Anda di halaman 1dari 27

KORBAN DAN KEJAHATAN

MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Viktimologi

Dosen Pengampu: Muhamad Romdoni, S.H., M.H

Disusun Oleh:

1. Kevin Jonathan Sihombing : 1111210242


2. Tsania Fathhiyya Medina : 1111210251
3. Bon Bon Yesita Putri : 1111210256
4. Rizky Maulana : 1111210258
5. M. Rival Revana : 1111210271
6. Refian Dela Angelina : 1111210275

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2024
i

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah
Viktimologi dengan makalah yang berjudul Korban Dan Kejahatan tepat pada
waktunya. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Muhamad
Romdoni, S.H., M.H. selaku dosen Mata Kuliah Viktimologi di Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Kami juga ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada para penulis
yang menjadi referensi kami dalam makalah ini, sehingga sangat membantu dalam
proses pembuatan dan penyelesaian makalah kami yang berjudul Korban Dan
Kejahatan.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Korban Dan
Kejahatan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi mahasiswa Fakultas Hukum agar makalah ini dapat menjadi bekal
pemahaman mengenai Korban Dan Kejahatan.
Sebelumnya kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan kata yang
kurang berkenan. Kami juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari
makalah ini baik dari materi maupun teknik penyajiannya, oleh sebab itu kami
berharap para pembaca dapat memberi kritik maupun saran guna perbaikan
makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................6
C. Tujuan Penulisan................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................7
A. Hukum dan Ketertiban Masyarakat................................................7
B. Peranan Korban Dalam Terjadinya Kejahatan.............................12
BAB III PENUTUP.........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................18

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
1

A. Latar Belakang Masalah BAB I


PENDAHULUAN

Kejahatan merupakan sebuah isu yang kompleks dan selalu menjadi


perhatian masyarakat. Di balik setiap peristiwa kriminal, terdapat korban yang
mengalami berbagai dampak negatif, baik secara fisik, psikis, maupun sosial.
Memahami situasi dan kebutuhan korban menjadi hal penting dalam upaya
penegakan hukum dan pemulihan pasca-kejahatan. Korban kejahatan diartikan
sebagai seseorang yang telah menderita kerugian sebagai akibat suatu
kejahatan dan atau yang rasa keadilannya secara langsung telah terganggu
sebagai akibat pengalamannya sebagai target sasaran1.
Hukum dan ketertiban masyarakat merupakan dua hal yang saling
berkaitan erat. Hukum berperan sebagai kerangka kerja yang mengatur
perilaku dan interaksi antar individu dalam masyarakat, sedangkan ketertiban
merupakan kondisi yang tercipta ketika masyarakat patuh dan mengikuti
aturan hukum yang berlaku. Pembangunan hukum yang mencakup upaya-
upaya pembangunan tatanan hukum haruslah dilakukan secara terus menerus
agar hukum dapat memainkan fungasinya sebagai pedoman bertingkah laku
(fungsi ketertiban) dalam hidup bersama yang imperaktif dan efektif sebagai
penjamin keadilan di dalam masyarakat.2
Hukum dan ketertiban adalah pilar utama dalam membangun masyarakat
yang stabil dan sejahtera. Upaya untuk menjaga dan memelihara hukum dan
ketertiban harus dilakukan secara berkelanjutan dan melibatkan semua pihak
dalam masyarakat. Hukum berperan sebagai penuntun perilaku dan norma
yang mengikat seluruh anggota masyarakat, sedangkan ketertiban merupakan
manifestasi dari kepatuhan terhadap hukum tersebut.

1
Ony Rosifany, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, (Samarinda: Jurnal
LEGALITAS Volume 2 Nomor 2, 2017), hal. 21.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
2

2
Ellya Rosana, Hukum dan Perekembangan Masyarakat, (Lampung: Jurnal Aspirasi Politik, 2013),
hal. 101.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
3

