SKRIPSI
SKRIPSI
Sarjana Hukum
i
ii
iii
iv
v
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
MAKAR PEOPLE POWER DALAM PEMILU 2019
ABSTRAK
Tindak Pidana Makar merupakan suatu delik atau tindak pidana yang terdapat di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menurut arti harfiah adalah
penyerangan atau serangan. Istilah aanslag terdapat dalam KUHP yakni pasal-
pasal 87, 104, 105, 106, 107, 130, 139a, 139b, 140. (Pasal 105 dan 130 dianggap
tidak berlaku berdasarkan UU No. 1 Tahun 1946). Pengertian Makar secara
eksplisit diatur dalam Pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Makar suatu perbuatan dianggap ada, apabila niat si pembuat kejahatan sudah
ternayata dengan dimulainya melakukan perbuatan itu menurut Pasal 53”.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah terkait adanya pihak yang menyerukan
aksi untuk melakukan Gerakan People Power terhadap hasil Pemilu 2019 yang
dapat dikatakan sebagai Tindak Pidana Makar yang disebabkan karena adanya
kecurangan dalam Pemilu 2019. Ditambah sedikit dengan adanya hoaks dan
menghasut untuk mengajak masyarakat melakukan Gerakan People Power
melalui penyebaran yang tidak tentu benar adanya atau berlebihan. Metode
penelitian yang penulis gunakan adalah Yuridis Normatif, ditambah dengan
wawancara pihak terkait. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh
jawaban bahwa dalam menyerukan untuk melakukan Gerakan People Power
dalam Pemilu 2019 yang berupa Inskontitusional dapat melanggar ketentuan Pasal
di Undang-Undang terkait serta dalam KUHP, serta dapat mengetahui bagaimana
pengaturan dari Tindak Pidana Makar tersebut.
vi
JURIDICAL REVIEW OF THE PERPETRATORS OF THE CRIME OF
TREASON PEOPLE POWER IN THE 2019 ELECTION
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2019 ini, dengan judul “Tinjauan Yuridis
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Makar People Power Dalam Pemilu 2019”
viii
bareng sejak semester 1 serta terima kasih sudah berbagi cerita, pengalaman,
dan kenangan-kenangan terindah selama menjalani kuliah di Fakultas Hukum
UPN Jakarta sukses terus ya kalian kedepannya.
11. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jakarta khususnya angkatan 2016 yang saling support, solid, dan
berjuang bareng dan bareng-bareng merasakan capeknya angkatan kita yang
penuh dengan cobaan serta lika-liku untuk bisa lulus dari Fakultas Hukum
yang sangat kita cintai ini.
12. Terakhir, terima kasih untuk si badak (nmax) yang selau setia dan kuat dijalan
menemani penulis setiap harinya dalam melakukan penyusunan skripsi ke
berbagai tempat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaannya. Akhir kata penulis mendoakan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi sivitas akademika
Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN SKRIPSI............................................... ii
PENGESAHAN SKRIPSI.............................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS................................................................ iv
PERSETUJUAN PUBLIKASI...................................................................... v
ABSTRAK....................................................................................................... vi
ABSTRACT..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR.................................................................................... viii
DAFTAR ISI................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
x
BAB IV HASIL PENULISAN TENTANG PELAKU TINDAK PIDANA
MAKAR PEOPLE POWER DALAM PEMILU 2019............. 41
IV.1. Pengaturan Ketentuan Tindak Pidana Makar Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ......................................... 41
a. Pengaturan Tindak Pidana Makar ................................. 41
b. Unsur-Unsur Dalam Pasal Tentang Makar ................... 42
c. Pasal-Pasal Lain Yang Berhubungan Dengan Tindak Pidana
Makar ............................................................................ 51
IV.2. Tinjauan Yuridis Terhadap Gerakan People Power Dalam
Pemilu2019............................................................................ 55
a. Kejadian Serta Fenomena Kasus Gerakan People Power
dalam Pemilu 2019 ....................................................... 55
b. Pasal 53 KUHP Tentang Percobaan ............................. 56
c. Pembahasan Kasus ....................................................... 61
BAB V PENUTUP......................................................................................... 71
V.1. Kesimpulan........................................................................ 71
V.2. Saran................................................................................... 72
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1
Raka Prayoga Putra Pratama, Peran Kepolisian Dalam Tindak Pidana Makar,
Universitas Lampung, Lampung, 2018, hlm. 1
2
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Edisi Revisi, Cetakan ke-21,
Raja Grapindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 25.
3
Indonesia, I, Undang–Undang Nomor 1 tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum
Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
3
Dalam Pasal 107 KUHP Ayat (1) menyatakan “Makar dengan maksud
untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun”
Dalam Pasal 107 KUHP Ayat (2) menyatakan “Para pemimpin dan para
pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh
tahun”.
4
Dikutip dari Data The Economist Intelligence (EIU), diakses pada tanggal 30
September 2019 pukul 09.00 WIB
4
a) Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Berdasarkan Rumusan Masalah
yang telah di tulis oleh Penulis, dengan ini penulisan Skripsi ini bertujuan
untuk :
1. Untuk mengetahui Pengaturan Tindak Pidana Makar dalam sistem
Hukum Pidana.
