Anda di halaman 1dari 20

CRITICAL JOURNAL REPORT CRITICAL JOURNAL

REVIEW
MK. PENDIDIKAN
PANCASILA

SKOR NILAI :

(PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK


DI WILAYAH HUKUM KABUPATENACEH BESAR DAN SOSIAL CONTRUCTION
OF LAW ENFORCEMENT FOR SEXUAL VIOLENCE AGAINST WOMEN IN ACEH
UTARA)

NAMA : RAFIQAH AZIZAH CANIAGO


NIM : 1212211027
KELAS : J PGSD 2021
DOSEN PENGAMPU : MARYATUN KABATIAH. S.PD., M.PD.

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Critical Jurnal Report tentang PENEGAKAN
HUKUM TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI WILAYAH
HUKUM KABUPATEN ACEH BESAR DAN SOSIAL CONTRUCTION OF LAW
ENFORCEMENT FOR SEXUAL VIOLENCE AGAINST WOMEN IN ACEH UTARA
Sebagai salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu yaitu bapak Maryatun
Kabatiah. S.Pd., M.Pd.
Makalah Critical Jurnal Report ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan
referensi dari beberapa Jurnal sehingga dapat memperlancar pengerjaannya. Dalam
pengerjaannya, makalah ini juga mendapat bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu saya
berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan pembuatan
CJR ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan dalam
penulisan dan penyususunan tata bahasa. Oleh karena itu, saya menerima saran dan kritik
dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita, dan dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi para pembaca.

Medan, 1 April 2023

Rafiqah Azizah Caniago

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................
BAB II..........................................................................................................................................................
RINGKASAN ISI JURNAL......................................................................................................................
2.1 JURNAL NASIONAL.......................................................................................................................
2.2 JURNAL INTERNASIONAL........................................................................................................
BAB III......................................................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................................................
a. Relevansi antara topik jurnal dengan karya- karya dan bidang keahlian penulis
16
b. Pokok – pokok argumentasi penulis dalam pendahuluan...........................................................
c. Pemilihan cakupan kajian teori.....................................................................................................
d. Metodologi penelitian dan relevansinya........................................................................................
e. Kerangka berpikir penulis bagian pembahasan..........................................................................
f. Kesimpulan dan saran penulis serta implikasi penelitian berikutnya.......................................
g. Keunggulan......................................................................................................................................
Kelemahan.................................................................................................................................................
BAB IV PENUTUP...................................................................................................................................
4.1. Kesimpulan.........................................................................................................................................
4.2. Saran...................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekerasan seksual merupakan peristiwa negatif yang mampu menimpa siapa saja di
dunia. Menurut pandangan Islam kekerasan adalah segala sesuatu yang bersifat memaksakan
kehendaknya sendiri yang dilakukan dalam bentuk memerintah dan jika perintah tersebut
tidak dituruti maka akan mendapatkan tindakan yang tidak diinginkan berupa kekerasan.
Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja dan kapan saja serta dapat menimpa siapa saja
(UNESCO, 2012). Anak - anak merupakan salah satu kelompok rentan menjadi korban
kekerasan seksual (Wilkins ,2014). Kekerasan seksual tidak hanya dalam bentuk kekerasan
seksual fisik, namun dapat berupa pelecehan yang berkonteks seksual melalui media sosial
dan internet (Komisi Perlindungan Anak, 2016). Kekerasan pada anak merupakan kasus
fenomena gunung es, hanya beberapa kasus saja yang dapat dilaporkan, dan sisanya tidak
terungkap. Angka kekerasan seksual di dunia tercatat 73 juta anak laki - laki dan 150 juta
anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual pada anak. Beberapa negara mencatat
sekitar 21 % wanita melaporakan telah mengalami pelecehan seksual ketika usianya dibawah
15 tahun. Setengah dari jumlah kekerasan seksual yang terjadi di dunia merupakan kekerasan
seksual pada anak dibawah usia 15 tahun, 700.000 diantaranya merupakan korban
perdagangan manusia, dan 80 % korban merupakan anak dan wanita (UNICEF, 2012)
Di Indonesia kasus pelecehan seksual sudah berada pada tahap darurat pelecehan seksual
karena angka pelecehan seksual setiap tahunnya selalu mengalami angka kenaikan yang
sangat ekstrim. Hal ini tidak hanya menggambarkan angka kasus pelecehan seksual yang
semakin meningkat tetapi juga kegagalan penegakan hukum pada kasus pelecehan seksual.
Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) tahun 2019, bentuk kekerasan seksual yang
banyak dilakukan ialah pencabulan sebanyak 1.136 kasus, pemerkosaan 762 kasus, pelecehan
seksual 394 kasus dan persetubuhan sebanyak 156 kasus. Kemudian, menurut komisioner
KPAI, Jasra Putra, menunjukkan pihaknya telah mencatat kasus kekerasan seksual pada anak
dari tahun 2015 sampai 2017 yang sebanyak 454 kasus, dengan rincian, pada tahun 2015
terjadi sebanyak 218 kasus, tahun 2016 sebanyak 120 kasus, dan tahun 2017 terjadi 116 kasus
kekerasan seksual (Data KPAI, 2017). Pelaku kekerasan seksual biasanya adalah orang
disekeliling dan disekitar korban, bahkan tidak jarang pelakunya adalah orang terdekat
korban. Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) kekerasan terhadap perempuan tahun
2019, dalam ranah publik pelaku kekerasan seksual terbanyak dilakukan oleh tetangga 2
sebanyak 878 kasus, teman sebanyak 506 kasus, dan orang lain 465 kasus. Menurut Ryan,
1
2

