang mutarjim al-Quran. Adapun tahapannya sebagai
berikut: Pertama, menerjemahkan secara harfiah dan menurut susunan bahasa
Arabnya yang sudah tentu tidak cocok dengan susunan bahasa Indonesia yang
baik. Hal ini dilakukan pada tahap pertama agar dalam menerjemahkan dapat
mengenal kedudukan dan hukum kata-kata itu. Kedua, membuang kata-kata
yang ada dalam al-Quran ke dalam terjemahan. Ketiga, menggeser atau
menyusun kalimatnya dalam penerjemahan untuk mencapai bahasa Indonesia
yang baik, yaitu diawal digeser ke belakang dan di akhir diletakan di muka
sesuai dengan susunan kalimat dalam bahasa Indonesia (SPOK). Tahap ini
boleh digunakan jika diperlukan, akan tetapi jika seorang penerjemah ingin
dikatakan terjemahannya itu baik maka tahap ini harus dipenuhi.
9


7
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah h. 33-35
8
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah h.38
9
Datuk Tombak Alam, Metode Menerjemahkan Al-Quran Al-Karim 100 Kali Pandai.


12
Definisi terjemah menurut Widyawartama adalah: penerjemahan dengan
memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran
dengan pertama-tama mengungkapakan maknanya dan kedua mengungkapkan
gaya bahasanya.
10

Sedangkan penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai
cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Secara luas
terjemah dapat diartikan semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna
atau pesan, baik verbal maupun non verbal, dari suatu bentuk ke bentuk
lainnya.
11

Lain dengan pendapat Bunyamin Ahmad yang menyebutkan dengan
lebih sederhana bahwa terjemah merupakan aktifitas dan mengalih kata dari
bahasa sumber ke bahasa kedua.
12

Namun menurut Maurits Simatupang, Menerjemahkan adalah
mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa
sasaran dan mewujudkan kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk-
bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan yang berlaku dalam bahasa
sasaran. J adi yang dialihkan makna bukan bentuk.
13
Asan yang memerlukan
penyelesaian masalah secara kreatif dalam kondisi budaya, sosial, dan tekstual
secara baru. Seperti yang sudah kita ketahui, aktivitas kecerdasan ini terkadang
berlangsung di alam sadar, di bawah kesadaran kita. Aktivitas ini tidak
kurang cerdasnya, tak kalah kreatif dan analisisnya, walaupun saat kita tidak

10
A. Widyamartama, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta, Kanisius, 1989), h. 11
11
Mansur Pateda, Semantik Leksikal, (J akarta: Rineka Cipta, 2001), cet. Ke-1, hal. 119
12
Solihin Banyumas ahmad, Metode Granada: Sistem 8 Jam Bisa Menerjemahkan al-
Quran, (J akarta: Pustaka Panjimas, 2000), h. 22
13
Maurits Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan, (J akarta, Dirjen Dikti Depdiknas,
1999), h. 2


13
menyadarinya. Ini bukanlah suatu model penerjemahan sihir. Kecerdasan
yang sudah terarah-lah yang memungkinkan kita menerjemahkan dengan
cepat, terpercaya dan menyenangkan. Kecerdasaan seperti ini merupakan hasil
pembelajaran.
Menerjemahkan adalah suatu aktivitas kecerdasan yang memerlukan
penyelesaian masalah secara kreatif dalam kondisi budaya, social, dan tekstual
secara baru. Seperti yang sudah kita ketahui, aktivitas kecerdasan ini terkadang
berlangsung di alam sadar, di bawah kesadaran kita. Aktivitas ini tidak
kurang cerdasnya, tak kalah kreatif dan analitisnya, walaupun saat kita tidak
menyadarinya. Ini bukanlah suatu model penerjemahan sihir. Kecerdasan
yang sudah terarah-lah yang memungkinkan kita menerjemahkan dengan
cepat, terpercaya dan menyenangkan. Kecerdasaan seperti ini merupakan hasil
pembelajara. Artinya, hasil pengalaman yang tersimpan di dalam memori
dengan cara-cara yang memungkinkanya untuk diingat kembali secara luwes
dan serbaguna.
Kualitas penerjemah berdampak pada kualitas terjemahan yang buruk.
Karena seorang penerjemah tidak dapat menerjemahkan naskah untuk segala
bidang. Penerjemah harus menguasai pengetahuan umum, seperti tentang
kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya, teknologi, dan ilmu pengetahuan.
Penerjemah yang berspealisasi, misalnya hukum, teknik, atu kedokteran, harus
menguasai substansi yang diterjemahkan.
14

Syarif Hidayatullah mengatakan cara menanggulangi penerjemah berkualitas
buruk adalah :

14
Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, (J akarta, Tp,
2007), h. 3


14
Pertama, Etik. Salah satu butir kode etik himpunan Penerjemah Indonesia
menyebutkan penerjemah yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Kedua,
peningkatan diri. Penerjemah harus selalu meningkatkan dan memperluas serta
meyegarkan pengetahuanya. Ketiga, perguruan tinggi harus berperan sebagai
tempat mengembangkan program peletihan di samping program pendidikan
formal di jenjang pascasarjana (spesialis atau magistery). Keempat, HPI sedang
membina para penerjemah dengan pendididkan nonformal untuk meningkatkan
kualitas. Kelima, peneliti dan kritisi terjemah harus berperan sebagai
pendorong peningkatan kualitas, keenam, penegetahuan karir penerjemah harus
mendapat dorongan dari masyarakat pengguna.
15

Sedangkan pengertian terjemah menurut Khalid Abdurrahman al-Ak adalah
memindahkan makna dari satu bahasa kebahasa yang lain.
16
Secara definitif,
terjemah adalah suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks
bahasa pertama atau bahasa sumber dengan padanannya di dalam bahasa kedua
atau bahasa sasaran.
17

Meski secara definitif terdengar sederhana, proses penerjemahan tidaklah
mudah. Proses penerjemahan senantiasa melewati sebuah proses atas apa yang
dipahami seorang penerjemah dalam sebuah bahasa untuk diterjemahkannya
dalam sebuah bahasa lainnya. Proses ini, tentunya melewati sebuah proses
pencitraan, di mana gambaran tentang sebuah konsep, baik itu sebuah
peristiwa atau hanya sebuah benda, direfresentasi hanya dengan satu atau
beberapa buah kata. Hal ini karena bahasa merupakan simbol dan sistem

15
Hidayatullah, h. 3-4
16
Khalid Abdurrahman al-Ak. Ushul Wa tafsir wa Qawaiduhu,( Beirut, Daru al Nafais,
1986), h. 461
17
Yusuf, h. 8


15
penandaan dari dunia nyata. Realitas adalah realitas yang diketahui setelah
dibahasakan, atau realitas adalah realitas yang terbahasakan.
18

Sedangkan Muhammad ibn Shalih menyebutkan bahwa terjemah adalah
Menerangkan suatu pembicaraan dengan menggunakan bahasa yang lain.
19

Dengan melihat definisi diatas, baik definisi penerjemahan dalam arti luas atau
sempit, baik tinjauan semantik atau linguistik, sekilas masing-masing definisi
tersebut berbeda-beda, yang sebenarnya mempunyai muatan yang sama, yaitu
adanya persamaaan dan penyesuaian pesan yang disampaikan oleh penulis
naskah dengan pesan yang diterima pembaca.
2. Jenis-jenis Penerjemahan
Bagi penerjemah professional, penerjemahan merupakan rangkaian proses
belajar yang terus bergerak tiada henti melalui tahapan naluri (kesiapan yang
tidak terarah), pengalaman (keterlibatan dengan dunia nyata), dan kebiasaan
(ketepatan tindakan), dan di dalam pengalaman sendiri melalui tahapan
abduksi (menebak-nebak), induksi (pembentukan pola), dan deduksi (kaidah,
hukum, teori; penerjemah adalah seorang profesional yang kompleks, baginya
telah menjadi kebiasaan yang sudah melekat (sehingga bersifat bawah sadar),
sekaligus seorang pembelajar (learner) yang harus terus menerus menghadapi
persoalan-persoalan baru dan memecahkannya secara sadar dan analitis.
20

Menerjemahkan pada dasarnya adalah mengubah suatu bentuk menjadi
bentuk lain. Bentuk lain yang dimaksud bisa berupa bentuk bahasa sumber

18
H. Tedjoworo, Imaji dan Imajinas: Suatu Telaah Filsafat Postmoderrisme,
(Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 27
19
Muhammad ibn Shahih al Ashimaini, Ushul fi al Tafsir, (Kairo: Dar ibn al Qayyim,
1989), cet. Ke-1, h. 31
20
Douglas Robinson, menjadi Penerjemah Profesional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), h. 158


16
atau bahasa sasaran. Secara sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan
yaitu memindahkan amanat dari bahasa sumber kebahasa sasaran, dengan
pertama-tama memindahkan dan yang kedua mengungkapkan gaya
bahasanya.
21

Dalam praktek menerjemahkan, diterapkan beberapa jenis penerjemahan.
Hal itu disebabkan beberapa factor, yaitu:
A. Adanya perbedaan system bahasa sumber dan sistem bahasa sasaran
B. Adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan
C. Adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi
D. Adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan sutau teks
Dalam kegiatan menerjemahkan yang sesungguhnya, keempat faktor
tersebut tidak selalu berdiri sendiri dalam arti bahwa ada kemungkinan kita
menerapkan dua atau tiga jenis penerjemahan sekaligus dalam
menerjemahkan sebuah teks.
22

Para ahli membagi kegiatan penerjemahan berbeda-beda, seperti Nida
dan Taber membagi penerjemahan menjadi terjemahan harfiah dan dinamis,
Larson membaginya menjadi terjemahan yang berdasarkan makna (meaning-
based translation) dan terjemahan berdasarkan bentuk (form-based
translation). Sedangkan Maurits Simatupang membagi dalam dua bagian
besar, yaitu terjemahan harfiah (literal translation) dan terjemahan yang tidak
harfiah/terjemahan bebas (non-literal translation/free translation).
23


21
Wadya Martaya, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta: Knisius. 1991). Cet. Ke-1, h. 11
22
M. Rudolf Nababa, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999), cet. Ke-1,
23
Maurits Simatupang, Pengantar teori Terjemahan, (J akarta: Dirjen Dikti Depdiknas,
1999), h. 2


17
Dalam metode penerjemahan Newmark membagi menjadi delapan
bagian, yaitu:
1. Penerjemahan kata demi kata ( word for word )
2. Penerjemahan harfiah ( literal translation )
3. Penerjemahan setia ( faithful translation )
4. Penerjemahan semantik ( semantic translation )
5. Saduran ( adaption )
6. Penerjemahan bebas ( free translation )
7. Penerjemahan idiomatik ( idiomatic translation )
8. Penerjemahan komunikasi (communicative translation )
Nida dan Taber (1969: 33), dikutip dalam Novianti (2005: 16),
membagi proses penerjemahan ke dalam tiga tahapan:
1) Analisis pesan pada bahasa sumber;
2) Transfer, dan;
3) Rekonstruksi pesan yang ditransfer ke dalam bahasa target.
Proses penerjemahan ala Nida & Tabers
Tahap analisis adalah proses di mana hubungan gramatikal dan makna
atau kombinasi kata dianalisis. Pada tahap transfer, bahan yang telah dianalisa
dalam tahap 1 ditransfer dalam pikiran penerjemah dari bahasa sumber ke
dalam bahasa target. Tahap rekonstruksi adalah tahap di mana penulis
menuliskannya kembali atau mengekspresikan kembali bahan sedemikian
rupa sehingga produk terjemahan dapat diterima dan dibaca dalam aturan dan
gaya bahasa target.