2. Untuk mengetahui Gerakan People Power dalam Pemilu 2019
dapat dikategorikan dalam Tindak Pidana Makar atau Tidak.
b) Manfaat Penulisan
Di harapkan dari hasil penulisan ini nantinya dapat memberikan manfaat
bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam memperluas
pengetahuan dan dapat menambah refrensi mengenai hal – hal yang
berkaitan Tindak Pidana Makar khsususnya terhadap Pelaku Tindak
Pidana Makar People Power dalam Pemilu 2019 dapat di kategorikan
sebagai Makar atau Tidak.
1) Secara Teoritis
Manfaat yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu agar
mengembangkan pola pikir yang dapat dikembangkan oleh penulis
berdasarkan pada pengatahuan serta ilmu yang telah penulis miliki
guna memperoleh informasi, fakta, atau data secara objektif
melalui metetologi ilmiah untuk dapat memecahkan suatu
permasalahan dalam dalam ranah hukum pidana terkait dengan
Tinjuan Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Makar People
Power dalam Pemilu 2019. Serta untuk menambah Wawasan dan
Ilmu Pengatahuan dalam Hukum Pidana, Khususnya terkait dengan
Tindak Pidana Makar.
2) Secara Praktis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
sumbangan pemikiran khususnya pada hukum pidana dan
penegakkan hukum pidana, serta dapat menjadi sumber informasi
7
6
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 125
7
Ibid., hlm.124
8
8
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Revisi, Cetakan ke-2,
Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 158
9
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Cetakan ke-8, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000, hlm. 69
10
Ibid, hlm. 54
9
11
Ibid, hlm. 53
12
Lily Rasyidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Cetakan ke-8, Remaja
Rusdakarya, Bandung, 1993, hlm. 118
10
13
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum,
Cetakan Pertama, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983, hlm. 5
11
2) Yuridis
Dalam kamus bahasa hukum, Arti “yuridis” adalah dari hukum
danatau dari segi perspektif hukum.15
3) Tinjauan Yuridis
Tinjauan Yuridis adalah suatu aktivitas yang dilaksanakan oleh
penelit yang bertujuani agar menemukan serta mengidentifikasi
dan mencari solusi dari setiap permasalahan-permaslahan dari
suatu kasus yang kemudian dipelajari lebih detail dan
mengkaitkannya dengan aturan hukum yang telah ditetapkan
maupun suatu norma yang dapat diberlakukan untuk pemecahan
suatu Kasus atau masalah.16
4) Tindak Pidana
Istilah dalam Tindak Pidana dalam bahasa latin disebut dengan
delictum atau delicta yaitu delik, dalam Bahasa Inggris tindak
pidana dikenal dengan istilah law, yang artinya suatu perbuatan
yang pelakunya dapat dikenakan hukuman. Kemudian dalam
Bahasa Belanda tindakp pidana dikenal dengan istilah, strafbaarfeit
yang diartikan sutau kejahatan yang dilakukan yang nantinya akan
mendapatkan hukuman yang berlalu dan telah ditetapkan.17
5) Makar
Makar menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
merupakan suatu akal busuk; tipu muslihat; perbuatan dengan
14
Surayin, Analisis Kamus Umum Bahasa Indonesia, Yrama Widya, Bandung,
2002, hlm. 10
15
M. Marwan dan Jimmy P, “Kamus Hukum : Dictionary Of Law Complete
Edition”, Reality Publisher, Surabaya, 2009, hlm. 651
16
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cetakan Pertama,
Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 83-88
17
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2002, hlm. 87
12
18
Dikutip dari: https://kbbi.web.id/makar, diakses pada 30 September 2019 pukul
08.37 WIB
19
Dikutip dari: https://www.wartaekonomi.co.id/read225169/apa-itu-people-
power.html, dikakses pada 30 September 2019 pukul 08.42 WIB
20
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Cetakan ke-8,
Rosda Karya, Bandung, 2005, hlm.5
21
Cholid Narbuko dan Abdu Achmadi, Metodelogi Penelitian, Cetakan ke-13, PT
Bumi Aksara, Jakarta, 2003, hlm. 1
22
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,
Jakarta 2012, hlm. 5
13
b) Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang penulis gunakan untuk menulis
penelitian ini adalah Pendeketan Yuridis Normatif yang didukung
dengan Wawancara oleh pihak terkait. Pendekatan Yuridis Normatif
yaitu studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca,
mengutip, dan menganalisis teori-teori hukum sesuai dengan
permasalah yang sedang ditelitinya. Yang kemudian didukung dengan
melakukan wawancara oleh pihak terkait yaitu upaya untuk
memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian
berdasarkan realitas yang ada atau terjadi dan dikaji secara hukum.
c) Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan
sumber data primer dan sumber data sekunder.
