Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEKERASAN SEKSUAL DAN PENELANTARAN KELUARGA

Diajukan unutk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum KDRT dan Perlindungan Anak
Dosen Pengampu : Riyan Ramdani, S.Sy., M.H.

Disusun Oleh:

Deni Raihan H 1193010038

Salman Abdul Rouf 1203010136

JURUSAN HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSIYAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji beserta syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Hukum KDRT dan Perlindungan
Anak ini tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Kekerasan Seksual dan Penelantaran Keluarga” dapat


diselesaikan karena bantuan banyak pihak, terutama kepada Dosen Pengampu mata kuliah
Hukum KDRT dan Perlindungan Anak, Bapak Riyan Ramdani, S.Sy., M.H. Kami berharap
makalah tentang Kekerasan Seksual dan Penelantaran Keluarga ini dapat menjadi pengetahuan
dan referensi bagi kita mahasiswa Hukum Keluarga Ahwal Syakhsiyah. Selain itu, kami juga
berharap agar pembaca mendapatkan pemahaman lebih setelah membaca makalah ini.

Kelompok kami menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama


pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan
makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun pembacanya.

Bandung, 7 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................................. 1

BAB II........................................................................................................................................ 1

A. Definisi, Dasar Hukum dan Jenis-jenis Kekerasan Seksual ........................................... 1

B. Definisi dan Dasar Hukum Penelantaran Keluarga ........................................................ 4

C. Bentuk-bentuk Penelantaran Keluarga ........................................................................... 4

BAB III ...................................................................................................................................... 7

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 7

B. Saran ............................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekerasan seksual merupakan peristiwa negatif yang mampu menimpasiapa


saja di dunia. Menurut pandangan Islam kekerasan adalah segala sesuatuyang bersifat
memaksakan kehendaknya sendiri yang dilakukan dalam bentukmemerintah dan jika
perintah tersebut tidak dituruti maka akan mendapatkantindakan yang tidak diinginkan
berupa kekerasan.

Disamping itu, kekerasan seksual bahkan sering terjadi di lingkungan Keluarga


itu sendiri. Dalam hal ini yang sering menjadi korban ialah anak dan istri. Kemudian,
tindak pidana yang sering terjadi di lingkungan keuanga ialah penelantaran anggota
Keluarga yang lain oleh angota keluarganya sendiri. Maka dari itu pada makalah ini
akan dijelasakan mengenai Kekerasan sesual dan Penelantaran Keluarga.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi, Dasar Hukum dan Jenis-jenis Kekerasan Seksual?
2. Bagaimana Kekerasan Seksual dalam lingkup Keluarga (rumah tangga)?
3. Bagaimana Definisi dan Dasar Hukum Penelantaran Keluarga?
4. Bagaimana Bentuk-bentuk Penelantaran Keluarga?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Definisi, Dasar Hukum dan Jenis-jenis Kekerasan
Seksual;
2. Mengetahui dan memahami Kekerasan Seksual dalam lingkup Keluarga;
3. Mengetahui dan memahami Definisi dan Dasar Hukum Penelantaran Keluarga;
4. Mengetahui dan Memahami Bentuk-bentuk Penelantaran Keluarga,

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi, Dasar Hukum dan Jenis-jenis Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina,


melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena
ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat
penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi
seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal1.

Kekerasan seksual termasuk salah satu prilaku tindak pidana, sebagaimana


disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 12 Tahun 2022, Tindak Pidana Kekerasan
Seksual didefenisikan sebagai segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya
sebagaimana diatur dalam undang-undang sepanjang ditentukan dalam undang-undang
ini.

Undang-undang ini muncul karena peraturan perundang-undangan sebelumnya


yang berkaitan dengan kekerasan seksual belum optimal dalam memberikan
pencegahan, perlindungan, akses keadilan, dan pemulihan.

Merujuk Pasal 4 Ayat (1) UU TPKS, terdapat 9 jenis tindak pidana kekerasan
seksual, meliputi2:
1) Pelecehan seksual nonfisik;
Merujuk penjelasan UU TPKS, yang dimaksud dengan perbuatan seksual
nonfisik adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan
mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.
2) pelecehan seksual fisik;
Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan
terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud
merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau

1
“Kekerasan Seksual,” Merdeka Dari Kekerasan (blog), diakses 10 Oktober 2022,
https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/kekerasan-seksual/.
2
Kompas Cyber Media, “Poin-poin Penting UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang Baru Diteken Jokowi,”
KOMPAS.com, 11 Mei 2022, https://nasional.kompas.com/read/2022/05/11/19184771/poin-poin-
penting-uu-tindak-pidana-kekerasan-seksual-yang-baru-diteken.