18
Bell (1991: 60) menggambarkan proses terjemahan sebagai proses
interaktif yang berisi tiga tahap utama sintaksis, semantik, dan pengolahan
pragmatik. Masing-masing harus dilibatkan baik dalam analisis maupun
sintesis. Dia menambahkan bahwa dalam proses tersebut ada kemungkinan
(a) beberapa tahapan terlewati dengan cepat, dan (b) norma proses menjadi
kombinasi bottom-up dan top-down, yaitu analisis (dan kemudian sintesis)
dari klausa diberi pendekatan simultan baik oleh prosedur pengenalan-pola
maupun prosedur inferencing berdasarkan pengalaman dan ekspektasi
sebelumnya.
Bell, kemudian menjelaskan bahwa proses penerjemahan tidak linear
di mana tahap diikuti tahap dalam rangkaian terbatas. Proses penerjemahan
merupakan proses yang terpadu, walaupun setiap tahapan harus dilalui,
urutannya tidak tetap dan pelacakan kembali, revisi, dan pembatalan atas
keputusan sebelumnya merupakan norma, bukan sekedar pengecualian.
Weick, dalam Robinson (1997:102), menjelaskan bahwa proses
penerjemahan dapat dirumuskan sebagai (1) menerjemahkan: bertindak;
melompat ke dalam teks; menerjemahkan secara intuitif. (2) Edit: berpikir
tentang apa yang telah dilakukan; menguji tanggapan intuitif terhadap semua
yang anda tahu, tetapi terlalu intuitif memungkinkan terjemahan (bahkan
yang paling berhasil) menghadapi adanya tantangan untuk prinsip yang baik
dan masuk akal serta dipercayai secara mendalam; biarkan diri merasakan
ketegangan antara kepastian intuitif dan keraguan kognitif, dan tidak secara
otomatis memilih salah satu; menggunakan siklus perbuatan-respon-
penyesuaian daripada aturan kaku. (3) menghaluskan: menginternalisasi apa


19
yang telah dipelajari melalui proses give-and-take ini untuk penggunaan di
lain waktu; menjadikannya alami; menjadikannya bagian dari rekaman
intuitif, tetapi mmungkinkannya fleksibel, sebagai suatu yang dapat diarahkan
pada keadaan konflik; namun jangan pernah membiarkan alam bawah sadar
mengikat pola fleksibilitas; selalu siap jika diperlukan untuk keraguan,
perdebatan, pertentangan, kesalahan, sikap kontra, tantangan, pertanyaan,
kebimbangan, dan bahkan bertindak hipokritis.
Naskah dan terjemahan
Untuk tujuan penerjemahan, Newmark (1988:39) membagi jenis teks
berdasarkan teori Buhler (1965). J enis-jenis itu adalah:
1. J enis teks ekspresif merupakan karya literal, pernyataan resmi,
autobiografi, esei dan korespondensi pribadi;
2. J enis teks informatif adalah buku teks, laporan teknis, artikel, karya
ilmiah, tesis, atau agenda pertemuan;
3. J enis teks vokatif adalah pemberitahuan, instruksi, propaganda, publisitas,
dan fiksi popular.

B. Semantik
1. Pengertian semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sama (kata benda) yang berati
tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti
menandai atau melambangkan. Sedangkan menurut Verhaar semantik


20
adalah cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti ( dalam
linguistik kedua istilah itu lazimnya tidak dibedakan ).
24

Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna. Dalam
pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah
makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Istilah semantik baru muncul pada tahun 1984 M yang dikenal melalui
American Philogigical Association Organisasi filologi Amerika dalam
sebuah artikel yang berjudul Reflected Meaning. A Point in Semantic. Istilah
ini sudah ada sejak abad ke-17 SM bila dipertimbangkan melalui frase
Semantic Philosophy.
25

Namun, sejak tahun enam puluhan studi mengenai makna ini menjadi
kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari study linguistik lainnya. Orang
mulai menyadari bahwa kegiatan berbahasa sesungguhnya adalah kegiatan
mengekspresikan lambang-lambang bahasa tersebut untuk menyampaikan
makna-makna yang ada pada lambang tersebut, kepada lawan bicaranya
(dalam komunikasi lisan) atau pembacanya (dalam komunikasi tulis). J adi,
pengetahuan akan adanya hubungan antar lambang atau satuan bahasa,
dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan bahasa
itu.
26

2. Manfaat Semantik

Studi semantik dari segi manfaatnya memang sangat banyak. Ilmu ini
sangat dibutuhkan diberbagai bidang keilmuan untuk pemahaman yang lebih
dalam terhadap suatu masalah yang sedang dikaji. Selain itu, semantik juga

24
J . W. M. Verhaar, Pengantar linguistic, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1995),cet. Ke-20, h.
25
J . W. M. Verhaar, Pengantar linguistic, h. 12
26
Chaer, pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 2


21
sangat membantu dalam bidang yang berhubungan dengan bahasa dan teks-
teks yang menjadi bahan pustaka.
Dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka akan memperoleh
manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik yang dapat membantu
dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam
menyampaikan informasi kepada masyarakat. Bagi pelajar, pengajar, dan
peneliti bahasa dan sastra pengetahuan semantik tentu banyak memberi
manfaat. Bagi pelajar bermanfaat untuk menganalisis bahasa yang sedang
dipelajari, bagi pengajar bermanfaat untuk memahami dengan baik dan
mudah menyampaikannya kembali kepada para siswanya. Sedangkan bagi
peneliti bermanfaat sebagai alat bantu yang dapat memudahkan menganalisis
suatu permasalahan kebahasaan.
Selain itu, semantik juga bermanfaat bagi orang awam untuk
memahami dunia yang penuh dengan informasi dan kebahasan yang terus
berkembang, karena mereka tidak bisa dapat hidup tanpa memahami
sekeliling mereka yang mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi.
27


3. J nis-Jenis Semantik e

J enis-jenis semantik cukup beragam, tetapi ada beberapa macam jenis
semantik yang selalu menjadi pembahasan pada ilmu tersebut. Diantara jenis-
jenis semantik ada 4 macam, yaitu :



27
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (J akarta: Rineka
Cipta,2002), hal. 12


22
1) Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah semantik yang objek penyelidikannya adalah
leksikon dari bahasa. Dan di dalam semantik leksikal diselidiki makna
yang ada pada leksem dari bahasa tersebut. Sedangkan leksem itu adalah
satuan gramatikal bebas terkecil dan dalam bahasa Arab disebut dengan
kalimah. Dalam studi semantik, semantik leksikal ini digunakan untuk
menyebut satuan bahasa bermakna.
2) Semantik Gramatikal
Semantik gramatikal adalah semantik yang objek kajiannya adalah bentuk
makna gramatikal dari tataran tata bahasa yaitu morfologi dan sintaksis,
kata, frase, klausa, dan kalimat. Dalam bahasa Arab morfologi disebut
dengan istilah Ilmu Sharaf dan sintaksis dikenal dengan istilah Ilmu
Nahwu. Semua bentuk tersebut di atas memiliki makna dalam bentuknya
masing-masing ketika satuan-satuan morfologi dan sintaksis itu
membentuk sebuah kalimat.
3) Semantik Kalimat
Semantik kalimat adalah semantik yang berkaitan dengan topik kalimat.
Menurut Verhaar, semantik kalimat ini belum banyak menarik perhatian
para ahli linguistik.
4). Semantik Maksud
Semantik maksud adalah semantik yang berkenaan dengan pemakaian
bentu-bentuk gaya bahasa seperti : metafora, ironi, litotes, dan majas
perbandingan lainnya. Menurut Verhaar semantik maksud ini mirip
dengan istilah semantik pragmatik yang biasa diartikan dengan bidang


23
studi semantik yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan
konteks situasinya.
28


4. Pengertian Makna
Sudah disebutkan pada sub bab yang lalu bahwa objek studi
semantik adalah makna; atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam
satuan-satuan ujaran seperti kata, klausa, dan kalimat.
29
Aristoteles (384-
322sm) seorang sarjana bangsa Yunani sudah menggunakan istilah makna,
yaitu ketika dia mendefinisikan mengenai kata. Menurutnya, kata adalah
satuan terkecil yang mengandung makna.
30

Palmer dan Lyons membedakan pengertian makna dan arti. Makna
adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama
kata-kata). Menurut palmer makna hanya menyangkut intra bahasa. Lyons
menyebutkan bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah
memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan
makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Arti dalam
hal ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiri, yang cenderung
terdapat di dalam kamus sebagai leksem.
31

Mengenai makna kata biasanya di bedakan bermacam-macam
makna, maka pertama-tama harus diketahui dasar-dasar pengertian makna. Di
sekitar kita terdapat bermacam-macam peristiwa atau hal yang dapat diserap
panca indra kita yang secara tradisional kita kenal sebagai rumah, binatang,

28
J . D. Parera, Teori Semantik (J akarta: Rineka Cipta, 2004), h. 29-30
29
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 2
30
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia h. 27
31
Sudarma, h. 5


24
bulan, tanah, batu dan pohon. kata-kata semacam itu merupakan lambang
bunyi ujaran untuk mengacu kepada benda-benda yang ada dialam itu.
32

5. Sebab-sebab perubahan makna
Ahli bahasa Perancis Antoine Meiller Bahwa bahasa ada tiga penyebab
pokok untuk merubah makna yaitu: Bahasa, Sejarah, Masyarakat atau yang
mengakibatkan atas perkataan ini. Macam-macam yang tiga ini menghimpun
hal-hal yang bisa didalamnya antara menjelaskan banyak keadaan dari
perubahan makna, akan tetapi bersamaan dengan hal itu bukan semua dari
berbagai keadaan.
Sebab-sebab yang mengakibatkan perubahan makna yaitu
nampaknya kebutuhan, Ketika masyarakat memiliki ide bahasa atau
selainnya, dia ingin menciptakan yang baru , bahwa contoh dari semua suara
didalam kosakata atau kamus bahasa.
Ketika masyarakat memiliki ide bahasa atau selainnya, dia ingin
menciptakan yang baru , bahwa contoh dari semua suara didalam kosakata
atau kamus bahasa.
Telah ada dalam perumpaan ini dari metode natralisasi (ketika
diambil sesuatu dari referensi luar). Ada metode yang menjadikan kata baru
coining pada metode kalimat bahasa ini.
C. Sinonim secara umum
Kebanyakan ahli linguistik memperlakukan sinonimi sebagai
masalah semantis belaka. Kesinoniman boleh saja diperlakukan sebagai
semantis untuk sebagian, tetapi dengan kritis. Seorang bahasawan atau