Leversee dan Lane (2010) dalam bukunya mengatakan bahwa perilaku kekerasan seksual
dapat dilakukan oleh individu dari segala rentang usia. Dengan demikian siapa saja bisa
melakukannya, termasuk anak-anak dan remaja. Hal ini dipertegas juga oleh Kartono (2010)
bahwa kekerasan seksual banyak dilakukan oleh usia remaja sampai dengan usia menjelang
dewasa. Anak seharusnya mendapatkan haknya dan salah satunya adalah mendapatkan
perlindungan dari berbagai pihak, seperti anak sedang berada dirumah atau dingkungan
keluarganya maka keluarga yang berperan dan berfungsi untuk menjaga atau melindungi anak
tersebut. Jika anak berada di luar rumah seperti disekolah maka anak tersebut mendapatkan
perlindungan dari pihak sekolahnya. Selain itu sudah di atur juga dalam undang-undang yang
mengatur tentang hak anak yaitu UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal
1 ayat (2) menyatakan bahwa “perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungin anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,
secara optimal, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi”.
Penegakan hukum kekerasan terhadap perempuan di Aceh mendapat perhatian tajam dari
berbagai pihak, baik di Aceh maupun secara nasional. Hal ini terkait dengan meningkatnya
kasus kekerasan seksual di Aceh. Padahal Aceh satu-satunya daerah yang menerapkan syariat
Islam, yang menerapkan hukuman berbeda dengan daerah lain bagi pelaku kekerasan seksual.
Aceh yang dibingkai oleh syariat Islam baik secara formal maupun kultural menghadapi
fenomena meningkatnya kekerasan seksual, diakui oleh salah satu Wakil Ketua DPR Aceh
Safaruddin, seperti diberitakan media online Aceh Tribunnews (2021) karena lemahnya
hukuman sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku.

B. Tujuan Penulisan Critical Journal Report


 Memahami dan menganalis kelebihan dan kekurangan dari satu jurnal.
 Mempermudah dalam membahas inti hasil penelitian yang telah ada.
 Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam suatu jurnal.

C. Manfaat Critical Journal Report


 Membantu semua kalangan dalam mengetahui inti dari hasil penelitian yang terdapat
dalam suatu jurnal.
 Menjadi bahan evaluasi dalam pembuatan suatu jurnal dipenerbitan berikutnya.
3
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL
2.1 JURNAL NASIONAL

1. Judul PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL


TERHADAP ANAK DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN ACEH
BESAR
2. Jurnal Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraam

3. Download https://jim.usk.ac.id/kenegaraan/article/view/23728

4. Volume dan Volume 6, No 4 dan 328-336


Halaman
5. Tahun 2022

6. Penulis Zumarni dan Saifuddin Bantasyam

7. Reviewer Rafiqah Azizah Caniago

8. Tanggal 4 April 2021

9. Abstrak

-Tujuan Penelitan ini bertujuan untuk mengenali aspek apa saja yang
Penelitian melatarbelakangi peningkatan angka pelecehan intim terhadap anak
terus menjadi bertambah di Kabupaten Aceh Besar dengan memakai
optik Soerjono Soekanto

-Subjek Subjek penelitian yaitu masyarakat aceh


Penelitian
Assesment teknik Tata cara riset ini memakai riset hukum kualitatif. Pendekatan
Data nondoctrinal ataupun empirk, memfokuskan kajiannya terhadap hukum
selaku seperangkat kenyataan, seperangkat Aksi serta seperangkat
sikap.

