210609502004
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahun kasus kekerasan seksual mengalami peningkatan,
korbannya bukan hanya orang dewasa melainkan terdapat pula anak-anak bahkan
balita yang menjadi sasaran para pelaku kekerasan seksual. Fenomena kekerasan
seksual pada anak semakin sering terjadi bukan hanya terjadi di dalam negeri
tetapi terdapat pula di luar negeri. Dari banyaknya kasus kekerasan seksual pada
anak tragisnya pelaku merupakan kebanyakan dari lingkungan keluarga atau
lingkungan sekitar anak itu berada, seperti di dalam rumahnya sendiri, lingkungan
sosial dan juga sekolah. Hal ini dapat dibuktikan dari maraknya kasus kekerasan
seksual dalam keluarga di media sosial.
Kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan yang dapat terjadi baik di
ruang publik maupun domestik. Subyek hukum pelaku kekerasan seksual
biasanya diderita oleh perempuan dan anak yang seringkali dianggap sebagai
korban yang lemah. Anak dikatakan sebagai subyek yang lemah dalam hal
kekerasan seksual dikarenakan kedudukan anak yang masih memiliki
ketergantungan tinggi dengan orang yang lebih dewasa sehingga anak maenjadi
korban yan rentan terhadap kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku. Salah
satu praktik seks yang dinilai menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual
(sexual violence). Artinya praktik hubungan seksual dilakukan dengan cara-cara
kekerasan, di luar ikatan perkawinan yang sah dan bertentangan dengan ajaran
Islam. Kekerasan ditonjolkan untuk membuktikan pelakunyay memiliki kekuatan
fisik yang lebih, atau kekuatan fisiknya dijadikan alat untuk memperlancar usaha-
usaha jahatnya.
Kekerasan seksual itu merupakan istilah yang menunjuk pada perilaku
seksual derivatif atau hubungan yang menimpang, merugikan pihak korban dan
merusak kedamaian di tengah masyarakat. adanya kekerasan seksual yang terjadi,
maka penderitaan bagi korbannya telah menjadi akibat serius yang membutuhkan
perhatian. Seksualitas perempuan dan anak perempuan rentan terhadap perlakuan
diskriminatif dan kekerasan. Oleh karena itu perempuan dewasa dan anak
perempuan juga rentan terhadap adanya tindak kekerasan seksual. Isu mengenai
kekerasan seksual terhadap perempuan didasari oleh tingginya angka kekerasan
terhadap perempuan di Inddonesia yang telah didokumentasikan oleh Komnas
Perempuan dari hasil laporan beberapa lembaga pengada layanan maupun
lembaga peradilan yang bekerja sama dengan Komnas Perempuan. Data tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dari tahun
2006-2017 di Indonesia sebagai berikut :
15%
41% Fisik
13%
Seksual
Psikis
31% Ekonomi
Sumber : Ringkasan Eksekutif Catatan Tahunan 2018 oleh Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka
pertanyaan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Dampak dari kekerasan seksual beserta dengan penanganannya
2. Prosedur pelaksanaan pengajuan bagi korban tindak pidana kekerasan
seksual
3. Kendala dan tantangan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK)
dalam memfasilitasi bagi korban tindak pidana kekerasan seksual untuk
mendapatkan restitusi
4. Pasal-pasal yang berpeluang menangani permasalahan kekerasan terhadap
perempuan di dalam RUU Kekerasan Seksual
C. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis dampak dari kekerasan seksual beserta dengan
penanganannya
2. Mengetahui prosedur pelaksanaan pengajuan bagi korban tindak pidana
kekerasan seksual
3. Menganalisis kendala dan tantangan lembaga perlindungan saksi dan
korban (LPSK) dalam memfasilitasi bagi korban tindak pidana kekerasan seksual
untuk mendapatkan restitusi
4. Mengetahui pasal-pasal yang berpeluang menangani permasalahan
kekerasan terhadap perempuan di dalam RUU Kekerasan Seksual.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan
dan pemahaman serta sebagai referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan kekerasan seksual
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai analisis dampak dan penanganan dari
kekerasan seksual itu sendiri.
b) Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan
dan informasi masyarakat luas sehingga dapat mengetahui prosedur
pelaksanaan pengajuan bagi korban tindak pidana kekerasan seksual
c) Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan bagi pemerintah untuk meningkatkan peran dalam
penanganan kekerasan seksual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP
A. Tinjauan Pustaka
Kekerasan kepada anak menurut Richard J.G (Hurairah, 2012)
merupakan perbuatan yang disengaja dan dapat menimbulkan kerugian bagi
korbannya yang merupakan anak-anak baik secara fisik dan juga secara
emosional. Terdapat berbagai bentuk kekerasan terhadap anak yaitu kekerasan
fisik, psikologi, sosial dan juga kekerasan secara seksual. Kekerasan seksual
terhadap anak yaitu setiap perbuatan yang cenderung memaksakan hubungan
seksual dengan tidak wajar dan tidak disukai. Menurut Mayer (Tower: 2002).