32
Gorys Keraf, tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesi: Untuk Tingkat Pendidikan
Menengah, (J akarta: Grasindo, 1991), h. 159-160


25
penutur suatu bahasa dapat memahami dan menggunakan bahasanya
bukanlah karena dia menguasai semua kalimat yang ada di dalam bahasanya
itu, melainkan karena adanya unsur kesesuaian atau kecocokan ciri-ciri
semantik antara unsur leksikal yang satu dengan unsur leksikal yang lain.
Seorang penganalisis dan penulis tentang sinonimi memerlukan
pengetahuan yang mendalam dan menyeluruh tentang sejarah perkembangan
makna kata, derivasi-derivasi makna, pemilihan makna oleh para pengarang
yang kurang memahami makna kata dan kontak antarbahasa yang serumpun
dan antarbahasa yang tidak serumpun. Pengetahuan-pengetahuan ini
membantu seorang penganalisis dan penulis tentang sinonim untuk
membedakan dengan benar makna-makna kata yang sama, mirip sama, dan
penggunaan makna kata-kata tersebut oleh pemakai bahasa.
Berapa besar kata atau frase yang bersinonim dalam satu bahasa? Adakah
sinonim dalam sebuah bahasa? Bukankah sinonim dalam sebuah bahasa
merupakan sebuah kemubaziran? Jika kata merupakan simbol dari referen
yang mempunyai referen atau kata juga merupakan sebuah konsep, maka
sinonim seharusnya tidak ada atau hanya sedikit sekali.
Kita dapat mencatat bahwa simbol bahasa atau kata yang tidak
mempunyai sinonim ialah kata-kata yang merujuk: benda yang khusus,
binatang, senjata, hiasan, ukuran, dan sebagian nasabah keluarga.
Kesinoniman dalam sebuah bahasa lebih banyak terjadi akibat serapan antar
bahasa, antar dialek, dan antarragam bahasa. Ini berarti bahasa yang tidak
pernah berkontak dengan bahasa atau dialek yang lain tidak akan mempunyai
banyak sinonim. J adi, sebuah kamus sinonim hanya disusun untuk bahasa


26
yang sudah banyak menyerap kosakata bahasa yang lain atau bahasa yang
sudah lama dan akrab berkontak dengan bahasa lain.
Kita mengenal sebuah kamus sinonim yang besar untuk kamus bahasa
Inggris dengan judul Websters New Dictionary of Synonims. Kamus ini
diantar dengan pengantar materi yang sangat luas dan mendalam (hlm. 5a-
31a). para penyusun kamus sinonim sadar betul akan kesulitan menyusun
kamus sinonim . usaha mereka yang utama ialah memberikan ciri pembeda
yang paling kecil antara kata-kata yang dicalonkan sebagai sinonim.
Dengan teori semantik, misalnya teori referensial, teori mentalistik, teori
pemakaian, kita akan menemukan sinonim antara morfem terikat, kata frase,
klausa, dan kalimat. Sampai saat ini para pakar lebih memfokuskan analisis
semantik sinonim kata. Dalam bahasa Indonesia ada sinonim morfem terikat,
misalanya Pe- (penyata orang/personal) dan wan/wati (juga penyata
persona/orang/pelaku) sebagai misal, kita catat bentukpemirsa dan
pirsawan, pengolahraga dan olahragawan, pegolf dan golfwan. Kita
jumpai sinonim antar morfem terikat ke-an dan morfem terikat ke-an dan
morfem terikat serapan itas sebagai pembentuk nomen. Misalnya ,
kestabilan, dan stabilitas, keproduktifan, dan produktifitas.
Frase yang bersinonim dapat dicontohkan buku ayah dan buku
kepunyaan ayah, sabun mandi dan sabun untuk mandi, juga antara kata
frase, misalnya putra, dan anak laki-laki. Perhatian para pakar linguistik
belum banyak kesinoniman frase. Kami mencari dan menemukan bahwa
terdapat sinonim antara pasangan-pasangan tetap dan pasangan berpartikel.
Misalnya, rumah jaga sinonim dengan rumah untuk orang yang


27
menjaga/untuk penjagaan. Mungkin disinilah letak salah satu fungsi analisis
semantik, yakni, menjawab, sinonim antara kata dan parafrasis.
33


D. Sinonim dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab
1. Pengertian sinonim
Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu
syn yang berarti dengan dan onoma yang berarti nama. Maka secara
harfiah kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama.
34
J adi sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan
makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
35
Misalnya,
antara kata saya dengan kata aku, kata hamil dengan frase duduk perut.
Sedangkan Verhaar menyebutkan bahwa sinonim adalah ungkapan
(biasanya sebuah kata, tetapi dapat pula berupa frase atau malah kalimat),
yang kurang lebih sama maknanya dengan suatu ungkapan yang lain.
36

Pada definisi Verhaar di atas dikatakan maknanya kurang lebih sama
ini berarti, dua buah kata yang bersinonim itu kesamaanya tidak seratus
persen, hanya kurang lebih saja, kesamaannya tidak bersifat mutlak. Karena
berdasarkan prinsip umum semantik, apabila bentuk berbeda, maka maknanya
pun tidak persis sama.
37
J adi, makna kata saya dan aku tidak persis sama.
Dalam ilmu bahasa yang murni, sebenarnya tidak diakui adanya
sinonim. Tiap kata memepunyai makna atu nuansa makna yang berlainan,

33
J .D. Parera, Teori Semantik, h. 63
34
Abdul Chaer, Pengantar Semanti Bahasa Indonesia , (Jakarta: Rineka Cipta, 1995),
cet. Ke-5, h. 82
35
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (J akarta: Rineka Cipta, 1995), cet. ke-1, hal. 297
36
Verhaar, Pengantar Linguistik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989),
cet. Ke-15, jil. 1, h. 132
37
Abdul Chaer, Pengantar Linguistik bahasa Indonesia, Op. Cit., h. 83


28
walaupun ada ketumpang tindihanantara satu kata dengan kata yang lain.
Ketumpang tindihan inilah yang membuat orang menerima konsep sinonim.
Disamping itu, konsep ini juga diterima untuk tujuan praktis guna
mempercepat pemahaman makna sebuah kata yang baru, yang dikaitkan
dengan kata-kata lama yang sudak dikenal.
38

Untuk mendefinisikan sinonim, ada tiga batasan yang dapat
dikemukakan, yaitu: 1) kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama,
misalnya kata mati dan mampus, 2) Kata-kata yang mengandung makna yang
sama, misalnya kata memberitahukan dan kata menyampaikan, 3) kata-kata
yang dapat disubstitusi dalam kontek yang sama, misalnya kami berusaha
agar pembangunan ini berjalan terus. Kami berupaya agar pembangunan ini
berjalan terus. Kata berusaha bersinonim dengan kata berupaya.
39

Kesamaan kata (sinonim) dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu :
a) Substitusi (penyulihan). Hal tersebut dapat terjadi bila kata dalam konteks
tertentu dapat disulih dengan kata yang lain dan makna konteks tidak
berubah, maka kedua kata itu disebut sinonim. Lyons mengemukakan bila
dua kalimat memiliki struktur yang sama, makna yang sama, dan hanya
berbeda karena di dalam kalimat yang satu terdapat kata Y, maka X
sinonim dengan Y, misalnya Amir anak pandai dengan Amir anak pintar,
maka pandai bersinonim dengan pintar.
b) Pertentangan. Kata dapat dipertentangkan dengan sejumlah kata lain.
Pertentangan itu dapat menghasilkan sinonim. Misal, kata berat
bertentangan dengan ringan dan enteng disebut sinonim.

38
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (J akarta: Gramedia, 1990), cet. Ke-6, h. 34
39
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (J akarta: Rineka Cipta, 2001), cet. Ke-2,
h. 222-223


29
c) Penentuan konotasi. J ika terdapat perangkat kata yang memiliki makna
kognitifnya sama, tetapi makna emotifnya berbeda, maka kata-kata itu
tergolong sinonim, missal kamar kecil, kakus, jamban, dan WC, mengacu
ke acuan yang sama, tetapi konotasinya berbeda.
40

Dalam bahasa Arab banyak ragam kosa kata yang mempunyai makna
yang sama. Kata yang mempunyai makna yang sama dalam ilmu bahasa
(linguistik) disebut sinonim yang dalam bahasa Arab disebut al-taraduf
(). Para ahli bahasa Arab memberikan definisi yang berbeda mengenai
al_taraduf, seperti al-Fakhru-Razi yang mendefinisikan taraduf dengan
beberapa yang mempunyai makna yang sama.
41

Sedangkan Emil Badi Ya qub di dalam bukunya Fiqh al-Lughah
al-Arabiyah wa Khashaishuha, mendefinisikan taraduf dengan dua buah kata
atau lebih yang berbeda lafaznya tetapi mempunyai makna yang sama, seperti
kata , , yang mempunyai makna yang sama.
42

Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam menyikapi ada atau tidak
adanya taraduf. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kesepakatan antara
para ahli bahasa terhadap pengertian, definisi atau maksud yang sebenarnya
dari taraduf itu sendiri.
Ullman mengambil jalan tengah untuk menjembatani perbedaan pandangan
para ahli bahasa terhadap taraduf, yaitu dengan memberikan teori sinkronis.
Dalam teori ini dikemukakan bahwa, apabila kita akan menentukan dua buah

40
T. Fatimah Djadjasudarma, Semantik I : Pengantar ke Arah Ilmu Makna, (Bandung:
Eresco, 1993), cet. Ke-I,h. 36-37
41
Mukhtar Umar, Ilm ad-dalalah, (Kuwait: Muktabah Dar Urubah, 1982), cet.
Ke-1, h. 215
42
Emil Badi Yaqub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa khashaishuha, (Beirut: dar al-
Tsaqafahal-Islamiyah,t.t), cet.ke-4, h. 173


30
kata atau lebih itu dianggap ber-taraduf, maka terlebih dahulu harus
memperhatikan beberapa hal, antara lain :
1. Kata-kata yang akan disinkronkan atau dipadankan harus terbatas pada
lingkungan, waktu dan tempat tertentu.
2. Memperhatikan hubungan kata dalam konteks kalimat. Karena terkadang
sebuah kata akan memiliki pengertian yang berbeda bila ditempatkan pada
konteks kalimat yang berbeda.
3. Adanya penyesuaian arti antara satu kata dengan kata yang lain yang pada
umumnya dapat dipahami oleh orang-orang yang tinggal di suatu
lingkungan tertentu.
43

Berikut ini pandangan para ahli bahasa dalam menangggapi ada atau tidaknya
taraduf , sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Mukhtar Umar dalam
bukunya yang berjudul ilm ad-dalalah.
1. Pandangan Mutaqaddimin ( ahli Bahasa Klasik )
Para ahli bahasa klasik berbeda pendapat dalam menyukai atau tidaknya
taraduf di dalam bahasa Arab, mereka terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu:
a. Kelompok yang mendukung adanya taraduf
Orang yang pertama kali menulis buku yang membahas tentang
taraduf adalah Abi Hasan Ali bin Isa ar-Rahmani (W. 384 h), yang
berjudul ; Kitabul al-fadz al- mutarodifah wa al-Mutaqaribah fi al-Mana
yang merupakan telaah dari buku Abu al-Husain Ahmad bin Faris (W. 377
H) yang berjudul Assahiby.

