Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HAK PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HUKUM

Disusun oleh:
1. Adilla veronica putri
2. Fikriyah hamidah
3. Nur lailatus S
4. Melisa pertiwi
5. Muhammad Syarifudin
6. Alen januarizki

Kelas: XII MIPA 1

Guru pembimbing: Arjunita Eka Putri M.pd

SMA Negeri 1 Lempuing


Alamat: Jl. Lintas Timur, Desa Tebing Suluh, Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir
Website:sman1lempuing.Sch.Id

E-Mail:Smansalempuing@Yahoo.Co.Id Telp.082881981377 Kode Pos 30657

Tahun Ajaran 2020/2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami. Sholawat serta salam tetap kami junjungkan kepada Nabi Agung Muhammad
S.A.W. yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah sampai ke zaman yang penuh ilmu ini.

Makalah yang berisikan tentang Hak Perlindungan dan Penegakan Hukum Di Indonesia ini
kami susun guna memenuhi tugas dari Ibu Arjunita Eka Putri M.Pd. yang senantiasa
mendampingi kami untuk menimba ilmu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir baik yang secara langsung maupun tidak
langsung. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala ikhtiar kita. Amin.

Lempuing, 21 Juli 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR................................................................................ 1

DAFTAR ISI.............................................................................................. 2

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................... 3

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 3

1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 3

BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................. 4

2.1.Penegakan Hukum .............................. 4

2.2. Contoh Kasus.......................................... .5

2.3. Hak Perlindungan .......... 6

2.4. Contoh Kasus.............................................................................. 7

BAB 3 PENUTUP......................................................................................10

3.1. Kesimpulan...................................................................................10

3.2. Saran.............................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................11

BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Bergulirnya iklim reformasi dan demokratisasi di Indoneseia dalam kurun waktu beberapa tahun
terakhir ini telah membawa angin perubahan berupa kebebasan berekspresi yang sangat bebas.
Kebebasan tersebut pada beberapa kesempatan telah “kebabalasan” bahkan berujung pada konflik
horisontal maupun konflik vertikal. Konflik yang tidak terkelola dengan baik ditambah dendam masa lalu
pada masa Pemerintahan Orde Baru, yang sangat otoriter berdampak pada kekerasan bahkan telah
terjadi konflik bersenjata. Bahkan beberapa daerah telah jatuh korban berjumlah ratusan bahkan
mungkin ribuan. Terjadi pula pengusiran dan pemusnahan kelompok etnis tertentu (genocide) oleh
kelompok etnis lain. Kekerasan, kontak senjata dan pemusnahan etnis seakan menjadi “menu utama”
berbagai media di tanah air.
Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan
kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras,
warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil
dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal
(dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horisontal (antarwarga
negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat
(gross violation of human rights).
Pada kenyataannya selama lebih lima tujuh tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan
penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi manusia masih jauh dari memuaskan.
Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan,
perkosaan, penghilangan paksa, pembunuhan, pemusnahan kelompok etnis tertentu, pembakaran
sarana pendidikan dan tempat ibadah, dan teror bom yang semakin berkembang. Selain itu, terjadi pula
penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik dan aparat penegak hukum, pemelihara keamanan, dan
pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau
menghilangkan nyawa. Bahkan pada beberapa kesempatan yang lalu, Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus
pelanggaran HAM berat Timtim telah membebaskan sebagian terbesar para Jendaral Angkatan Darat
dari segala tuntutan hukum.
Padahal secara jelas dan tegas untuk melaksanakan amanat Undang-undang Dasar 1945, Majelis
Permusyarwaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia,
telah menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur Pemerintah, untuk
menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada
seluruh masyarakat. Telah terbentuk juga Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dan Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang diikuti
dengan pengukuhan melalui Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis mendapatkan
hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa perumusan masalah. Rumusan masalah
itu adalah :
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1 . Apakah pengertian Hak Penegakan Hukum?
2. Bagaimana Teori dari Penegakan Hukum ?
3. Apa saja Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum?
4. Bagaimana Kasus dari Penegakan Hukum serta Unsur yang mempengaruhinya?
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum
dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses
perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk
mewujudkan ide-ide dan konsep- konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.

1. Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai
yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya
hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan
keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan dan
menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh
hukum formal.

2. Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau
konsep-konsep tentang keadilan , kebenaran, kemamfaatan sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan
hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep tadi menjadi
kenyataan.Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat
keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang
sudah di kenal secara konvensional , tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam
kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab.

Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Ditinjau dari sudut subyeknya:

Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap
hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative atau melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia
menjalankan atau menegakkan aturan hukum.

Dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum
tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana
seharusnya.

2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya:

Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang di dalamnya
terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti
sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis.

B. Teori Penegakan Hukum


Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum
dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses
perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk
mewujudkan ide-ide dan konsep- konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.

Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3 bagian yaitu:5

1. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh
hukum pidana substantif (subtantive law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak
mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana yang
antara lain mencakup aturanaturan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan
pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan
batasan-batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik-
delik aduan (klacht delicten). Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai area of no enforcement.

2. Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat total tersebut
dikurangi area of no enforcement dalam penegakan hukum ini para penegak hukum diharapkan
penegakan hukum secara maksimal.

3. Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini dianggap not a realistic
expectation, sebab adanya keterbatasanketerbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat
investigasi, dana dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion
dan sisanya inilah yang disebut dengan actual enforcement.

Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana menampakkan diri
sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application) yang melibatkan pelbagai sub sistem
struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk didalamnya
tentu saja lembaga penasehat hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3
dimensi:

1. penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system) yaitu penerapan
keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial yang didukung oleh sanksi pidana.

2. penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative system) yang mencakup
interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum yang merupakan sub sistem peradilan diatas.

3. penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti bahwa dalam
mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam
lapisan masyarakat.
C. Faktor faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Faktor faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah :

1. Faktor Hukum

Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian
hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat
abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu
yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka
pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement, namun juga peace
maintenance, karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara
nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

2. Faktor Penegakan Hukum

Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting,
kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu
kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu
contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung
pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam
tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus
yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi
dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh
polisi begitu luas dan banyak.

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam
masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum,
persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau
kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.

5. Faktor Kebudayaan
Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan.
Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat,
dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian,
kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa
yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

D. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, arti dari kata “curi” adalah mengambil milik orang lain
tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi- sembunyi. Sedangkan arti “pencurian”
proses, cara, perbuatan. Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan
dalam Pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang berbunyi:
barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5
Tahun atau denda paling banyak Rp.900,00-. Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci rumusan itu terdiri dari
unsur-unsur objektif (perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur keadaan yang melekat
padabenda untuk dimiliki secara sebagian ataupun seluruhnya milik orang lain) dan unsur unsur
subjektif (adanya maksud, yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum).

Unsur-unsur pencurian adalah sebagai berikut:

1. Unsur-Unsur Objektif berupa :

a. Unsur perbuatan mengambil (wegnemen)

Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan “mengambil” barang. “Kata
“mengambil” (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari-jari,
memegang barangnnya, dan mengalihkannya ke lain tempat”. Dari adanya unsur perbuatan yang
dilarang mengambil ini menunjukan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formill. Mengambil
adalah suatu tingkah laku psoitif/perbuatan materill, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan yang
disengaja. Pada umumnya menggunakan jari dan tangan kemudian diarahkan pada suatu benda,
menyentuhnya, memegang, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ke tempat lain
atau dalam kekuasaannya. Unsur pokok dari perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif, ditujukan
pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut,
maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan
membawa benda tersebut ke dalam kekuasaanya secara nyata dan mutlak. Unsur berpindahnya
kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupaka syarat untuk selesainya perbuatan
mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu perbuatan pencurian
yang sempurna.
b. Unsur benda

Pada objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam Memorie van toelichtin (MvT) mengenai
pembentukan Pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda- benda bergerak (roerend goed). Benda-
benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan
menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai
dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang bergerak adalah setiap benda yang sifatnya dapat
berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata). Sedangkan benda yang tidak
bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, suatu
pengertian lawandari benda bergerak.

c. Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain

Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang
sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B,
yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor
tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi
melainkan penggelapan (Pasal 372 KUHP).

