Anda di halaman 1dari 29

Memahami Hak Tersangka dan Korban dalam Hukum Acara Pidana.

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Penyuluhan Hukum

Dosen Pengampu : Dosen Pengampu: Novi Fitriani, S. H

Disusun oleh Kelompok 4 (HKI C/ Semester 4):

1. Alfiyah Faizah Dwiyanti 2008201106

2. Anggi Sofiani 2008201088

3. Fauzan Rizky Riyantomo 2008201083

4. Didin Muhammad Hasanudin 2008201105

5. Kasih Melati Fauziyah Rahayu 2008201109

6. Abdul Mutolib 2008201077

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Memahami Hak
Tersangka dan Korban dalam Hukum Acara Pidana.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi
terhadap pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Cirebon, 29 Maret 2022

i
Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................................................iv

PENDAHULUAN..........................................................................................................................iv

A. Latar Belakang.....................................................................................................................iv

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................v

C. Tujuan Penulisan...................................................................................................................v

BAB II............................................................................................................................................. 6

PEMBAHASAN..............................................................................................................................6

A. Hak Tersangka/Terdakwa Pidana...........................................................................................................1

B. Hak Korban Pidana.....................................................................................................................................4

BAB II............................................................................................................................................. 1

PENUTUP....................................................................................................................................... 1

A. Kesimpulan........................................................................................................................... 1

B. Saran..................................................................................................................................... 2

ii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 3

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem peradilan pidana Indonesia dikenal asas praduga tidak bersalah atau
presumption of innocent. Maknanya, setiap orang yang disangka atau didakwa melakukan
suatu tindak pidana haruslah dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum yang tetap. Selain itu, menurut penulis, asas praduga tidak bersalah
juga menempatkan kedudukan tersangka dan terdakwa dalam setiap tingkat proses pidana
sebagai subjek pemeriksaan, bukan objek pemeriksaan. Meskipun berstatus tersangka atau
terdakwa, maka dia tetap harus diperlakukan dengan baik sesuai peraturan perundang-
undangan.Setiap tersangka dan terdakwa memiliki hak-hak yang dijamin oleh undang-
undang. Dengan demikian, setiap orang yang disangkakan melakukan suatu tindak pidana,
wajib untuk dilakukan proses hukum oleh pihak berwenang. Pihak berwenang juga wajib
menjamin hak-hak dari orang yang menjalani proses penegakan hukum tersebut.
Korban kejahatan pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu
tindak pidana. Perlindungan korban kejahatan dalam sistem hukum nasional nampaknya
belum memperoleh perhatian serius. Perlindungan korban dalam sistem hukum nasional
belum sebanyak perlindungan yang diberikan kepada pelaku kejahatan. Hal ini terlihat dari
masih sedikitnya hak-hak korban kehajatan memperoleh pengaturan dalam perundang-
undangan nasional.
Keberadaan beberapa peraturan seperti disebutkan di atas mempunyai ruang lingkup
yang sempit karena hanya berlaku untuk kasus tertentu dan tidak berlaku untuk semua jenis
kasus bahkan di dalam pelaksanaannya tidak menjamin bahwa Korban akan memperoleh
haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akibatnya pada saat pelaku kejahatan telah
dijatuhi sanksi pidana oleh pengadilan kondisi korban kejahatan tidak dipedulikan

iv
Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa selama ini muncul pandangan yang
menyebutkan pada saat pelaku kejahatan telah diperiksa, diadili dan dijatuhi hukuman pidana
maka pada saat itulah perlindungan terhadap korban telah diberikan padahal pendapat
demikian tidak sepenuhnya benar. Akibatnya disetiap terjadinya kejahatan maka dapat
dipastikan akan menimbulkan kerugian baik materiil (fisik), imateriil (psikis/mental), dan
sosial pada korban tindak pidana tersebut. Dengan demikian kondisi korban tidak akan sama
lagi seperti semula sebagaimana sebelum menjadi korban. Tidak hanya orang-orang yang
terkena dampak langsung dari suatu tindak pidana yang akan mengalami kerugian baik
materiil (fisik), imateriil (psikis/mental), dan sosial tersebut tetapi juga keluarga korban akan
mengalami kerugian baik materiil (fisik), imateriil (psikis/mental), dan sosial tersebut.
Misalnya dalam kasus perkosaan, pembunuhan dan trafficking. Sudah merupakan sebuah
keharusan seorang pelaku tindak pidana selain mempertanggungjawabkan perbuatannya
melalui sanksi pidana yang diatur dalam KUHP, pelaku seharusnya juga mengganti kerugian
yang timbul pada korban dan keluarga korban akibat perbuatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud hak hak tersangka dalam tindak pidana?
2. Apa saja jenis hak hak tersangka ?
3. Bagaimana upaya hukum terhadap Pelanggaran Hak Tersangka?
4. Apa yang di maksud dengan hak korban pidana

