2022
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Memahami Hak
Tersangka dan Korban dalam Hukum Acara Pidana.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi
terhadap pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
i
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................................iv
PENDAHULUAN..........................................................................................................................iv
A. Latar Belakang.....................................................................................................................iv
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................v
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................................v
BAB II............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
BAB II............................................................................................................................................. 1
PENUTUP....................................................................................................................................... 1
A. Kesimpulan........................................................................................................................... 1
B. Saran..................................................................................................................................... 2
ii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem peradilan pidana Indonesia dikenal asas praduga tidak bersalah atau
presumption of innocent. Maknanya, setiap orang yang disangka atau didakwa melakukan
suatu tindak pidana haruslah dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum yang tetap. Selain itu, menurut penulis, asas praduga tidak bersalah
juga menempatkan kedudukan tersangka dan terdakwa dalam setiap tingkat proses pidana
sebagai subjek pemeriksaan, bukan objek pemeriksaan. Meskipun berstatus tersangka atau
terdakwa, maka dia tetap harus diperlakukan dengan baik sesuai peraturan perundang-
undangan.Setiap tersangka dan terdakwa memiliki hak-hak yang dijamin oleh undang-
undang. Dengan demikian, setiap orang yang disangkakan melakukan suatu tindak pidana,
wajib untuk dilakukan proses hukum oleh pihak berwenang. Pihak berwenang juga wajib
menjamin hak-hak dari orang yang menjalani proses penegakan hukum tersebut.
Korban kejahatan pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu
tindak pidana. Perlindungan korban kejahatan dalam sistem hukum nasional nampaknya
belum memperoleh perhatian serius. Perlindungan korban dalam sistem hukum nasional
belum sebanyak perlindungan yang diberikan kepada pelaku kejahatan. Hal ini terlihat dari
masih sedikitnya hak-hak korban kehajatan memperoleh pengaturan dalam perundang-
undangan nasional.
Keberadaan beberapa peraturan seperti disebutkan di atas mempunyai ruang lingkup
yang sempit karena hanya berlaku untuk kasus tertentu dan tidak berlaku untuk semua jenis
kasus bahkan di dalam pelaksanaannya tidak menjamin bahwa Korban akan memperoleh
haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akibatnya pada saat pelaku kejahatan telah
dijatuhi sanksi pidana oleh pengadilan kondisi korban kejahatan tidak dipedulikan
iv
Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa selama ini muncul pandangan yang
menyebutkan pada saat pelaku kejahatan telah diperiksa, diadili dan dijatuhi hukuman pidana
maka pada saat itulah perlindungan terhadap korban telah diberikan padahal pendapat
demikian tidak sepenuhnya benar. Akibatnya disetiap terjadinya kejahatan maka dapat
dipastikan akan menimbulkan kerugian baik materiil (fisik), imateriil (psikis/mental), dan
sosial pada korban tindak pidana tersebut. Dengan demikian kondisi korban tidak akan sama
lagi seperti semula sebagaimana sebelum menjadi korban. Tidak hanya orang-orang yang
terkena dampak langsung dari suatu tindak pidana yang akan mengalami kerugian baik
materiil (fisik), imateriil (psikis/mental), dan sosial tersebut tetapi juga keluarga korban akan
mengalami kerugian baik materiil (fisik), imateriil (psikis/mental), dan sosial tersebut.
Misalnya dalam kasus perkosaan, pembunuhan dan trafficking. Sudah merupakan sebuah
keharusan seorang pelaku tindak pidana selain mempertanggungjawabkan perbuatannya
melalui sanksi pidana yang diatur dalam KUHP, pelaku seharusnya juga mengganti kerugian
yang timbul pada korban dan keluarga korban akibat perbuatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud hak hak tersangka dalam tindak pidana?