43
Zahrudin, Sinonim dalam al-Quran, Tesis Pascasarjana, (J akarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2002), h. 39-40


31
Sedangkan orang yang pertama kali mengakui adanya taraduf
dalam bahasa Arab adalah Abu zaid al-Anshari (W. 251 H). Al-Suyuti (W.
911 H) mengemukakan dalam bukunya al-Muzhar, bahwa Abu Zaid al-
Anshari, mencoba mengumpulkan kata-kata yang ber-tarduf, di antaranya
adalah antara kata dengan kata.
Tokoh lain pendukung adanya tarduf adalah Ibn al-Arabi (W. 232
H) dan al-AsmhuI (W. 216 H) dengan bukunya yang terkenal kitab al-
Fadz. Pada abad ke-4 H muncul tokoh lain yang mendukung adanya
taraduf seperti ibn al-khalawaih (W. 816) dengan bukunya yang berjudul
Asma al Hayah dan Asma al-Asad. Kemudian pada abad ke-8 H, muncul
al-Fairuz (W 216 H) dengan kamusnya yang terkenal, yaitu al-muhith.
Pada abad ke-9 muncul pula as-Suyuthi yang membahas taraduf secara
spesifik dalam bukunya al-Muzhar, kemudian pada abad ke-12 H, muncul
pula al-Thamuni.
44

Kelompok pendukung adanya taraduf mengemukakan alasan
adanya tarduf, yaitu pertama bahwa ketika seseorang akan menjelaskan
kata , maka mau tak mau harus mendapatkan kata lain yang
mempunyai makna yang sama dengan kata tersebut, misalnya dengan kata
. Kedua kata tersebut mempunyai makna dan pengertian yang sama
yaitu akal, karena itu, kedua kata tersebut dianggap bertaraduf.
Kedua, sebagaimana yang dikemukakan oleh ibn Faris seandainya
sebuah kata bisa diungkapkan dengan satu makna saja, niscaya tidak
mungkin bagi seseorang mengungkapkan suatu makna dengan kata yang

44
Zahrudin, Sinonim dalam al-Quran, Tesis Pascasarjana, 40-42


32
Ketiga, dalam sebuah riwayat hadits diceritakan bahwa Rasulullah
SAW menjatuhkan sebuah pisau, kemudian ia meminta abu Hurairah :
Ambilkan pisau itu () untukku Abu Hurairah menoleh kekanan dan
kekiri. Setelah rasulullah mengulang ucapannya sebanyak tiga kali, Abu
Hurairah berkata Pisau () kah yang engkau maksudkan? Rasul
menjawab: Ya.
Al-Fakhru al-Razi (W. 666H) menyatakan bahwa ada sebagian
orang yang menolak taraduf. Mereka berpendapat bahwa kata-kata yang
dianggap bertaraduf sebenarnya tidak memiliki makna yang sama, tetapi
kata-kata tersebut hanya saling menjelaskan. Karena kata yang satu adalah
kata yang mempunyai makna yang sebenarnya, sedangkan kata lain yang
dianggap memiliki makna yang sama sebagai sifat. Pendapat seperti ini
sebenarnya boleh-boleh saja dan dapat diterima, seperti kata dan
kata , tidak memiliki makna yang sama. Karena kata yang
bermakna pedang hanya kata , sedangakan kata , hanyalah kata
yang hampir sama maknanya dengan kata .
Al-Ashfahani juga mengatakan bahwa al-Taraduf al-Haqiqi hanya
terdapat pada kata-kata yang berada pada suatu dialek atau lahjah.
Sedangkan kata-kata yang tidak satu lahjah bagaimanapun tidak terdapat
taraduf.
45


45
Mukhtar Umar, h. 216-218


33
b. Kelompok yang menolak adanya taraduf
Ahli bahasa yang menolak adanya taraduf didalam bahasa Arab
adalah Abu Al-Abbas Tsalab, Abu Ali al-farisi, Ibn farisi, dan Abu Hilal
al-Askari. Ibn faris mengatakan bahwa setiap isim hanya memiliki satu
makna, sedangkan kata-kata yang kemudiakan diartikan pedang bukan
makna yang sebenarnya, tetapi hanya laqab atau sifat saja, seperti
yang berarti pedang. Begitu pula pada kata kerja, seperti dan .
kedua kata tersebut tidaklah bermakna sama, masing-masing kata secara
spesifik memiliki makna sendiri-sendiri yang berbeda.
Abu al-Farisi mengatakan: saya hanya mengenal satu nama pedang yaitu
, ketika ditanya: bagaimana dengan dengan kata-kata , dan
?, beliau menjawab: kata-kata tersebut tidak memiliki makna
pedang yang sebenarnya, tetapi hanya sebatas pedang saja.
Abu Hilal al-Askari, seorang kritikus sastra yang menolak adanya
taraduf cenderung untuk membedakan kata-kata yang dianggap
bertaraduf. Ia mengatakan bahwa perbedaan pada ungkapan dan nama
mengakibatkan perbedaan pula pada makna. Apabila sebuah kata telah
menunjukan pada sebuah makna tertentu, maka tidak tepat bila kata
tersebut ditunjukan pada makna yang lain. Menurutnya, bahasa
mempunyai kata-kata yang jelas maknanya, sehingga kata-kata tersebut
sudah menunjukan satu makna, sedangkan makna yang lain dimilikinya
sudah tidak tepat lagi dan itu hanya makna tambahan saja. Oleh karena itu,
ia menyatakan bahwa tidaklah benar apabila ada sebuah kata yang


34
mempunyai dua makna atau lebih, begitu juga sebaliknya, tidaklah benar
apabila ada dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama.
Abu Hilal al-Askari memperkuat argumennya dengan
membedakan kata-kata yang sapadan atau serupa maknanya, seperi kata
, dan , yang mempunyai makna pujian. Tapi
sesungguhnya ketiga kata ini bila dikaji secara mendalam, masing-masing
memiliki makna yang spesifik dan berbeda. Kata berarti pujian
pada perbuatan, berarti pujian yang diulang-ulang, sedangkan kata
berarti pujian pada orang yang berwajah tampan atau cantik.
Ibn faris juga membedakan antara kata dan yang
didukung oleh para ahli bahasa lain yang menolak taraduf. Kata
berarti duduk dari kondisi sebelumnya berdiri, sedangkan kata
berarti duduk dari kondisi sebelum tidur.
46
Kedua kata tersebut ternyata
memiliki makna yang berbeda.
2. Sebab-sebab terjadinya sinonim
Sinonim tak dapat dihindari dalam sebuah bahasa. Faktor-faktor yang
menyebabkan munculnya sinonim adalah :
a. Karena adanya proses serapan (borrowing). Pengenalan dengan bahasa
lain membawa akibat penerimaan kata-kata baru yang sebenarnya sudah
ada padanannya dalam bahasa sendiri. Misalnya dalam bahasa Indonesia
sudah ada kata hasil, kita masih menerima kata prestasi, dan produksi,
sudah ada kata jahat dan kotor, masih menerima kata maksiat. Serapan ini
bukan hanya menyangkutreferen yang sudah ada katanya dalam bahasa

46
Mukhtar Umar, h. 218-219


35
sendiri, tetapi juga menyangkut referen yang belum ada katanya dalam
bahasa sendiri. Dalam hal ini sinonim terjadi karena menerima dua bentuk
atau lebih dari sebuah bahasa donor, seperti buku, kitab; sekolah,
madrasah; reklame, iklan; dan advertensi.
b. Penyerapan kata-kata daerah ke dalam bahasa Indonesia. Tempat
kediaman yang berlainan mempengaruhi pula peradaban kosa kata yanh di
gunakan, walaupun referennya sama, misalnya kata tali dan tambang,
parang dan golok, ubi kayu dan singkong, lempung dan tanah liat, dan
sebagainya hampir sama dengan kelas sinonim ini adalah sinonim yang
terjadi karena pengambilan data dari dialek yang berlainan, misalnya tuli
dan pekak, sore dan petang, dan sebagainya.
c. Makna emotif (nilai rasa) dan evaluativ. Makan kognitif dari kata-kata
yang bersinonim itu tetap sama, hanya nilai evaluativ dan nilai emotifnya
berbeda, misalnya kata ekonomis, hemat, dan irit; kikir dan pelit; rindu dan
damba; mayat, jenazah, dan bangkai; mati, meninggal,wafat, mangkat.
47

Sedangkan Ramadhan Abdu al-Tawwab, di dalam bukunya Fushul Fi
Fiqh al-Lughah mengemukakan beberapa faktor penyebab munculnya taraduf,
yaitu :
a. Banyaknya nama suatu benda dengan ungkapan yang berbeda. Suatu benda
terkadang mempunyai nama yang banyak, sehingga timbulah hubungan arti
antara nama-nama tersebut. Kondisi kebahasaan seperti ini biasanya
dipengaruhi oleh factor agama, ekonomi, maupun politik yang terjadi pada

47
Gorys Keraf, h. 35-36


36
saat itu. Sebagai contoh kata dalam dialek Mesir sama dengan
dialek Libanon, atau antara kata , dan .
b. Adanya perkembangan bahasa (penggunaan kosa kata), sehingga sebuah
benda dapat memiliki nama yang cukup banyak, contoh kata kata ini
sebenarnya mempunyai arti yang spesifik, tetapi dalam perkembangan
berikutnya muncul nama-nama lain, seperti , ,
c. Karena dua pengucapan yang mirip dan jumlah hurufnya sama, hanya
susunannya saja yang berbeda. Pengucapan kata-kata seperti ini menjadi
salah satu faktor timbulnya taraduf, misalnya kata dan kata
Disebabkan pula dengan adanya dua kata lebih yang jumlah hurufnya
sama, hanya saja salah satu huruf pada kata-kata tersebut berbeda, contoh
kata dengan kata . kedua kata ini berbeda, tetapi karena
kemiripan antara keduanya, akhirnya diartikan sama.
d. Meminjam kata-kata asing, sebagaimana yang terjadi pada masa J ahily dan
pada masa Islam, sehingga terjadi asimilasi bahasa. Pada masa itu bahasa
yang banyak diadopsi adalah bahasa Persia, seperti kata ,
yang berarti sutra.
48

Itulah faktor-faktor penyebab munculnya sinonim, baik dalam bahsa Arab
maupun dalam bahasa Indonesia. Namun demikian, kata-kata tertentu yang
dianggap bersinonim tidak lantas diterima begitu saja, namun ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain :
a. Kata-kata yang bersinonim harus memiliki persesuain makna, seperti kata
dengan kata . kedua kata ini mempunyai makna yang sama, yaitu

48
RamadhanAbdu al Tawwab, Fushul Fi Fiqh al-Lughah al-Arabiyah, (KAiro:
Maktabah al-Khanji, 1997), h. 316-317


37
b. Kata-kata yang dianggap bersinonim, harus berada dalam lingkungan
bahasa dan geografis tertentu pula, seperti bahasa Arab di J azirah
Arabia.
49