Kekerasan yang dilakukan seperti penganiayaan, pemerkosaan, stimulasi oral
pada penis, stimulasi oral pada klitoris, dan pemekorsaan secara paksa. Sementara
Lyness (Maslihah,2006) kekerasan seksual terhadap anak meliputi tindakan
menyentuh atau mencium organ seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan
terhadap anak, melihatkan media/benda porno, menunjukkan alat alat kelamin
pada anak dan sebagainya. Maka dapat ditarik kesimpulan kekerasan seksual anak
merupakan suatu hal atau tindakan yang disengaja dan dapat memberikan dampak
buruk pada kondisi fisik dan psikologis anak. Kekerasan seksual dapat dibedakan
menjadi 2 kategori :
1. Familial Abuse (incest)
Merupakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang yang masih
memiliki hubungan darah atau merupakan bagian dari keluarga inti seperti
orangtua pengganti atau kekasih. Incest dalam keluarga dan mengaitkan dengan
kekerasan pada anak yaitu yang pertama ialah penganiayaan yang melibatkan
perbuatan untuk dapat menstimulasi pelaku secara seksual. Yang kedua ialah
pemerkosaan yang berupa oral dan juga hubungan dengan alat kelamin. Yang
terakhir merupakan kekerasan seksual yang paling fatal dikarenakan pemerkosaan
secara paksa meliputi kontak seksual.
2. Extrafamilial Abuse
Merupakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang diluar
lingkungan keluarga. Pelaku dari kategori ini merupakan orang dewasa yang
cukup dekat dan dikenal dengan anak serta telah dibangun relasi antara pelaku dan
sang anak.
1. Teori Ekologi Perkembangan
Teori ekologi perkembangan anak diperkenalkan oleh Uri
Bronfenbrenner, seorang ahli psikologi dari Cornell University di Amerika
Serikat. Teori ekologi memandang bahwa perkembangan manusia dipengaruhi
oleh konteks lingkungan. Hubungan timbal balik antara individu dengan
lingkungan yang akan membentuk tingkah laku individu tersebut. Informasi
lingkungan tempat tinggal anak untuk menggambarkan, mengorganisasikan dan
mengklarifikasi efek dari lingkungan yang bervariasi. Teori ekologi memandang
perkembangan anak dari tiga sistem lingkungan yaitu mikrosistem, ekosistem dan
makrosistem. Ketiga sistem tersebut membantu perkembangan individu dalam
membentuk ciri-ciri fisik dan mental tertentu. Mikrosistem adalah lingkungan
dimana individu tinggal, konteks ini meliputi keluarga individu, teman sebaya,
sekolah dan lingkungan tempat tinggal. Dalam sistem mikro terjadi banyak
interaksi secara langsung dengan agen sosial, yaitu orang tua, teman dan guru.
Dalam proses interaksi tersebut individu bukan sebagai penerima pasif, tetapi
turut aktif membentuk dan membangun setting mikrosistem. Setiap individu
mendapatkan pengalaman dari setiap aktivitas, dan memiliki peranan dalam
membangun hubungan interpersonal dengan lingkungan mikrosistemnya.
Lingkungan mikrosistem yang dimaksud adalah lingkungan sosial yang terdiri
dari orang tua, adik-kakak, guru, teman-teman dan guru. Lingkungan tersebut
sangat mempengaruhi perkembangan individu terutama pada anak usia dini
sampai remaja. Subsistem keluarga khususnya orangtua dalam mikrosistem
dianggap agen sosialisasi paling penting dalam kehidupan seorang anak sehingga
keluarga berpengaruh besar dalam membentuk karakter anak-anak. Dampaknya,
setiap masalah yang terjadi dalam sebuah sub sistem mikrosistem akan
berpengaruh pada sub sistem mikrosistem yang lain. Ekosistem adalah sistem
sosial yang lebih besar dimana anak tidak terlibat interaksi secara langsung, tetapi
begitu berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak. Sub sistemnya terdiri
dari lingkungan tempat kerja orang tua, kenalan saudara baik adik, kakak, atau
saudara lainnya,dan peraturan dari pihak sekolah. Sebagai contoh, pengalaman
kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang perempuan dengan suami dan
anaknya. Seorang ibu dapat menerima promosi yang menuntutnya melakukan
lebih banyak perjalanan yang dapat meningkatkan konflik perkawinan dan
perubahan pola interaksi orang tua dan anak. Sub sistem eksosistem lain yang
tidak langsung menyentuh pribadi anak akan tetapi besar pengaruhnya adalah
koran, televisi, dokter, keluarga besar, dan lain-lain. Makrosistem adalah sistem
lapisan terluar dari lingkungan anak. Sub sistem makrosistem terdiri dari ideologi
negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat, budaya, dan lain
sebagainya, dimana semua sub sistem tersebut akan memberikan pengaruh pada
perkembangan karakter anak. Menurut Berk budaya yang dimaksud dalam sub
sistem ini adalah pola tingkah laku, kepercayaan dan semua produk dari
sekelompok manusia yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Pada awal tahun ini banyak terdapat berita yang sangat membuat
masyarakat yang mendengarnya heran dan tidak percaya dikarenakan terdapat
kasus seorang ayah kandung yang tega melakukan kekerasan seksual kepada anak
kandungnya yang masih duduk di sekolah dasar hingga hamil. Berikut merupakan
kasus yang dilansir dari inews.id :
ACEH TENGGARA, iNews.id - Perilaku bejat seorang ayah di
Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, sudah sangat keterlaluan. Dia tega
memperkosa anak kandungnya yang masih berusia 13 tahun hingga harus
menanggung malu karena hamil 7 bulan. Korban yang masih duduk di sekolah
kelas 6 SD, kini enggan melanjutkan pendidikannya. Dia cuma mau berdiam diri
di rumah karena merasa malu untuk bertemu dengan teman-temannya lagi.
Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Rahmad Har Denny Yanto mengatakan,
tersangka berinisial S (35) diamankan polisi di Desa Tanjung Lama, Kecamatan
Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara. "Perbuatannya terungkap ketika ibu
korban curiga dengan kondisi perut anaknya yang semakin buncit," kata Rahmad
di Mapolres Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, Kamis (17/1/2019). Dia mengatakan,
saat ditanya ibunya korban akhirnya mengaku pernah dipaksa berhubungan badan
dengan ayahnya. Dia diperkosa sebanyak 2 kali pada Juli 2018 lalu. Mendapat
pengakuan tersebut, ibu korban melaporkan ke polisi. Dari hasil penyelidikan,
tersangka S yang bekerja sebagai petani ini, menyetubuhi anaknya di rumah nenek
korban saat kondisi sedang sepi. Dia dipaksa melayani nafsu sang ayah dengan
ancaman kekerasan fisik."Perbuatan ini terulang ketika korban mandi di sungai. S
juga menyetubuhinya di kebun pinggir sungai, "ujar dia. Ayah bejat ini sekarang
ditahan di Mapolres Aceh Tenggara. Dia terancam Undang-Undang No 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman 15 tahun penjara. Selain itu
anak yang merupakan korban dirawat dengan ibu kandungnya dan dijauhkan
dengan ayah kandungnya untuk mengantisipasi adanya trauma yang terjadi pada
korban, selain itu dan mendapatkan rehabilitasi untuk menghilangkan trauma dari
professional.
Jika dilihat dari kasus kekerasan seksual anak di keluarga yang terjadi
di Aceh Tenggara maka jika dianalisis menggunakan teori ekologi perkembangan
dan difokuskan pada bagian dari mikrosistem yang berisi sub sistem individu, sub
sistem keluarga, teman sebaya dan masyarakat. Dalam kasus ini kekerasan seksual
yang terjadi termasuk dalam familial abuse yaitu kekerasan seksual yang mana
korban dan pelaku masih memiliki hubungan darah dan menjadi bagian dalam
keluarga inti. Hal tersebut sesuai dengan deskripsi kasus bahwa ayah kandung
yang melakukan kekerasan seksual kepada anaknya hingga hamil. Dengan kasus
tersebut maka anak yang merupakan korban dalam masa perkembangannya
mendapatkan perilaku yang tidak seharusnya ia terima jika melihat statusnya yang
merupakan anak dari pelaku dan dapat memberikan dampak negatif bagi masa
perkembangannya. Subsistem keluarga yang merupakan bagian dari mikrosistem
berperan besar dalam pengembangan karakter anak. Apabila keluarga mempunyai
struktur yang kokoh dan menjalankan fungsinya dengan optimal maka akan
menghasilkan outcome yang baik kepada seluruh anggota keluarganya.
Dalam kasus ini peran keluarga dalam melindungi salah satu bagiannya
yaitu anak tidak dipenuhi dalam kasus tersebut, kekerasan seksual yang terjadi
pada anak dikeluarga dapat memberikan dampak negative jangka panjang bagi
korban, seperti yang disampaikan pada kasus tersebut bahwa korban hanya mau
berdiam diri dirumah karena merasa malu untuk dapat bersosialisasi dengan
teman-temannya lagi. Karena teori ekologi ini memandang bahwa perkembangan
manusia dipengaruhi oleh konteks lingkungan, maka hubungan timbal balik antara
individu dengan lingkungan yang akan membentuk tingkah laku individu tersebut,
dengan perlakuan yang korban terima dari orang terdekatnya yaitu ayahnya
sendiri dapat mempengaruhi karakteristik tingkah laku anak tersebut.
Wahid, A., & Irfan, M. (2001). Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
Advokasi atas Hak Asasi Manusia . Bandung: Refika Aditama.