2. Unsur-Unsur Subjektif berupa :

a. Maksud untuk memiliki

Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni unsur pertama maksud (kesengajaan sebagai
maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur
memilikinya. Dua unsur itu tidak dapat dibedakan dan dipisahkan satu sama lain. Maksud dari perbuatan
mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya, dari gabungan dua unsur
itulah yang menunjukan bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki tidak
mengisyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan. Pertama
tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang menjadi
unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja. Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah
untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan barang miliknya. Apabila dihubungkan dengan
unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri pelaku sudah terkandung
suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.

b. Melawan hukum

Menurut Moeljatno, unsur melawan hukum dalam tindak pidana pencurian yaitu Maksud memiliki
dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditunjukan pada melawan hukum, artinya ialah
sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui dan sudah sadar
memiliki benda orang lain itu adalah bertentangan dengan hukum. Karena alasan inilah maka unsur
melawan hukum dimaksudkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif. Pendapat ini kiranya sesuai
dengan keterangan dalam MvT (Memorie van toelichtin) yang menyatakan bahwa, apabila unsur
kesengajaan dicantumkan secara tegas dalam rumusan tindak pidana, berarti kesengajaan itu harus
ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya.

Seperti Contoh Kasus:

Kasus Kakek Rawi ( Pencurian Merica Seberat Setengah Ons )

Kasus yang akan kami bahas ini lumayan menyita perhatian publik Indonesia mengenai penegakan
hukumnya. Walaupun banyak kejangalan dari kasus ini, kejanggalan tersebut justru dibiarkan saja hingga
tidak diketahui titik terangnya dan malah mereka menjatuhkan hukuman kepada orang yang belum
diketahui pasti bahwa ia bersalah atau tidak. Hanya karena segenggam merica saja seseorang dapat
dengan mudah dijebloskan ke dlam jeruji besi tanpa mempertimbangkan asas praduga tidak bersalah
dari sang tersangka. Kasus ini memang dapat dikategorikan sebagai kasus yang sudah lama terjadi dan
kasus seperti ini sering terjadi di masyarakat kita.

Kasus ini terjadi di tahun 2012 di daerah Sinjai Selatan, Sulawesi Selatan. Tersangkanya yakni
seorang kakek bernama Rawi berumur 66 tahun yang bertempat tinggal di Dusun Sengkang, Desa Talle,
Kecamatan Sinjai Selatan. Ia dituduh telah mengambil merica seberat setengah ons atau segenggam
tangan orang dewasa.

Dikutip dari TEMPO Interaktif, Sinjai. Dalam sidang perdana tanggal 11 januari 2012 yang digelar
Pengadilan Negeri Kabupaten Sinjai, Rawi didakwa dalam kasus pencurian merica seberat 0,5 ons. Jaksa
penuntut umum Wanto Hariyanto saat membacakan dakwaan mengatakan, Rawi didakwa mencuri
merica senilai Rp 100 ribu yang diambil dari kebun milik Abbas.

Hal berbeda diungkapkan Alamsyah, pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sinjai yang
membela Rawi. Alamsyah mengatakan bahwa dari barang bukti yang ditemukan hanya segenggam
tangan orang dewasa, atau kurang lebih 0,5 ons. “Pemilik kebun telah menuangkan sikapnya pada surat
pernyataan untuk tidak mempermasalahkan kasus tersebut."