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Hak hak terasangka dalam tindak pidana
2. Mengetahui jenis hak hak tersangka
3. Mengetahui dan memahami upaya hukum terhadap pelanggaran hak tersangka
4. Mwngetahui hak hak korban pidana

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hak-hak Tersangka dalam Tindak Pidana

Setiap manusia yang hidup di dunia memiliki hak dari lahir hingga manusia
itu meninggal dunia. Secara universal, masyarakat dunia mengakui bahwa setiap
manusia mempunyai sejumlah hak yang menjadi miliknya sejak keberadaannya
sebagai manusia diakui, sekalipun manusia itu belum dilahirkan kedunia ini.
Hak-hak yang paling fundamental adalah aspek – aspek kodrat manusia
atau kemanusiann itu sendiri. Kemanusiaan setiap manusia merupakan ide yang
luhur dari Sang pencipta yang menginginkan setiap orang berkembang dan
mencapai kesempurnaannya sebagai manusia. Oleh karena itu, setiap manusia
harus dapat mengembangkan diri sedemikian rupa sehingga dapat terus
berkembang secara leluasa. Pengembangan diri ini dipertanggung jawabkan
kepada Tuhan, yang adalah asal dan tujuan hidup manusia. Semua hak yang
berakar dalam kodratnya sebagai manusia adalah hak-hak yang lahir bersama
dengan eksistensi manusia dan merupakan konsekuensi hakiki dari kodratnya.
Itulah sebabnya mengapa HAM bersifat universal. Dimana ada manusia di situ
1
ada HAM yang harus dihargai dan dijunjung tinggi.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada
Amandemen kedua ditetapkan bab baru, yaitu bab X A (Pasal 28 A sampai dengan 28
J) yang mengatur Hak Asasi Manusia. Beberapa pasal diantaranya yaitu :
1. Pasal 28 A, berbunyi :
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dankehidupannya.

1 Gunawan Setiadirdja, Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila,


Yogyakarta : Kanisius1993.

6
2. Pasal 28 D, berbunyi :
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

3. Pasal 28 G, berbunyi :
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaanny,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari Negara lain.

4. Pasal 28 I, berbunyi :
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakukan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

5. Pasal 28 J, berbunyi :

7
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatas yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis

Secara harfiah yang dimaksud dengan HAM adalah hak pokok atau hak
dasar. Jadi, hak asasi itu merupakan hak yang bersifat fundamental sehingga
keberadaannya merupakan suatu keharusan (condition sine qua non), tidak dapat
diganggu gugat. Bahkan, harus dilindungi, dihormati dan dipertahankan dari
segala macam ancaman, hambatan dan gangguan dari sesamanya.
Ramdlon Naning menyatakan bahwa HAM adalah hak yang melekat pada
martabat manusia, yang melekat padanya sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha
Esa atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugerah Ilahi. Berarti HAM
merupakan hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat
5
dipisahkan dari hakikatnya, karena itu HAM bersifat luhur dan suci.
Hak warga negara selain di dalam Undang-undang Dasar 1945, perlindungan
terhadap hak warga Negara dijamin di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 8 Tahun

2 Ramdlon Naning, Cita dan Citra Hak Asasi Manusia Indonesia, Jakarta :
Kriminolosgi UI 1983, hlm. 12.

8
1981 tentang Hukum acara Pidana (KUHAP) serta beberapa undang-undang lain
yang relevan.

Ketentuan itu memperjelas negara menjamin perlindungan hak warga negara


tanpa ada kecualinya. Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta
martabat manusia telah diletakkan di dalam Undang-undang Nomor 48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, harus ditegakkan dengan KUHAP. Asas tersebut antara
lain pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang,
setipa orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan didepan
pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahnya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (asas praduga
tidak bersalah/presumption of innounce)