Korban dan kejahatan merupakan dua elemen yang terkait erat dalam
konteks sistem hukum dan sosial. Pengertin dari korban tindak kejahatan
termuat dalam, pasal 1 undang - undang Nomor 13 tahun 2006 tentag
perlindungan saksi dan korban yaitu seseorang yang mengalami
penderitaan berupa fisik, mental dan/atau ekonomi yang diakibatkan dari
suatu tindak pidana. Korban adalah individu atau kelompok yang menderita
akibat tindakan kejahatan. Kejahatan sendiri dapat mencakup berbagai bentuk,
mulai dari kekerasan fisik hingga kejahatan finansial.
Penting untuk memahami bahwa korban kejahatan tidak hanya mengalami
kerugian fisik, tetapi juga dampak emosional dan psikologis yang sering kali
mendalam. Trauma, kehilangan kepercayaan, dan stigmatisasi sosial
merupakan beberapa konsekuensi yang mungkin dihadapi korban. Kedudukan
korban kejahatan tidak hanya sekedar dapat ikut serta dalam proses memilih
dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan atau dapat
memperoleh informasi mengenai putusan pengadilanataupun korban dapat
mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan. Namun pihak yang dirugikan
korbanpun berhak untuk memperoleh ganti rugi dari apa-apa yang diderita.3
Hak-hak korban pidana memiliki peran penting dalam sistem hukum untuk
memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan, penghormatan, dan
keadilan. Hak-hak ini mencakup hak untuk diberi informasi, hadir dalam
persidangan, memberikan keterangan, mendapatkan ganti rugi, dan merasa
aman. Perlindungan hak korban tidak hanya mendukung keadilan, tetapi juga
menciptakan sistem hukum yang lebih manusiawi dan adil. Seringkali terjadi
dalam sebuah kasus pidana, hak – hak korban dikesampingkan dan hanya
memperhatikan hak – hak dari tersangka.
Posisi korban dalam sistem peradilan pidana merupakan pihak yang
pasif, namun demikian peran seorang korban dalam kasus peradilan
pidana sangat penting, karena korban yang dapat menjadi saksi akan
menentukan

3
Ony Rosifany, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, (Samarinda: Jurnal

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
4

LEGALITAS Volume Nomor 2, 2017), hal..24.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
5

apakah seorang tersangka/terdakwa pelaku tindak pidana itu dinyatakan


bersalah atau tidak dalam suatu kejadian tindak pidana.4
Indonesia adalah negara hukum seperti yang tertuang dalam konstitusi,
sebagai sebuah negara hukum tentunya negara wajib melindungi setiap warga
negaranya dari setiap perbuatan yang dapat merugikan apalagi perbuatan
tersebut dapat merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara 5. Negara
hukum perlu melindungi korban kejahatan untuk menjaga keadilan,
memberikan rasa aman pada masyarakat, dan memastikan bahwa hak-hak
individu tetap terlindungi. Dalam penegakan hukum disini adalah
terabaikannya hak korban kejahatan dalam proses penanganan perkara pidana
maupaun akibat yang harus ditanggung oleh korban kejahatan karena
perlindungan hukum terhadap korban kejahatan tidak mendapat pengaturan
yang menandai (Sidik Sunaryo: 2005: 2).
Hak-hak korban memiliki peran krusial dalam penegakan hukum,
memastikan bahwa keadilan ditegakkan secara menyeluruh. Mereka
mencakup hak untuk mendapatkan informasi, partisipasi dalam proses
peradilan, mendapatkan ganti rugi, dan perlindungan dari pelecehan atau
ancaman. Pemberian hak ini meningkatkan integritas sistem hukum dan
memperkuat posisi korban dalam proses peradilan. Penegakan hukum yang
tegas terhadap pelaku kejahatan menjadi bagian penting dalam melindungi
korban dan mencegah terjadinya kembali tindak pidana. Penegakan hukum
yang efektif dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan memberikan rasa
keadilan bagi korban. Perlindungan terhadap korban kejahatan merupakan
tanggung jawab bersama. Dengan upaya bersama dari pemerintah, lembaga
terkait, dan masyarakat, diharapkan terciptanya sistem perlindungan yang
komprehensif dan efektif bagi korban, sehingga mereka dapat mendapatkan
keadilan dan kembali hidup dengan normal.

4
Vivi Ariyanti, Konsep Perlindungan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Nasional dan Sistem
Hukum Pidana Islam. (Purwokerto: Jurnal Kajian Hukum Islam, 2019), hal. 34.
5
Dheny Wahyudi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Cyber Crime di Indonesia (Jambi: Jurnal
Ilmu Hukum, 2013), hal. 99.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
6