Menurut Alamsyah, barang bukti pun diambil dari tangan saksi, bukan dari pelaku, sehingga barang
bukti yang diajukan masih kurang jelas jumlahnya dan diragukan kebenarannya. Alamsyah mengatakan
akan mengusahakan penangguhan penahanan Rawi. Kendati demikian dia tetap harus meminta
pertimbangan majelis hakim selaku pemegang kewenangan.

Sementara, menurut Wanto, saat kejadian aksi Rawi diketahui oleh Rustam dan Cama yang
kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Sinjai Selatan. "Akan dipidana maksimal lima tahun
penjara berdasarkan aturan yang ada. Adapun keputusan perkara tergantung pada pertimbangan
majelis hakim," ucap Wanto yang ditemui usai persidangan. Berdasarkan keterangan saksi ke pihak
kepolisian, terdakwa mengambil merica milik Abbas sebanyak kurang lebih satu ember atau senilai Rp
100 ribu. Namun hal tersebut disangkal oleh pengacara terdakwa. Pengacara mengatakan kliennya
hanya mengambil sebanyak satu gengam tangan sehingga ia meminta jaksa penuntut umum
membuktikan dakwaannya kepada Rawi.

Ketua Majelis Hakim kemudian memutuskan untuk menunda persidangan setelah menerima pernyataan
jaksa dengan pertimbangan keterbatasan waktu yang terlalu singkat untuk menghadirkan saksi. Sidang
ditunda hingga tanggal 09 februari 2012. Dikutip dari SINJAI, KOMPAS.com. pada sidang kedua di
Pengadilan Negeri Sinjai, Sulawesi Selatan akhirnya menjatuhkan vonis hukuman kurungan penjara 2
bulan 25 hari kepada Rawi (60), terdakwa kasus pencurian setengah ons merica. Sidang yang digelar di
ruang sidang utama, Kamis (9/2/2012) itu diketuai oleh hakim Raden Nurhayati.

Hakim memutuskan dari hasil bukti-bukti persidangan dengan menghadapkan sejumlah saksi dan
beberapa barang bukti terungkap jika kakek tiga orang cucu ini telah bersalah melakukan pencurian
merica di kebun milik tetangga desanya bernama Abbase, beberapa waktu lalu. Putusan majelis hakim
yang dijatuhkan kepada terdakwa lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa dengan
hukuman empat bulan kurungan penjara, dipotong masa tahanan yang sudah dilewatinya sebelumnya.

Dengan demikian, terdakwa bisa menghirup udara bebas Jumat (10/2/2012) besok. Terdakwa yang
mengikuti sidang selama tujuh kali itu, masih pikir-pikir putusan yang diberikan majelis hakim kepada
dirinya. Muna, istri terdakwa mengaku tidak terima atas tuduhan yang dialamatkan ke suaminya. Ia
menilai tuduhan itu palsu dan semua barang bukti merupakan rekayasa Kapolsek Sinjai Selatan AKP
Yahya Ahmad.

"Maluka nak, suami saya tidak pernah memetik marica Abbase di kebunnya. Kapolsek itu rekayasa
semua. Mauka menuntut balik nak," ungkap Muna yang ditemui usai sidang.

Rawi dihadapkan ke meja hijau setelah dua orang tetangganya bernama Rustam dan Camat
mengadukannya ke aparat kepolisian Polsek Sinjai Selatan dalam tuduhan pencurian setengah ons
merica, milik Abbase di Dusun Sengkang, Desa Bulukamase, Kecamatan Sinjai Selatan. Namun dalam
perjalanan kasusnya, entah mengapa jumlah barang bukti kemudian bertambah dari setengah ons
menjadi setengah kilo.