Warga negara yang menjadi tersangka dalam proses peradilan pidana tidak lagi
dipandang sebagai “obyek” tetapi sebagai “subyek” yang mempunyai hak dan
kewajiban dapat menuntut ganti rugi atau rehabilitas apabila petugas salah tangkap,salah
penetapan, salah tahan, salah tuntut, dan salah hukum. Selanjutnya, dalam proses
pemeriksaan perkara pidana harus menjunjung tinggi penghargaan dan penghormatan
terhadap hak asasi manusia, mengacu pada prinsip, “ the right of due process of law”
(penegakan hukum harus dilakukan secara adil), dimana hak tersangka dilindungi,
termasuk memberikan keterangan secara bebas dalam penyidikan dan dianggap sebagai
bagian dari Hak Asasi Manusia, sebagai lawan dari proses yang sewenang-wenang
(arbitrary process), yaitu untuk bentuk penyelesaian hukum pidana yang semata-mata
berdasarkan kekuasaan yang dimiliki oleh aparat hukum (polisi/penyidik), dan “fair
trial” (proses peradilan yang jujur dan tidak memihak) dengan tetap menjunjung tinggi
3
harkat dan martabat manusia.
Menurut penulis hak-hak yang diterangkan di atas sebagian hak yang dapat
diperoleh bagi warga negara yang ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana.
Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) KUHAP, adalah seseorang yang karena
perbuatannya atau keadaanya, berdasarkan barang bukti permulaan patut diduga
sebagai pelaku tindak pidana. Dengan demikian, tersangka merupakan seseorang
yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya seseorang
tersangka harus dilakukan dalam proses peradilan yang jujur dengan
9
mengedepankan asas persamaan dihadapan hukum.
Suatu negara berdasarkan hukum harus menjamin persamaan (equality)
setiap individu, termasuk kemerdekaan individu untuk menggunakan hak
asasinya. Dalam negara hukum kedudukan dan hubungan individu dengan negara
harus seimbang, kedua-duanya memiliki hak dan kewajiban yang dilindungi
hukum. Sudargo Gautama mengatakan, bahwa untuk mewujudkan cita-cita negara
hukum adalah syarat mutlak bahwa rakyat juga sadar akan hak-haknya dan siap
4
sedia untuk berdiri tegak membela hak-hak tersebut.

KUHAP telah mengatur secara jelas dan tegas hal-hal yang berkaitan hak-
hak tersangka (Pasal 50 sampai Pasal 68 KUHAP), dan setiap pihak wajib

3
Mujiyono, Agus Sri. “Analisis Perlindungan Hukum Hak Tersangka Dan Potensi
Pelanggaran Pada Penyidikan Perkara Pidana”. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
2009. Hlm. 23-24.

4 Sudargo Gautama, Pengertian tentang Negara Hukum. Bandung : Alumni 1983. hlm.

16

10
menghormati hak-hak tersangka tersebut. Adapun hak-hak tersangka menurut
KUHAP sebagai berikut :

a.Hak Prioritas Penyelesaian Perkara


Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 50 KUHAP yang berbunyi :
1) Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik
selanjutnya dapat diajukan ke Penuntut Umum.
2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke Pengadilan oleh
Penuntut Umum.
3) Terdakwa berhak segera diadili oleh Pengadilan.
Dapat disimpulkan bahwa pasal tersebut menginginkan proses
penyelesaian perkara ditangani dengan cepat sehingga semuanya bisa
dituntaskan dalam waktu yang singkat.

b. Hak Persiapan Pembelaan


Bahasa hukum yang digunakan oleh penyidik pada tingkat penyidikan atau
oleh penuntut umum pada sidang pengadilan merupakan bahasa yang sulit
dicerna, dipahami oleh masyarakat awam. Untuk itu kepada tersangka
disamping dibacakan sangkaan terhadapnya juga dijelaskan dengan rinci
sampai tersangka mengerti dan jelas atas dakwaan terhadap dirinya. Dengan
demikian tersangka akan mengetahui posisinya dan dapat dengan segera
mempersiapakan pembelaan terhadap dirinya.

Hak ini didasarkan pada Pasal 51 KUHAP, yang berbunyi :


Untuk mempersiapkan pembelaan :

11
a. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang
dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu
pemeriksaan dimulai.

c. Hak Memberi Keterangan Secara Bebas


Hal yang diharapkan oleh penyidik pada saat pemeriksaan dan pada saat
sidang pengadilan adalah keterangan dari tersangka karena dari keterangan
tersebut diharapkan dapat memberikan titik terang atas perkara tersebut.
Memberikan keterangan hendaknya tersangka tidak ada dibawah tekanan
akan timbul perasaan takut sehingga keterangan yang diberikan belum tentu
merupakan keterangan yang sebenarnya. Jika seorang tersangka memberika
keterangan baik ditingkat penyidik maupun disidang pengadilan tanpa adanya
rasa takut, berarti tersangka telah mendapatkan haknya.
Sebagai bukti bahwa hak untuk memberikan keterangan secara bebas
dijamin oleh hukum, terdapat dalam ketentuan Pasal 52 KUHAP yang
berbunyi, sebagai berikut: “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan
pengadilan tersangka atau terdakwa berhak memberi keterangan secara bebas
kepada penyidik atau hakim”.

d. Hak Mendapatkan Juru Bahasa


Tidak semua pelaku tindak pidana atau tersangka bisa berkomunikasi
dengan baik dan dapat mengerti apa yang dikatakan penyidik maupun penuntut
umum. Untuk mengatasi hal tersebut maka Negara menyediakan juru bahasa
bagi mereka yang tidak bisa memahami bahasa yang digunakan selama
penyidikan maupun selama sidang.

