Anda di halaman 1dari 29

PENGANTAR DEMOGRAFI

ANALISIS DETERMINAN FERTILITAS DI KOTA TANJUNGPINANG


TAHUN 2016

1 D3 2 / KELOMPOK 8

1. DHIKA AULIAH YUSRAN 111810241


2. MUH. HERI SAHAR 111810432
3. RAHMADATHUL WISDAWATI 111810543

POLITEKNIK STATISTIKA STIS

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami sebagai penulis mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Determinan Fertilitas di Kota
Tanjungpinang Tahun 2016” dengan tepat waktu.

Tak lupa pula marilah kita haturkan salam serta shalawat kepada junjungan
Nabi besar Muhammad SAW. yang telah membawa islam dari jaman kegelapan
menuju jaman yang terang benderang seperti saat ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput
dari kesalahan dan kekurangan, baik dari segi penyampaian materi maupun tata
bahasa. Tetapi walaupun demikian penulis berusaha sebisa mungkin menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang ikut
berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca
pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang
bersifat membangun.

Jakarta, 26 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
ABSTRAK...................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………………….....1
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................1
1.2 METODE PENELITIAN.....................................................................................2
1.3 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................2
1.4 TUJUAN..............................................................................................................3
BAB II
LANDASAN TEORI....................................................................................................4
2.1 PEMIKIRAN ANTARDISIPLIN TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI TINGKAT FERTILITAS...........................................................4
2.1.1. Pendekatan Sosial.........................................................................................4
Gambar 2.1 Diagram Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas Pemikiran Ronald
Freedman.......................................................................................................................8
2.1.2. Pendekatan Ekonomi....................................................................................8
BAB III
PEMBAHASAN..........................................................................................................15
3.1 Faktor Fertilitas..................................................................................................15
3.1.1. Status Perkawinan......................................................................................15
3.1.2. Umur Perkawinan Pertama....................................................................16
3.1.3. Pendidikan Wanita.................................................................................17
3.1.4. Alat Kontrasepsi....................................................................................19
3.1.5. Faktor Ekonomi.....................................................................................20

ii
BAB IV
PENUTUP...................................................................................................................22
4.1 KESIMPULAN.............................................................................................22
4.2 SARAN..............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24

iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis determinan fertilitas di Kota
Tanjungpinang tahun 2016. Metode yang digunakan adalah analisa data sekunder
yang bersifat deskriptif dengan pendekatan keruangan. Sebagai objek penelitian
adalah fertilitas penduduk Kota Tanjungpinang tahun 2016 berdasarkan data Badan
Pusat Statistik Kota Tanjungpinang tahun 2016.

Tingkat fertilitas Kota Tanjungpinang berdasarkan faktor-faktor yang


mempengaruhi fertilitas, yaitu pendekatan sosial dan pendekatan ekonomi
masyarakat.

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pembahasan mengenai aspek kependudukan sangat penting untuk
mengetahui kemajuan suatu daerah. Penduduk merupakan faktor dinamis yang
sangat menentukan bagi kemajuan suatu daerah. Ada empat factor yang
menyebabkan perubahan suatu penduduk di suatu daerah, yaitu: kelahiran,
kematian, migrasi masuk dan migrasi keluar. Keempat factor tersebut bersifat
dinamis, sehingga struktur penduduk tidak ada yang bersifat tetap melainkan
mengalami perubahan sesuai dengan pengaruh keempat factor tersebut.
Saat ini jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar, akan melonjak
menjadi sembilan miliar pada tahun 2045. Lebih dari tiga perempat penduduk
dunia bertempat tinggal di negara berkembang, salah satunya adalah negara
Indonesia. Ada tiga elemen utama tantangan kependudukan Indoenesia dewasa
ini. Pertama, kuantitas, merupakan negara keempat terpadat di dunia dengan
pertumbuhan penduduk tinggi. Kedua, kualitas sumber daya manusia relative ren
dah, tercermindari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menempatkan
Indonesia di urutan ke124. Ketiga, persebaran dan mobilitas yang timpang. Salah
satu komponen yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalahkelahiran
(fertilitas) yang bersifat menambah jumlah penduduk. Fertilitas adalah
kemampuan menghasilkan keturunan yang dikaitkan dengan kesuburan
wanita(fekunditas). Untuk itu menurut Sugiri Indonesia harus memiliki Grand
Design Pembangunan Kependudukan (GDPK), yang meliputi fertilitas,
mortalitas danmobilitas penduduk. Kondisi yang diinginkan adalah penduduk
tumbuh seimbang sebagai prasyarat tercapainya penduduk tanpa pertumbuhan,
dimana tingkat fertilitas, mortalitas semakin menurun, dan persebaran lebih
merata. Dalam hal fertilitas adalah tercapainya kondisi penduduk tumbuh
seimbang pada tahun 2015 dan terus berlanjut hingga tahun 2035. Untuk
mencapai Kondisi Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS),diharapkan angka