3
4

- Kata Kunci Penegakan Hukum, Pelecehan Seksual terhadap anak

10 Pendahuluan
.
-Latar Dalam KUHP Indonesia lebih mengenal istilah Pecabulan, perbuatan
Belakang yang melanggar kesusilaan sering diartikan sebagai perbuatan cabul,
dan Teori karena hal ini menyerang rasa kehormatan seseorang atau korban.
Dalam pengertian juga termasuk kedalam kategori melanggar
kesopanan jika seseorang melakukan Tindakan yang tidak terpuji atau
keji, yang dalam perihal ini berkaitan dengan hawa nafsu birahi
seseorang, misalnya melakukan cium ciuman terhadap seseorang,
menyentuh alat kemaluannya, meraba payudaranya dan lain
sebagainya. Dalam Qanun Aceh tidak menggunakan kata cabul tapi
menggunakan kata pelecehan, dalam Qanun Aceh perbuatan pelecehan
intim terhadap anak diatur dalam qanun jinayat pasal 47 no 6 tahun
2014, yang isinya sebagai berikut: “ tiap orang yang melaksanakan
jarimah pelecehan intim sebagaimana yang diartikan dalam pasal 46
terhadap anak, diancam dengan‘ Uqubat Ta’ zir cambuk sangat banyak
90 ( 9 puluh) kali ataupun denda sangat banyak 900 ( 9 ratus) gr emas
murni ataupun penjara sangat lama 90 ( 9 puluh) bulan. Berdasarkan
putusan Mahkamah Syariah Aceh dari data 5 (lima) tahun terakhir
menunjukan bahwa tingkat pelecehan seksual tertinggi berada pada
Kabupaten Aceh Besar, dengan demikian perihal ini lah yang
mendesak penulis buat melaksanakan riset lebih lanjut mengenai
“Penegakan hukum terhadap pelecehan seksual tehadap anak di
Kabupaten Aceh Besar dengan menggunakan optik Soerjono Suekanto,
yang mana beliau menjelaskan ada 5 (lima) factor yang pengaruhi
penegakan hukum, ialah::
1. Aspek hukumnya sendiri
2. Aspek penegak hukum
3. Factor fasilitas serta fasilitas
4. Factor masyarakat
5. Factor budaya.

11 Metode
5

. Penelitian
- Langkah Pada penelitian ini penulis menggunakan tata cara riset hukum
Penelitian kualitatif, tata cara riset kualitatif merupakan riset hukum yang
mengacu pada norma norma hukum yang tedapat dalam undang
undang serta pula vonis majelis hukum yang hidup dalam warga.
Pendekatan yang dilakukan oleh penulis adalah non doctrinal atau
empiric, yang mana mengfokuskan kajian penelitian ini apa
seperangkat realita, seperangkat Tindakan dan juga perilaku.

-Hasil Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum


Penelitian 1. Faktor undang – undang
Kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kabupaten Aceh
Besar menggunakan Qanun Aceh Tentang Jinayat Nomor 6
Tahun 2014 pasal 47 untuk melakukan penyelesaian kasus
secara litiasi. penghukuman menggunakan KUHP lebih
memenuhi efek jera bagi pelaku karena penghukumannya yang
berat jika di bandingkan dengan penghukuman yang ada dalam
Qanun Jinayat yang mana penghukumannya terhadap pelaku
lebih ringan. Sehingga tingkat kenaikan dari pelaku pelecehan
seksual terhadap anak di Kabupaten Aceh besar itu akan terus
meningkat dan juga jumlah korban akan bertambah
2. Faktor pengak hukum
Dalam kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kabupaten
Aceh Besar aparatur penegak hukum yang terlibatadalah,
polisi, jaksa dan hakim, berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh penulis aparatur penegakan hukum yang terlibat masih
belum memenuhi ke 4 peranan sebagai seorang penegakan
hukum, sehingga dalam pencapai penegakan hukum terhadap
kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kabupaten Acehbesar
belum dapat terpenuhi dengan baik karena faktor apparat
penegak hukumnya masih menjadi hambatan dalam
tercapaimya penegegakan hukum.
3. Faktor sarana dan fasilitas
terdapat beberapa kekurangan mengenai sarana dan fasilitas,
terlebih dari segi pos pengaduan untuk masyarakat mengenai
6