12
Tidak semua tersangka mendapatkan hak ini. Ada kriteria tertentu yang
dapat menentukan apakah seorang tersangka itu memerlukan juru bahasa atau
tidak. Seseorang dianggap perlu untuk mendapatkan juru Bahasa adalah:
1) Orang asing
2) Orang Indonesia yang tidak paham Bahasa Indonesia
3) Orang bisu tuli yang tidak bisa menulis

Dasar hukum terhadap hak ini adalah Pasal 53 KUHAP yang berbunyi :
(1) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidik dan pengadilan, tersangka atau
terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapatkan bantuan juru Bahasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177.
(2) Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan atau tuli diberlakukan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178.

e. Hak Mendapatkan Bantuan Hukum


Tujuan diberikan hak ini kepada tersangka adalah untuk menghindari
terjadi kekeliruan dan kesewenang-wenangan dari para aparat hukum yang
dapat merugikan tersangka. Dengan adanya pembela atau penasehat hokum
dalam pemeriksaan pendahuluan maka pembela dapat melihat dan
mendengarkan jalannya pemeriksaan yang dilakukan terhadap tersangka.

f. Hak Memilih Sendiri Penasehat Hukumnya


Tujuan hak ini untuk mendapatkan penasihat hukum sesuai dengan
ketentuan Pasal 54 KUHAP tersangka dibolehkan untuk menentukan dan
memilih sendiri penasehat hukumnya sesuai dengan keinginannya.

13
Tersangka juga boleh menggunakan penasihat hukum yang disediakan
penyidik kepadanya, apabila tersangaka tidak mempunyai gambaran tentang
siapa yang akan menjadi penasehat hukumnya. Tidak ada larangan apablia
tersangka menolak calon penasehat hukum yang diberikan oleh penyidik
kepadanya.

g.Hak Mendapatkan Bantuan Hukum Cuma-Cuma


Mengenai hak ini telah diatur dalam Pasal 56 KUHAP yang berbunyi
sebagai berikut :
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman 15 tahun
atau lebih bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana
lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri,
pejabat yang bersangkutan pada semua tindak pemeriksaan dalam proses
peradilan wajib menunjukan penasihat bagi mereka.
(2) Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) memberi bantuannya dengan cuma-cuma.

Pasal tersebut bahwa KUHAP benar-benar telah mengatur agar yang


tersangka mendapat bantuan hukum dengan Cuma-Cuma bagi mereka yang
diancam dengan pidana mati atau 15 tahun penjara atau lebih dan juga bagi
mereka yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih tapi tidak mempunyai
penasehat hukum karena tidak mampu untuk membayarnya. Untuk
mengatasinya, maka pejabat yang bersangkutan harus menyediakan penasehat
hukum yang akan mendampingi tersangka selama proses hukum berlangsung.

14
h. Hak Menghubungi Penasihat Hukum
Bagi tersangka yang dikenakan penahanan, tidak ada larangan bagi mereka
untuk menghubungi penasehat hukumnya selama hal tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku. Hal ini telah
ditegaskan dalam Pasal 57 ayat (1) KUHAP.

i. Hak Kunjungan Oleh Dokter Pribadi


Tersangka boleh menerima kunjungan dari siapa saja selama kunjungan
tersebut tidak membahayakan ketertiban dan keamanan termasuk juga menerima
kunjungan dari dokter pribadinya. Diatur dalam Pasal 58 KUHAP, berbunyi
sebagai berikut : “tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan
kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak”.

j. Hak Diberitahukan, Menghubungi atau Menerima Kunjungan Keluarga


dan Sanak Keluarganya
Tersangka yang ditangkap dan dilakukan penahan atas dirinya terkadang
tidak diketahui oleh keluarganya, disebabkan ketika penangkapan terjadi
tersangka berada ditempat lain, maka perlu diberiitahukan kepada keluarganya
tentang penahan atas diri tersangka. Hal ini telah diatur dalam ketentuan Pasal
59 KUHAP, yang berbunyi : ”tersangka yang dikenakan penahanan atas
dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam
proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang bantuanya
dibutuhkan oleh tersangka umtuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan
bagi penangguhnya”.

