DI SUSUN OLEH:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas taufik dan
Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian Pelecehan Seksual
(Stusi Kasus Universitas Tadulako) Dilihat Dari Undang – Undang Nomor 12 Tahun
2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Shalawat serta salam senantiasa kita
sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta
semua umatnya hingga kini.
Penulis sadar bahwa penulis tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan,
baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan.
Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu,
penulis membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang bersifat
membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.........................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah....................................................................................3
I.3 Tujuan Penelitian......................................................................................3
I.4 Manfaat Penelitian....................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu.................................................................................4
2.2 Pengertian Pelecehan Seksual .................................................................5
2.3 Faktor Pendorong Tindak Pelecehan Seksual..........................................6
2.4 Dampak Tindak Pelecehan Seksual.........................................................6
2.5 Perlindungan Hukum Korban Pelecehan Seksual....................................7
2.6 Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pelecehan Seksual.............8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu..................................................................................11
3.2 Metode Penelitian....................................................................................11
I.5 Pengumpulan Data..................................................................................11
BAB IV PENUTUP
3.3 Kesimpulan...............................................................................................13
3.4 Saran.........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
Pelecehan seksual juga telah diatur dalam dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang tidak dikenal dengan istilah pelecehan seksual, melainkan
dikenal dengan istilah perbuatan cabul atau tindakan pencabulan. Yang dimaksud
dengan tindakan pencabulan dalam KUHP ini adalah semua tindakan kejahatan yang
bersangkutan dengan kesusilaan dan juga bersangkutan dengan perbuatan yang
melanggar sopan dan juga norma. Di Negara Republik Indonesia, tindakan pelecehan
seksual dapat dijerat menggunakan pasal pencabulan yang diatur di dalam Pasal 289
sampai dengan Pasal 296 KUHP. Kemudian, selain pada Pasal 289 sampai dengan
Pasal 296 KUHP, aturan mengenai kasus kejahatan pelecehan seksual juga baru –
baru ini secara resmi disahkan oleh ketua DPR Puan Maharani pada, Selasa
(12/04/2022). Di mana aturan mengenai kasus pelecehan seksual resmi diatur di
dalam Undang – Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2022 mengenai Tindak
Pidana Kekerasan Seksual. Undang – Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini
mengatur mengenai hukuman pidana tambahan bagi pelaku kekerasan seksual (Ni
Komang Arik Darmayanti, 2022)
Undang – Undang Nomor 12 tahun 2022 mengatur mengenai pencegahan segala
bentuk tindak pidana kekerasan seksual; penanganan, perlindungan, dan pemulihan
hak korban; koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan kerjasama
internasional agar pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual dapat
terlaksana dengan efektif. Di Universitas Tadulako sendiri, masalah pelecehan
seksual ini sudah seringkali terjadi, beberapa kasus yang terjadi di Universitas
Tadulako sungguh sangat tidak sepatutnya dilakukan oleh pelaku yang seharusnya
mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan tindakannya, apalagi banyak korban yang
memilih untuk tetap diam atas perilaku yang mereka dapatkan.
4
1.2 Rumusan Masalah
Untuk lebih mengetahui apa itu pelecehan seksual, factor – factor pendorong
terjadinya pelecehan seksual, dan dampak yang terjadi dari tindakan pelecehan
seksual serta apa saja solusi yang dapat diberikan terhadap tindakan pelecehan
seksual.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Syaiful Bahri (2015). Penelitian ini bertujuan untuk menjadi dasar penelitian
kebijakan berikutnya guna merumuskan berbagai strategi penanggulangan tindakan
pelecehan seksual. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
menangani permasalahan pelecehan seksual dengan menunjukkan perlakuan yang
tepat terhadap orang-orang yang mengalami pelecehan seksual, serta dapat membantu
meminimalisir dampak yang dialami oleh si korban. Hasil penelitian menunjukan
bahwa data yang diperoleh dari delapan kabupaten, sepanjang tahun 2012 hingga
2014 telah terjadi 224 kasus pelecehan seksual. Secara keseluruhan, jumlah kasus
pelecehan seksual yang terjadi mengalami peningkatan sebesar 95,7% dari tahun
2012 (47 kasus) ke tahun 2013 (92 kasus). Sementara pada tahun 2013 ke tahun 2014
(85 kasus) mengalami penurunan sebesar 7,6%. Jika ditinjau dari masing-masing
kabupaten, maka sepanjang tahun 2012 hingga 2014 di delapan kabupaten di Provinsi
Aceh kasus paling banyak terjadi adalah di kabupaten Aceh Timur (44 kasus), disusul
oleh Kabupaten Aceh Pidie (43 kasus), dan Kabupaten Aceh Tengah (37 kasus) serta
Kabupaten Aceh Utara (29 kasus).