1
kelahiran total (TFR) 2,1 per wanita atau net reproduction (NRR) sebesar 1 per
wanita pada tahun 2015. Kesejahteraan keluarga dan masyarakat akan lebih
mudah dicapai apabila anak pada keluarga inti jumlahnya ideal, yaitu “dua
anaklebih baik”, dengan cara mengatur jarak kelahiran dan jumlah anak. Tingkat
fertilitas di suatu negara dipengaruhi oleh beberapa variable seperti
umur, jenis kelamin, status perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi atau karakte
ristik lainnya. Menurut Davis dan Blake faktor-faktor yang mempengaruhi
fertilitas adalah variabel antara yaitu variabel yang secara langsung
mempengaruhi dan variabel tak langsung, seperti faktor sosial, ekonomi
dan budaya. Menurut Easterlin tingkat fertilitas sebagiannya ditentukan oleh
karakteristik latar belakang seperti persepsi nilai anak, agama, kondisi
pemukiman, pendidikan, status kerja, umur kawin pertama, pendapatan,
kematian bayi/anak. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan
sikap fertilitas yang didasarkan atas karakteristik tersebut.
Dalam penelitian ini, kondisi penduduk yang akan dibahas adalah analisis
determinan fertilitas di Kota Tanjungpinang tahun 2016, berdasarkan data Badan
Pusat Statistik Kota Tanjungpinang tahun 2016 menurut luas wilayahnya.

1.2 METODE PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder yang bersifat
deskriptif. Metode yang digunakan adalah metode geometrik. Pemilihan metode
ini didasarkan kesesuaian pertambahan secara geometrik dengan perkembangan
jumlah penduduk

1.3 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas ?
2. Bagaimana pendekatan sosial sebagai salah satu factor yang
mempengaruhi tingkat fertilitas?

2
3. Bagaimana pendekatan ekonomi sebagai salah satu factor yang
mempengaruhi tingkat fertilitas?
4. Bagaimana analisis factor fertilitas di Kota Tanjungpinang?

1.4 TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas ?
2. Pendekatan sosial sebagai salah satu factor yang mempengaruhi tingkat
fertilitas?
3. Pendekatan ekonomi sebagai salah satu factor yang mempengaruhi tingkat
fertilitas?
4. Analisis faktor fertilitas di Kota Tanjungpinang.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PEMIKIRAN ANTARDISIPLIN TENTANG FAKTOR-FAKTOR


YANG MEMENGARUHI TINGKAT FERTILITAS
Fertilitas merupakan hasil dari suatu proses perilaku yang dipengaruhi oleh
anggapan atau kepercayaan yang dianut oleh masyarakat di mana perempuan
tinggal. Misalnya, di masyarakat menganut paham keluarga besar dan perempuan
harus kawin muda, tingkat fertilitas umumnya tinggi. Faktor gender juga
berpengaruh di mana ketika status perempuan rendah, maka tingkat fertilitas
akan tinggi.

2.1.1. Pendekatan Sosial

2.1.1.1. Pemikiran Davis dan Blake tentang Variabel Antara


(Intermediate Variables)
Salah satu pendekatan ilmu social tentang faktor-faktor yang
memengaruhi fertilitas adalah pendekatan yang dikembangkan
oleh pemikiran Davis dan Blake (1956), yang terkenal dengan
istilah pendekatan ‘variabel antara’ (intermediate variables).
Variabel antara adalah variable yang secara langsung
memengaruhi fertilitas dan dipengaruhi oleh variable-variabel
tidak langsung, seperti faktor-faktor social, ekonomi, dan budaya.
Pada tahun 1956 Kingsley Davis dan Judith Blake dalam papernya
berjudul “social Structure and Fertility: An Analytic Framework”
mengajukan bahwa terdapat tiga tahap penting dalam proses
kelahiran, yaitu tahap hubungan kelamin (intercourse), tahap
konsepsi (conception), dan tahap kehamilan (gestation).