pelecehan seksual terhadap anak, mengingat Kabupaten Aceh


Besar memiliki wilayah yang sangat luas, sehingga pos
pemgaduan yang mudah dicakup oleh masyarakat akan sangat
berlaku efektif dalam memudahkan masyarat.
4. Faktor masyarakat
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap isu isu ini,
sehingga banyak masyarakat yang menggangap isu ini awam
dan kurang penting nagi Sebagian masayarakat yang tinggal di
desa pendalaman dari kota.
5. Faktor kebudayaan
Kebudayaan ada dalam masyarakat karena kebudayaan dapat
melahirkan hukum, seperti Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014
tentang Jinayat, yang mana qanun ini hadir dari dan dirancang
adas dasar kentalnya kebudayaan islam yang ada di Aceh.
Pelaksanaan Qanun Aceh tentang Jinayat terhadap Pelecehan Seksual
penerapan pasal 47 tentang pelecehan seksual terhadap anak, selama
penerapan Qanun Jinayat dijalankan di Kabupaten Aceh Besar dalam
penyelesain kasus pelecehan seksual baik ditingkat Mahkamah Syaria,
Kejaksaan dan juga ditiahap penyelidikan di kepolisian selama ini
belum terjadi kasus yang pelakunya recidive tetapi Kabupaten Aceh
Besar selama bulan agustus tahun 2022 mengalami kenaikan angka
pelecehan seksual tertinggi se- Aceh yakni sebanyak 37 kasus
rudakpaksa terhadap anak di bawah umur terjadi di Kabupaten Aceh
Besar, kejadian yang memilukan ini di sampaikan langsung oleh Kabid
Rehabilitasi Sosial Aceh. Berdasarkan adat dan budaya masyarakat
Aceh jelas menunjukan Qanun Aceh jelas itu sendiri adalah cerminan
dari setiap kebiasaan yang dilakukan dalam keseharian masyarakat
Aceh.

2.2 JURNAL INTERNASIONAL

1. Judul SOSIAL CONTRUCTION OF LAW ENFORCEMENT FOR


7

SEXUAL VIOLENCE AGAINST WOMEN IN ACEH UTARA

2. Jurnal Jurnal Media Kajian Kewarnegaraan

3. Download https://journal.uny.ac.id/index.php/civics/article/view/52631

4. Volume dan Halaman Volume 19, No 2 dan 224 - 234

5. Tahun 2022
6. Penulis Zulkifli, Arief Rahman, Martina, Rizka Mumtiza dan
Mauliza Risma

7. Reviewer Rafiqah Azizah Caniago

8. Tanggal 4 April 2023

9. Abstrak
- Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konstruksi sosial
penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual
terhadap perempuan di Aceh Utara.

- Subjek Penelitian 21 orang yang dipilih dengan accidental sampling. yang


berasal dari beberapa instansi penegak hukum Aceh Utara,
antara lain Pengadilan Negeri Lhoksukon, Pengadilan
Syariah, Kejaksaan Negeri, Polres, Pengacara, dan Polisi
Syariah

- Assesment Data Jenis data berupa data primer dan data sekunder dianalisis
secara deskriptif kualitatif.

- Kata Kunci Hukum aceh, kontruksi sosial dan kekerasan wanita


10. Pendahuluan
- Latar Belakang dan Penegakan hukum kekerasan seksual telah menjadi sorotan
Teori penting sepanjang sejarah manusia karena kekerasan seksual
merupakan tindakan pelanggaran hak asasi manusia yang
8