6
Korban kekerasan seksual takut untuk mengajukan laporan terkait kasus kekerasan
seksual yang dialaminya, karena kurangnya perlindungan hukum di Indonesia yang
menjamin perlindungan bagi korban kekerasan seksual. Aturan hukum pidana yang
telah dibuat, kurang menunjukkan keberpihakan pada korban kekerasan seksual.
Terdapatnya beberapa frasa yang rancu, membuat penegakan hukum terkait kasus
kekerasan seksual di Indonesia sulit untuk diterapkan. Selain itu, pada praktiknya
penerapan hukum kasus kekerasan seksual di Indonesia masih menemui beberapa
hambatan karena regulasi hukum yang ada beberapa kali tidak dijalankan secara
tepat.
7
sebagainya), mempertunjukkan gambar porno/jorok, serangan dan paksaan yang tidsk
senonoh seperti, memaksa untuk mencium atau memeluk, mengancam akan
menyulitkan si perempuan bila menolak memberikan pelayanan seksual, hingga
perkosaan (Marcheyla Sumera, 2013).
8
jurnalis perempuan bekerja berperan penting dalam dua hal yaitu dukungan
keberpihakan sikap adil gender bagi seluruh pekerja media dan pendampingan untuk
meminimalkan trauma dan kemungkinan peristiwa yang sama kembali terulang
(Suprihatin, 2020).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pandu
Pranadita tahun 2012 dengan judul penelitian faktor psikososial yang terjadi pada
anak jalanan korban pelecehan seksual di lingkungan pondok sosial anak. Dari
analisa data yang dilakukan, maka diketahui bahwa subjek mengalami kecenderungan
emosi negatif seperti perasaan benci dan menyimpan dendam, keinginan untuk hidup
bebas, penilaian negatif pada diri sendiri dan kehidupan, perilaku seksual yang tidak
wajar, penggunaan obat-obatan terlarang dan konsumsi alkohol, serta relasi yang
buruk dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya (Reynald Dylan Immanuel, 2016).
9
seksual ini kemungkinan bisa terjadi penurunan apabila proses dan produk hukum
benar-benar bisa menghukum pelaku kekerasan seksual dengan hukuman yang
sepadan, dan masyarakat memberikan dukungan sosial kepada korban (Rahmi, 2018).
Rumusan yang dimuat dalam KUHP, secara garis besar klasifikasi kekerasan
seksual terbagi atas, perzinahan, persetubuhan, pencabulan, pornografi. Terkait
10
kekerasan seksual atau pelecehan seksual tidak diatur secara jelas dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, KUHP hanya mengatur Kejahatan Terhadap
Kesusilaan. Kejahatan Terhadap Kesusilaan ini diatur dalam BAB XVI Buku II Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu sebagai berikut.
a). kejahatan akibat pelanggaran secara terbuka kesusilaan umum (Pasal 281);
b). kejahatan pornografi (Pasal 282); c). kejahatan pornografi kepada anak (Pasal
283); d). kejahatab pornografi ketika melaksanakan pencahariannnya (Pasal 283b); e).