Dalam bahasa Indonesia, kesinoniman mutlak atau simetris memang
tidak ada. Oleh karena itu, kata-kata yang dapat dipertukarkan begitu saja pun
jarang ada. Pada suatu tempat kita mungkin dapat menukar kata mati, dan kata
meninggal, tetapi di tempat lain tidak dapat.
50
Dua buah kata yang bersinonim
maknanya tidak akan persis sama.
Ketidakmungkinan kita untuk menukar sebuah kata dengan kata lain
yang bersinonim disebabkan berbagai faktor, antara lain:
a. Faktor waktu, misalnya kata hulubalang bersinonim dengan kata
komandan. Namun, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Karena
hulubalang hanya cocok untuk situasi kuno, klasik atau arkais. Sedangkan
kata komandan hanya cocok untuk situasi masa kini.
b. Faktor tempat atau daerah, misalnya kata saya bersinonim dengan kata
beta. Tetapi kata beta hanya cocok untuk digunakan dalam konteks
pemakaian bahasa Indonesia Timur (Maluku). Sedangkan kata saya dapat
digunakan secara umum di mana saja.
c. Faktor sosial, misalnya kata aku dan saya adalah bersinonim. Tetapi kata
aku hanya dapat digunakan untuk teman yang sebaya dan tidak dapat

49
Zahruddin , Op. Cit., h. 30
50
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Op. Cit., h. 85


38
digunakan kepada orang yang lebih tua atau yang status sosialnya lebih
tinggi.
d. Faktor bidang kegiatan , misalnya kata tasawuf, kebatinan dan mistik
adalah tiga buah kata yang bersinonim. Namun kata tasawuf hanya lazim
dalam agama Islam; kata kebatinan untuk yang bukan Islam dan kata
mistik untuk semua agama.
e. Faktor nuansa makna, misalnya kata-kata melihat, melirik, melotot,
meninjau dan mengintip adalah bersinonim. Kata melihat memang bisa
digunakan secara umum; tetapi kata melirik hanya digunakan untuk
menyatakan melihat dengan sudut mata, kata melotot untuk menyatakan
melihat dengan mata terbuka lebar, kata meninjau digunakan untuk
melihat dari tempat jauh atau tempat tinggi dan kata mengintip hanya
cocok digunakan untuk melihat dari celah yang sempit.
3. Jenis-jenis sinonim
Tiap-tiap ahli bahasa membagi jenis sinonim berbeda-beda, di antaranya :
a. Pembagian sinonim menurut Colliman yang dikutip Ullman membagi jenis
sinonim menjadi Sembilan, yaitu :
1) Sinonim yang salah satunya memiliki makna yang lebih umum
(generik), misalnya tumbuh-tumbuhan lebih umum dari tebu.
2) Sinonim yang salah satu anggotanya memiliki unsur makna yang lebih
intensif, misalnya jenuh dan bosan.
3) Sinonim yang salah satu anggotanya lebih menonjolkan makna emotif
misalnya hati kecil dan hati nurani.


39
4) Sinonim yang salah satunya bersifat mencela atau tidak membenarkan,
misalnya boros dan tidak hemat.
5) Soedjito menyatakan bahwa pasangan kata dan frase yang berawal
dengan kata tidak seperti contoh diatas (tidak hemat) meskipun
maknanya sama, dianggap bukan sinonim. Frase tidah hemat seperti
contoh diatas merupakan deskripsi makna kata.
51

6) Sinonim yang salah satu anggotanya menjadi istilah bidang tertentu,
misalnya ordonansi dan peraturan.
7) Sinonim yang salah satu anggotanya lebih banyak dipakai di dalam
bahasa tulisan, misalnya bisa dan racun.
8) Sinonim yang salah satu anggotanya lebih lazim dipakai dalam bahasa
percakapan, misalnya kayak dan seperti.
9) Sinonim yang salah satu anggotanya di pakai dalam bahasa kanak-
kanak, misalnya mam (mamam) dan makan.
10) Sinonim yang salah satu anggotanya biasa di pakai di daerah tertentu
saja, misalnya cabai dan Lombok.
52

b. Pembagian sinonim menurut Palmer sebagai berikut :
1) Perangkat sinonim yang salah satu anggotanya berasal dari bahasa
daerah atau bahasa asing dan lainnya, terdapat dalam bahasa umum,
misalnya domisili dan kediaman.
2) Perangkat sinonim dan pemakaiannya bergantung kepada lagam dan
laras bahasa, misalnya, mati, meninggal dan wafat.

51
Soedjito, Sinonim, (Bandung: Sinar Baru Offset, 1989), cet. Ke-1, h. 3
52
T. Fatimah Djajasudarma., h. 39-40


40
3) Perangkat sinonim yang berbeda makna emotifnya, tetapi makna
kognitifnya sama, misalnya negarawan dan politikus.
4) Perangkat sinonim yang pemakaiannya terbatas pada kata tertentu
(keterbatasan Kolokasi), misalnya, busuk, basi, tengik, asam, dan apek
memiliki makna yang sama, yakni, buruk, teapi tidak dapat saling
menggantikan. Karena dibatasi oleh persandingan yang dilazimkan.
5) Perangkat sinonim yang maknanya kadang-kadang tumpang tindih,
misalnya nyata dan kongkrit.
53

c. Sedangkan menurut Lyons Membagi sinonim kedalam empat jenis, yaitu :
1) Sinonim mutlak dan lengkap
Dalam bahasa-bahasa alamiah tidak terdapat sinonim-sinonim
murni. Walaupun ada, sedikit sekali ditemukan. Ullman mengatakan
bahwa sinonim mutlak dan lengkap sulit sekali ditemukan, karena
sangat jarang didapat, seperti barang mewah yang sulit di berikan oleh
bahasa. Sinonim lengkap dan mutlak harus memenuhi dua syarat yaitu
: 1) dapat di tukar-tukar dalam segala konteks, 2) identik artinya, baik
kognitif maupun emotif.
54

Lyons menyebut sinonim jenis ini dengan sinonim sempurna
dan absolute. Ia membedakan kata yang bersinonim sempurna dan
kata yang bersinonim secara absolut. Suatu kata dapat dikatakan
bersinonim secara sempurna apabila kata-kata tersebut mengandung
makna deskriptif, ekspresif, dan sosial yang sama. Sedangkan suatu

53
T. Fatimah Djajasudarma, h. 40
54
J hon Lyons, Pengantar Teori Linguistik, terj. I. Soetikno, (J akarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1995), h. 439


41
kata disebut bersinonim secara absolut apabila kata-kata tersebut
mempunyai distribusi yang sama dan bermakna sempurna didalam
kehadirannya pada semua konteks. Zgusta menggunakan istilah
absolut, near synonyms.
55

Para ahli bahasa menjadikan jarangnya sinonim lengkap dan
mutlak sebagai landasan untuk menolak adanya sinonim.
56
Contoh
sinonim lengkap dan mutlak adalah surat kabar dan Koran.
2) Sinonim lengkap dan tidak mutlak, misal orang dan manusia.
3) Sinonim tidak lengkap dan tidak mutlak misal, gadis dan cewek.
4) Sinonim tidak lengkap dan mutlak misal, wanita dan perempuan.
57

d. Pembagian Sinonim menurut Verhaar
Menurut Verhaar, jenis-jenis sinonim sebenarnya berkaitan erat dengan
satuan-satuan bahasa. Satuan bahasa tersebut dapat berbentuk morfem,
kata, frase, bahkan kalimat. Menurut Verhaar jenis-jenis sinonim
dibedakan :
1) Sinonim antarkalimat, mislnya Adik menendang bola dengan bola
ditendang Adik. Kedua kalimat ini dianggap bersinonim, meskipun
yang pertama kalimat aktif dan yang kedua kalimat pasif.
2) Sinonim antarfrase, misal antara ayah ibu dan Orang tua.
3) Sinonim antarkata, misal kata mati dengan meninggal.
4) Sinonim antarmorfem (terikat dan bebas), misalnya kulihat dengan
saya lihat.
58


55
Mansoer Pateda, Op. cit., h. 223
56
Gorys Keraf, Op. Cit., h. 35
57
T. Fatimah Djajasudarma, Op Cit., h. 35


42
Parera menyebutkan jenis sinonim morfem terikat yangt lain, yaitu
antara penyata orang atau personal dan wan atau wati (juga penyata
orang atau personal dan pelaku), misal pemirsa dan pirsawan, pengolah
raga dan olah ragawan, pegolf dan golfwan. J uga sinonim antara morfem
terikat ke-an dan morfem terikat serapan itas sebagai pembentuk nomen,
misalnya kestabilan dan stabilitas, keproduktifan dan produktivitas.
59

Abdul Chaer juga membagi sinonim sama dengan Verhaar, hanya ia
menambahkan satu jenis sinonim yang lain, yaitu sinonim antar kata
dengan frase atau sebaliknya, misalnya antara meninggal dengan tutup
usia, antara tamu yang tidak diundang dengan pencuri.
60

Sedangkan Soedijto membagi sinonim menjadi: 1) sinonim antara kata
dasar dan kata dasar, misalnya betul dan benar; 2) sinonim antara kata
dasar dan kata jadian, misalnya awal dan permulaan; 3) sinonim antar kata
jadian dan kata jadian, misalnya ketua dan pemimpin. Ia juga
menyebutkan bahwa jenis atau kelas kata yang bersinonim itu selalu sama,
seperti kata benda dengan kata benda, kata kerja dengan kata kerja, kata
sifat dengan kata sifat, kata keterangan dengan kata keterangan, dan kata
tugas dengan kata tugas.
61

Kesinoniman dalam sebuah bahasa lebih banyak terjadi akibat
serapan antar bahasa, antar dialek, dan antarragam bahasa. Kesinoniman
juga dapat terjadi antara kata asli dan kata serapan, misalnya suhu dan
temperatur, keluarga dengan family, serta antara kata serapan dan bentuk

58
Verhaar, Loc. Cit.
59
J .D Parera, h. 52
60
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 87
61
Soedjito, h. 4-6


43

terjemahan pinjaman, misalnya akselerasi dengan percepatan.
62
J uga
dapat terjadi antara kata asli dan kata asli, misalnya, baik, bagus, dan
indah; jatuh, rebah, dan roboh; kata serapan dan kata serapan, misalnya
bagai dan laksana, waktu dan ketika.
63






62
J .D, h. 51
63
Soedjito, h. 2
BAB III
KONSEP BERPIKIR

A. Definisi Berpikir
Secara etimologi berpikir adalah terjemahan istilah bahasa Inggris
thingking. Thingking pada hakikatnya adalah kejadian batiniah, kebetulan,
tak keruan dan berulang kali (Hullfish and Smith, 1964: 216). Dari pengertian
berpikir yang demikian, aktifitas berpikir membutuhkan alat control berpikir
yang oleh J hon Dewey (Titus, 1984: 348) menyatakan reflection sebagai
kontrolnya. Reflection adalah kata benda yang dapat berarti daya reflek
yang ada pada manusia. Pikiran adalah bagian organ tubuh manusia yang
memiliki daya daya reflek yang dapat dikembangkan dengan cara
merefleksikannya ke dalam dunia disekelilingnya. Untuk memmbantu
pengembangan reflection aktifitas berpikir menggunakan tiga aspek
pengindraan, ingatan, imaginasi. Tiga aspek ini dinyatakan sebagi control
berpikir.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik pengertian bahwa
thingking (berpikir) adalh aktifitas yang dipusatkan untuk pngembangan
potensi diri sehingga dapat mewujudkan kebaikan-kebaikan tuhan diatas dunia
ini, dan menjadikan reflection (reflection (refleksi) sebagai kontrolnya,
untuk melahirkan hidupnya kesadaran (pengetahuan) dalam pikiran.
1

Pikiran adalah gagasan dan proses mental. Berpikir memungkinkan
seseorang untuk merepresentasikan dunia sebagai model dan memberikan

1
Lian Hasibuan, Berpikir dalam Konsepsi Metode Belajar, (jambi: IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin, 2000) h. 9
44


45
perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan
keinginan. Kata yang merujuk pada konsep dan proses yang sama diantaranya
kognisi, pemahaman, kesadaran, gagasan, dan iamajinasi. Berpikir melibatkan
manipulasi otak terhadap informasi, seperti saat kita membentuk konsep,
terlibat dalam pemecahan masalah, melakukan penalaran, dan membuat
keputusan.Berpikir adalah fungsi kognitif tingkat tinggi dan analisis proses
berpikir menjadi bagian dari psikologi kognitif.