Ketiga tahapan tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi


sosial, ekonomi, dan budaya di mana perempuan dan masyarakat
tinggal. Faktor-faktor tersebut hanya dapat memengaruhi tinggi
rendahnya fertilitas melalui ketiga tahapan tersebut. Ketiga faktor
ini disebut sebagai ‘variabel antara’, yang dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu sebagai berikut.

4
1. Enam variable yang berkaitan dengan tahap hubungan
kelamin, yaitu semua faktor yang memengaruhi hubungan
seks.
a. Umur saat memulai hubungan seks.
b. Selibat permanen: proporsi perempuan yang tidak pernah
melakukan hubungan seks seumur hidupnya.
c. Lamanya perempuan berstatus kawin.
d. Abstinensi sukarela.
e. Abstinensi terpaksa, seperti sakit atau berpisah sementara
karena tugas atau belajar.
f. Frekuensi hubungan seks.
2. Tiga variable konsepsi, yaitu faktor faktor yang memengaruhi
kemungkinan terjadinya konsepsi atau pembuahan.
a. Fekunditas atau infekunditas yang disebabkan hal-hal
yang tidak disengaja (kemandulan sejak lahir atau karena
infeksi kandungan)
b. Fekunditas atau infenkunditas yang disebabkan hal-hal
yang disengaja, seperti minum obat penyubur atau
sterilisasi.
c. Pemakaian alat kontrasepsi
3. Dua variable kehamilan, yaitu faktor-faktor yang memengaruhi
kehamilan.
a. Aborsi atau mortalitas janin karena sebab-sebab yang
tidak disengaja (keguguran atau spontaneous abortion ).
b. Aborsi atau mortalitas janin karena sebab-sebab yang
disengaja (menggugugurkan kandungan atau induced
abortion).

Konsep variable antara dipakai sebagai alat-kerangka pikir-


untuk menganalisis tinggi rendahnya fertilitas antara suatu
kelompok perempuan dengan kelompok perempuan lain. Misalnya,
membandingkan tingkat fertilitas antara negara maju dengan negara
berkembang atau antara kelompok dengan tingkat sosial dan
ekonomi tinggi dengan sosial ekonomi rendah dalam satu negara.
Semua faktor, apakah itu sosial seperti Pendidikan, atau ekonomi
seperti penghasilan, hanya dapat mempengaruhi fertilitas melalui
salah satu atau beberapa variable di antara sebelas variable antara
tersebut.

5
Sebagai contoh, dari sekelompok perempuan dengan tingkat
Pendidikan yang tinggi akan kawin pada umur yang lebih tua dan
umumnya ingin mempunyai jumlah anak yang lebih sedikit dengan
memakai alat/metode kontrasepsi (KB). Dalam hal ini, penjelasan
mengenai mengapa tingkat fertilitas perempuan yang
pendidikannya lebih tinggi mempunyai anak lebih sedikit dapat
diterangkan melalui variable antara ‘usia kawin pertama’ (umur saat
memulai hubungan seks) dan ‘variabel konsepsi’, yakni pemakaian
alat/cara KB. Tinggi rendahnya usia kawin dipengaruhi juga oleh
faktor budaya, bias gender, dan lain-lain.

2.1.1.2 Pemikiran Freedman


Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi
langsung terhadap fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh
norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat. Pada akhirnya
perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma yang ada
yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel
antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya
keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas
dan struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat. Kerangka
analisis fertilitas yang dikemukakan oleh Freedman digambarkan
dalam gambar 2.1.

Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan


Davis-Blake menjadi variabel antara yang menghubungkan antara
“norma-norma fertilitas” yang sudah mapan diterima masyarakat
dengan jumlah anak yang dimiliki (outcome). Ia mengemukakan
bahwa “norma fertilitas” yang sudah mapan diterima oleh
masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang dinginkan seseorang.
Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang dominan.
Secara umum Freedman mengatakan bahwa:

“Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para


anggota suatu masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang
timbul berkali-kali dan membawa konsekuensi sosial yang penting,
mereka cenderung menciptakan suatu cara penyelesaian normatif
terhadap masalah tersebut. Cara penyelesaian ini merupakan
serangkaian aturan tentang bertingkah laku dalam suatu situasi
tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat
mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan

6
diri dengan norma tersebut baik melalui ganjaran (rewards) maupun
hukuman (penalty) yang implisit dan eksplisit. ... Karena jumlah
anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan
masalah yang sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat,
maka akan terdapat suatu penyimpangan sosiologis apabila tidak
diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk mengatasi
masalah ini”

Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing


serangkaian tingkah laku tertentu pada berbagai situasi yang sama.
Norma merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi tentang
fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul “Theories of fertility
decline: a reappraisal” (1979) Freedman juga mengemukakan
bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus menurun di beberapa
negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabel-variabel
pembangunan makro seperti urbanisasi dan industrialisasi
sebagaimana dikemukakan oleh model transisi demografi klasik
tetapi berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk
yang melek huruf serta berkembangnya jaringan-jaringan
komunikasi dan transportasi. Menurut Freedman, tingginya tingkat
modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat yang penting
terjadinya penurunan fertilitas.

Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori sosiologi


tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia
berpendapat bahwa “masalah ekonomi adalah masalah sekunder
bukan masalah normatif”; jika kaum miskin mempunyai anak lebih
banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin
lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis daripada kaum
kaya.

7
Gambar 2.1 Diagram Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas
Pemikiran Ronald Freedman

2.1.2. Pendekatan Ekonomi


Para ekonom juga melihat kemungkinan untuk menerangkan
tinggi rendahnya tingkat fertilitas melalui disiplin ilmu ekonomi,
yakni dengan pendekatan “The New Home Economics”. Teori ini
meninggalkan pemikiran makro yang beranggapan bahwa tinggi
rendahnya tingkat fertilitas suatu kelompok masyarakat ditentukan
oleh tingkat pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, dan modernisasi.
Para ekonom demographer mengetengahkan pemikiran bahwa
tingkat fertilisasi ditentukan pada tingkat yang paling dasar, yakni
keputusan pasangan suami istri dalam hal jumlah anak.

Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak dasar dari apa


yang dikenal dengan “teori ekonomi tentang fertilitas”. Teori ini
beranggapan bahwa orang tua merupakan produsen dan konsumen
dalam membuat perhitungan tentang jumlah anak yang diinginkan,
orang tua mempertimbangkan antara manfaat yang diperoleh dan
beban biaya yang akan dikeluarkan karena mempunyai anak lagi
akan timbul bila biayanya lebih kecil dengan manfaat yang
diperoleh karena mempunyai anak.

8
Menurut Leibenstein (Mundiharno, 2009), anak dilihat dari
dua aspek yaitu aspek kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost).
Kegunaannya adalah memberikan kepuasaan, dapat memberikan
balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi
serta merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa
depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah
biaya dari mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki tambahan
seoarang anak 18 dapat dibedakan atas biaya langsung dan biaya
tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang
dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan
sandang dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang
dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan yang hilang
karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu
tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan
penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang
tua yang mempunyai tanggungan keluarga besar.

Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka


aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak
dengan kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik.

Menurut Mundiharno (2009), pengembangan lebih lanjut


tentang ekonomi fertilitas dilakukan oleh Gary S. Becker yang
menyatakan bahwa anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat
dianggap sebagai barang konsumsi (consumption good, consumer’s
durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility) tertentu bagi
orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber
pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi fertilitas
dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak dan
selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan
permintaan terhadap anak.

9
Dalam analisis ekonomi fertilitas, permintaan akan anak
berkurang bila pendapatan meningkat, karena (a) orang tua mulai
lebih menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam
jumlah yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila
pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu
(khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat anak. Jadi
anak menjadi lebih mahal.

Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat


fertilitas sebagai hasil dari suatu keputusan rasional yang
didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility
ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung
dan tidak langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Robinson dan
Harbinson menggambarkan analisis ekonomi dalam menentukan
fertilitas (jumlah dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi dalam
menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung
maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulatao
menulis tentang konsep demand for children and supply of children.

Bulatao mengartikan konsep demand for children sebagai


jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah
adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu memliki anak dan
sebagainya. Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan
survey tentang “jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau
diinginkan”. Menurut Bulatao, jika pasangan tidak dapat
memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka
digunakan konsep latent demand dimana jumlah anak yang
dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for
children dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif.