paling kejam terhadap perempuan dan anak (Das & Singh,


2020). Beberapa teks kuno, seperti Kode Hammurabi yang
ditulis pada tahun 1754 SM, menetapkan hukuman mati bagi
pelaku kejahatan seksual. Selain itu, sumbersumber lain
terdapat dalam buku-buku agama besar dunia, seperti Islam,
Kristen, dan Yahudi, tentang kekerasan seksual. Di era
modern, tindakan kekerasan seksual diklasifikasikan oleh
PBB sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Pasal 7 Ayat
(1) Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional,
kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan (crime against kemanusiaan) yang termasuk
dalam kategori kejahatan yang paling berat (Gaggioli, 2015).
Ciri-ciri kejahatan yang paling serius dalam hukum
internasional antara lain: kejahatan yang dilakukan
merupakan perbuatan keji dan keji, mengguncang hati nurani
umat manusia, terdapat unsur kesengajaan, terorganisir,
sistematik, dan meluas hingga menimbulkan kematian atau
akibat lain yang mengerikan. Konsekuensi dari kejahatan ini
tidak menyenangkan bagi negara atau masyarakat luas
(Bradley, 2020). Objek kekerasan seksual adalah
perempuan. Perempuan secara tradisional menjadi objek
kekerasan seksual, yang mencakup segala bentuk pelecehan,
pemaksaan, dan pemaksaan yang dialami perempuan dari
laki-laki (Handayani et al., 2019; Smith et al., 2018).
Perempuan adalah subjek yang rentan terhadap kekerasan
seksual. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah kasus dan
berbagai jenis kekerasan yang terjadi (Purwanti & Zalianti,
2018). Mayoritas adalah korban kekerasan seksual laki-laki,
dan dalam banyak kasus, pelakunya dikenal oleh korban
(Dartnall & Jewkes, 2013). Secara teoritis, kekerasan seksual
terhadap perempuan merupakan bentuk diskriminasi yang
melanjutkan subordinasi struktur dan patriarki perempuan di
masyarakat (Alkan & Tekmanlÿ, 2021; Banarjee, 2020;
Bonar et al., 2022)
9

Penegakan hukum kekerasan terhadap perempuan di Aceh


mendapat perhatian tajam dari berbagai pihak, baik di Aceh
maupun secara nasional. Hal ini terkait dengan
meningkatnya kasus kekerasan seksual di Aceh. Padahal
Aceh satu-satunya daerah yang menerapkan syariat Islam,
yang menerapkan hukuman berbeda dengan daerah lain bagi
pelaku kekerasan seksual. Aceh yang dibingkai oleh syariat
Islam baik secara formal maupun kultural menghadapi
fenomena meningkatnya kekerasan seksual, diakui oleh
salah satu Wakil Ketua DPR Aceh, Safaruddin, seperti
diberitakan media online Aceh Tribunnews (2021) karena
lemahnya hukuman sehingga tidak menimbulkan efek jera
bagi pelaku.
11. Metode Penelitian
- Langkah Penelitian Data dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data
primer. Peneliti mengumpulkan data sekunder dari studi
literatur, jurnal, pertimbangan juri, dan lain-lain. Sementara
itu, data awal diambil langsung dari lapangan melalui
wawancara atau daftar pertanyaan (kuesioner). Pengumpulan
data menggunakan instrumen wawancara dan studi literatur
untuk mendapatkan hasil yang akurat dan mendalam. Data
yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu
metode analisis data yang digunakan untuk mendeskripsikan
dan mendeskripsikan fenomena yang ada, baik rekayasa
alam maupun manusia, yang lebih memperhatikan
karakteristik, dan kualitas kegiatan (Creswell & Poth, 2018).
- Hasil Penelitian Aparat penegak hukum di Aceh umumnya tidak jauh
berbeda dengan provinsi lain. Dalam beberapa hal, Aceh
memiliki keistimewaan dan keistimewaan yang berbeda
dengan daerah lain. Namun, dalam konteks penegakan
hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual, terdapat
beberapa perbedaan yang mencolok, seperti keberadaan
polisi syariah dan pengadilan syariah. Hal itu sebagai
konsekuensi penerapan otonomi khusus di Provinsi Aceh.
Provinsi Aceh memiliki keistimewaan yang berbeda dengan
10