B. Macam-macam Berpikir
Menurut Edward De Bono berpikir mempunyai 2 bagian yaitu:
1. Berpikir Vertikal (berpikir Konvergen) yaitu berpikir tradisional dan
generatif
2. Berpikir Lateral (berfikir divergen) yaitu tipe berfikir selektif & kreatif.
2

Selama dua ribu lima ratus tahun kita sudah mengembangkan,
memperhalus, dan menggunakan metode pemikiran klasik kita. Metode ini
memang mengagumkan, sangat baik, efektif, dan berdaya. Tidak
mengherankan bahwa kita secara tragis begitu puas dengannya. Pada saat
metode ini mengagumkan, metode itu juga sekaligus tidak memadai. Seorang
tukang kayu mungkin memiliki gergaji yang paling unggul di dunia tetapi
tanpa metode untuk merakit potongan kayu menjadi satu kesatuan,
pekerjaannya sebagai tukang kayu tidaklah lengkap.


2
http://sepunten.multiply.com/journal/item/42, tanpa nama penulis. Akses
pada tanggal 5 mei 2010.



46
Pemikiran tradisional kita berurusan dengan pemikiran apa ini.
Barang ini barang apa? Situasi apakah ini? Kebenaran apakah ini? Proses
identifikasi ini memperkenankan kita menggunakan pengalaman dan
pengetahuan kita, juga pengalaman dan pengetahuan orang lain.
3

Proses spesifik dalam pemikiran lateral dapat dengan sengaja
digunakan untuk menghasilkan gagasan. Misalkan saja kita memerlukan
gagasan baru untuk makanan cepat saji dan kita menggunakan teknik the
Random Word. Kata acaknya adalah tempat tidur. Melalui asosiasi sepintas
dengan seks kita mungkin mendapatkan tiram yang dianggap sebagai obat kuat
(hanya untuk lelaki yang kekurangan unsur seks jika terlalu aktif). Maka
gagasan yang menjelma adalah oyster bar yang menyajikan tiram dimasak
dalam berbagai cara, atau alamiah.
4

Demikian dengan Morgan bahwa berpikir mempunyai 2 bagian, yaitu:
1. Berpikir Autistik (melamun, berkhayal, fantasi atau wishful thinking)
2. Berpikir Realistik (nalar atau reasoning)
Pikiran sendiri ada 2, pikiran sadar & bawah sadar. Sedang manusia
hanya memanfaatkan 12% kekuatan pikiranya, sementara 88% ada pada
kekuatan bawah sadar, yg semacam "perasaan". Diantara pikiran sadar dan
bawah sadar ada Reticular Activating System (RAS) atau filter, yang untuk
membuka, pintu otak kita mesti berada pada gelombang Alfa. Pikiran bawah
sadar (yang 88% tadi) menyimpan: Memori, Self-image, Personality & Habits
(kebiasaan).

3
Edward de Bono, Pemikiran Baru Era MIlenium, (J akarta: PT. Elex Media Komputindo
, 2000), h. 197.
4
Edward de Bono, h. 222-223



47
Sepanjang hidup, fokus kita adalah terarah pada habits pemikiran umum, yang
bersifat dunia (materialistik) dan seolah-olah dunia ini memang satu-satunya
yang perlu kita "habisin". Sekolah yang pintar, agar dapat kerjaan yang
mapan, up to date secara eksistensi sosial, menjadi orang yang sukses (materi).
Sampai kadang kita lupa sebenarnya kita ini mahluk Spiritual
(imateri). Seperti apa yang diingatkan Teilhard de Chardin:
"Kita bukan manusia yang mengalami pengalaman spiritual. Kita adalah
makhluk spiritual yang mengalami pengalaman manusia."
Selain berfikir autistik ada lagi berfikir realistik di sebut juga nalar
(reasoning), ialah berfikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia
nyata. Floyd L Ruch menyebut 3 macam berfikir realistik yaitu: deduktif,
induktif, dan evaluatif (Ruch, 1967:336).
1. Berfikir deduktif ialah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang
pertama merupakan pernyataan umum. Dalam logika, ini disebut
silogisme. Contohnya ialah; Semua manusia bakal mati. Anggodo
manusia. J adi, Anggodo bakal mati. Berfikir deduktif dapat
dirumuskan, J ika A benar, dan B benar, maka akan terjadi C. J ika semua
mahasiswa belajar di perguruan tinggi, dan cahpct mahasiswa, maka pasti
cahpct belajar di perguruan tinggi. Dalam berfikir deduktif, kita mulai dari
hal -hal yang umum pada hal-hal yang khusus.
2. Berpikir Induktif sebaliknya, dimulai dari hal-hal yang khusus dan
kemudian mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi.
Saya bertemu dengan cahpct, mahasiswa FIKOM. Ia pandai bicara. Sya
berjumpa dengan apip, galih, yeri; semuanya anak FIKOM pandai bicara.



48
Ketepatan berfikir induktif bergantung pada memadainya kasus yang
dijadikan dasar. Misalnya, apakah lima orang mahasiswa FIKOM cukup
untuk dijadikan sampel yang representatif.
3. Berfikir evaluatif ialah berfikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau
tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah
atau mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu.
5

C. Berpikir Menurut Al-Quran
Kata akal dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab (al-'aql) yang
mengandung arti mengikat atau menahan, tapi secara umum akal dipahami
sebagian potensi yang isiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan. Dalam
psikologi modern akal dipahami sebagai kecakapan memecahkan masalah
(problem solving capacity). Berbeda dengan kalimat al-qalb, dalam al-Quran
kalimat al-aql tidak pernah disebut dalam bentuk kata benda, tetapi selalu
dalam bentuk kata kerja, baik kata kerja fi'madli maupun fi'lmudlari'. Dalam
al-Qur'an, kalimat 'aql disebut dalam 49 ayat sebagai contoh, penyebutan al-
'aql dalam al-Qur'an adalah seperti yang ada pada surat al-Baqarah / 2:75:
kemudian mereka palsukan setelah mereka pahami, dan mereka sebenarnya
tahu (al-Baqarah/2:75)
Apakah mereka tidak melakukan perjalanan di permukaan bumi dan mereka
mempunyai kalbu memahami, atau telinga untuk mendengar: sesungguhnya
bukanlah mata yang buta tetapi kalbu di dalam adalah yang buta (Q., s. al-Hajj
/ 22:42).

5
http://komunikasi-indonesia.org/?p=1402, tanpa nama penulis. Akses pada tanggal 5
mei 2010



49
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya bagimu, mudah-mudahan
kamu mengerti
(Q.,s.al-Baqarah/2:242).
Menurut Lisan al-Arab, al-aql juga berarti menahan, sehingga yang di
maksud dengan orang berakal adalah orang yang menahan diri dan
mengekang hawa nafsu. Al-Quran juga menyebut orang berakal dengan
beberapa istilah, seperti (uli-al-nuha) yang berarti orang yang memiliki
pencegah atau akal yang mencegah dari keburukan, (ulu al-ilm), orang yang
berilmu, (ulu al-albad) orang yang mempunyai saripati akal, (ulu al-abshar),
orang yang mempunyai pandangan tajam, dan (dzi hijr),orang yang
mempunyai daya tahan.
Dari 49 ayat yang menyebut al-'aql kata aql mengandung pengertian
mengerti, memahami dan berpikir. Tetapi pengertian berpikir juga diungkap
al-Qur'an dengan kata yang lain, seperti nazhara yang artinya melihat secara
abstrak seperti tercantum pada surat-surat (Q., s. Qaf / 50:6-7, Q., s. al-Thariq
/ 86:5-7, Q., s. al-Ghasyyiah / 88:17-20), tadabara yang artinya merenungkan
seperti terdapat dalam surat (Q., s. Shad / 38:29, Q., s. Muhammad / 47:24),
tafakara yang artinya berpikir seperti yang ada dalam surat (Q., s. al-Nahl /
16:68-69, Q., s. al-J atsyiah / 45:12-13), faqih-tafaqqaha yang artinya mengerti
Q., s. al-Isra' / 17:44, Q., s. al-Nahl 16:97-98, Q., s. al-Tawbah / 9:12,
tadzakkara yang artinya mengikat, memperoleh pengertian, mendapatkan
pelajaran, memperhatikan dan mempelajari terdapat pada surat (Q.S. al-Nahl /
16:17 Q., al-Zumar / 39:9, Q. S. al-Dzariyat / 51:47-49), dan kalimat fahima
yang artinya memahami, terdapat pada surat (Q.S. al-Anbiya/21:78-79).