10
Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi
(determined) oleh berbagai faktor seperti biaya anak, pendapatan
keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato membahas
masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera)
secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi
keluarga di negara berkembang merupakan “net supplier “ atau
tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai banyaknya anak
yang bertahan hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak
berpisah/cerai pada suatu batas tertentu. Supply tergantung pada
banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk bertahan hidup. Supply
of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami (natural
fertility). Menurut Bongart, fertilitas alami dapat diidentifikasi
melalui lima hal utama, yaitu:
a. Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
b. Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
c. Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
d. Sterilisasi permanen (permanent sterility)
e. Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh
Richard A. Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak
sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu
seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe keluarga dan
sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap
fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas
(Mundiharno, 2009). Easterlin juga mengemukakan perlunya
menambah seperangkat determinan ketiga (disamping dua
determinan lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas)
yaitu mengenai pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal
ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas alami (natural fertility)
dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa.

11
Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis
atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek
budaya. Apabila pendapatan meningkat maka terjadilah perubahan
“suplai” anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan faktor faktor
biologis lainnya. Demikian pula perubahan permintaan disebabkan
oleh perubahan pendapatan, harga dan “selera”. Pada suatu saat
tertentu, kemampuan suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi
permintaan atau sebaliknya. Easterlin berpendapat bahwa bagi
negara-negara berpendapatan rendah
permintaan mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya
rendah, karena terdapat pengekangan biologis terhadap kesuburan.
Hal ini menimbulkan suatu permintaan “berlebihan” (excess
demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang benar-
benar tidak menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga.
Dipihak lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan
adalah rendah sedangkan kemampuan suplainya tinggi, maka akan
menimbulkan suplai “berlebihan” (over supply) dan meluasnya
praktek keluarga berencana.

John C. Caldwell (Mundiharno, 2009), juga melakukan


analisis fertilitas dengan pendekatan ekonomi sosiologis. Tesis
fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam
masyarakat pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari
segi ekonomi bersifat rasional dalam kaitannya dengan tujuan
ekonomi yang telah ditetapkan dalam masyarakat, dan dalam arti
luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan psikologis.

Teori Rumah Tangga dari Caldwell. Teori ini menyatakan


bahwa laju fertilitas yang tinggi atau rendah masing-masing
merupakan keputusan yang memberikan “keuntungan” bagi tiap-
tiap individu, pasangan suami-istri atau masing-masing keluarga.

12
Jadi pendekatannya lebih menekankan pada dikenakannya tingkah
laku fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh suatu
kelompok keluarga yang lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah)
dari pada oleh “norma-norma” yang sudah diterima masyarakat.
Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga selalu terdapat
tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau generasi)
terhadap kelompok atau generasi lainnya, sehingga jarang
dilakukan usaha pemaksimalan manfaat individu.

Teori Nelson tentang Pembangunan dan Perangkap


Penduduk. Nelson berpendapat bahwa sebagai akibat dari
perkembangan penduduk yang tinggi dalam jangka panjang tingkat
pendapatan perkapita akan kembali mencapai tingkat pendapatan
subsisten atau sekedar cukup hidup. (Mundiharno, 2009). Analisis
Nelson menunjukkan :

1) Sifat hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan


pendapatan Nasional pada berbagai tingkat pendapatan
perkapita;
2) Akibat hubungan tersebut terhadap tingkat perkembangan
perkapita.

Teori konvensional dari Davis dan Mamadni mengajukan


langkah-langkah dalam menurunkan fertilitas:
1. Negara berkewajiban memperbaiki struktur sosial ekonomi
secara makro dan mikro, kesempatan kerja dan kesempatan
memperoleh pendidikan tinggi bagi kaum wanita diperluas.
2. Dengan membaiknya sosial ekonomi wanita, mereka akan lebih
mudah menerima pengetahuan tentang cara membatasi
kelahiran.
3. Meningkatkan prevalensi pemakaian kontrasepsi.

13
4. Terjadinya penurunan fertilitas.