1) Data Primer
Dalam hal ini menurut Soerjono Soekanto, Data Primer
yaitu data yang diperoleh secara langsung dan lapangan penelitian
dengan cara melakukan wawancara maupun mengambil data dari
23
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Edisi 1, Sinar Grafika,
Jakarta, 2008, hlm.13
24
Ibid, hlm. 14
25
Ibid, hlm. 16
14
2) Data Sekunder
Dalam hal ini data sekunder dilakukan dengan penelitian
kepustakaan, yang terdiri dari :
a) Bahan Hukum Primer
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang
73 Tahun 1958 Tentang Berlakunya Peraturan Hukum
Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana atau Kita Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan
Atas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan
Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan.
6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang
Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum
7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
b) Bahan Hukum Sekunder
Dalam hal ini bahan hukum sekunder yaitu bahan yang
memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer
seperti literatur-literatur ilmu hukum, makalah-makalah, jurnal
hukum, hasil penelitian, dan tulisan hukum lainnya yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti sebagai
pedoman bagi penulis untuk mendukung dalam menyusun
penulisan.
15
BAB V PENUTUP
BAB II
26
Eddy O.S Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana E, Cetakan ke-5, Cahaya
Atma Pusaka, Yogyakarta, 2016, hlm. 123
18
Unsur Pidana
Unsur Pidana
1) Oleh orang yang mamu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar
person)
30
Ibid, hlm. 39
31
Ibid, hlm. 39-40
20
jo. Pasal 1 ayat (1) sub c undang-undang No. 3 Tahun 1971 atau Pasal 11
undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001
tentang pegawai negeri yang menerima hadiah. Kalau yang menerima hadiah
bukan pegawai negeri maka tidak mungkin diterapkan pasal tersebut. b) unsur
objektif atau non pribadi, yaitu mengenai keadaan di luar si pembuat,
misalnya Pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum (supaya
melakukan perbuatan pidana atau melakukan kekerasan terhadap penguasa
umum). Apabila penghasutan tidak dilakukan dimuka umum maka tidak
mungkin diterapkan pasal ini.32
Unsur keadaan ini dapat berupa keadaan yang menentukan,
memperingan, atau memperberat pidana yang dijatuhkan.
1) Unsur keadaan yang menentukan misalnya dalam Pasal 164, 165,
531 KUHP.
Pasal 164 KUHP: Barangsiapa mengetahui permufakatan jahat
untuk melakukan kejahatan tersebut Pasal 104, 106, 107, 108, 113,
115, 124, 187, dan 187 bis, dan pada saat kejahatan masih bisa
dicegah dengan sengaja tidak memberitahukannya kepada pejabat
kehakiman atau kepolisian atau kepada yang terancam, diancam,
apabila kejahatan jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling
lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus
rupiah.
32
Ibid, hlm. 40
21
33
Ibid, hlm. 41
22
36
Ibid, hlm. 45
37
Ibid
38
Ibid, hlm. 46
24
39
Ibid
40
Ibid
41
Ibid
25
42
Ibid, hlm. 47
43
Ibid
26
44
Ibid
45
Ibid, hlm. 48
46
Ibid, hlm. 50
27
badan hukum (korporasi) yang telah diakui itu dapat digolongkan sebagai
tindak pidana. Badan hukum (korporasi) terdapat di buku I Pasal 120
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 1987/1988, diberi
pengertian sebagai berikut: “Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari
orang atau kekayaan baik merupakan badan hukum ataupun bukan”
Dari sini dapat diketahui bahwa definisi korporasi dari segi hukum
lebih umum ketimbang pengertiannya dari segi hukum perdata. Kalau dalam
hukum perdata, korporasi adalah badan hukum (legal person) maka korporasi
menurut hukum pidana meliputi baik badan hukum maupun bukan badan
hukum. Bukan hanya perseroan terbatas, koperasi, yayasan yang merupakan
badan hukum, firma, dan persekutuan juga digolongkan sebagai korporasi.
Dengan demikian, sudah sejak 1987 korporasi di dalam pemikiran
para ahli hukum pidana, tidak hanya diartikan badan hukum seperti
pengertian korporasi dalam hukum perdata, tetapi juga yang bukan badan
hukum. Dalam ini Pasal 166 Rancangan Undang-Undang KUHP tahun 2004
memberikan definisi badan hukum (korporasi) sebagai berikut: “korporasi
adalah kumpulan teroganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum”.
Definisi ini sehubungan dengan ketentuan pasal sebelumnya, yaitu
pasa 165 RUU KUHP 2004, yang menentukan bahwa yang dimaksud dengan
“setiap orang” adalah “termasuk korporasi”.