50

Meskipun banyak istilah dalam al-Qur'an yang berhubungan dengan aktivitas
akal, tetapi kata aqala mengandung arti yang pasti, yaitu mengerti,
memahami dan berpikir. Hanya saja al-Qur'an tidak menjelaskan bagaimana
proses berpikir seperti yang dibahas dalam psikologi, tidak juga membedakan
di mana letak daya berpikir dan di mana letak alat berpikir seperti yang
dibicarakan oleh filsafat tidak juga menyebut pusat kegiatan berpikir itu di
dada atau di kepala, tapi menyebut bahwa qalb yang di dada juga berpikir
seperti akal. Hal itu disebutkan antara lain dalam surat al-A'raf / 7:179, dan
diisyaratkan dalam surat al-Tawbah / 9:93 dan surat Muhammad / 47:24. J adi
menurut al-Qur'an, aktivitas berpikir atau merasa, bukan hanya menggunakan
akal atau hati saja, tetapi kesemuanya akal, nafs, qalb dan bashirah, yang
bekerja dalam sistem nafs. Hanya saja al-Qur'an tidak membicarakan teknik
kerja sistem nafs secara rinci.
6








6
http://arisatria87.blogspot.com/2009/05/berpikir-dalam-al-quran.html,
akses pada tanggal 5 mei 2010

BAB IV
ANALISIS

Penerjemahan Sinonim Kata Berpikir Dalam Kajian al-Quran.
Dalam al-Quran Penulis Menemukan sejumlah ayat yang berkenaan
dengan aktivitas berpikir. Biasanya istilahistilah yang digunakan al-Quran
adalah: .
Pada kesempatan yang mulia ini Penulis ingin menganalisis sejumlah ayat
yang berkenaan dengan aktivitas berpikir, Penulis mensepakati dari beberapa diksi
yang telah penulis sebutkan diatas itu adalah sinonim, karena mempunyai
kesamaan makna dalam tejemahan bahasa Indonesia meskipun tak mutlak atau
biasa kita sering sebut dengan istilah Quasi Syinonim.
1. Al- Nazru ( )
Kata bentuk masdar dari kata kerja . Kata ini berarti melihat;
adakalanya dengan mata (kepala) dan adakalanya dengan mata hati, untuk
menunjukan aktivitas menalar ( ), mempertimbangkan, merenungkan, dan
meneliti atau menyelidiki. Menurut al-Raqib, yang dimaksud ialah
mengarahkan penglihatn atau pikiran untuk mengetahui atau melihat sesuatu.
Ungkapan berarti melihat dengan mata, sedangkan berarti
berpikir. Akan tetapi jika dilihat dari konteks-konteks ayat yang menggunakan
. Penulis melihat bahwa terjemahan dalam kamus mempunyai arti
melihat dengan objek langsung di hadapan kita, tetapi jika kita lihat terjemahan
dalam al-Quran maknanya berubah menjadi berpikir, terlihat seperti yang
51


52

4pNOO44C O) )e"-
E-^O ;e)U7= ^_
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan
Jika kita melihat hasil terjemahannya, kita dapat menyimpulkan bahwa
menunjukan usaha untuk mengetahui sesuatu dengan mengunakan penglihatan
atau pikiran. Sebagai contoh Q.S Abasa: 24-27
@OOL4OU }=O^e"- _O)
gOg`EC ^gj ^^
4L4l= 47.E^- l=
^g) 4L^- 4O-
E- ^gg @OOL4OU
}=O^e"- _O) gOg`EC
^gj ^^ 4L4l=
47.E^- l= ^g)
4L^- 4O- E- ^gg
4Lu4l^ OgOg lEO ^g_
Maka hendaknya manusia itu memperhatikan makanannya (24). Sesungguhnya
kami telah benar-benar mencurahkan air (dari langit) (25). Kemudian kami belah
bumi dengan sebaik-baiknya (26). Lalu kami tumbuhkan biji-bijian dibumi itu
(27).
Dari penggunaan kata (hendaklah manusia itu
memperhatikan ) dapat dipahami bahwa kata dalam ayat ini mengandung
pngertian melihat sekaligus menalar terhadap fenomena kehidupan manusia.
Di sini penulis dapat melihat bahwa mempunyai dua arti yang
berbeda, pertama, jika kita artikan secara leksikal bermakna melihat. kedua,
mempunyai makna berpikir dapat di simpulkan bahwa bersinonim dengan
kata-kata yang penulis sebutkan dalam bab ini.



53


2. Al- Fikru ( )
Kata menunjukan suatu daya yang mendorong manusia untuk
mengenal sesuatu. Berpikir mengunakan daya tersebut melalui pertimbangan akal.
Berpikir juga memfungsikan pikiran dalam merenungi dan mempertimbangkan
sesuatu. Al-Ragib mengatakan bahwa obyek pemikiran ialah segala sesuatu yang
mungkin ditangkap gambarannya dalam hati. Oleh sebab itu bepikir tentang tuhan
tidak mungkin dilakukan karena tuhan dapat digambarkan dalam hati. Dengan
demikian obyek pikir sesuai dengan pendapat di atas adalah sesuatu yang dapat
mencakup gambarannya dapat ditangkap dalam hati, baik yang kongkrit maupun
yang abstrak yang masih terjangkau oleh pikiran manusia.
Dalam al-Quran Penulis menemukan kata hanya dalam bentuk
wazan dan . berarti menunjukan perbuatan yang banyak dilakukan
dan bersangkutan, sedangkan juga menunjukan perbuatan yang dilakukan
secara berulang-ulang kali, bertahap, sehingga sampai pada taraf
kesempurnaannya.
Dalam al-Quran dapat dilihat pemakaiannya dalam surat al-
mudassir ayat18
+O^^) 4O- 4OO~4 ^g
Sesungguhnya ia (al-Walid al-Mughirah) telah memikirkan ( ) dan
menetapkan (apa yang menetapkannya).








54
Sedangkan untuk dapat dilihat dalam bentuk pada surat al-
Imran: 191
4g~-.- 4pNO7'O4C -.-
V41g~ -41ON~4 _O>4N4
)_)ONLN_ 4pNOO:4-4C4 O)
-UE= g4O4OO-
^O-4 4L+4O 4` =e^UE=
-OE- 1gC4 ElE4E:c
E4 =-O4N jOEL- ^_
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan
sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Jika Penulis lihat dari hasil terjemahan di atas, Penulis menyimpulkan
bahwa kata itu mempunyai definisi berpikir secara berulang-ulang untuk
lebih mengenal sesuatu sampai pada taraf kesempurnaannya.
3. Al-Aqlu ( )
Kata adalah masdar dari aqala yang artinya mengikat. Penulis juga
menemukan kata mengandung kata al-hijr yaitu akal manusia mencegahnya
dai perbuatan yang didorong oleh hawa nafsu.
Penulis menemukan kata Dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja,
yang berarti mengandung perbuatan berpikir atau merasa. Pengertian ini antara
lain dapat dipahami dari surat yaasin: 62
;4 E= 7Lg` E)l_
-OOg1 W U W-O+^O7>
4pOUu> ^gg
62. Sesungguhnya syaitan itu Telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu,
Maka apakah kamu tidak memikirkan ?.



55
Jika kita lihat terjemahan diatas makna apakah kamu tidak berakal
berarti mencakup pemahaman berpikir dan memakai perasaan yang timbul dari
hati.
Menurut al-Ragib pengertian merupakan daya yang dipersiapkan
untuk menerima ilmu, atau cahaya ruhani yang dengannya jiwa bisa mengetahui
yang tidak dapat diketahui oleh indra manusia.
Berdasarkan ayat di atas, penulis menyimpulkan bahwa kata
mempunyai makna berpikir, karna seolah-olah kandungan ayat di atas menyuruh
kita untuk memikirkan segala apa yang ada di muka bumi ini karena Allah SWT
telah memberikan kita akal, sudah sepatutnya akal iti di gunakan untuk
memikirkan dengan sesuatu yang baik, memilih jalan yang baik, memilih
petunjuk yang dibawa al-Quran melalui Rasul pilihan, yaitu Nabi Muhammad
SAW. Jelaslah sudah bahwa kata bersinonim dengan kata-kata yang penulis
analisis pada bab ini.
4. Al-Rayu ( )
Kata atau adalah masdar dari yang artinya hampir sama
dengan yaitu melihat dan berpikir kata dalam Munjid artinya
Memandang dengan mata akan tetapi disertai dengan pikiran atau akal. Sedangkan
kata menunjukan kegiatan mengetahui baik dengan panca indra, imajinasi,
pikiran dan perasaan. juga menunjukan pengertian mengambil suatu
kesimpulan tertentu antara dua hal yang berbeda. Dengan demikian pengetahuan
hal-hal yang disepakati atau pengetahuan tentang sesuatu yang tidak dapat
dirasakan, tidak termasuk ke dalam kategori pendapat ( ).


56
Pada analisis yang mengandung pengertian melihat dengan mata dan
mata hati, Penulis akan memberikan contoh kasus pada surat al-anam: 76
OU O}E_ gO^OU4N N^O--
-474O 4:O W 4~ -OE-
O).4O W .OU 4~
OUgOq --)UgE- ^_g
76. Ketika malam Telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:
"Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak
suka kepada yang tenggelam."

Ayat di atas sedang menjelaskan bagaimana nabi Ibrahim mencari
tuhannya atau siapa yang patut disembah, tatkala Ia (Ibrahim) melihat bintang ia
bepikir inilah tuhan ku, akan tetapi di saat bintang itu tenggelam atau hilang
hilanglah pula keyakinannya karena ia dapat berpikir apapun yang ada di dunia
tidak abadi dan ke tidak abadian itu pasti ada yang menciptakan.
Jika kita lihat redaksi di atas penulis menyimpulkan bahwa nabi Ibrahim
menggunkan berpikir secara deduktiv (umum khusus) karena pada intinya nabi
Ibrahim sadar bahwa yang namanya Tuhan itu tidak pudar tetapi abadi. Dapat
penulis simpulkan bahwa kata dalam ayat ini mempunyai makna berpikir.

5. Al-Zikru ( )
Kata adalah masdar dari kata kerja yang artinya menyebut dan
mengingat. Menyebut dengan mempergunakan lidah dan mengingat dengan hati.
dengan arti mengingat setelah lupa dan mengingat bukan karena lupa.
Mengingat karena lupa, Penulis akan memberikan contoh kasus pada surat al-
Kahfi: 63
4~ =euC474O ^O) .4LuC4
O) jE4OuCO- O)E+)
e1Oe =O+4^- .4`4


57
63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung
di batu tadi, Maka Sesungguhnya Aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan
tidak adalah yang melupakan Aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan
ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".

Sedangkan mengingat bukan karena lupa yang berarti berpikir atau memahami
sesuatu, dapat dilihat pada surat Maryam: 67
4 NO'O4C }=O^e"- ^^
+OE4^UE= }g` N:~ 4 l4C
6*^O- ^g_
67. Dan Tidakkah manusia itu memikirkan bahwa Sesungguhnya kami Telah
menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?


6. Al-Dabru ( )
Kata adalah masdar dari artinya belakang, lawan dari (bagian
muka). berarti memperhatikan bagian-bagian belakang sesuatu, namun arti
yang biasa dipahami ialah berpikir tentang hal-hal yang ada di belakang sesuatu.
Sedangkan arti ialah memperhatikan dan memikirkan sesuatu yang ada
dibelakang atau akibat-akibatnya. Ada banyak contoh dalam al-Quran yang
memperjelas contoh kasus dari . Akan tetapi penulis akan memberikan dua
bukti nyata dalam al-Quran.
Penulis akan memberikan contoh kasus pada surat al-Muminun:68
U W-NO+O4C 4O^-
; -47.~E} E` g4C
N-47.4-47 4-).E- ^gg
68. Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah
Telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang
mereka dahulu?

Selanjutnya pada surat Muhammad: 24


58
4pNO+E4-4C
]-47O^- ; _O>4N
OU~ .E_7^~ ^gj
24. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka
terkunci?
Pada redaksi ayat di atas, penulis menyimpulkan bahwa kata
mempunyai sinonim dengan kata-kata yang penulis analisis pada bab ini yaitu
berpikir karena ayat ini menyuruh kita untuk memikirkan segala apa yang ada di
muka bumi ini. Allah SWT memberikan kita akal untuk menggunakannya dengan
baik, yaitu tidak berjalan pada jalan yang tidak di ridoinya.