Persepsi nilai terhadap anak akan mempengaruhi keputusan


orang tua untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan. Banyak
manfaat yang bisa diperoleh orang tua dengan adanya kehadiran
anak dalam keluarga, diantaranya adalah manfaat secara ekonomi,
bio-fisiologis, emosional dan spiritual. Persepsi tentang nilai anak
dari segi bio-fisiologis adalah kehadiran anak merupakan sebagai
penerus keturunan keluarga dan dapat membuktikan bahwa
seseorang itu subur. Untuk persepsi tentang nilai anak dari segi
emosional yaitu kehadiran anak dapat mendatangkan suatu
kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi orang tuanya serta
dapat menghilangkan rasa sepi yang selama ini telah dialami.
Persepsi tentang nilai anak jika dilihat dari segi spiritual adalah
anak diharapkan bisa mendoakan orang tua dan menjadi anak yang
taat pada agama.

Menurut Robinson (2000), ada tiga macam kegunaan anak,


yaitu: 1) sebagai suatu barang konsumsi, misalnya sebagai sumber
hiburan, 2) sebagai suatu sarana produksi, yakni anak diharapkan
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu yang menambah
pendapatan keluarga, 3) sebagai sumber ketenteraman, baik pada
hari tua maupun sebaliknya. Di negara berkembang anak dianggap
sebagai barang investasi atau aktiva ekonomi, yaitu orang tua
berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak. Manfaat ini
akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha
milik keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada
orang tua ataupun membantu keuangan keluarga.

14
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Faktor Fertilitas
3.1.1. Status Perkawinan

Konsep perkawinan lebih difokuskan kepada keadaan dimana


seorang laki-laki dan seorang perempuan hidup bersama dalam kurun
waktu yang lama. Dalam hal ini hidup bersama dapat dikukuhkan dengan
perkawinan sah sesuai dengan undang-undang ataupun tanpa pengesahan
perkawinan. Konsep ini dipakai untuk mengaitkan status perkawinan
dengan dinamika penduduk terutama dengan banyaknya kelahiran
dikarenakan panjang pendeknya perkawinan.

Menurut status perkawinan dari penduduk 10 tahun keatas, pada


tahun 2016 tercatat proporsi penduduk laki-laki yang berstatus belum
kawin (52,92 persen) lebih besar dibandingkan penduduk perempuan
(44,79 persen). Sebaliknya, proporsi penduduk perempuan yang berstatus
kawin (46,41 persen) lebih besar dibandingkan penduduk laki-laki (43,39
persen).

15
Hal ini sebagai dampak lebih banyaknya penduduk perempuan di
Kota Tanjungpinang terutama pada kelompok usia muda (20-34 tahun)
sehingga tingkat fertilitas yang ada di Kota Tanjungpinang akan
meningkat dikarenakan banyaknya jumlah wanita yang telah menikah dan
ada pada usia subur. Tingkat perceraian (baik cerai hidup maupun cerai
mati) umumnya banyak dialami oleh perempuan yakni 8,80 persen
dibandingkan oleh laki-laki yang hanya 3,69 persen.

3.1.2. Umur Perkawinan Pertama

Salah satu persoalan penduduk yang dapat memicu tingginya


pertambahan penduduk yaitu angka kelahiran di suatu daerah. Banyaknya
kelahiran dapat dipengaruhi oleh usia muda seseorang saat melaksanakan
perkawinan pertama maka akan semakin panjang masa reproduksinya.
Ditinjau dari umur perkawinan pertama, terdapat 3% penduduk
perempuan berusia lebih dari 10 tahun, kawin pertama pada usia 16 tahun
kebawah. Sementar yang melakukan perkawinan pertama pada umur 17-
18 tahun sekitar 8%. Dari total penduduk wanita usia 10 tahun keatas
yang berstatus pernah kawin diperkirakan sekitar 14% kawin pada usia

16
19-20 tahun. Sedangkan yang melakukan perkawinan pertama di usia 21
tahun keatas sebanyak 75%.

Dari data yang didapati pada grafik tersebut menunjukkan bahwa


masih cukup banyak wanita yang menikah pada usia remaja yaitu 25%
diantaranya menikah pada usia 21 tahun kebawah. Hal ini akan
berdampak pada naiknya angka fertilitas yang ada di Kota Tanjungpinang
karena akan semakin panjang masa reproduksinya sehingga
memungkinkan wanita tersebut untuk terus bereproduksi hingga masa
menopausenya. Masa yang semakin panjang tersebut dapat menjadi
peluang terjadinya kenaikan angka fertilitas di Kota Tanjungpinang.