2. Apa saja jenis hak hak tersangka ?
3. Bagaimana upaya hukum terhadap Pelanggaran Hak Tersangka?
4. Apa yang di maksud dengan hak korban pidana
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Hak hak terasangka dalam tindak pidana
2. Mengetahui jenis hak hak tersangka
3. Mengetahui dan memahami upaya hukum terhadap pelanggaran hak tersangka
4. Mwngetahui hak hak korban pidana
v
BAB II
PEMBAHASAN
Setiap manusia yang hidup di dunia memiliki hak dari lahir hingga manusia
itu meninggal dunia. Secara universal, masyarakat dunia mengakui bahwa setiap
manusia mempunyai sejumlah hak yang menjadi miliknya sejak keberadaannya
sebagai manusia diakui, sekalipun manusia itu belum dilahirkan kedunia ini.
Hak-hak yang paling fundamental adalah aspek – aspek kodrat manusia
atau kemanusiann itu sendiri. Kemanusiaan setiap manusia merupakan ide yang
luhur dari Sang pencipta yang menginginkan setiap orang berkembang dan
mencapai kesempurnaannya sebagai manusia. Oleh karena itu, setiap manusia
harus dapat mengembangkan diri sedemikian rupa sehingga dapat terus
berkembang secara leluasa. Pengembangan diri ini dipertanggung jawabkan
kepada Tuhan, yang adalah asal dan tujuan hidup manusia. Semua hak yang
berakar dalam kodratnya sebagai manusia adalah hak-hak yang lahir bersama
dengan eksistensi manusia dan merupakan konsekuensi hakiki dari kodratnya.
Itulah sebabnya mengapa HAM bersifat universal. Dimana ada manusia di situ
1
ada HAM yang harus dihargai dan dijunjung tinggi.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada
Amandemen kedua ditetapkan bab baru, yaitu bab X A (Pasal 28 A sampai dengan 28
J) yang mengatur Hak Asasi Manusia. Beberapa pasal diantaranya yaitu :
1. Pasal 28 A, berbunyi :
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dankehidupannya.
6
2. Pasal 28 D, berbunyi :
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
3. Pasal 28 G, berbunyi :
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaanny,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari Negara lain.
4. Pasal 28 I, berbunyi :
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakukan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
5. Pasal 28 J, berbunyi :
7
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatas yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
Secara harfiah yang dimaksud dengan HAM adalah hak pokok atau hak
dasar. Jadi, hak asasi itu merupakan hak yang bersifat fundamental sehingga
keberadaannya merupakan suatu keharusan (condition sine qua non), tidak dapat
diganggu gugat. Bahkan, harus dilindungi, dihormati dan dipertahankan dari
segala macam ancaman, hambatan dan gangguan dari sesamanya.
Ramdlon Naning menyatakan bahwa HAM adalah hak yang melekat pada
martabat manusia, yang melekat padanya sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha
Esa atau hak-hak dasar yang prinsip sebagai anugerah Ilahi. Berarti HAM
merupakan hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat
5
dipisahkan dari hakikatnya, karena itu HAM bersifat luhur dan suci.
Hak warga negara selain di dalam Undang-undang Dasar 1945, perlindungan
terhadap hak warga Negara dijamin di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 8 Tahun
2 Ramdlon Naning, Cita dan Citra Hak Asasi Manusia Indonesia, Jakarta :
Kriminolosgi UI 1983, hlm. 12.
8
1981 tentang Hukum acara Pidana (KUHAP) serta beberapa undang-undang lain
yang relevan.
Warga negara yang menjadi tersangka dalam proses peradilan pidana tidak lagi
dipandang sebagai “obyek” tetapi sebagai “subyek” yang mempunyai hak dan
kewajiban dapat menuntut ganti rugi atau rehabilitas apabila petugas salah tangkap,salah
penetapan, salah tahan, salah tuntut, dan salah hukum. Selanjutnya, dalam proses
pemeriksaan perkara pidana harus menjunjung tinggi penghargaan dan penghormatan
terhadap hak asasi manusia, mengacu pada prinsip, “ the right of due process of law”
(penegakan hukum harus dilakukan secara adil), dimana hak tersangka dilindungi,
termasuk memberikan keterangan secara bebas dalam penyidikan dan dianggap sebagai
bagian dari Hak Asasi Manusia, sebagai lawan dari proses yang sewenang-wenang
(arbitrary process), yaitu untuk bentuk penyelesaian hukum pidana yang semata-mata
berdasarkan kekuasaan yang dimiliki oleh aparat hukum (polisi/penyidik), dan “fair
trial” (proses peradilan yang jujur dan tidak memihak) dengan tetap menjunjung tinggi
3
harkat dan martabat manusia.