15
Berhak menerima kunjungan dari keluarganya atau lainnya dalam urusan
mendapatkan bantuan hukum atau untuk kepentingan pekerjaan atau untuk
kepentingan kekeluargaan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 60 dan 61
KUHAP. Pasal 60 KUHAP, berbunyi : “tersangka berhak menghubungi dan
menerima kunjungan pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau
lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan
penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum”. Pasal 61
KUHAP, berbunyi : “tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau
dengan perantara penasehat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan
sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara
tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan
kekeluargaan”.

k. Hak Berkirim Surat


Pada setiap tingkat pemeriksaan tersangka di perkenankan untuk berkirim
surat kepada penasehat hukum, sanak saudaranya termasuk jugamenerima surat
dari mereka semua tanpa diperiksa terlebih dahulu oleh pejabat yang
bersangkutan, kecuali diduga kalau surat tersebut disalahgunakan. Terhadap
surat yang diduga disalahgunakan, maka surat tersebut akan dibuka oleh
pejabat yang bersangkutan akan tetapi terlebih dahulu diberitahukan kepada
tersangka, kemudian surat tersebut akan dikembalikan kepada si pengirim
setelah terlebih dahulu diberi cap yang berbunyi “telah ditilik”. Ketentuan
tentang hak berkirim surat ini, tercantum dalam Pasal 62 KUHAP.

16
l. Hak Menerima Kunjungan Rohaniwan
Hak untuk menerima kunjungan rohaniwan ini diatur dalam Pasal 63
KUHAP, yang berbunyi : “tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan
menerima kunjungan dari rohaniwan”.
Ditahannya tersangka telah merampas kemerdekaan atau kebebasan
tersangka, akibatnya membatasi hubungannya dengan dunia luar. Terisolasi
tersangka dari dunia luar membuatnya tidak dapat menerima pengetahuan
agama dari rohaniawan agar jiwanya kuat secara spiritual.

m. Hak diadili pada Sidang Terbuka untuk Umum


Tersangka apabila statusnya telah menjadi terdakwa, maka memiliki hak
untuk diadili pada sidang terbuka untuk umum, kecuali pada kasus yang
memang harus tertutup untuk umum yang telah ditentukan oleh Undang-
undang, dan itupun harus dibuka terlebih dahulu oleh hakim untuk umum,
walaupun akhirnya hakim menyatakan bahwa sidang tersebut dahulu oleh
hakim untuk umum, walaupun akhirnya hakim menyatakan bahwa sidang
tersebut tertutup untuk umum.
Hak ini telah ditegaskan dalam Pasal 64 KUHAP, yang berbunyi :
“terdakwa berhak untuk diadili disidang Pengadilan yang terbuka untuk umum.
Diatur pula dalam Pasal 19 UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, yang berbunyi : “sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka
untuk umum kecuali undang-undang menentukan lain”.
Tujuan diberikannya hak ini, agar peradilan berjalan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan untuk menghindari tindakan yang dapat
merugikan tersangka. Dengan dibukanya sidang untuk umum membuat
masyarakat dapat melihat secara langsung proses pemeriksaan perkara dalam
sidang pengadilan. Sehingga masyarakat mengetahui cara kerja aparat hukum
dalam menegakkan hukum sebagaimana mestinya. Selain itu, merupakan
bentuk control masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia Hak
Mengajukan Saksi
Hak tersebut terdapat dalam Pasal 65 KUHAP, berbunyi : “tersangka atau
terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi atau seseorang
yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
17
menguntungkan bagi dirinya”.
Pengajuan saksi yang dapat menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa
adalah merupakan bagian dari upaya pembelaan terhadap dirinya, maka hak ini
merupakan penegasan wujud hak pembelaan terhadap dirinya, maka hak ini
merupakan penegasan wujud hak pembelaan terhadap tersangka. Dari hak
tersebut dapat membebaskan atau paling tidak meringankan tersangka dari
dakwaan yang dikenakan kepada dirinya.

n. Hak Untuk Tidak Dibebani Kewajiban Pembuktian


Pasal 66 KUHAP, berbunyi : “tersangka atau terdakwa tidak dibebani
kewajiban pembuktian”.
Berdasarkan penjelasan Pasal 66 KUHAP, ketentuan ini merupakan
penjelmaan dari asas praduga tidak bersalah (presumption of innounce). Seorang
tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian karena tidak adil apabila kerugian
perampasan hak akibat ditahan masih ditambah dengan kewajiban pembuktian.
Selain itu berlaku asas siapa yang menuduhkan maka kewajibannya untuk
membuktikan apa yang dituduhkan tersebut, dalam hal ini kewajiban pembuktian
dibebankan kepada penyidik dan jaksa sebagai penuntut umum.