daerah lain, yaitu kewenangan khusus untuk mengatur


kehidupan keagamaan, adat istiadat, pendidikan, dan peran
masyarakat. Ulama dalam menentukan kebijakan daerah
(Pasal 3). Penyelenggaraan kehidupan beragama di daerah
terwujud dalam penerapan syariat Islam bagi pemeluknya di
masyarakat. Wilayah penerapan hukum Islam adalah
menjaga kerukunan antar umat beragama (Pasal 4). Pasal
125 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2006 Tentang Pemerintahan Aceh menjelaskan pengertian
syariat Islam dan pelaksanaannya. Hukum Islam yang
diterapkan di Aceh meliputi akidah, syariah, dan akhlak.
Hukum Islam mengatur ibadah, ahwal al-syakhshiyah
(hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah
(hukum pidana), qadha' (peradilan), tarbiyah (pendidikan),
dakwah, syiar, dan pembelaan Islam.
Berdasarkan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang
Hukum Acara Jinayat , alur proses penegakan hukum
kekerasan seksual di Aceh dibandingkan dengan daerah lain
sedikit berbeda tetapi sangat khas yaitu pada saat eksekusi.
Dalam proses eksekusinya, lembaga khas Aceh dilibatkan,
yakni Wilayatul Hisbah (WH) yang dikenal dengan polisi
syariah. Keterlibatan WH dalam proses penegakan hukum
atas tindak pidana kekerasan seksual, khususnya pada saat
pelaksanaan hukuman cambuk. Dalam pelaksanaan
hukuman cambuk, polisi syariah bertindak sebagai panitia
pelaksana eksekusi cambuk atas permintaan jaksa. Polisi
syariah sebagai panitia penyelenggara mempersiapkan
segala persiapan acara, mulai dari anggaran hingga teknis
pelaksanaan acara. Berdasarkan qanun jinayat, pelaku tindak
pidana kekerasan seksual di Aceh Utara dijerat pidana
(uqubat) dengan hukuman hudud dan ta'zir . Baik hudud
maupun ta'zir merupakan bentuk hukuman pidana. Hudud
adalah hukuman yang sanksi pidananya telah diatur secara
tegas dalam Al -Qur'an dan Al-Hadits. Ada tiga bentuk
kekerasan seksual yang diatur dalam hukum jinayat , yaitu
11

perzinahan dengan anak (Pasal 34), pelecehan seksual (Pasal


46), dan pemerkosaan (Pasal 56). Jari kekerasan seksual
berupa pelecehan seksual dan perkosaan tidak dikenakan
hudud serta jari zina dengan anak. Setiap orang dewasa yang
melakukan zina dengan anak, selain diancam dengan uqubat
hudud 100 (seratus) kali, dapat juga ditambah dengan uqubat
ta'zir cambuk maksimal 100 (seratus) kali atau denda sebesar
paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau pidana
penjara paling lama 100 (seratus) bulan (Pasal 33 dan 34).
Sedangkan pemerkosaan terhadap anak diancam dengan
'uqubat ta'zir cambuk paling sedikit 150 (seratus lima puluh)
kali, paling banyak 200 (dua ratus) kali, atau denda paling
sedikit 1.500 (seribu lima ratus) gram. emas murni paling
banyak 2.000 (dua ribu) gram emas murni atau pidana
penjara paling singkat 150 (seratus lima puluh) bulan paling
lama 200 (dua ratus) bulan. Di Aceh sendiri, upaya non
litigasi memperoleh kekuatan hukum dengan ditetapkannya
Qanun Aceh No. 9 Tahun 2008 tentang Pedoman Kehidupan
Adat dan Adat Adat. Salah satu objek penyelesaian sengketa
adalah pelecehan seksual (Pasal 13). Permukiman adat
dilakukan di tingkat desa dan diatur menurut peraturan desa
setempat serta melibatkan tokoh desa dan tokoh masyarakat.
Jenis sanksi yang dapat dikenakan dalam penyelesaian
sengketa adat adalah sebagai berikut: nasehat, teguran,
permintaan maaf, sayam, diyat, denda, ganti rugi, pengucilan
oleh masyarakat gampong/desa, pengusiran dari masyarakat,
pencabutan hak ulayat, dan atau bentuk sanksi lain sesuai
dengan kebiasaan setempat. Keluarga pelanggar qanun juga
bertanggung jawab atas pelaksanaan sanksi adat yang
dijatuhkan (Pasal 16).
BAB III
PEMBAHASAN

a. Relevansi antara topik jurnal dengan karya- karya dan bidang keahlian penulis
Pada identitas jurnal tertera 2 penulis Zumarni dan Saifuddin Bantasyam yang
merupakan mahasiswa dan dosen dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala,
yang artinya bahwa terdapat relevansi atara topik jurnal terhadap  bidang keahlian
penulis yang berjudul dan atau tentang “ penegakan hukum terhadap pelecehan
seksual terhadap anak di wilayah hukum kabupaten aceh besar “ relevansi terhadap
fakultas hukum dan penegakan hukum di aceh.