Isitilah “korporasi” selaku subjek atau pelaku tindak pidana di
Indonesia secara resmi baru muncul atau dipakai dalam beberapa undang-
undang tindak pidana khusus yang belakangan dibuat, misalnya dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang selanjutnya
disebut UU 5/1997, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidanan Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah menjadi Undang-
undang Nomor 25 Tahun 2003. Undang-undang tentang Psikotropika,
28
47
Ibid, hlm. 51
48
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan & Keselamatan Negara, Edisi
1, Cetakan ke-1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 7
49
Ibid
29
Jadi maksud yang sebenarnya dari pasal 53 (1) itu agar pembuat
(dader) yang belum selesai mewujudkan kejahatan juga dapat dipidana,
yakni dengan ketentuan bahwa pidana yang dapat dijatuhkan kepada si
pembuat yang tidak selesai itu setinggi-tingginya ialah pidana yang
ditetapkan pada kejahatan itu dikurangi sepertiganya. Menagapa harus
dikurangi sepertiga? Karena menurut pembentuk UU percobaan kejahatan
itu belum berupa penyerangan/pelanggaran terhadap kepentingan hukum
yang dilindungi, akan tetapi telah membahayakan terhadap kepentingan
yang dilindungi undang-undang. Nyatalah pula bahwa pertanggungan jawab
pidana bagi pelaku percobaan itu lebih ringan daripada pertanggungan
jawab pidana kejahatan selesai.50
50
Ibid, hlm. 8-9
30
56
Loebby Loqman, “Analisa Hukum Dan Perundang-Undangan Kejahatan
Terhadap Keamanan Negara di Indonesia”, Disertasi Doktor Universitas Indonesia,
Depok, 1990, hlm. 100
57
Ibid, hlm. 103
58
Jan Remmelink, Hukum Pidana : Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari
KUHP Belanda dan Padanannya dalam KUHP Indonesia, Cetakan 1, Jakarta, Gramedia,
2003, hlm. 300
59
Ibid, hlm. 64-65
32
62
Dikutip dari Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Kekuatan Rakyat, diakses pada
tanggal 25 November 2019, Pukul 12.20 WIB
34
saja. Kemudian faktor yang paling penting adalah rasa adil dan
sejahtera bagi rakyat. Selanjutnya menurut Eduardo T. Gonzales karya
tulisnya yang berisi“People Power In The Philippines: Between
Democratic Passions and The Rule Of Law” yaitu :
“If it is considered important for society, it should be seen as
consiting of two distinct elements: (1) the value of freedom:
that is important enough to be guaranteed for those who
“matter” in a good society; and (2) the equality of freedom:
that everyone matters, and thus freedom should be guaranteed,
on a shared basis, for all”.63
63
Eduardo T. Gonzales, People Power In The Philippines: Between Democratic
Passions and The Rule Of Law, Volume 39 Numbers I-2, Asian Studies Journal, hlm.156
64
EDSA singkatan dari Epifanio de los Santos Avenue, sebuah jalan di Metro
Manila yang merupakan tempat aksi demonstrasi berlangsung. Hal yang menarik adalah
meskipun gerakan People Power disebut sebagai revolusi besar di Filipina, namun
berlangsung damai. Demonstrasi massal dengan jutaan orang ini berlangsung selama
empat hari di Metro Manila dengan tujuan untuk mengakhiri rezim otoriter Presiden
Ferdinand Marcos dan pengangkatan Corazon Aquino sebagai presiden.
65
Manis Thess Q. Pena, People Power in A Regine of Constitutionalism and The
Rule of Law, Vol. 76 No. 1, Philippine Law Journal. hlm. 19
35
66
Putri Rezki Manan, Pengaruh People Power Dalam Suksesi Kepemimpinan di
Mesir, Universitas Hasanudin, Makasar, 2017, hlm. 12
67
Ibid, hlm. 12-13
36
BAB III
itu. Karena kepolisian hanya ingin terciptanya suasana yang kondusif dan
terjaganya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.68
Tapi kita bisa tunjukkan ketika Jokowi datang ke tempat kampanye masih
banyak yang sepi. Maka itu anomali. Tidak mungkin kesepian dari dateng
konteks dia datang untuk kampanye itu, menjadi menang. Tidak mungkin.
Anomali, dimana?
Maka, jika terus semua kecurangan ini diakumulasi, saya dengar tadi, Insya
Allah sekitar jam 7, 8, akan diumumkan resmi apakah betul ada kecurangan
serius. Maka analisis yang telah sudah dilakukan pemimpin kita juga bapak
Prof. Dr. Amien Rais, Kekutan People Power itu sudah mesti dilakukan.
Setuju? Berani? Kalau People Power itu terjadi, kita tidak perlu lagi
mengikuti konteks tahapan-tahapan, karena ini udah kedaulatan rakyat.
Bahkan mungkin ini cara dari Allah untuk mempercepat Prabowo dilantik.
Tidak harus menunggu 20 Oktober. Inilah kekuatan People Power, Insya
68
Wawancara dengan Bripka Teguh, Penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda
Metro Jaya, 21 November 2019
39
Allah. Tapi kita berharap, tetep Persatuan Indonesia harus diaga. Tidak
boleh kita pecah antar bangsa. Ini yang bikin berengsek elite-elite saja.
Terima kasih Assalamualaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh.”
“Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang
berlebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-
tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah
dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman
penjara setinggi-tingginya dua tahun.”