Adanya dugaan rekayasa kasus terungkap setelah salah seorang tahanan Polsek Sinjai Selatan yang satu
sel dengan terdakwa menjadi saksi di persidangan dan membeberkan rekayasa yang diduga dilakukan
oleh kapolsek. Sementara itu, Kapolsek Sinjai Selatan malah membantah jika dirinya telah melakukan
rekayasa barang bukti. Dalam kasus ini tercium bahwa adanya transaksi hukum di dalamnya.

2.2 Pandangan Pancasila Terhadap Kasus Penegakan Hukum

Pancasila sebagai sebuah falsafah hidup dan petunjuk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah
semetisnya dijadikan acuan dalam berperilaku, bertindak dan membuat kebijakan dalam sistem
pemerintahan di Indonesia. Merebaknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, mafia hukum menjadi
sumber masalah bidang penegakan hukum, yang tidak pernah mengimplemnetasikan nilai-nilai
pancasila.Tujuan dari adanya implementasi pancasila dalam penegakan hukum sebagai upaya
membentuk dan memabangun kesadaran moral pada penegak hukum dalam penerapan nilai-nilai
pancasila yang luhur yang mencerminkan proses keadilan bagi selurut rakyat Indonesia dan
Kemanusiaan yang adil dan beradab dalam penegakan hukum di Indonesia. Dalam konteks ini filsafat
pancasila sebagai sebuah landasan teori, pancasila memiliki ilmu pengetahuan yang mampu
menjelaskan dengan sila-sila itu sesungguhnya harus diimplementasikan, filsafat pancasila sebagai
sebuah keilmuan memiliki pengetahuan yang terdiri dari aspek epistemologi, ontologi dan aksiologi.
Ketiga hal tersebut digunakan untuk mengkaji hukum di Indonesia, dengan cara membangun pancasila
sebagai sumber nilai-nilai yang terdiri dari lima sila untuk mengarahhkan pada penegakan hukum di
Indonesia. Metode dalam penulisan adalah dengan metode deskritptif-analitis serta mengggunakan
metode hermeneutik, kemudian dilakukan pencarian data-data yang paling relevan dan utama terkait
dengan kajian implementasi pancasila dalam penegakan hukum serta selanjutnya dilakukan analisis yang
lebih tajam sehingga menghasilkan gagasan atau ide yang kreatif. Pancasila harus diajarkan dalam
sistem kelembagaan dan kejaksaan tinggi oleh pejabat hukum dan aparat penegak hukum, agar mereka
tersadarkan bahwa pancasila sebagai sumber hukum telah mengajarkan cara yang baik dan adil dalam
menegakkan keadilan hukum di Indonesia. Nilai-nilai pancasila harus menjadi rujukan atas setiap
mengambil kebijakan dalam bidang hukum. Pancasila sebagai way of life merupakan bentuk kesadaran
secara personal dan kolektif terhadap aparat penegak hukum dalam menyelesaikan setiap masalah
hukum dengan berdasarkan atas pancasila.

Di Idonesia juga menerapakan faham The Rule of Law. Pelaksanaan the rule of law mengandung
keinginan untuk terciptanya negara hukum,yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat.

Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjukkan bahwa keberhasilan penegakan
hukum tergantung pada kepribadian nasional masing masing bangsa.Hal ini di dukung oleh kenyataan
bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai
akar budayanya yang khas pula.Rule of law ini juga merupakan legalisme,suatu aliran pemikiran hukum
yang di dalamnya terkandung wawasan sosial,gagasan tentang hubungan antar manusia,masyarakat,dan
negara,yang dengan demikian memuat nilai nilai tertentu dan memiliki struktur sosialogisnya
sendiri.Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat di layani melalui pembuatan
sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif,tidak memihak,tidak personal,dan
otonom.Secara kuantitatif,peraturan perundang undangan yang terkait dengan rule of law telah bnayk
di hasilkan di negara kita,namun impelementasi/penegakannya belum mencapai hasil yang
optimal,sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum di rasakan sebagian
besar masyarakat.