o.Hak Pemberian Ganti Kerugian dan Rehabilitasi


Tidak semua tersangka terbukti bersalah. Sebagai manusia biasa penyidik
tidak selalu benar. Terkadang dalam melaksanakan tugasnya penyidik
melakukan kesalahan dan kesalahan itu bisa berupa tidak ada cukup bukti
untuk menjerat tersangka atau salah tangkap orang.
Tersangka berhak atas ganti rugi dan juga memperoleh rehabilitasi
dikarenakan kesalahan yang dilakukan penyidik tersebut. Dengan hak tersebut
tersangka dapat membersihkan nama baiknya sehingga masyarakat menjadi
tahu bahwa tersangka tidak bersalah dan tidak bertanggung jawab atas
perbuatan pidana yang telah terjadi. Menurut Djoko Prakoso : “hak
memperoleh ganti rugi dan rehabilitasi merupakan konsekuensi bagi
5
rampasnya hak pribadi tersangka tanpa dasar hukum yang sah”.
Hak mengenai ganti rugi dan rehabilitasi ini diatur dalam Pasal 95 ayat (1)
KUHAP, yang berbunyi : “tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut
ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikarenakan

18
tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”.

Hak-hak yang di atas menjelaskan bahwa di Negara ini warga Negara yang
ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana yang dituduhkan mendapatkan
perlindungan terhadap hak-hak yang dimilikinya tanpa memandang status
sosialnya. Dan tujuan diberikan perlindungan hukum terhadap hak tersangka
adalah untuk menghormati hak asasi tersangka, adanya kepastian hukum serta
menghindari perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar dari para aparat hukum.
Indonesia sangat mengakui dan melindungi hak asasi manusia, termasuk hak asasi
tersangka. Dan hak-hak yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa tidak
memandang kasus tindak pidana apapun, jadi apapun tindak pidana yang
dilakukan oleh tersangka hak yang dimilikinya sama rata semua.

B. Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Hak Tersangka


Apabila telah terjadi pelanggaran terhadap hak-haknya oleh penyidik maka
tersangka dapat melakukan sesuatu yang dapat membuat penyidik yang
bersangkutan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Upaya
hukum yang dapat diajukan oleh tersangka, keluarganya, dan penasihatnya
hukumnya adalah upaya Praperadilan. Dengan Praperadilan, tersangka bisa
mendapatkan keadilan atas pelanggaran hak-haknya yang telah dilakukan oleh
penyidik. Apabila ditinjau dari maksud diselenggarakannya Praperadilan dalam
KUHAP, maka semestinya lembaga Praperadilan berwenang untuk mengawasi
bukan saja terhadap penangkapan, serta penahanan akan tetapi meliputi
keseluruhan upaya paksa.

Praperadilan yang disertai dengan ganti rugi dan rehabilitasi diharapkan


dapat mengembalikan penderitaan tersangka yang selama ini telah dialaminya.
Hal lain yang dapat dilakukan oleh tersangka terhadap pihak penyidik yang telah
melanggar hak-haknya dengan melakukan upaya paksa dan kekerasan terhadap
tersangka adalah dengan melaporkan penyidik tersebut kepada pihak yang
berwenang, bahwa penyidik yang dilaporkan tersebut telah melakukan tindak
pidana dengan melakukan kekerasan terhadap tersangka yang dapat dikaitkan
dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan tersangka
menderita baik jasmani maupun rohani.
19
C. Hak-Hak Korban Pidana

Selama ini keberadaan korban (victim) dalam suatu tindak pidana tidak terlalu
mendapatkan perhatian.Hukum pidana lebih cenderung memberikan perhatian yang
besar terhadap pelaku tindak pidana dibanding korbannya.Korban hanya diposisikan
1
sebagai pelapor dan saksi suatu tindak pidana. Padahal korban merupakan objek yang
mengalami penderitaan akibat tindak pidana baik fisik maupun psikis. Dalam hukum
pidana, korban diabstraksikan menjadi kepentingan umum ataumasyarakat sehingga
ketika terjadi suatu tindak pidana dan pelakunya telah dipidana, maka diasumsikan
2
korban telah mendapatkan perlindungan. Hukum pidana seolah menelantarkan
korban karena tidak mempedulikan pemulihan terhadap kerugian yang dideritanya
3
akibat suatu tindak pidana.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang


merupakan induk hukum pidana Indonesia lebih banyak mengatur aspek yang
berhubungan dengan pelaku tindak pidana. Angkasa dengan mengutip pendapat
Sudarto menyatakan bahwa KUHP menganut aliran neoklasik yang antara lain
menerima keadaan-keadaan yang meringankan pelaku tindak pidana, sementara
korban cenderung dilupakan. Sama halnya dengan pengaturan dalam KUHAP
yang didominasi ketentuan mengenai hak-hak pelaku tindak pidana, dan sedikit
4
sekaliyang menyinggung hak-hak korban.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, perhatian hukum pidana terhadap
korban sudah mulai tampak. Kejahatan tidak lagi dikonsepsikan sebagai pelanggaran
terhadap kepentingan negara, tapi melanggar dan merugikan korban.Perubahan ini
juga dapat dilihat dari beberapa undang-undang yang mencantumkan ketentuan
perlindungan terhadap korban tindak pidana. Pengaturan hak-hak korban dapat
ditemukan dalam beberapa undang-undang yaitu KUHP,

1
KarynEllenPolito,‘TheRightsofCrimeVictimsintheCriminalJusticeSystem:IsJustice
BlindtotheVictimsofCrime?’(1990)16NewEnglandJournalonCriminalandCivilConfinement. [242-243].

2
SusanE.GeganNicholasErnestoRodriguez,‘Victims’RolesintheCriminalJusticeSystem:A Fallacy of Victim
Empowerment?’ (1992) 8 Saint John’s Journal of Legal Commentary.[230].

3 Karyn Ellen Polito.[243-244].

4 Angkasa, ‘Kedudukan Korban Dana Sistem Peradilan Pidana’, Pelatihan Viktimologi Indonesia
(Universitas Jenderal Soedirman 2016).[10].5ibid.[17].

20
5
KUHAP dan UU PSK.
Hak korban dalam KUHP ditemukan dalam Pasal 14 C dalam hal hakim
akan menjatuhkan pidana bersyarat, ditentukan adanya syarat umum dan syarat
khusus yang harus dipenuhi oleh terpidana selama dalam masa percobaan. Syarat
khusus tersebut berupa terpidana dalamwaktu tertentu, yangl ebih pendek dari
masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang
6
ditimbulkan perbuatannya.

Hak korban dalam KUHAP di atur dalam Pasal 98 ayat (1) bahwa jika
perbuatan yang menjadi dasar dakwaan dalam suatu pemeriksaan pidana oleh
pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua
sidang atas permintaan oranglain tersebut dapat menetapkan untuk
7
menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana.
Pengaturan hak-hak korban mengalami kemajuan yang sangat besar dalam
UU PSK, yaitu hak hak korban mencakup hak keamanan diri dan keluarga, hak
bantuan hukum, hak atas informasi penyelesaian perkara, hak bantuan biaya hidup,
medis dan psikososial, hak memberikan kesaksian diluar persidangan dan hak tidak
sapat dituntut atas kesaksian atau laporannya dan hak-hak korban tersebut dapat
diberikan dalam semua tahap peradilan pidana dalamlingkungan peradilan pidana.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006


tentang Perlindungan Saksi dan Korban, ruang lingkup hak-hak korban antara lain:

a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta


bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan,
sedang, atau telah diberikannya;

b. Ikut serta dalamprosesmemilih dan menentukan bentuk perlindungan


dan dukungan keamanan;

c. Memberikan keterangan tanpa tekanan;

d. Mendapat penerjemah;

5 Lugianto, A. (2014). Rekonstruksi Perlindungan Hak-hak Korban Tindak Pidana. Masalah-Masalah Hukum, 43(4), 553-559.

6 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

21
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;

f. Mendapatkan informasimengenai per-kembangan kasus;

g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;

h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

i. Mendapat identitas baru;

j. Mendapatkan tempat kediaman baru;.

k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;

l. Mendapat nasihat hukum; dan/atau

Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu


perlindungan berakhir.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi


dan Korban mengatur bahwa korban dalam pelanggaran hak asasi manusia yang
berat, selain berhak atas hak-hak tersebut di atas, juga berhak untuk mendapatkan:

a. Bantuan medis; dan

b. Bantuan rehabilitasi psiko-sosial.

Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM juga


memberi hak kepada korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat untuk
mendapatkan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, dan terror
dan kekerasan dari pihak manapun. Pergadilan HAM dapat memberikan
kompensasi, restitusi dan rehabilitasi kepada korban atau ahli warisnya. Namun,
pengaturan hak-hak korban ini belum dapat dilaksanakan secara efektif karena
peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksana yang diperintahkan oleh
undang-undang belum dibentuk.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun2006 tentang Perlindungan Saksi


dan Korban mengatur bahwaa korban melalui LPSK berhak mengajukan ke
pengadilan berupa:

a. Hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang
berat;

b. Hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab

22
pelaku tindak pidana.