kejahatan zina (Pasal 284); f). kejahatan melaksanakan perkosaan untuk bersetubuh
(Pasal 285); g). kejahatan bersetubuh dalam kondisi tak sadarkan diri dan tak berdaya
tanpa melakukan perkawinan (Pasal 286); h). kejahatan bersetubuh dengan anak
perempuan (Pasal 287); i). kehajatan bersetubuh dengan perempuan yang belum
cukup umur untuk kawin sehingga menyebabkan luka ringan bahkan berat (Pasal
288);
j). kejahatan perkosaan berbuat percabulan atau perilaku yang menyerang
kehormatan kesusilaan (Pasal 289); k). kejahatan berbuat cabul terhadap orang yang
tak sadarkan diri dan belum cukup umur untuk kawin (Pasal 290); l). Apabila
kejahatan dalam pasal 286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka berat (Pasal 291);
m). kejahatan berbuat cabul terhadap anak pada sesama kelamin (Pasal 292); n).
kejahatan mendorong orang berbuat cabul dengan orang yang belum cukup umur
(Pasal 293); o). kejahatan berbuat cabul dengan anak (Pasal 294); p). kejahatan
mempermudah berbuat cabul bagi anak (Pasal 295); q). kejahatan mempermudah
berbuat cabul sebagai mata pencaharian atau kebiasaan (Pasal 296); r). kejahatan
menjualbelikan baik perempuan atau lakilaki yang belum cukup umur (Pasal 297); s).
kejahatan menjadikan sebagai sumber pekerjaan dari aktivitas pencabulan yang
dilaksanakan oleh orang lain (Pasal 298) (Rosania Paradiaz, 2022).
Bukan hanya terkait dengan hukum pidana, terjadinya kekerasan seksual juga
melanggar hak asasi yang dimiliki oleh korban. Sistem hukum Indonesia menjamin
hak asasi manusia dari setiap masyarakatnya. Tercantum dalam Undang-Unang Dasar
11
Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 pada Pasal 28A-28J. Pada Pasal 28A
dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk
mempertahankan hidup dan kehidupannya. Selanjutnya pada Pasal 28B ayat (2)
dijelaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Seorang
anak seharusnya memperoleh perlindungan harkat dan martbat di lingkungan sekitar
supaya ia bisa tumbuh dan berkembang baik fisik maupun psikologisnya. Bahkan
Frans Magnis Suseno berpendapat bahwa melindungi hak anak merupakan bagian
dari membela HAM (Hak Asasi Manusia) (Antari, 2021).
12
BAB III
METODE PENELITIAN
13
data dilakukan untuk mendapatkan data-data yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti. Data-data tersebut berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa
peraturan perundang-undangan terkait dan data sekunder berupa karya-karya tulis
dari kalangan hukum, pendapat para pakar hukum.
14
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Selain itu, kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dapat pula
berdampak pada gangguan kesehatan fisik, kondisi kronis, gangguan mental, perilaku
tidak sehat serta gangguan kesehatan reproduksi. Dapat dikatakan bahwa kondisi
kaum perempuan masih sangat rentan menjadi korban berbagai jenis tindak
kekerasan. Terlebih lagi, pada zaman modern tingkat kekerasan justru semakin tinggi
dan banyak orang yang menganggap bahwa kasus tersebut merupakan hal yang biasa.
Perempuan sebagai makhluk yang seharusnya dihargai dan dilindungi, justru menjadi
objek dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekatnya.
4.2 Saran
15
Berdasarkan hasil penemuan dan analisis yang telah dirumuskan maka penulis
mengajukan beberapa saran yang dapat diterapkan untuk mengurangi kasus kekerasan
seksual, sebagai berikut :
4.2.2 Orang tua pun harus memerhatikan pergaulan anak agar terhindar dari
kemungkinan melakukan atau menjadi korban kekerasan seksual dan memberikan
pemahaman mengenai cara menghormati orang lain dan tidak melakukan tindakan
yang berkaitan dengan kekerasan seksual.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
Barat. Vol 6, No 2 (2022).
http://jurnal.utu.ac.id/jcivile/article/view/5092
Zahra, U., Rifdah, A. (2018). Mengatasi Dan Mencegah Tindak Kekerasan Seksual
Pada Perempuan Dengan Pelatihan Asertif. Vol 5, No 1 (2018).
http://journal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/16035/pdf
Kurnianingsih, S. (2003). Pelecehan Seksual Pada Perempuan Di Tempat Kerja. Vol
11, No 2
(2003).https://journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/7464/
5803
18