Menurut penulis hak-hak yang diterangkan di atas sebagian hak yang dapat
diperoleh bagi warga negara yang ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana.
Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) KUHAP, adalah seseorang yang karena
perbuatannya atau keadaanya, berdasarkan barang bukti permulaan patut diduga
sebagai pelaku tindak pidana. Dengan demikian, tersangka merupakan seseorang
yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya seseorang
tersangka harus dilakukan dalam proses peradilan yang jujur dengan
9
mengedepankan asas persamaan dihadapan hukum.
Suatu negara berdasarkan hukum harus menjamin persamaan (equality)
setiap individu, termasuk kemerdekaan individu untuk menggunakan hak
asasinya. Dalam negara hukum kedudukan dan hubungan individu dengan negara
harus seimbang, kedua-duanya memiliki hak dan kewajiban yang dilindungi
hukum. Sudargo Gautama mengatakan, bahwa untuk mewujudkan cita-cita negara
hukum adalah syarat mutlak bahwa rakyat juga sadar akan hak-haknya dan siap
4
sedia untuk berdiri tegak membela hak-hak tersebut.
KUHAP telah mengatur secara jelas dan tegas hal-hal yang berkaitan hak-
hak tersangka (Pasal 50 sampai Pasal 68 KUHAP), dan setiap pihak wajib
3
Mujiyono, Agus Sri. “Analisis Perlindungan Hukum Hak Tersangka Dan Potensi
Pelanggaran Pada Penyidikan Perkara Pidana”. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
2009. Hlm. 23-24.
4 Sudargo Gautama, Pengertian tentang Negara Hukum. Bandung : Alumni 1983. hlm.
16
10
menghormati hak-hak tersangka tersebut. Adapun hak-hak tersangka menurut
KUHAP sebagai berikut :
11
a. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang
dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu
pemeriksaan dimulai.
12
Tidak semua tersangka mendapatkan hak ini. Ada kriteria tertentu yang
dapat menentukan apakah seorang tersangka itu memerlukan juru bahasa atau
tidak. Seseorang dianggap perlu untuk mendapatkan juru Bahasa adalah:
1) Orang asing
2) Orang Indonesia yang tidak paham Bahasa Indonesia
3) Orang bisu tuli yang tidak bisa menulis
Dasar hukum terhadap hak ini adalah Pasal 53 KUHAP yang berbunyi :
(1) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidik dan pengadilan, tersangka atau
terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapatkan bantuan juru Bahasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177.
(2) Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan atau tuli diberlakukan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178.
13
Tersangka juga boleh menggunakan penasihat hukum yang disediakan
penyidik kepadanya, apabila tersangaka tidak mempunyai gambaran tentang
siapa yang akan menjadi penasehat hukumnya. Tidak ada larangan apablia
tersangka menolak calon penasehat hukum yang diberikan oleh penyidik
kepadanya.
14
h. Hak Menghubungi Penasihat Hukum
Bagi tersangka yang dikenakan penahanan, tidak ada larangan bagi mereka
untuk menghubungi penasehat hukumnya selama hal tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku. Hal ini telah
ditegaskan dalam Pasal 57 ayat (1) KUHAP.
15
Berhak menerima kunjungan dari keluarganya atau lainnya dalam urusan
mendapatkan bantuan hukum atau untuk kepentingan pekerjaan atau untuk
kepentingan kekeluargaan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 60 dan 61
KUHAP. Pasal 60 KUHAP, berbunyi : “tersangka berhak menghubungi dan
menerima kunjungan pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau
lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan
penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum”. Pasal 61
KUHAP, berbunyi : “tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau
dengan perantara penasehat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan
sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara
tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan
kekeluargaan”.