Hal hal yang mengemuka untuk di pertanyakan antara lain adalah bagaimana komitmen pemerintah
untuk melakasanakan prinsip prinsip rule of law.Proses penegakan hukum di Indonesia di lakukan oleh
lembaga penegakhukum yang terdiri:

1. Kepolisian

a. Fungsi Kepolisian
Fungsi Kepolisian adalah memelihara keamanan dalam negeri yang meliputi pemeliharaan keamanan
dan ketertiban masyarakat penegakan hukum,perlindungan,pengayoman,dan pelayanan kepada
masyarakat.

b. Tugas pokok Kepolisian

1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat

2) Menegakkan hukum

3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

c. Wewenang Kepolisian

Untuk menjalankan tugas,maka kepolisian mempunyai wewenang antara lain sebagai berikut:

1) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa.

2) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaaan

3) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka
pencegahan.

4) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan,kegiatan


instansi lain,serta kegiatan masyarakat

5) Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya

6) Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api,bahan peledak,dan senjata tajam

2. Kejaksaan

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan dan penyidikan pidana khusus berdasar KUHP.Pelaksaan kekuasaan negara di
selenggarakan oleh kejaksaan agung (berkedudukan di ibukota negara),kejaksaan tinggi(berkedudukan
di ibukota provinsi),dan kejaksaan negri(berkedudukan di ibukota kabupaten).

Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:

a. Melakukan penuntutan

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksaan putusan pidana bersyarat,putusan pidana


pangawasan,dan keputusan lepas bersyarat
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang undang

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum di limpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoodinasikan dengan penyidik.

3. Komisi pemberantasan korupsi (KPK)

KPK di tetapkan dengan UU nomor 20 tahun 2002 dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhadap pemberantasan tindak dana korupsi.

a. Tugas Pokok KPK:

1. Berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi.

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

4. Melakukan tindakan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara

b. Wewenang KPK

1. Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan
wewenang dengan pemberantasan tindak korupsi.

2. Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak korupsi yang sedang
dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.

3. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi.

4. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

5. Hanya menangani perkara korupsi yang terjadi setelah 27 Desember 2002.

Pasal 2 ayat 1 undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dinyatakan bertentangan
dengan undang-undang dasar 1945 artinya tindakan korupsi baru bisa dinyatakan melawan hukum jika
memenuhi kaidah formal.

6. Peradilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan landasan hukum UU KPK. MK telah
memutuskan bahwa undang-undang tentang tipikor harus sudah selesai dalam waktu 3tahun(2009). Jika
tidak selesai, maka keberadaan pengadilan tipikor harus dinyatakan bubar serta merta dan
kewenangannya dikembalikan pada pengadilan umum.

4. Badan Peradilan
Badan Peradilan menurut UU No.4 dan No.5 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman dan mahkamah
agung, bertindak sebagai lembaga penyelenggara peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan serta
membantu pencari keadilan. Badan Peradilan terdiri atas:

a. Mahkamah Agung/ MA merupakan puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia. MA mempunyai


kewenangan yaitu mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang di berikan pada tingkat terakhir
oleh peradilan, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-
undang, dan kewenangan lain yang ditentukan oleh undang-undang.

b. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan pada tingkat pertama dan terakhir untuk:
menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

c. Peradilan tinggi dan negeri merupakan peradilan umum di tingkat provinsi dan kabupaten. Fungsi
kedua peradilan adalah menyelenggarakan peradilan baik pidana dan perdata di tingkat kabupaten dan
tingkat banding di peradilan tinggi. Pasal 57 UU No.8 Tahun 2004 menetapkan agar peradilan
memberikan proiritas peradilan terhadap tindak korupsi, terorisme, narkotika/psikotropika, pencucian
uang dan selanjutnya tindak pidana.