1
kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 50.000.000,00
3) Pemaksaan kontrasepsi;
Seseorang yang memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi juga
bisa dijerat pidana kekerasan seksual.
4) pemaksaan sterilisasi;
Seseorang yang memaksa orang lain untuk menggunakan alat kontrasepsi
hingga menyebabkan fungsi reproduksi orang tersebut hilang permanen atau
dengan kata lain memaksa sterilisasi juga bisa dinyatakan melakukan tindak pidana
kekerasan seksual.
5) Pemaksaan perkawinan;
Perkawinan paksa yang dimaksud termasuk perkawinan anak, pemaksaan
perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya, dan pemaksaan perkawinan
korban dengan pelaku perkosaan.
6) penyiksaan seksual;
Pelaku penyiksaan seksual sendiri didefinisikan sebagai pejabat atau orang
yang bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat resmi, atau orang yang bertindak
karena digerakkan atau sepengetahuan pejabat melakukan kekerasan seksual
terhadap orang dengan tujuan: intimidasi untuk memperoleh informasi atau
pengakuan dari orang tersebut atau pihak ketiga; persekusi atau memberikan
hukuman terhadap perbuatan yang telah dicurigai atau dilakukannya; dan/atau
mempermalukan atau merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan/atau
seksual dalam segala bentuknya.
7) eksploitasi seksual;
Pelaku eksploitasi seksual ialah setiap orang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang,
kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan,
kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang,
penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk
mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ
tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau
dengan orang lain.
8) perbudakan seksual;

2
Pelaku perbudakan seksual ialah setiap orang yang secara melawan hukum
menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain dan
menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual.
9) kekerasan seksual berbasis elektronik.
Dijelaskan dalam UU TPKS bahwa kekerasan seksual berbasis elektronik
dapat dijerat pidana. Kekerasan seksual berbasis elektronik setidaknya dibagi
menjadi 3 jenis, yakni:
• Melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang
bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi
objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar.
• Membagikan atau mentransmisikan informasi atau dokumen elektronik
bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap
keinginan seksual.
• Melakukan penguntitan dan/atau pelacakan menggunakan sistem elektronik
terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi/dokumen elektronik untuk
tujuan seksual.
Setiap jenis tindak pidana kekerasan seksual telah diatur rincian hukuman
pidananya, termasuk sanksi denda terhadap pelaku.

Selain 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual di atas, UU TPKS menjelaskan,


setidaknya terdapat 10 jenis kekerasan seksual lainnya yang dapat dijerat pidana.

Sepuluh jenis kekerasan itu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya, yakni:
1) perkosaan;
2) perbuatan cabul;
3) persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi
seksual terhadap anak;
4) perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban;
5) pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat
kekerasan dan eksploitasi seksual;
6) pemaksaan pelacuran;
7) tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
8) kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;

3
9) tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana
kekerasan seksual; dan
10) tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan
seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan3.

B. Definisi dan Dasar Hukum Penelantaran Keluarga

Yang dimaksud dengan penelantaran dalam lingkup rumah tangga adalah


“melakukan penelantaran kepada orang yang menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena perjanjian dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan
kepada orang tersebut”.

Penelantaran Keluarga atau penelantaran rumah tangga juga termasuk kedalam


salah satu jenis kekerasan, karena setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangga. Menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan
atau perjanjian ia wajib memberikan penghidupan, perawatan atau pemeliharaan
kepada orang tersebut. Penelantaran tersebut juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban di bawah kendali
orang tersebut. Hal ini telah diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga4.

C. Bentuk-bentuk Penelantaran Keluarga

Penelantaran dalam lingkup Keluarga dapat dialami oleh setiap anggota


keluarga, baik itu dialami oleh suami, istri, orang tua maupun anak. Maka dari itu
Penelantaran dalam Keluarga dapat berbentuk penelantaran istri oleh suami,
penelantaran anak oleh orang tua, dan penelantaran orang tua oleh anak.

1. Penelantaran istri oleh suami


Dalam kasus kejahatan yang terjadi dalam rumah tangga khususnya
penelantaran, yang paling sering menjadi korban yaitu perempuan/ istri. Hal

3
Media.
4
Hartono, Kekerasan dalam rumah tangga dalam perspektif yuridis - viktimologi, Cet. 1 (Jakarta: Sinar Grafika,
2010).

4
tersebut disebabkan karena berbagai keterbatasan natural yang dimiliki wanita/ istri
dibanding kaum pria secara fisik maupun secara psikis5.

Bentuk penelantaran suami terhadap istri dapat berupa tidak terpenuhinya


hak-hak istri, seperti tidak memberikan nafkah. Baik itu nafkah secara lahir maupun
batin.

2. Penelantaran anak oleh orang tua


Menelantarkan anak adalah praktik melepaskan tanggung jawab dan klaim
atas keturunan dengan cara ilegal. Hukum menelantarkan anak di Indonesia diatur
secara tegas dalam Pasal 59 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Seorang anak dikatakan terlantar apabila anak tersebut tidak terpenuhi


kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.
Anak yang ditelantarkan bukan disebabkan oleh ketidakhadiran orang tua,
melainkan hak yang seharusnya dimiliki oleh anak tidak terpenuhi karena suatu
alasan dari kedua orang tua.