73
Indonesia, I, Op.cit
74
Ibid
41
BAB IV
75
Djoko Prakoso. Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, Cetakan 1, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1986. hlm. 33-34
76
Koesparmorno Irsan, Hukum Pidana 3, Cetakan 1, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1997. hlm. 258
42
77
Oemar Seno Adjie, Seminar Perkembangan Delik-Delik Khsusus Dalam
Masyarakat Yang Mengalami Modernisasi, hlm. 44-47
78
Ibid, hlm. 44-47
43
1) Makar :
44
79
R. Soesilo, Op.cit, hlm. 108
80
Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Kepentingan
Hukum Negara, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 7-8
45
81
Ibid, hlm. 9
82
H.A.K Moch Anwar (Dading), Hukum Pidana Bagan Khusus, Alumni,
Jakarta, 1980, hlm. 217
83
Lamintang, Op.cit, hlm. 23
84
S.R Sianturi, Tindak Pidana di KUHP berikut Uraiannya, Cetakan III, Alumni
AHM-PTHM, Jakarta, 1983
46
85
Soesilo, Op.cit, hlm. 108
86
Dading, Op.cit, hlm.217
87
Soesilo, Op.cit, hlm. 108
88
Prakoso, Op.cit, hlm. 37
89
Lamintang, Op.cit, hlm. 31
47
tidak berdaya, tidak dapat berpikir dan sebagainya. Hal ini tidak
ditentukan secara limitatif dalam perumusan hukumnya.90
Noyon-Langenmeyer mengatakan bahwa cara-cara yang
disebutkan pembentuk undang-undang mengingatkan orang pada
keharusan tentang adanya suatu ketidakmampuan secara fisik dan
ketidakmampuan secara psikis. Ketidakmampuan memerintah itu
harus selalu diartikan sebagai suatu ketidakmampuan yang disebabkan
oleh keadaan sakit.91
Sianturi mengatakan bahwa “untuk menjadikan mereka tidak
mampu memerintah adalah rumusan yang luas, ini berarti tindakan
apapun yang dilakukan selain dari perampasan nyawa dan
kemerdekaan yang pada hakekatnya menjadikan presiden tidak
mampu memerintah dicakup dalam pasal ini. Menghipnotis, membius
meracun, membuat tak sadar Presiden termasuk dalam pengertian
membuat presiden tak mampu memerintah, dengan kata lain
menjadikan Presiden tak bisa dapat menjalankan tugasnya untuk
memerintah baik secara fisik maupun psikis.92
6) Presiden dan Wakil Presiden
Disini Objeknya adalah kepala negara baik Presiden maupun
Wakil Presiden, pelaku harus mengetahui dan memiliki kesengajaan
bahwa perbuatannya yang dilakukan ditujukan pada Presiden dan
Wakil Presiden. Apabila pelaku tidak mengetahui bahwa korbannya
tersebut adalah Presiden atau Wakil Presiden, pelaku tidak dikenakan
Pasal 104 KUHP tetapi hanya diancam dengan pasal-pasal
pembunuhan (338, 339, dst,....).93
b) Pasal 105 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Isi Dari Pasal 105 KUHP :
“Dihapus dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
Pasal VIII, butir 13.”94
90
Ibid, hlm. 37
91
Ibid, hlm. 35
92
Sianturi, Op.cit, hlm. 9
93
Sianturi, Op.cit, hlm. 7
94
Indonesia, I, Op.cit
48
95
Ibid, Pasal 105 KUHP
96
Moch. Anwar, Op.cit, hlm. 42
97
Ibid, hlm. 218
49
keutuhan wilayah negara. Tidak ada kualifikasi (nama) delik ini. Akan
tetapi dapat disebut “makar dilakukan dengan maksud seluruh atau
sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan
wilayah negara.98
Oleh karena ancaman pidana penjara seumur hidup, maka dapat
dilakukan penahanan terhadap pembuat. Kesengajaan dapat berupa
sengaja bersayarat (dolus eventualis). Kata “maksud” disini harus
diartikan luas, meliputi semua bentuk kesengajaan (Hoge Raad, 27 Mei
1929, NJ.1929, 1269). Percobaan (makar) perbuatan persiapan berlaku
juga untuk pasal ini.99
d) Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Isi Dari Pasal 107 KUHP :
(2) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat (1), diancam
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling
lama dua puluh tahun.
102
Soesilo, Op.cit, hlm. 109
103
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Cetakan
5, Refika, Bandung, 2002, hlm. 198
104
Lamintang, Op.cit, hlm. 50-51
51
107
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetkatan ke-2, Edisi Revisi, Rineka
Cipta, Jakarta, 1994, hlm. 69
108
Ibid, hlm. 70
109
R. Soesilo, Op.cit
54
110
Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu..., Op.cit, hlm. 226
111
Ibid
112
Lamintang, Op.cit, hlm. 74
55
pemerintah itu tidak masuk dalam pemberontakan, akan tetapi adalah perlawanan
yang diancam hukuman menurut Pasal 212 yaitu kejahatan yang dilakukan
terhadap Pegawai Negeri. Perlawanan harus ditujukan pada kekuasaan pemerintah
yang sah, misalnya ditujukan kepada para pejabat militer, pejabat pemerintah
daerah, pejabat polisi, atau para pemegang kekuasaan pemerintah di tempat.
Untuk dapat dihukum menurut pasal ini tidak perlu harus ada maksud untuk
mengganti atau merubah pemerintah yang lama dengan yang lain. Dengan maksud
untuk melawan saja, misalnya oleh karena merasa tidak puas dengan keadaan
waktu itu sudah cukup.113
(1). Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut Pasal 104, 106,
107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal
tersebut.