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia,


hak- hak korban diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan Pasal 1 ayat (14) KUHP.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban juga memberikan landasan hukum yang lebih spesifik
mengenai perlindungan dan hak korban. Dalam konteks perlindungan
terhadap korban kejahatan, adanya upaya preventif maupun represif yang
dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah (melalui
aparat penegak hukumnya) seperti pemberian
perlindungan/penga-wasan dari berbagai ancaman yang dapat
membahayakan nyawa korban, pemberian bantuan medis, pemberian
bantuan hukum secara memadai, proses pemeriksaan dan pengadilan yang
fairterhadap pelaku kejahatan, pada dasarnya merupakan perwujudan
dari perlindungan hak asasi manusia serta menjadi instrumen penyeimbang.6
Kelemahan mendasar dalam penegakan hukum pidana dimaksud adalah
terabaikannya hak korban kejahatan dalam proses penanganan perkara
pidana maupun akibat yang harus ditanggung oleh korban kejahatan. Perhatian
hukum terhadap korban tindak pidana dalam KUHAP belum mendapat
perhatian optimum, tetapi sebaliknya perhatian pengaturan
hukum atas dasar
penghormatan terhadap HAM dari pelaku tindak pidana cukup banyak.7
Hal ini dapat dilihat dalam KUHAP, sedikit sekali pasal-pasal yang
membahas tentang korban, pembahasannya pun tidak fokus terhadap
eksistensi korban tindak pidana. Terlihat dengan bermacam-macamnya istilah
yang digunakan dalam menunjuk seorang korban. 8 Kemudian Kelemahan
terhadap perlindungan korban tindak pidana di Indonesia juga termasuk
seperti lambatnya proses hukum, minimnya dukungan psikososial bagi
korban, dan kurangnya koordinasi antara lembaga terkait. Selain itu,
masih terdapat

6
Vivi Ariyanti, Konsep Perlindungan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Nasional dan Sistem
Hukum Pidana Islam. (Purwokerto: Jurnal Kajian Hukum Islam, 2019), hal. 39.
7
Bintara Sura Priambada, Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana tentang Kepentingan Korban,
( Jurnal Unsa, 2014).
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
7

8
Ni Putu Rai Yuliartini, Kedudukan Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Pidana di
Indonesia berdasarkan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). (Singaraja:
Jurnal Komunikasi Hukum, 2015), hal. 88.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
8

tantangan dalam memberikan perlindungan yang memadai terutama bagi


korban yang rentan dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hak korban.

Berkaitan dengan posisi korban dalam sistem hukum pidana tersebut,


perlu dilihat sejauh mana peran korban dalam hal timbulnya suatu kejahatan,
sehingga dapat diketahui secara lebih jelas hak-hak korban yang seperti apa
yang sesuai dengan keadilan baik bagi korban itu sendiri dan bagi pelaku9.
Korban dapat memainkan peran dalam terjadinya kejahatan melalui faktor
seperti situasi, kerentanan, atau peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku.
Namun, penting untuk diingat bahwa tanggung jawab utama tetap pada pelaku
kejahatan.
Viktimologi secara istilah berasal dari kata victim (korban) dan logos
(ilmu pengetahuan), dalam bahasa latin viktimologi, berasal dari kata
victima yang berarti korban dan logos yang berarti ilmu.10 Secara
terminologi, viktimologi berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban,
penyebab timbulnya korban dan akibat - akibat penimbulan korban yang
merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial.11
Viktimologi adalah ilmu yang mempelajari korban kejahatan, termasuk
faktor-faktor yang memengaruhi seseorang menjadi korban, dampak kejahatan
terhadap korban, serta respons masyarakat terhadap korban. Ilmu ini
membantu memahami peran korban dalam konteks kejahatan dan memberikan
dasar untuk penanganan dan perlindungan terhadap mereka. Viktimologi
mempelajari berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang
menjadi korban kejahatan. Ini termasuk faktor-faktor sosial, ekonomi,
lingkungan, dan psikologis yang dapat membuat seseorang rentan terhadap
tindak kriminal.

9
Vivi Ariyanti, Konsep Perlindungan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Nasional dan Sistem
Hukum Pidana Islam. (Purwokerto: Jurnal Kajian Hukum Islam, 2019), hal. 37.
10
Mohammad Nurul Huda, Korban dalam Perspektif Viktimologi. (Jurnal Hukum dan Keadilan,
2022), hal. 65.
11
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, 1993 , Hal 138.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
9

Dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi korban, dampak


kejahatan pada mereka, serta respons masyarakat terhadap korban, negara
dapat mengembangkan kebijakan dan program yang lebih efektif dalam
melindungi hak-hak korban, memperkuat sistem keadilan pidana, dan
mencegah kejahatan di masyarakat. Dengan mempelajari viktimologi, kita
dapat meningkatkan empati terhadap korban, mengembangkan program dan
kebijakan yang efektif, dan mendorong perubahan sosial untuk menciptakan
lingkungan yang lebih aman bagi semua orang.
Dengan demikian dapat disimpul-kan bahwa manfaat menggunakan
viktimologi dalam menganalisis kasus tindak pidana antara lain adalah
dapat menentukan hakikat siapa itu korban dan yang menimbulkan korban.12
. Ilmu ini membantu memahami peran korban dalam konteks kejahatan dan
memberikan dasar untuk penanganan dan perlindungan terhadap mereka.
Dengan mempelajari viktimologi, kita dapat meningkatkan pemahaman
tentang korban dan kebutuhan mereka, mengembangkan program dan
kebijakan yang lebih efektif untuk membantu korban, dan mendorong
perubahan sosial untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua
orang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hukum dan Ketertiban Masyarakat?
2. Bagaimana Peranan Korban Dalam Terjadinya Kejahatan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menganalisis Hukum dan Ketertiban Masyarakat.
2. Untuk menjelaskan Peranan Korban Dalam Terjadinya Kejahatan.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
10

12
Vivi Ariyanti, Konsep Perlindungan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Nasional dan Sistem

Hukum Pidana Islam. (Purwokerto: Jurnal Kajian Hukum Islam, 2019), hal. 36.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
11

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum dan Ketertiban Masyarakat
Dalam mewujudkan masyarakat yang tertib, damai, aman dan sejahtera
diperlukannya peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan manusia.
Peraturan tersebut tidak bermaksud untuk membungkam hak-hak sipil, tetapi
lebih kepada upaya hukum untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan di
masyarakat. Terkait dengan pengaturan ketenteraman, ketertiban umum, dan
pelindungan masyarakat tentunya harus kembali melihat struktur masyarakat
yang lebih terbuka.
Menurut Thomas Hobbes keadaan manusia sebelum adanya negara atau
masih dalam keadaan ilmiah, dimana manusia hidup dalam alam bebas tanpa
ikatan suatu apapun, dalam keadaan demikian ini mereka disebut manusia in
abstracto. Dalam keadaan demikian manusia. selalu bermusuhan, saling
menganggap lawan, dan saling merasa takut kalau-kalau menusia yang lain itu
akan mendahului dan akan mendapatkan lebih banyak pujian daripada dirinya
sendiri. Maka terjadilan selalu perlawanan atau peperangan seorang melawan
seorang, seorang melawan semua orang, semua orang melawan semua orang.
Keadaan inilah disebut “bellum omnium contra omne”, dimana setiap orang
selalu memperlihatkan keinginan-keinginannya yang betul-betul egois. 13
Keadaan ini yang menyebabkan tidak lain adalah bahwa manusia dalam
keadaan ini abstracto itu telah memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu: 14
1. competition atau persaingan ini berarti bahwa manusia itu selalu
berlomba untuk mengatasi manusia yang lain, karena adanya rasa takut
bahwa dia tidak akan mendapatkan pujian. Dalam hal bersaing ini mereka
dapat mempergunakan cara apapun.
2. defentio, defend, mempertahankan atau membela diri. Ini berarti bahwa
manusia itu tidak suka dikuasasi atau diatasi oleh orang lain. Karena

13
H. Soehino, 2013, Ilmu Negara, Lberty, Yogyakarta, hlm. 98.
14
Ibid, hlm. 99.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
12

manusia itu selalu mempunyai keinginan untuk menguasai manusia yang


lain, maka sifat membela diri ini merupakan jaminan bagi keselamatannya.
3. gloria. Ini adalah sifat keinginan dihormati, disegani dan dipuj
Menurut Schur bahwa kejahatan terhadap ketertiban umum yang
terkadang disebut dengan kejahatan tanpa korban atau “moralitas yang
dilegislasikan”, merujuk kepada sejumlah aktivitas yang dianggap illegal
karena melanggar moralitas umum.15 Untuk itu perlu adanya hukum yang
menciptakan ketenteraman, ketertiban umum dan pelindungan masyarakat.
Fungsi hukum yang paling dasar adalah mencegah konflik kepentingan itu
dipecahkan dalam konflik terbuka, karena tidak berdasarkan fakta kekuatan-
kekuatan alamiah belaka, melainkan menurut kriteria yang berlaku umum.16
Ketenteraman mengandung arti keadaan tenteram; keamanan; ketenangan
(hati, pikiran).17 Arti ketenteraman ini terwujud bila hadirnya negara
memberikan perlindungan perdamaian, pertahanan kesejahteraan, dan tatanan
moral, dan rakyat tidak banyak bertanya tentang jenis pemerintahan sekuler
macam apa yang melindungi kita dalam mempersiapkan diri untuk kehidupan
abadi dan surgawi.18 Ketentaraman dapat terwujud bila negara hadir untuk
menjaga tidak ada orang yang bertindak melampaui kehendak alamiahnya.
Ketenteraman adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah
daerah dan masyarakat dalam keadaan tenteram, aman dan tenang.
Selanjutnya mengenai ketertiban mengandung arti peraturan (dalam
masyarakat dan sebagainya); keadaan serba teratur baik. 19 Tujuan pokok dari
hukum apabila hendak direduksi pada satu hal saja, adalah ketertiban (order).
Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan

15
Frank E. Hagan, 2013, Pengatar Kriminologi Teori, Metode, dan Perilaku Kriminal, terjemahan
dari Introduction to Criminology: Theories, Methods, and Criminal Behavior, penerjemah Noor
Cholis, Kencana, Jakarta, hlm. 616.
16
Budiono Kusumohamidjojo, Op.Cit., hlm. 138.
17
Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Ketiga, Balai Pusatka, Jakarta, hlm. 1176.
18
Carl Joachim Friedrich, 2010, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nusamedia, Bandung, hlm. 48.
19
Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional, Op.Cit., hlm. 1185.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
13

terhadap ketertiban ini, syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu


masyarakat manusia yang teratur.20 Ketertiban umum adalah suatu keadaan
yang menyangkut kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan
tertib umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum
sebagai suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepastian
minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi
anarki.21
Secara konseptual, ketertiban umum sebenarnya bisa dipahami, sebagai
manifestasi dari suatu keadaan damai yang dijamin oleh keamanan kolektif,
yaitu suatu tatanan di mana manusia merasa aman secara kolektif. Ketertiban
umum pada akhirnya merupakan manifestasi yang rasional dari pendapatan
kebebasan eksistensial yang individual dalam pembatasan ko-eksistensial yang
kolektif. Dari perspektif diatas terdapat pandangan lain yang mengemukakan
bahwa kedamaian jauh lebih penting dibandingkan keadilan. Negara sebagai
pembuat grundnorm menjadi besar dan absolut dengan lebih menekankan
mengenai kadamaian lebih penting dibandingkan keadilan.
Dalam konteks Negara Indonesia pelindungan terhadap masyarakat
menjadi tujuan dari negara sebagaimana diamanatkan dalam preambul
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana
terdapat kalimat melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia. Yang dimaksud dengan pelindungan masyarakat adalah
segenap upaya dan kegiatan yang dilakukan dalam rangka melindungi
masyarakat dari gangguan yang diakibatkan oleh bencana serta upaya untuk
melaksanakan tugas membantu penanganan bencana guna mengurangi dan
memperkecil akibat bencana, membantu memelihara keamanan, ketenteraman
dan ketertiban masyarakat, membantu kegiatan sosial kemasyarakatan,
membantu memelihara

20
Mochtar Kusumaatmadja, 2011, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
14

hlm. 3.
21
Budiono Kusumohamidjojo, Op.Cit., hlm. 137.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
15

ketenteraman dan ketertiban pada saat pemilihan kepala desa, pemilihan kepala
daerah, dan pemilihan umum, serta membantu upaya pertahanan negara.22

Dalam masyarakat yang alamiah, pihak yang terkuat akan mengendalikan


pihak lain yang lemah. Masyarakat tidak akan mempunyai peraturan atau
undang-undang yang melarang atau mencegah perilaku tidak etis atau tidak
bermoral. Masyarakat akan dipaksa untuk hanya mementingkan diri sendiri
agar dapat bertahan hidup dan cenderung berebut kepemilikan atas barang-
barang yang langka (langka karena kurangnya perdagangan).

Bagi Hobbes, solusinya adalah sebuah kontrak sosial di mana masyarakat


mencapai pemahaman kolektif – sebuah kontrak sosial – bahwa adalah
kepentingan semua orang untuk menegakkan aturan yang menjamin
keselamatan dan keamanan bagi semua orang, bahkan yang paling lemah
sekalipun. Dengan demikian, kontrak sosial dapat mengantarkan masyarakat
dari kondisi alami menuju masyarakat berkembang dimana kelompok lemah
pun dapat bertahan hidup. Sejauh mana masyarakat melindungi kelompok
lemah mungkin berbeda-beda; namun, dalam masyarakat kita, kita menyetujui
kontrak tersebut dan memerlukan kontrak tersebut untuk menjamin keamanan
bagi semua orang.

Kontrak sosial tidak tertulis dan diwariskan sejak lahir. Hal ini
menyatakan bahwa kita tidak akan melanggar hukum atau kode moral tertentu
dan, sebagai imbalannya, kita akan memperoleh keuntungan bagi masyarakat
kita, yaitu keamanan, kelangsungan hidup, pendidikan dan kebutuhan lain
yang diperlukan untuk hidup.