16
l. Hak Menerima Kunjungan Rohaniwan
Hak untuk menerima kunjungan rohaniwan ini diatur dalam Pasal 63
KUHAP, yang berbunyi : “tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan
menerima kunjungan dari rohaniwan”.
Ditahannya tersangka telah merampas kemerdekaan atau kebebasan
tersangka, akibatnya membatasi hubungannya dengan dunia luar. Terisolasi
tersangka dari dunia luar membuatnya tidak dapat menerima pengetahuan
agama dari rohaniawan agar jiwanya kuat secara spiritual.
18
tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”.
Hak-hak yang di atas menjelaskan bahwa di Negara ini warga Negara yang
ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana yang dituduhkan mendapatkan
perlindungan terhadap hak-hak yang dimilikinya tanpa memandang status
sosialnya. Dan tujuan diberikan perlindungan hukum terhadap hak tersangka
adalah untuk menghormati hak asasi tersangka, adanya kepastian hukum serta
menghindari perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar dari para aparat hukum.
Indonesia sangat mengakui dan melindungi hak asasi manusia, termasuk hak asasi
tersangka. Dan hak-hak yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa tidak
memandang kasus tindak pidana apapun, jadi apapun tindak pidana yang
dilakukan oleh tersangka hak yang dimilikinya sama rata semua.
Selama ini keberadaan korban (victim) dalam suatu tindak pidana tidak terlalu
mendapatkan perhatian.Hukum pidana lebih cenderung memberikan perhatian yang
besar terhadap pelaku tindak pidana dibanding korbannya.Korban hanya diposisikan
1
sebagai pelapor dan saksi suatu tindak pidana. Padahal korban merupakan objek yang
mengalami penderitaan akibat tindak pidana baik fisik maupun psikis. Dalam hukum
pidana, korban diabstraksikan menjadi kepentingan umum ataumasyarakat sehingga
ketika terjadi suatu tindak pidana dan pelakunya telah dipidana, maka diasumsikan
2
korban telah mendapatkan perlindungan. Hukum pidana seolah menelantarkan
korban karena tidak mempedulikan pemulihan terhadap kerugian yang dideritanya
3
akibat suatu tindak pidana.
1
KarynEllenPolito,‘TheRightsofCrimeVictimsintheCriminalJusticeSystem:IsJustice
BlindtotheVictimsofCrime?’(1990)16NewEnglandJournalonCriminalandCivilConfinement. [242-243].
2
SusanE.GeganNicholasErnestoRodriguez,‘Victims’RolesintheCriminalJusticeSystem:A Fallacy of Victim
Empowerment?’ (1992) 8 Saint John’s Journal of Legal Commentary.[230].
4 Angkasa, ‘Kedudukan Korban Dana Sistem Peradilan Pidana’, Pelatihan Viktimologi Indonesia
(Universitas Jenderal Soedirman 2016).[10].5ibid.[17].
20
5
KUHAP dan UU PSK.
Hak korban dalam KUHP ditemukan dalam Pasal 14 C dalam hal hakim
akan menjatuhkan pidana bersyarat, ditentukan adanya syarat umum dan syarat
khusus yang harus dipenuhi oleh terpidana selama dalam masa percobaan. Syarat
khusus tersebut berupa terpidana dalamwaktu tertentu, yangl ebih pendek dari
masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang
6
ditimbulkan perbuatannya.
Hak korban dalam KUHAP di atur dalam Pasal 98 ayat (1) bahwa jika
perbuatan yang menjadi dasar dakwaan dalam suatu pemeriksaan pidana oleh
pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua
sidang atas permintaan oranglain tersebut dapat menetapkan untuk
7
menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana.
Pengaturan hak-hak korban mengalami kemajuan yang sangat besar dalam
UU PSK, yaitu hak hak korban mencakup hak keamanan diri dan keluarga, hak
bantuan hukum, hak atas informasi penyelesaian perkara, hak bantuan biaya hidup,
medis dan psikososial, hak memberikan kesaksian diluar persidangan dan hak tidak
sapat dituntut atas kesaksian atau laporannya dan hak-hak korban tersebut dapat
diberikan dalam semua tahap peradilan pidana dalamlingkungan peradilan pidana.
d. Mendapat penerjemah;
5 Lugianto, A. (2014). Rekonstruksi Perlindungan Hak-hak Korban Tindak Pidana. Masalah-Masalah Hukum, 43(4), 553-559.
21
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
a. Hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang
berat;
b. Hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab
22
pelaku tindak pidana.