(2). Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan maksud
berdasarkan Pasal 104, 106, 107, dan 108, mempersiapkan atau
memperlancar kejahatan:
1. Berusaha menggerakkan orang lain untuk melakukan, menyuruh
melakukan atau turut serta melakukan agar memberi bantuan pada
waktu melakukan atau memberi kesempatan, sarana atau keterangan
untuk melakukan kejahatan;
2. Berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan bagi diri sendiri atau orang lain.
3. Memiliki persediaan barang-barang yang diketahuinya berguna
untuk melakukan kejahatan;
4. Mempersiapkan atau memiliki rencana untuk melaksanakan
kejahatan yang bertujuan untuk diberitahukan kepada orang lain.
113
Ibid, hlm. 110
114
Soesilo, Op.cit
56
115
Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu..., Op.cit, hlm. 228
116
Ibid
117
Ibid
57
1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah nyata
dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan
itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan
dikurangi sepertiga.
3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
120
Rusli Effendi dan Poppy Andi Lolo, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Ke-
4, LEPPEN-UMI, Jakarta, 1989, hlm. 131
121
Ibid, hlm. 132
122
E. Utrecht, Hukum Pidana I, Cetakan, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1994,
hlm. 395
59
123
Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Cetakan 3,
Alumni Ahaem-Petehaem, 1989, hlm. 316-317
124
Ibid, hlm. 316-317
125
Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia, Cetakan 1, Pradnya Paramita, Jakarta, 1997, hlm. 37
126
Utrecht, Op.cit, hlm. 395
127
Moeljatno, Delik-Delik Percobaan, Delik-Delik Penyertaan, Cetakan 11, Bina
Aksara, Jakarta, 1985, hlm. 17-18
60
128
Loqman Lebby, Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Tindak Pidana,
Cetakan ke 1, Universitas Tarumanegara, hlm. 18
129
Utrecht, Op.cit, hlm. 395
130
Ibid, hlm. 318
61
2. Teori Objektif
Pada teori ini pada dasarnya dititikberatkan pada tujuan yang
dikehendaki pelaku. Teori didasarkan pada tafsiran sistematik. Teori ini
disebut teori objektif karena mencari sandaran pada objek dari tindak
pidana tersebut, yaitu perbuatan. Dapat dipidananya percobaan menurut
teori objektif ini karena dilihat dari sifat perbuatan yang dianggap
sebagai suatu perbuatan yang dianggap sebagai permulaan pelaksanaan
tersebut. dimana menurut sifatnya, perbuatan yang merupakan permulaan
pelaksanaan itu dianggap membahayakan kepentingan hukum.133
Kemudian dasar untuk menjatuhkan pidana dalam teori objektif tersebut
adalah sifat berbahayanya pada perbuatan yang telah dilakukan. Jadi titik
tolaknya adalah perbuatan pelaku yang merupakan perwujudan dari
kejahatan yang dikehendaki, dan hal ini sudah dianggap sebagai hal yang
berbahaya.134
Jadi, E. Utrecht menyimpulkan bahwa untuk menarik batas yang
tepat antara “perbuatan persiapan” dan “perbuatan pelaksanaan”, dalam ilmu
hukum pidana tergantung dari teori yang dianut. Mereka yang menganut teori
131
Ibid, hlm. 318
132
Loqman, Percobaan, Op.cit, hlm. 319
133
Ibid, hlm. 21
134
Ibid
62
137
Indonesia, III, Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Pendapat Di Muka Umum
138
Indonesia, III, Op.cit
64
1e. Mecoba membujuk orang lain supaya ia melakukan menyuruh atau turut
melakukan kejahatan itu atau memberi bantuan atau kesempatan, ikhtiar atau
keterangan untuk kejahatan itu.
139
Indonesia, I, Op.cit, Pasal 107
65
2e. Berikhtiar akan mendapat atau akan memberikan bagi orang lain
kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.
3e. Sedia barang yang diketahuinya, bahwa barang itu guna melakukan itu.
4e. Menyiapkan atau mempunyai rencana untuk melakukan kejahatan itu, yang
akan diberitahukan kepada orang lain.
“Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan
atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat
menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran
dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua
tahun.”
Jika dihubungkan dengan kasus tersebut, pelaku yang menyerukan serta
mengajak untuk melakukan gerakan People Power sampai ajakan untuk revolusi
atau dengan cara yang Inskontutisonal141 yang berujung pada perlawanan kepada
Pemerintah yang secara harafiah sudah memenuhi unsur delik makar yang
terdapat dalam Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana
yang sudah dijelaskan kata aanslag itu yang berarti makna tindakan awal dari
suatu perbuatan, apalagi adanya seruan untuk melakukan Gerakan People Power
140
Indonesia, I, Op.cit
141
Tidak berdasarkan konstitusi atau undang-undang dasar; bertentangan dengan
(melanggar) undang-undang dasar
66
Delik ini adalah delik formil, artinya dengan ucapan, pembuat dapat
dipidana, tidak perlu benar-benar terjadi apa yang dia hasutkan. Sama dengan
delik penghinaan.142
a) Subjek (normadressaat) : barangsiapa
b) Bagian inti delik (delictsbesntaddelen) :
1) Dimuka umum
2) Dengan lisan atau tulisan menghasut :
- Melakukan tindak pidana;
- Melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, atau
- Tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah
jabatan yang diberikan berdasarkan undang-undang.