Menurut Pollock, ada lima alasan utama mengapa hukum diperlukan


dalam masyarakat:

22
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban
Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta Pelindungan Masyarakat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 548).

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
16

1. Prinsip kerugian: untuk mencegah penyerangan fisik yang serius


terhadap orang lain yang mungkin menjadi korban.

2. Prinsip pelanggaran: untuk mencegah perilaku yang akan


menyinggung orang-orang yang mungkin menjadi korban.

3. Paternalisme hukum: untuk mencegah kerugian terhadap semua orang


pada umumnya dengan peraturan.

4. Moralisme hukum: untuk mencegah kegiatan asusila seperti prostitusi


dan perjudian.

5. Manfaat bagi orang lain: untuk mencegah tindakan yang merugikan


sebagian masyarakat.

Meskipun teori kontrak sosial tidak memberi tahu masyarakat bagaimana


mereka seharusnya berperilaku, teori ini memberikan dasar untuk memahami
mengapa masyarakat menerapkan aturan, peraturan, dan hukum. Jika bukan
karena teori kontrak sosial, pemahaman kita tentang perlunya aturan-aturan ini
akan terbatas.

Khususnya dalam penegakan hukum, teori kontrak sosial penting untuk


membenarkan kekuasaan yang dapat diberikan oleh penegakan hukum
terhadap masyarakat secara keseluruhan. Ketidakseimbangan kekuasaan yang
dipegang oleh penegak hukum merupakan bagian dari kontrak yang disepakati
masyarakat sebagai imbalan atas keamanan. Yang dimaksud dengan kontrak
dapat menimbulkan masalah adalah ketika kekuasaan yang digunakan oleh
penegak hukum melebihi apa yang diharapkan oleh masyarakat berdasarkan
kontrak.

Permasalahan teori kontrak sosial antara lain sebagai berikut:

1. Hal ini memberi pemerintah terlalu banyak kekuasaan untuk membuat


undang-undang dengan kedok melindungi masyarakat. Secara khusus,
pemerintah dapat menggunakan kedok kontrak sosial untuk

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
17

menimbulkan ketakutan terhadap keadaan alam agar dapat menjamin


adanya undang-undang yang mengganggu.
2. Sejak kita dilahirkan, kita tidak secara sadar menyetujui suatu kontrak
dan karena itu tidak menyetujui kontrak tersebut. Aliran keluar dari
pemikiran ini adalah sebuah gerakan yang diberi nama “Warga Negara
Berdaulat” atau “Orang Merdeka di Tanah”. FBI mengidentifikasi
gerakan-gerakan ini sebagai warga negara yang menolak kendali
pemerintah dan “pemerintah beroperasi di luar yurisdiksinya. Karena
keyakinan ini, mereka tidak mengakui undang-undang, kebijakan, atau
peraturan federal, negara bagian, atau lokal.” FBI menganggap
gerakan- gerakan ini sebagai ancaman teroris domestik.
3. Jika kita menerima kontrak tersebut dan ingin mematuhinya, kita
mungkin tidak sepenuhnya memahami apa yang menjadi bagian kita
atau apa yang seharusnya menjadi bagian dari kontrak tersebut.
Kontrak bisa jadi tidak adil bagi sebagian orang. Misalnya, masyarakat
miskin tidak mendapatkan manfaat yang sama dari kontrak.

B. Peranan korban dalam terjadinya kejahatan


Menurut Arief Gosita menyebutkan pengertian korban yakni :
Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai
akibat dari tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri
sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi
yang menderita. Pengertian yang disampaikan oleh Arif Gosita tersebut sudah
diperluas maknanya, tidak hanya untuk perorangan tetapi berlaku bagi subyek
hukum yang lain, seperti badan hukum, kelompok, masyarakat dan korporasi
Timbulnya korban erat kaitannya dengan kejahatan.23
Menurut Muladi menyebutkan pengertian dari korban yakni :

23
G.Widiartana, 2009, Viktimologi “Perspektif Korban dalam Penanggulangan Kejahatan”,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, h. 19.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
18