Bentuk menelantarkan anak dapat berupa penelantaran fisik, penelantaran


pendidikan, penelantaran secara emosi, dan penelantaran medis.
Pertanggungjawaban orang tua yang dengan sengaja menelantarkan anaknya karena
suatu keadaan memaksa atau lepas tanggung jawab akan dikenakan sanksi sesuai
dengan aturan yang berlaku6.

3. Penelantaran orang tua oleh anak


Hubungan hukum antara orangtua dan anak dikenal dengan istilah
alimentasi, yaitukewajiban timbal balik antara kedua orang tua dengan anaknya
untuk saling memberi nafkah.Secara normatif orang tua memiliki kewajiban hukum
sebagai bentuk pertanggungjawabanterhadap anaknya untuk membiayai kehidupan
sandang, pangan dan pendidikan selama anak-anak tersebut belum dewasa.

5
Mega Rachmasari Ristian Yunantika, “Penelantaran Istri oleh Suami Merupakan Tindak Pidana,” diakses 10
Oktober 2022, https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:ya7y_ZN1-
iUJ:https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fh1/article/download/8436/3261&cd=14&hl=id&ct=clnk
&gl=id.
6
Willa Wahyuni, “Hukum Menelantarkan Anak dan Sanksi Pidananya,” hukumonline.com, diakses 10 Oktober
2022, http://www.hukumonline.com/berita/a/hukum-menelantarkan-anak-dan-sanksi-pidananya-
lt623c341708a22.

5
Tindak pidana penelantaran orang tua oleh anak telah diatur secara khusus
dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berbunyi “Setiap orang dilarang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut”.

Dalam hukum positif di Indonesia penelantaran orang tua termasuk dalam


Tindakan kekerasan sebagaimana diatur dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat
larangan melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang lain dalam
lingkup rumah tangganya baik dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kekerasan seksual maupun penelantaran7.

7
Erizal Rama Ihzagandhi, “Penelantaran Orang tua oleh anak dalam persfektif hukum pidana dan Islam,” 2022,
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:_NmjVYEGT5QJ:eprints.ums.ac.id/101358/1/
NASPUB%2520ERIZAL%2520RAMA%2520%2528REVISI%2529.pdf&cd=11&hl=id&ct=clnk&gl
=id.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina,


melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena
ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat
penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi
seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 12 Tahun 2022.

Penelantaran Keluarga atau penelantaran rumah tangga juga termasuk kedalam


salah satu jenis kekerasan, karena setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangga. Menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan
atau perjanjian ia wajib memberikan penghidupan, perawatan atau pemeliharaan
kepada orang tersebut. Penelantaran tersebut juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban di bawah kendali
orang tersebut. Hal ini telah diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Penelantaran dalam lingkup Keluarga dapat dialami oleh setiap anggota


keluarga, baik itu dialami oleh suami, istri, orang tua maupun anak. Maka dari itu
Penelantaran dalam Keluarga dapat berbentuk penelantaran istri oleh suami,
penelantaran anak oleh orang tua, dan penelantaran orang tua oleh anak.

B. Saran

Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, kami akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh

7
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah
diatas.

8
DAFTAR PUSTAKA

Hartono. Kekerasan dalam rumah tangga dalam perspektif yuridis - viktimologi. Cet. 1.
Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Ihzagandhi, Erizal Rama. “Penelantaran Orang tua oleh anak dalam persfektif hukum pidana
dan Islam,” 2022.
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:_NmjVYEGT5QJ:eprints.um
s.ac.id/101358/1/NASPUB%2520ERIZAL%2520RAMA%2520%2528REVISI%252
9.pdf&cd=11&hl=id&ct=clnk&gl=id.
Merdeka Dari Kekerasan. “Kekerasan Seksual.” Diakses 10 Oktober 2022.
https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/kekerasan-seksual/.
Media, Kompas Cyber. “Poin-poin Penting UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang Baru
Diteken Jokowi.” KOMPAS.com, 11 Mei 2022.
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/11/19184771/poin-poin-penting-uu-tindak-
pidana-kekerasan-seksual-yang-baru-diteken.
Wahyuni, Willa. “Hukum Menelantarkan Anak dan Sanksi Pidananya.” hukumonline.com.
Diakses 10 Oktober 2022. http://www.hukumonline.com/berita/a/hukum-
menelantarkan-anak-dan-sanksi-pidananya-lt623c341708a22.
Yunantika, Mega Rachmasari Ristian. “Penelantaran Istri oleh Suami Merupakan Tindak
Pidana.” Diakses 10 Oktober 2022.
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:ya7y_ZN1-
iUJ:https://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fh1/article/download/8436/3261&cd=1
4&hl=id&ct=clnk&gl=id.

Anda mungkin juga menyukai