7. Al-fiqhu ( )
Kata adalah masdar dari kata kerja yang artinya memahami
sesuatu dengan baik. Al-Zamakhsari membandingkan pengertian dengan
dengan menunjukan contoh pada surat al-anAm 96-98 yaitu untuk
memperhatikan bintang-bintang dipergunakan istilah , sedangkan untuk
memperhatikan kejadian manusia digunakan istilah . Ia menyimpulkan
bahwa merupakan pemikiran yang cermat atau penuh hati-hati.
Al-ragib mengatakan abahwa lebih khusus dibanding dengan .
Menyinggung ke dalam arti , ia menjelaskan bahwa ialah semacam
meningkatkan ilmu abstrak.
Adapun pemakaiaan kata dapat dilihat antara lain bentuk kata kerja
(mudari) pada surat al-araf: 179
;4 4^4OO =E4E_Eg
-LOOg1 ;g)` ^-}_^-
+^e"-4 W +O _OU~
]O_^4C Ogj +O4


59
179. Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan
dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya
untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.

Dalam surat at-tawbah:122, al-fiqhu juga dalam bentuk tafaqqaha
4`4 ]~ 4pONLg`u^-
W-NOg441g LO-. _ OU
4O4^ }g` ]7 lO~Og
gu+g)` Oj*.C
W-O_O4-41g O)
^}Cg].- W-+OO4N1g4
_4`O~ -O) W-EONE_4O
jgO) _^UE ]+OO^4
^gg
122. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya.
Penulis melihat bahwa pada terjemahan memperdalam pengetahuan
tentang agama, dalam teks ayat disebut dengan . Dari teks
diatas dapat dipahami bahwa studi tentang agama ajaran-ajaran islam yang
diisyaratkan oleh adalah mempelajari ayat-ayat al-Quran dan
hadits Nabi SAW. Agar dengan mempelajari tersebut memperoleh pemahaman
yang sempuna tentang konsep-konsep ajaran yang tertuang dalam al-Quran dan
hadits, untuk sampai pada hakikat ajarannya jika diperhatikan jiwa pemahaman


60
8. Al-Samu ( )
Penulis mengemukakan beberapa pengertian yang mengemukakan
beberapa pengertian yang menunjukan oleh kata ini . Pengertian asalnya
adalah mendengar dengan telinga, tetapi dalam kajian al-Quran maknanya
menunjukan aktivitas mendengar dengan memahami dan mematuhi.

Dalam arti mendengar, Penulis akan memberikan bukti nyata pada surat
al-Maidah: 42
]ONOEc OUg 4pOU
geOOUg _ p) +7.E_
7u 4LuO4 u
jO;N gu+4N W p)4
@Ou> _u44N }U GOCEC
6*^O- W up)4 =e;EO
7u 4LuO4
OO^) _ Ep) -.- OUg47
4-gCO^^- ^jg
42. Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak
memakan yang haram[418]. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu
(untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka,
atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka Maka mereka
tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka
dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.

Sedangkan, untuk pengertian memahami dan mematuhi dapat dilihat pada
surat al-Baqarah: 285
=}4`-47 NOcO- .E)
4@O^q gO^O) }g` gO)O
4pONLg`u^-4 _ 7 =}4`-47
*.) gOgj^U4`4
gO)l+74 g)-c+O4


61
285. Rasul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka
mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang
lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami
taat." (mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali."

Penulis melihat dari hasil terjemahan di atas bahwa kata mempunyai
pengertian berpikir setelah mendengar atau berpikir lewat pendengaran, karena
jika kita lihat contoh ayat di atas Kami dengar dan Kami taat dapat kita ambil
keputusan bahwa sebelum mereka mendengar ke benaran mereka tidak taat. Akan
tetapi setelah mereka mendengar mereka taat dan percaya kepada ajaran yang di
bawa oleh Rasulullah. jadi dapat penulis kemukakan bahwa berpikir tidak hanya
melalui mata tetapi melalui pendengaran pun bisa, terbukti dari contoh ayat yang
telah penulis berikan.

9. Al-Basru ( )
Kata adalah masdar dari kata kerja atau , artinya melihat
dengan mata melalui pandangan yang tajam. Menurut al-Ragib kata dan
juga dipergunakan untuk menunjukan daya akal (al-qalb) untuk
mengetahui sesuatu (berpikir).
Ibnu Mansur mendefinisikan dengan arti mengenai hakikat
sesuatu. Sedangkan menurut tafsir al-mizan al-Quran sendiri disebut namanya
dengan al-basirah (jamaknya ) karena al-Quran merupakan keterangan nyata


62
Dalam al-Quran penggunaan tersebut dapat dilihat pada surat al-
Anam: 104
;~ 747.~E} NOj*.=4 }g`
7)O W ;}E 4O=^
gOO^4L)U W ;}4`4 "Og4N
E_^1UE _ .4`4 4^
7^OU4 l^OgO4 ^j
104. Sesungguhnya Telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; Maka
barangsiapa melihat (kebenaran itu)[496], Maka (manfaatnya) bagi dirinya
sendiri; dan barangsiapa buta (Tidak melihat kebenaran itu), Maka
kemudharatannya kembali kepadanya. dan Aku (Muhammad) sekali-kali
bukanlah pemelihara(mu).


Dari redaksi di atas dapat kita ketahui bahwa Tuhan telah memberikan
bukti-bukti yang terang, maksudnya adalah Allah telah memberikan kepada kita
petunjuk-petunjuk mengenai makna kehidupan, dalam ayat di atas menyuruh kita
untuk berpikir dengan cermat mengenai kehidupan ini. Karena apabila kita salah
melangkah atau kurang cermat dalam menjalani kehidupan ini maka
kemudharatan yang akan kita dapatkan.
Penulis melihat bahwa mempunyai makna berpikir, terlihat dari
hasil terjemahan di atas karena kebaikan dan keburukan itu tidak dapat di ketahui
hanya dengan melihat saja, akan tetapi di butuhkan pemahaman dan pengetahuan
akan perbuatan itu.

BAB V
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, penulis mengambil
kesimpulan bahwa dalam kasus penerjemahan sinonim berpikir dalam kajian
al-Quran, kita harus melihat konteks ayat sebelumnya. Dari ayat sebelum
atau kata yang mengiringinya maka dapat disimpulkan makna dari kata
tersebut bersinonim.
Bagi seorang penerjemah, memilih diksi (kata) yang tepat
dalam menerjemahkan sebuah teks amat berpengaruh pada hasil
terjemahannya, apakah sesuai dengan bahasa sasaran atau tujuan yang di
maksud dari penulis bahasa asal (teks tersebut)
Pada kasus penerjemahan kata sinonim ini, di perlukan
adanya latar belakang turunnya ayat, atau kronologis turunya sebuah ayat.
Inilah keagungan yang di miliki al-Quran di mana ia menyimpan rahasia atau
ke dalaman kandungannya.
Dari hasil analisis sebelumnya Penulis dapat mengambil benang
merah tentang konsep berpikir dalam al-Quran. Al-Quran ternyata memiliki
motivasi kepada manusia untuk berpikir sebagai metode belajar untuk
merefleksikan kebenaran-kebenaran Allah di alam semesta ini. Motivasi ini
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan bahwa aktivitas berpikir sebagai
metode bertujuan untuk merefleksikan fenomena alam sebagai simbol-simbol
dari kebenaran Allah.
63


64
Aktivitas berpikir Sebagai metode ditujukan untuk
merefleksikan kebenaran Allah, dipandang sebagai metode belajar islami
yang terkandung dalam konseosi al-Quran. Berdasarkan konsepsi ini,
pengembangan berpikir juga tidak terlepas dari pengontrolan yang
mengunakan pendirian, ingatan dan imajinasi.

B. Saran
Melihat dari hasil kesimpulan di atas, agaknya akan menjadi
tantangan besar bagi penerjemah Indonesia untuk dapat menciptakan sebuah
terjemahan al-Quran dengan menyelaraskan budaya bangsa kita yang
majemuk dan problematika kekinian. Hal ini diperlukan karena konteks
budaya kita yang berbeda jauh dengan konteks budaya Timur Tengah di mana
al-Quran diturunkan dan dimensi waktu pada saat al-Quran diwahyukan.
Sedangkan ayat-ayat al-Quran berlaku secara universal, di semua tempat di
seluruh dunia dan sepanjang zaman. Dengan demikian, hal-hal yang bersifat
teknis dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi zaman,
selama tak menyimpang dari garis norma dan kaidah ketatabahasaan yang
berlaku.
65
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman al-Ak, Ahmad. Ushul Wa tafsir wa Qawaiduhu. Beirut, Daru al
Nafais, 1986.

Akmaliyah. Wawasan dan Teknik Menerjemahkan. Bandung : N&Z Press, 2007.

Atsalabi, Abu Mansur. Fiqh Lughah wa Sirul Arabi.

Banyumas Ahmad, Solihin. Metode Granada: Sistem 8 jam bisa menerjemahkan
al-Quran, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000.

Bono, de, Edward, Pemikiran Baru Era Milenium. Jakarta:PT Elex Media
Komputindo, 2000.

Chaer, Abdul. Pengantar Teori Semantik Bahasa Indonesia. J akarta : Bhineka
cipta. 2

Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik 2 Pemahaman Makna. Bandung: Pt. Refika.,
1999.

Hidayatullah, M. Syarif. Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan Arab-
Indonesia. 2006.

Keraf, Gorys. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesi: Untuk Tingkat Pendidikan
Menengah. J akarta: Grasindo. 1991.

Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. 5
th
ed. J akarta: Gramedia, 20

Lyons, J ohn. Pengatar Teori Linguitk. J akarta: Gramedia Pustaka utama, 1995.

Machali, Rochayah, Pedoman Bagi Penerjemah. J akarta: Grasindo, 2000.

Martaya, Wadya. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Knisius. 1991.

Moeliono, M Anton, Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. J akarta: J ambatan.
1985.

Parera, J hon D. Teori Semantik. 2
nd
ed. J akarta: Erlangga, 2004.

Pateda, Mansur. Semantik Leksikal. J akarta:Rineka Cipta, 2001.

Pei, Mario, Kisah Dari Pada Bahasa, J akarta: Iskandar Dinata, 1971.

Robinson, Douglas. Menjadi Penerjemah Profesional. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.

66
Setyo Humanika, Eko. Mesin Penerjemah: Sebuah Tinjauan Linguistik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003.

Simatupang, Maurits. Pengantar Teori Terjemahan. J akarta, Dirjen Dikti
Depdiknas, 1999.

Soedjito, Sinonim. Bandung: Sinar Baru Offset, 1989.

Tombak, Alam Datuk. Metode Menerjemahkan al-Quran al-Karim 100 kali
pandai

Verhaar, J .W.M. Pengantar Linguistik. Yogyakarta; UGM Press, 1989

Widyawartama, A. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius,1989.

Yusuf, Suhendra. Teori Terjemah. Bandung; Mandar Maju, 1999.

Zahrudin. Sinonim dalam al-Quran. Tesis Pascasarjana. J akarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2002

Anda mungkin juga menyukai