Korban juga memiliki hak memberikan kesaksian diluar persidangan


sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan hak tidak dapat dituntut atas kesaksian atau
laporannya. Korban yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang sangat
besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung
di pengadilan dan dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang
disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda
tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut. Korban
tersebut dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana
elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. Korban tidak dapat
dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang
akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali ia memberikan keterangan tid

23
24
25
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perlindungan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan dalam Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana, antara lain Hak untuk Hak untuk segera mendapatkan
pemeriksaan untuk selanjutnya dapat diajukan kepada Penuntut Umum, Hak untuk
memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan dari pihak manapun, Hak
untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan, Perlindungan bagi
tersangka dalam proses penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam
praktik, pada dasarnya sudah dilaksanakan, namun belum dilakukan dengan baik
atau secara menyeluruh oleh setiap personil, hal ini dilakukan oleh oknum.
Padahal seperti yang kita ketahui kedudukan seorang tersangka belum bersalah
karena dikenal adanya suatu asas yang harus dijunjung tinggi oleh setiap aparat penegak
hukum baik itu pihak kepolisian, kejaksaan, ataupun pengadilan yaitu asas presumption
of law atau lebih dikenal dengan asas praduga tak bersalah.
Penegakan hukum dan keadilan, secara teoritis menyatakan bahwa efektifitas
penegakan hukum baru akan terpenuhi dengan baik termasuk penegakan hukum dalam
penaganan kasus tindak pidana tersebut yaitu : anggaran untuk penyidikan perlu
ditambah, Jumlah penyidik dan penyidik pembantu yang terbatas disebabkan minimnya
minat polisi untuk menjadi seorang penyidik maupun penyidik pembantu, aparat penegak
hukumnya diperlukan pengiriman untuk pelatihan-pelatihan, seminar serta pendidikan
khusus penyidikan dalam mengungkap keterangan tersangka dan kurangnya Fasilitas
Sarana Dan Prasarana Untuk Penyidikan Penegakan hukum memerlukan sarana atau
fasilitas yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas. Dari hambatan dan
pemecahan dalam menghadapi hambatan tersebut diharapkan penyidik dalam melakukan
penyidikan terhadap tersangka yang melakukan perbuatan pidana dapat terlaksana dan
berjalan sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.

1
Perhatian hukum terhadap korban tindak pidana dalam KUHAP belum mendapat
perhatian optimum tetapi sebaliknya perhatian pengaturan hukum atas dasar
penghormatan terhadap HAM dari pelaku tindak pidana cukup banyak. Pengertian
mengenai kepentingan korban dalam kajian viktimologi, tidak saja hanya di pandang dari
perspektif hukum pidana atau kriminologi saja melainkan berkaitan pula dengan aspek
keperdataan. Pandangan KUHAP terhadap hak-hak korban tindak pidana masih sangat
terbatas dan tidak sebanding dengan hak-hak yang diperoleh pelaku tindak pidana.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan saran dan kritik
yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.

2
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., & Wibowo, A. (2018). Kompensasi dan Restitusi yang Berorientasi Pada Korban Tindak Pidana.
Yuridika, 33(2), 260-289.

Angkasa, ‘Kedudukan Korban Dana Sistem Peradilan Pidana’, Pelatihan Viktimologi Indonesia
(Universitas Jenderal Soedirman 2016).[10].5ibid.[17].

KarynEllenPolito,‘TheRightsofCrimeVictimsintheCriminalJusticeSystem:IsJustice
BlindtotheVictimsofCrime?’(1990)16NewEnglandJournalonCriminalandCivilConfinement. [242-243].

Lugianto, A. (2014). Rekonstruksi Perlindungan Hak-hak Korban Tindak Pidana. Masalah-Masalah


Hukum, 43(4), 553-559.

SusanE.GeganNicholasErnestoRodriguez,‘Victims’RolesintheCriminalJusticeSystem:A Fallacy of Victim


Empowerment?’ (1992) 8 Saint John’s Journal of Legal Commentary.[230].

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

Prakoso, Djoko. Polri sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia,
1987.

Setiadirdja, Gunawan. Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Yogyakarta :


Kanisius, 1993.

Naning, Ramdlom. Cita dan Citra Hak Asasi Manusia Indonesia, Jakarta : Kriminolosgi UI,
1983.
Mujiyono, Agus Sri. “Analisis Perlindungan Hukum Hak Tersangka Dan Potensi Pelanggaran Pada Penyidikan
Perkara Pidana”. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 2009.

Gautama, Sudargo. Pengertiann tentang Negara Hukum. Bandung : Alumni, 1983.

Anda mungkin juga menyukai