b. Pokok – pokok argumentasi penulis dalam pendahuluan


Pokok – pokok argumentasi penulis dalam pendahuluan, sebagai berikut :
1. tiap orang yang melaksanakan jarimah pelecehan intim sebagaimana yang
diartikan dalam pasal 46 terhadap anak, diancam dengan‘ Uqubat Ta’ zir cambuk
sangat banyak 90( 9 puluh) kali ataupun denda sangat banyak 900( 9 ratus) gr
emas murni ataupun penjara sangat lama 90( 9 puluh) bulan
2. Berdasarkan putusan Mahkamah Syariah Aceh dari data 5 (lima) tahun terakhir
menunjukan bahwa tingkat pelecehan seksual tertinggi berada pada Kabupaten
Aceh Besar, dengan demikian perihal ini lah yang mendesak penulis buat
melaksanakan riset lebih lanjut mengenai “Penegakan hukum terhadap pelecehan
seksual tehadap anak di Kabupaten Aceh Besar”

c. Pemilihan cakupan kajian teori


Adapun Literatur yang digunakan dalam penulisan adalah pendekatan dengan
mengacu pada norma hukum yang berlaku dalam kehidupan warga dengan
mengfokuskan pada seperangkat realita, seperangkat tindakan dan perilaku.
Mengkaji kepada tingkatan putusan Mahkamah Syariah Terhadap Kasus Pelecehan
Seksual di Aceh.

d. Metodologi penelitian dan relevansinya


Pada jurnal ini, penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan non doctrinal
atau empiric. Penelitian yang merelevansikan pada norma – norma hukum dalam
undang – undang hukum yang berlaku dan hidup dalam masyarakat. Yang
memfokuskan kajian terhadap seperangkat realita, seperangkat tindakan dan juga
12
13

perilaku dalam kehidupan. Selanjutnya dilakukan analisis data secara kualitatif dan
hasilnya disajikan dalam bentuk deskriptif untuk ditarik suatu kesimpulan.
Pendekatan antara norma-norma hukum dan undang – undang hukum akan diarahkan
kepada hak yang dimiliki golongan pribadi dalam penjagaan harga dirinya,

e. Kerangka berpikir penulis bagian pembahasan


Kerangka berpikir penulis bagian pembahasan mengkaji faktor yang memengaruhi
penegakan hukum yaitu faktor undang – undang tenyang jinayat Nomor 6 tahun
2014 pasal 47 untuk melakukan penyeesaian kasus secara litiasi. Kemudian faktor
penengak hukum yaitu aparatur yang terlibat seperti polisi, jaksa dan hakim, lalu
faktor sarana dan fasilitas seperti pos pengaduan untuk masyarakat mengenai
pelecehan seksual terhadap anak. Faktor masyarakat yang masih menganggao isi ini
awam dan faktor kebudayaan. Kerangka berpikir selanjutnya pengkaitan pelaksanaan
Qanun Aceh tentang Jinayat terhadap pelecehan seksual berdasarkan adat dan
budaya masyarakat Aceh jelas menunjukan Qanun Aceh jelas itu sendiri adalah
cerminan dari setiap kebiasaan yang dilakukan dalam keseharian masyarakat Aceh

f. Kesimpulan dan saran penulis serta implikasi penelitian berikutnya


1. Kebijakan penegakan hukum terhadap pelecehan seksual terhadap anak di
Kabupaten Aceh Besar dengan dengan menggunakan optiK Soerjono Suekanto
masih terdapat beberapa kekurangan dari segi faktor undang undang, yakni dari
keberadaan penghukuman kepada pelaku, Qanun Jinayat Nomor 6 Tahun 2014
memiliki penghukuman yang lebih relatif rendah jika dibandingkan dengan
KUHP atau UUPA.
2. Faktor apart penegak hukum harus memenuhi perannya sebagai apparat penegak
hukum untuk mencapai penegakan hukum terhadap pelecehan seksual anak di
Kabupaten Aceh Besar
3. Faktor sarana dan fasilitas akan menjadi penunjang utama utama untuk
tercapainya penegakan hukum terhadap pelecehan seksual anak di Kabupaten
Aceh di kabupaten Aceh Besar.
4. Faktor masyarakat berperan sebagai pranata social dalam menurunkan pelecehan
seksual terhadap anak di Kabupaen Aceh Besar.
14