23
24
25
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perlindungan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan dalam Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana, antara lain Hak untuk Hak untuk segera mendapatkan
pemeriksaan untuk selanjutnya dapat diajukan kepada Penuntut Umum, Hak untuk
memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan dari pihak manapun, Hak
untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan, Perlindungan bagi
tersangka dalam proses penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam
praktik, pada dasarnya sudah dilaksanakan, namun belum dilakukan dengan baik
atau secara menyeluruh oleh setiap personil, hal ini dilakukan oleh oknum.
Padahal seperti yang kita ketahui kedudukan seorang tersangka belum bersalah
karena dikenal adanya suatu asas yang harus dijunjung tinggi oleh setiap aparat penegak
hukum baik itu pihak kepolisian, kejaksaan, ataupun pengadilan yaitu asas presumption
of law atau lebih dikenal dengan asas praduga tak bersalah.
Penegakan hukum dan keadilan, secara teoritis menyatakan bahwa efektifitas
penegakan hukum baru akan terpenuhi dengan baik termasuk penegakan hukum dalam
penaganan kasus tindak pidana tersebut yaitu : anggaran untuk penyidikan perlu
ditambah, Jumlah penyidik dan penyidik pembantu yang terbatas disebabkan minimnya
minat polisi untuk menjadi seorang penyidik maupun penyidik pembantu, aparat penegak
hukumnya diperlukan pengiriman untuk pelatihan-pelatihan, seminar serta pendidikan
khusus penyidikan dalam mengungkap keterangan tersangka dan kurangnya Fasilitas
Sarana Dan Prasarana Untuk Penyidikan Penegakan hukum memerlukan sarana atau
fasilitas yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas. Dari hambatan dan
pemecahan dalam menghadapi hambatan tersebut diharapkan penyidik dalam melakukan
penyidikan terhadap tersangka yang melakukan perbuatan pidana dapat terlaksana dan
berjalan sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.
1
Perhatian hukum terhadap korban tindak pidana dalam KUHAP belum mendapat
perhatian optimum tetapi sebaliknya perhatian pengaturan hukum atas dasar
penghormatan terhadap HAM dari pelaku tindak pidana cukup banyak. Pengertian
mengenai kepentingan korban dalam kajian viktimologi, tidak saja hanya di pandang dari
perspektif hukum pidana atau kriminologi saja melainkan berkaitan pula dengan aspek
keperdataan. Pandangan KUHAP terhadap hak-hak korban tindak pidana masih sangat
terbatas dan tidak sebanding dengan hak-hak yang diperoleh pelaku tindak pidana.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan saran dan kritik
yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini.
2
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., & Wibowo, A. (2018). Kompensasi dan Restitusi yang Berorientasi Pada Korban Tindak Pidana.
Yuridika, 33(2), 260-289.
Angkasa, ‘Kedudukan Korban Dana Sistem Peradilan Pidana’, Pelatihan Viktimologi Indonesia
(Universitas Jenderal Soedirman 2016).[10].5ibid.[17].
KarynEllenPolito,‘TheRightsofCrimeVictimsintheCriminalJusticeSystem:IsJustice
BlindtotheVictimsofCrime?’(1990)16NewEnglandJournalonCriminalandCivilConfinement. [242-243].
Prakoso, Djoko. Polri sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia,
1987.
Naning, Ramdlom. Cita dan Citra Hak Asasi Manusia Indonesia, Jakarta : Kriminolosgi UI,
1983.
Mujiyono, Agus Sri. “Analisis Perlindungan Hukum Hak Tersangka Dan Potensi Pelanggaran Pada Penyidikan
Perkara Pidana”. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 2009.