Korban adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif


telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosisonal,
ekonomi, atau gangguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental,
melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum Pidana di masing-
masing actual, termasuk penyalahgunaan kekuasaan.24
Peranan korban kejahatan berkaitan dengan apa yang dilakukan pihak
korban, bilamana dilakukan sesuatu dan dimana hal tersebut dilaukan. Peran
korban tersebut berakibat dan berpengaruh bagi korban, pihak lain dan
lingkungannya. Antara pihak korban dan pelaku terdapat hubungan
fungsional bahkan dalam terjadinya kejahatan tertentu pihak korban
dikatakan bertangungjawab.
Pada tindak pidana tertentu antara korban dengan pelaku terdapat
hubungan yang terjadi karena perkenalan, mempunyai kepentingan yang
sama, tinggal bersama atau berkegiatan yang sama. Hubungan tersebut tidak
perlu berlangsung terus-menerus maupun secara langsung. Dalam hubungan
tersebut situasi dan kondisi korban dengan pelaku adalah sedemikian rupa
sehingga pelaku memanfaatkan korban untuk memenuhi kepentingan dan
keinginannya berdasarkan motivasi serta rasionalisasi tertentu yang terkadang
melegitimasikan perbuatan jahatnya atas motivasi dan rasionalisasi tersebut
peranan korban dalam terjadinya suatu tindak pidana antara lain sebagai
berikut:
1. Korban berperan sebagai yang merangsang, mengundang dan yang
membujuk pihak pelaku melakukan suatu kejahatan;
2. Korban berperan sebagai korban semu yang bekerja sama dengan
pihak pelaku dalam melaksanakan suatu kejahatan;
3. Korban merasa menjadi korban atas perbuatan orang lain sehingga
melakukan suatu kejahatan sebagai bentuk pembalasan;

24
Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2007, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan
Antara Norma dan Realita, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 47.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
19

4. Korban yang merupakan alat pembenar-diri untuk kejahatan yang


dilakukan oleh seorang pelaku kejahatan. Pembenaran-diri tersebut
berkenaan dengan penolakan, penyangkalan terhadap pihak korban;
pendevaluasian harga diri korban; penyangkalan menyebabkan
penderitaan, kerugian pada pihak korban; mempersalahkan pihak
korban dan merumuskan penimbulan penderitaan pada korban
sebagai suatu perbuatan yang benar.
Kejahatan adalah suatu hasil interaksi, karena adanya interaksi antara
fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Pelaku dan korban kejahatan
berkedudukan sebagai partisipan, yang terlibat secara aktif atau pasif dalam
suatu kejahatan, masing-masing memainkan peranan yang penting dan
menentukan. Korban membentuk pelaku kejahatan dengan sengaja atau tidak
sengaja berkaitan dengan situasi dan kondisi masing-masing (relatif). Antara
korban dan pelaku kejahatan ada hubungan fungsional.
Apakah korban berperan untuk terjadinya kejahatan? Pada dasarnya
korban dapat berperan baik secara sadar dan secara tidak sadar, maupun
langsung atau tidak langsung untuk terjadinya kejahatan, bila dijabarkan
“peranan korban” terhadap kejahatan berkolerasi dengan seputar apa yang
dilakukan, kapan korban melakukan sesuatu dan tempat dimana perbuatan
dilakukan. Selain itu, adanya derajat hubungan korban dengan si pelaku dan
jugasebagai pelaku kejahatan .
Peranan korban kejahatan ini antara lain berhubungan dengan apa yang
dilakukan pihak korban, bilamana dilakukan sesuatu, di mana hal tersebut
dilakukan. Peranan korban ini memiliki akibat dan pengaruh bagi diri korban
dan pihaknya, pihak lain dan lingkungannya. Antara pihak korban dan pihak
pelaku terdapat hubungan fungsional. Bahkan dalam terjadinya kegiatan
tertentu pihak korban dikatakan ikut bertanggungjawab.
Peranan korban juga terlihat dari caranya orang menempatkan dirinya
sebagai masyarakat yang peduli terhadap lingkungan sekitar. Kurangnya
kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar serta kurang tanggapnya
terhadap pemahaman lingkungan sekitar memicu seseorang dengan mudah
melakukan kejahatan terhadap lingkungannya maupun terhadap diri seseorang.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
20

Selain kejahatan yang ditimbulkan bersama-sama, setiap partisipan (pihak-


pihak) dapat pula menimbulkan kejahatan bentuk lain sebagai reaksi dan
respon terhadap kejahatan. Pihak korban mempunyai status partisipan aktif
maupun pasif dalam suatu kejahatan, memainkan berbagai macam peranan
yang mempengaruhi sebagaimana terjadinya kejahatan tersebut. Pelaksana
peran pihak korban dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tertentu langsung
atau tidak langsung. Pihak korban dapat berperan dalam keadaan sadar
maupun tidak sadar, secara langsung maupuntidak langsung, secara bersama-
sama maupun sendiri.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
21