142
Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu..., Op.cit, hlm. 252
67
Delik ini mirip sekali dengan yang tercantum dalam Pasal 160 KUHP, keduanya
adalah delik penghasutan, keduanya delik formil, dan merupakan delik sengaja,
ditandai dengan kata “menghasut”.144
a) Subjek (normadressaat) : barangsiapa
b) Bagian inti delik (delictsbestanddelen) :
1) Di muka umum
2) Tulisan yang menghasut supaya:
3) Melakukan tindak pidana, atau
4) Menentang penguasa umum dengan kekerasan, atau
5) Tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan
yang diberikan berdasarkan undang-undang.
6) Dengan maksud supaya isi yang menghasut diketahui atau lebih
diketahui oleh umum.
Semua bagian inti delik antara kata penghubung “atau” adalah alternatif,
salah satu saja dibuktikan untuk dapatnya pembuat dipidana. Oleh karena
ancaman pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. Delik ini tidak ada kualifikasi (nama), tetapi dapat
disebut “menghasut dengan tulisan atau gambaran supaya melakukan delik,
dengan kekerasan kepada penguasa umum, tidak menuruti baik ketentuan
undang-undang maupun perintah jabatan berdasarkan undang-undang, dengan
maksud supaya isi yang menghasut diketahui atau lebih diketahui oleh umum”.
143
Ibid, hlm. 252
144
Ibid, hlm. 253
68
Perbedaan dengan rumusan Pasal 160 yang dapat dilakukan dengan lisan, di sini
dengan tulisan atau gambaran supaya melakukan delik, jadi ada bukti surat atau
gambaran.145
Kemudian yang menjadi pertanyaan apakah gerakan People Power
dalam Pemilu 2019 itu merupakan kejahatan Makar? Indonesia merupakan
negara Demokrasi dimana setiap individu ataupun kelompok bebas untuk
menyampaikan pendapat di muka umum hal ini telah diatur dalam UU No. 9
Tahun 1998 khususnya Pasal 2. Namun harus berlandaskan dengan Kepastian
Hukum dan Keadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 9 Tahun 1998
Tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Dalam hal ini
adanya pelaku yang menyerukan aksi Gerakan People Power yang dilakukan
dengan cara berpidato/orasi di tempat umum merupakan ajakan untuk mengajak
masyarakat ikut dalam aksi People Power.
Pelaku juga dapat dikenakan Pasal 160 dan Pasal 161 KUHP tentang
penghasutan terkait dengan Pidato yang dilakukan. Karena pada intinya,
penghasutan merupakan suatu bagian tindakan baik lisan maupun secara tertulis,
termasuk untuk menyiarkan didepan umum yang mengajak orang untuk berbuat
kejahatan pidana. Jika penghasutan tersebut dapat menimbulkan kegaduhan serta
adanya berita yang bohong atau yang berlebihan seperti “pemilu itu curang”,
“kecurangan itu secara Terstruktur, Sistematis, daan Masif”,. Maka dapat dijerat
145
Ibid, hlm. 253
69
dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang No. 1 Tahun
1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dalam hal ini Pasal mana yang akan
digunakan dan ditentukan, tentunya disesuaikan dengan substansi Kejahatan
tersebut. Disini Jika isi dari Hoaks tersebut yang berisi untuk propaganda yang
dapat membuat keonaran dikalangan masyarakat hingga menjadi anarkis, maka
Pasal yang digunakan yaitu Pasal 107 tentang Makar atau Setidak tidaknya Pasal
160 atau Pasal 161 KUHP tentang Penghasutan.