3.1.3. Pendidikan Wanita

Pergeseran masa usia perkawinan pertama menunjukkan kesadaran


masyarakat mengenai usia ideal untuk melakukan perkawinan pertama
semakin meningkat. Semakin tinggi usia perkawinan pertama wanita
diduga karena banyaknya perempuan yang mengenyam pendidikan
tinggi. Selain itu, semakin banyaknya perempuan yang bekerja secara
langsung akan memberi dampak pada semakin tingginya usia
perkawinan pertama. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Kota Tan-

17
jungpinang telah memiliki kesetaraan dalam memperoleh pendidikan dan
pekerjaan antara laki-laki dan perempuan.

Tersedianya indikator rata-rata umur kawin pertama akan


memudahkan para penentu kebijakan dan perencana pembangunan untuk
mengembangkan program pemberdayaan orang muda agar meneruskan
sekolah, dan bagi yang terpaksa putus sekolah diberikan pendidikan
keterampilan agar tidak tergesa-gesa memasuki jenjang pernikahan. Bagi
pelaksanaan program KB diketahuinya rata-rata umur kawin pertama
akan memudahkan para perencana program untuk mengembangkan
kegiatan penyuluhan penundaan kehamilan anak pertama dan persiapan
menjadi orang tua yang bertaggung jawab.

Jika dilihat pada grafik diatas menunjukkan bahwa pada tahun


2016 di Kota Tanjungpinang persentase perempuan pernah kawin
menurut umur pertama kali hamil sebagian besar hamil pada usia 20
tahun ke atas yaitu sebannyak 73 persen. Sementara persentase
perempuan pernah kawin yang hamil pertama di usia kurang dari 16
tahun hanya sebesar 3 persen

18
3.1.4. Alat Kontrasepsi

Keberhasilan pelaksanaan program KB dalam mengendalikan


pertambahan penduduk terlihat dari tingginya persentase pasangan usia
subur yang menggunakan alat kontrasepsi. Berdasarkan data Susenas,
pada tahun 2016 persentase wanita berumur 15-49 tahun berstatus kawin
yang sedang menggunakan alat KB sebesar 39,33% yang dapat terlihat
pada grafik diatas. Sementara itu, wanita dengan usia 15-49 tahun dengan
status kawin dan tidak menggunakan alat KB dengan alasan ingin segera
memiliki keturunan atau ingin memiliki anak lagi memilki proporsi yang
paling besar yaitu terdapat sekitar 48,35%. Sedangkan, yang tidak sedang
menggunakan alat/cara KB umumnya disebabkan alasan fertilitas
(mandul, menopause, puasa kumpul, tradisi ingin punya anak 2 tahun
lagi) dengan proporsi mencapai 12,32 persen.

Banyaknya persentase wanita berusia subur yaitu pada rentang


usia 15 hingga 49 tahun dengan status kawin yang tidak pernah
menggunakan alat kontrasepsi dan tidak menggunakan alat kontrasepsi
lagi dibandingkan wanita berusia subur pada rentang usia 15-49 tahun
yang sedang menggunakan alat kontrasepsi akan meningkatkan angka
fertilitas di Kota Tanjungpinang. Hal ini di sebabkan karena kebanyakan
wanita lebih memilih untuk memiliki jumlah anak yang lebih banyak

19
sehingga tidak ingin menggunakan alat KB yang akan mendorong wanita
untuk menunda kehamilannya.

3.1.5. Faktor Ekonomi

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata


pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada tahun
2016, penduduk miskin Tanjungpinang adalah penduduk yang rata-rata
pengeluaran per kapita per bulannya kurang dari Rp582.414. Secara
umum, persentase penduduk miskin terhadap jumlah seluruh penduduk
Tanjungpinang menunjukkan tren menurun selama periode 2012-2016
seiring banyaknya program pengentasan kemiskinan yang digalakkan
oleh pemerintah. Pemerintah telah berhasil menurunkan jumlah penduduk
miskin dari 21.488 jiwa atau 11,03 persen pada tahun 2012 menjadi
19.060 jiwa atau 9,34 per-sen pada tahun 2016.