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dalam mewujudkan masyarakat yang tertib, damai, aman dan sejahtera
diperlukannya peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan manusia.
Peraturan tersebut tidak bermaksud untuk membungkam hak-hak sipil,
tetapi lebih kepada upaya hukum untuk menciptakan ketertiban dan
keteraturan di masyarakat. Untuk itu perlu adanya hukum yang
menciptakan ketenteraman, ketertiban umum dan pelindungan
masyarakat. Fungsi hukum yang paling dasar adalah mencegah konflik
kepentingan itu dipecahkan dalam konflik terbuka, karena tidak
berdasarkan fakta kekuatan-kekuatan alamiah belaka, melainkan
menurut kriteria yang berlaku umum. Menurut teori kontrak sosial di
mana masyarakat mencapai pemahaman kolektif – sebuah kontrak
sosial – bahwa adalah kepentingan semua orang untuk menegakkan
aturan yang menjamin keselamatan dan keamanan bagi semua orang,
bahkan yang paling lemah sekalipun. Dengan demikian, teori kontrak
sosial dapat mengantarkan masyarakat dari kondisi alami menuju
masyarakat berkembang dimana kelompok lemah pun dapat bertahan
hidup.
2. Peranan korban kejahatan berkaitan dengan apa yang dilakukan pihak
korban, bilamana dilakukan sesuatu dan dimana hal tersebut dilakukan.
Peran korban tersebut berakibat dan berpengaruh bagi korban, pihak
lain dan lingkungannya. Antara pihak korban dan pelaku terdapat
hubungan fungsional bahkan dalam terjadinya kejahatan tertentu pihak
korban dikatakan bertangungjawab. Selain kejahatan yang ditimbulkan
bersama-sama, setiap partisipan (pihak-pihak) dapat pula menimbulkan
kejahatan bentuk lain sebagai reaksi dan respon terhadap kejahatan.
Pihak korban mempunyai status partisipan aktif maupun pasif dalam
suatu kejahatan, memainkan berbagai macam peranan yang
mempengaruhi sebagaimana terjadinya kejahatan tersebut.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
22

B. Saran
1. Pemerintah dan penegak hukum harus lebih mengkedepankan
perlindungan mengenai korban tanpa mengabaikan hak hak korban,
dan membuat peraturan yang lebih melindungi korban supaya dapat
mengurangi kerugian apa yang dialami korban.
2. Harus meningkatkan kerjasama antara penegak hukum dan
masyarakat dalam menanggulangi kejahatan serta masyarakat juga
perlu meperhatikan dan menerapkan undang undang agar tidak
berkembangnya kejahatan, karena semakin masyarakat paham akan
hukum maka semakin kurangnya tingkat kejahatan.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
23

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang:
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2020 Tentang
Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat serta
Pelindungan Masyarakat.
Buku dan Jurnal:
Arif Gosita. 1993. Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta.
Bintara Sura Priambada. 2014. Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana
tentang
Kepentingan Korban.
Carl Joachim Friedrich, 2010, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nusamedia,
Bandung.
Dheny Wahyudi. 2013. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Cyber Crime di
Indonesia Jambi: Jurnal Ilmu Hukum.
Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom. 2007. Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan Antara Norma dan Realita, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Frank E. Hagan. 2013. Pengatar Kriminologi Teori, Metode, dan Perilaku
Kriminal, terjemahan dari Introduction to Criminology: Theories,
Methods, and
Criminal Behavior, penerjemah Noor Cholis, Kencana, Jakarta.
G.Widiartana. 2009. Viktimologi “Perspektif Korban dalam Penanggulangan
Kejahatan”, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta.
H. Soehino. 2013. Ilmu Negara, Lberty, Yogyakarta.
Mochtar Kusumaatmadja. 2011. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan,
Alumni, Bandung.
Mohammad Nurul Huda. 2022. Korban dalam Perspektif Viktimologi. Jurnal
Hukum dan Keadilan.
Ni Putu Rai Yuliartini. 2015. Kedudukan Korban Kejahatan Dalam Sistem
Peradilan Pidana di Indonesia berdasarkan Kitab Undang–Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP). Singaraja: Jurnal Komunikasi Hukum.
Ony Rosifany. 2017. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan,
Samarinda: Jurnal LEGALITAS Volume 2 Nomor 2.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024
24

Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa


Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pusatka, Jakarta, hlm. 1176.
Vivi Ariyanti. 2019. Konsep Perlindungan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana
Nasional dan Sistem Hukum Pidana Islam. Purwokerto: Jurnal Kajian
Hukum Islam.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


KORBAN DAN KEJAHATAN, FHUNTIRTA, 2024

Anda mungkin juga menyukai