g. Keunggulan
Jurnal Utama
 Struktural penyusunan jurnal lengkap,terdapat judul ,nama penulis, nomor
dan volume, abstrak, kata kunci, pendahuluan, metode penelitian,
pembahasan, kesimpulan dan daftar pustaka.
 Abstrak pada jurnal lengkap sehingga ketika membaca kita abstraknya saja,
kita sudah dapat memahami isi jurnal keseluruhan.
 Penjelasan jurnal disertai bahasa yang mudah yang membuat pembaca lebih
mudah mengkajinya.
 Referensi yang dipaparkan pada jurnal juga sudah lengkap.

Jurnal Pembanding 1
 Penulisan judul artikel sudah benar sesuai dengan EYD
 Struktural penyusunan jurnal lengkap,terdapat judul ,nama penulis, nomor
dan volume, abstrak, kata kunci, pendahuluan, metode penelitian,
pembahasan, kesimpulan dan daftar pustaka.
 Konsep jurnal sesuai dengan realita yang ada dilapangan dan solusi untuk
permasalahan dijelaskan dengan rinci

Kelemahan
Jurnal Utama
 Kekurangannya nya peneliti tidak memaparkan berapa lama waktu yang digunakan
untuk penelitian.

Jurnal Pembanding 1
 Terdapat kekurangan dari segi penjelasan materi yang seharusnya lebih
dikembangkan, namun hanya dijelaskan secara sepintas saja.
 Penulisan tata letak nya tidak rapi.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan critical jurnal review ini Dasar hukum yang digunakan
dalam proses penegakan hukum kekerasan seksual terhadap perempuan di Aceh Utara
adalah Qanun Aceh No 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat . Berdasarkan qanun ini,
pelaku kekerasan seksual di Aceh dijerat pidana (uqubat) dengan hukuman hudud dan
ta'zir. Hukuman hudud adalah hukuman yang sanksi pidananya telah diatur secara tegas
dalam Al-Quran dan Al-hadits. Mengenai pelecehan seksual dan pemerkosaan, semuanya
dipidana dengan pidana penjara, sedangkan perzinahan dengan anak-anak dipidana
dengan cambukan 100 (seratus) kali dan pidana penjara. Ada tiga bentuk kekerasan
seksual yang diatur dalam qanun ini, yaitu zina dengan anak, pencabulan, dan Terdapat
permasalahan substansial dalam qanun jinayat, seperti frasa “atau” dalam tuntutan pidana
yang mengandung arti bahwa penegak hukum wajib memilih salah satu alternatif
hukuman sehingga muncul pandangan bahwa qanun ini memiliki hukuman yang lebih
ringan dari hukum nasional. Kekhususan Aceh mengakibatkan Aceh mampu menerapkan
hukum Islam seperti hukum pidana kekerasan seksual. Hal ini menjadikan qanun jinayat
sebagai satu-satunya landasan penegakan hukum bagi tindak pidana kekerasan seksual.
Padahal, modus dan perkembangan hukum tentang kekerasan seksual bersifat dinamis.
Untuk itu, penelitian ini merekomendasikan untuk merevisi hukum jinayat dengan
mengadopsi perkembangan hukum nasional kontemporer terkait kekerasan seksual dan
memberikan ruang bagi para penegak hukum di Aceh untuk menggunakan peraturan
perundang-undangan nasional tanpa mengurangi karakteristik Islam Aceh.

4.2. Saran
Saran saya sebagai mahasiswa hanya mengharapkan kepada para calon guru dimasa
yang akan datang terus dalam meningkatkan kualitas diri serta kreativitas, dengan awal
yang seperti ini akan memberikan dampak yang besar pada calon anak didik yang akan
kita ajar kelak. Dengan memberikan pengetahuan tentang pelecehan kepada anak akan
menghindarkan anak untuk kehilangan masa depan yang bisa dia wujudkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Zumarni, Z., & Saifuddin, S. (2022). PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELECEHAN


SEKSUAL TERHADAP ANAK DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN
ACEH BESAR. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan, 6(4),
328-336.

Zulkifli, Z., Rahman, A., Martina, M., Mumtiza, R., & Risma, M. (2022). Social construction
of law enforcement for sexual violence against women in Aceh Utara. Jurnal
Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 19(2), 224-234.

16

Anda mungkin juga menyukai