Dalam hal ini, penduduk di Tanjungpinang rata-rata telah memiliki


kehidupan yang layak dengan penghasian rata-rata di atas garis
kemiskinan. Dengan kehidupan yang semakin sejahtera akan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat tertentu sehingga dengan
meningkatnya kualitas hidup masyarakat itu akan berdampak pada
semakin mampu masyarakat tertentu dalam membiayai kebutuhan

20
hidupnya dan keluarganya. Dalam hal ini, jika pendapatan seseorang
semakin banyak maka orang tersebut akan semakin mampu membiayai
lebih banyak anggota keluarganya sehingga memungkinkan untuk
menambah jumlah anak dari orang tersebut. Hal ini tentu berdampak
semakin meningkatnya jumlah fertilitas yang ada di Kota Tanjungpinang
pada tahun 2016 karena semakin baiknya pendapatan pada masyarakat di
daerah tersebut dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

21
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Fertilitas merupakan hasil dari suatu proses perilaku yang dipengaruhi oleh
anggapan atau kepercayaan yang dianut oleh masyarakat di mana perempuan
tinggal.

Pada factor fertilitas tingkat status perkawinan, dampak lebih banyaknya


penduduk perempuan di Kota Tanjungpinang terutama pada kelompok usia muda
(20-34 tahun) sehingga tingkat fertilitas yang ada di Kota Tanjungpinang akan
meningkat dikarenakan banyaknya jumlah wanita yang telah menikah dan ada
pada usia subur. masih cukup banyak wanita yang menikah pada usia remaja
yaitu 25% diantaranya menikah pada usia 21 tahun kebawah. Hal ini akan
berdampak pada naiknya angka fertilitas yang ada di Kota Tanjungpinang karena
akan semakin panjang masa reproduksinya sehingga memungkinkan wanita
tersebut untuk terus bereproduksi hingga masa menopausenya. Masa yang
semakin panjang tersebut dapat menjadi peluang terjadinya kenaikan angka
fertilitas di Kota Tanjungpinang.

Pada tahun 2016 di Kota Tanjungpinang persentase perempuan pernah


kawin menurut umur pertama kali hamil sebagian besar hamil pada usia 20
tahun ke atas yaitu sebannyak 73 persen. Sementara persentase perempuan
pernah kawin yang hamil pertama di usia kurang dari 16 tahun hanya sebesar 3
persen

Banyaknya persentase wanita berusia subur yaitu pada rentang usia 15


hingga 49 tahun dengan status kawin yang tidak pernah menggunakan alat
kontrasepsi dan tidak menggunakan alat kontrasepsi lagi dibandingkan wanita
berusia subur pada rentang usia 15-49 tahun yang sedang menggunakan alat
kontrasepsi akan meningkatkan angka fertilitas di Kota Tanjungpinang. Hal ini di
sebabkan karena kebanyakan wanita lebih memilih untuk memiliki jumlah anak

22
yang lebih banyak sehingga tidak ingin menggunakan alat KB yang akan
mendorong wanita untuk menunda kehamilannya.

Dalam hal ini, penduduk di Tanjungpinang rata-rata telah memiliki


kehidupan yang layak dengan penghasian rata-rata di atas garis kemiskinan.
Dengan kehidupan yang semakin sejahtera akan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat tertentu sehingga dengan meningkatnya kualitas hidup masyarakat
itu akan berdampak pada semakin mampu masyarakat tertentu dalam membiayai
kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Dalam hal ini, jika pendapatan seseorang
semakin banyak maka orang tersebut akan semakin mampu membiayai lebih
banyak anggota keluarganya sehingga memungkinkan untuk menambah jumlah
anak dari orang tersebut. Hal ini tentu berdampak semakin meningkatnya jumlah
fertilitas yang ada di Kota Tanjungpinang pada tahun 2016 karena semakin
baiknya pendapatan pada masyarakat di daerah tersebut dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya.

4.2 SARAN
Dari pemaparan yang penulis sajikan mengenai analisis determinan
fertilitas di Kota Tanjungpinang tahun 2016 , penulis menyarankan kepada
pembaca untuk mengembangkan pengetahuan tentang fertilitas penduduk
sehingga dalam pertumbuhan penduduk pada masa kini maupun masa yang
akan datang dapat dipaparkan dengan baik melalui analisis ukuran dari fertilitas
penduduk.

23
DAFTAR PUSTAKA

BPS Kota Tanjungpinang. 2016. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota


Tanjungpinang 2016. Tanjungpinang: BPS Kota Tanjungpinang
Tim Penulis Lembaga Demografi UI. 2010. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta :
Salemba Empat
http://digilib.unila.ac.id/12653/16/BAB%20II.pdf
http://pencariilmu-goresantinta.blogspot.com/2010/06/teori-fertilitas.html

24

Anda mungkin juga menyukai