Menurut pendapat Penulis bahwa kasus yang menjerat pelaku tersebut itu
belum dan dapat dapat dikatakan suatu Tindakan Makar karena itu baru Persiapan
saja belum Permulaan Pelaksanaan tetapi sudah ada niat untuk melakukan
kejahatan itu. Seperti yang terdapat dalam Pasal 87, perbuatan-perbuatan
persiapan tidak masuk dalam pengertian makar, yang masuk dalam pengertian ini
hanyalah perbuatan-perbuatan pelaksanaan. Karena pada kasus tersebut belum
terlaksananya suatu pelaksanaan hanya saja persiapan dan dalam persiapan
tersebut sudah langsung di adukan oleh pihak pelapor. Maksudnya bahwa
kejahatan itu sudah mulai dilakukan. Artinya orang harus sudah mulai dengan
melakukan perbuatan pelaksanaan pada kejahatan itu, kalau belum dimulai atau
orang baru melakukan perbuatan persiapan saja untuk mulai berbuat, kejahatan itu
tidak dapat dihukum.146 Namun disisi lain berdasarkan Pasal 53 di Juncto kan
dengan Pasal 87 KUHP, terdapat dua unsur yang penting yang termasuk kedalam
kejahatan Tindak Pidana Makar. Yaitu adanya niat dan permulaan perlaksanaan,
dapat diukur secara Subyektif dan Obyektif. Niat secara subyektif, dapat diketahui
jika secara nyata diutarakan oleh yang bersangkutan. Kemudian secara Obyektif,
niat tersebut diketahui atau dapat dilihat oleh orang lain dengan adanya perbuatan
yang merupakan pelaksanaan terhadap niat dan nyata-nyata ditujukan untuk
146
R. Soesilo, Op.cit, hlm. 69
70
147
Penyusun Badan Diklat Kejaksan RI, Op.cit, hlm.46
148
R.Soesilo, Op.cit, hlm. 70
71
BAB V
PENUTUP
V.I Kesimpulan
1. Pengaturan Tindak Pidana Makar pada dasarnya berasal dari kata
aanslag (belanda), yang menurut arti harfiah adalah penyerangan atau
serangan. Istilah aanslag terdapat dalam KUHP yakni pasal-pasal 87,
104, 105, 106, 107, 130, 139a, 139b, 140. (Pasal 105 dan 130
dianggap tidak berlaku berdasarkan UU No. 1 Tahun 1946). Makar
yang dimuat dalam pasal 139a, 139b, dan 140 tidak masuk dalam bab
mengenai kejahatan terhadap keamanan negara, melainkan masuk
dalam kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala negara
sahabat dan wakilnya. Pasal-pasal lain yang berhubungan dengan
Tindak Pidana Makar yaitu , Pasal 4 ayat (1), Pasal 108, dan Pasal 110
KUHP.
2. People Power dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Makar
namun istilah People Power ini kembali terdengar sangat kencang
tepatnya pada saat Pemilihan Umum (Pemilu) pada tanggal 17 April
2019 pada waktu itu. Kemudian unsur utamanya adalah kesejahteraan
dan keadilan bagi masyarakatnya. Pelaku yang menyerukan Gerakan
72
V. II Saran
Dalam hal ini makar merupakan Kejahatan yang sangat berbahaya dan
luar biasa bagi Keamanan dan Keselamatan Negara khususnya dalam
Pemilu 2019 apalagi adannya ajakan untuk menyerukan serta
menggerakan aksi People Power dalam Pemilu 2019 yang nantinya akan
berujung pada gerakan yang Inskonstitusional. Saran dari penulis terhadap
kasus yang terjadi :
1. Agar pihak Kepolisian serta aparat penegak hukum lainnya terus
memantau serta memproses terhadap semua oknum-oknum yang
diduga akan melakukan kejahatan pidana dengan Pasal-Pasal yang
sesuai dengan substansi Kejahatan yang dilakukannya serta khususnya
agar mengurangi dampak yang terjadi dimasyarakat akibat adanya isu-
isu yang belum tentu benar adanya.
2. Polisi harus lebih tegas menangani oknum-oknum yang terjadi pada
kasus tersebut dan agar penulis berharap agar pelaku tersebut dapat
dikenakan hukum atau Pasal yang sesuai dengan substansi
kejahatannya yang telah diperbuat karena itu sangat membahayakan
negara maupun keamanan masyarakat serta dapat memancing
berbagai macam hal kejahatan yang kemungkinan dapat terjadi pada
73
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Sumber Internet :
Dikutip dari Data The Economist Intelligence (EIU), diakses pada tanggal
30 September 2019
PENDIDIKAN FORMAL
1. SD : SDN Pondok Labu 07 Pagi (Lulus Th. 2010)
2. SMP : SMPN 96 Jakarta Selatan (Lulus Th. 2013)
3. SMA : SMAN 66 Jakarta Selatan (Lulus Th. 2016)
PRESTASI
Akademik
1. JUARA II KOMPETISI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
(PKM) DIESNATALIS FH UPNVJ TAHUN 2017
2. JUARA II KOMPETISI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
(PKM) DIESNATALIS FH UPNVJ TAHUN 2018
3. JUARA II ”INTERNAL MOOT COURT COMPETITION PIALA MR
SOEPOMO IV” FAKULTAS HUKUM UPNVJ TAHUN 2017
4. FINALIS “INTERNAL MOOT COURT COMPETITION PIALA MR
SOEPOMO V” FAKULTAS HUKUM UPNVJ TAHUN 2019
Non-akademik
1. JUARA I LOMBA FUTSAL LIGA ANGKATAN 2016 FAKULTAS
HUKUM
2. JUARA I LOMBA FUTSAL DALAM RANGKA DIESNATALIS
FAKULTAS HUKUM TAHUN 2017
3. JUARA II LOMBA FUTSAL DALAM RANGKA DIESNATALIS
FAKULTAS HUKUM TAHUN 2018
4. JUARA I LOMBA VOLLY DALAM RANGKA PASPORT FAKULTAS
HUKUM TAHUN 2019
5. JUARA III LOMBA FUTSAL DALAM RANGKA PASPORT
FAKULTAS HUKUM TAHUN 2019
*)Coret yg tidak perlu