Solusi Masalah Tersebut Menurut Pandangan Penulis

Menurut kami tidak ada solusi yang sudah pasti akan efektif untuk diterapkan. Menurut kami
keefektifan suatu solusi hanya akan dapat terjadi apabila seluruh pihak yang terlibat di dalamnya saling
bekerjasama dan menekan ego masing-masing. Berikut adalah beberapa solusi dari permasalahan
penegakan hukum dalam kasus yang kami bahas kali ini yakni sebagai berikut :

Adanya Transaksional dalam Penegakan Hukum

Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya bahwa ditengarai akan adanya transaksi hukum dalam kasus
yang telah dijabarkan diatas. Dalam hal ini maksudnya adalah adanya transaksi “jual-beli” hukum,
hukum dianggap sesuatu yang sangat berharga dan bernilai sehingga mampu diperjual-belikan oleh
pihak penguasa untuk mempermudah keinginannya. Lembaga hukum yang seharusnya menjunjung
tinggi hukum malah dapat dibayar untuk melepaskan para terpidana terlepas dari hukumannya. Para
penegak hukum tidak peduli terlepas terpidana tersebut bersalah ataupun tidak. Mereka hanya
mementingkan kepentingannya sendiri tanpa melakukan tugas yang dibebankan padanya dengan baik.
Solusi yang adapat kami berikan yakni dengan memecat para penegak hukum tersebut dari jabatannya
agar tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Memberikan teguran saja tidak cukup
efektif untuk memberikan efek jera untuk mereka yang telah berbuat kecurangan.

Ada Intervensi dari Penguasa


Terkadang para penguasa yang terlibat dengan kasus tersebut, secara terselubung melakukan intervensi
kepada para penegak hukum. Para penguasa melakukannya karena merasa kepentingannya dapat
terganguu denagn adanya kasus yang bersangkutan. Penegak hukum yang tidak memiliki kedudukan
setinggi para penguasa akhirnya hanya bisa pasrah dengan keinginan dari para penguasa tersebut.
Dalam kasus ini terdapat suatu kejanggalan yang disebabkan oleh berubahnya jumlah barang bukti
secara tiba-tiba yang ditengarai adalah perbuatan salah satu petugas di daerah tersebut yakni Kapolsek
Sinjai Selatan. Salah satu solusi dari yang dapat dilakukan dari kejadian tersebut adalah harus adanya
sanksi hukum yang tegas. Diperlukan penyelidikan menyeluruh akan siapa saja yang terlibat dengan
kasus tersebut tanpa pandang bulu baik itu penguasa maupun orang biasa.

Adanya Perbedaan Antara Rakyat Kecil dan Penguasa di Depan Hukum

Rakyat kecil seperti kakek Rawi merupakan salah satu contoh dari ketidaksamaan kedudukan rakyat
dengan penguasa di dalam hukum. Buktinya meski sudah ada saksi yang membeberkan akan adanya
dugaan rekayasa dalam hal barang bukti, hal tersebut tidak ditanggapi tapi justru seperti dihilangkan
begitu saja. Padahal hal tersebut sangat penting dalam proses penyelidikan untuk mengetahui siapa
yang sebenarnya bersalah. Hanya karena hal tersebut diungkapkan leh seseorang yang berada di balik
jeruji besi, hal tersebut dinyatakan tidak penting dan tidak digubris. Sedangkan perkataan Kapolsek
Sinjai Selatan yang menyatakan bahwa ia tidak bersalah langsung diterima sebagai kebenaran yang
absolut. Menurut kami hal tersebut bukanlah hal yang benar. Salah satu solusi yang dapat dilakukan
adalah menyadarkan para penegak hukum bahwa dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa
status setiap warga negara adalah sama di amata hukum.

Dari berbagai solusi tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa satu hal ini. Kesadaran dari diri
sendiri akan kesalahan yang diperbuat hal pertama yang harus dilakukan dalam penegakan hukum.
Bukan hanya penegakan hukum saja tapi segala permasalahan apabila kita dapat mengetahui kesalahan
kita, maka semua akan kembali ke tempat yang benar. Namun tidak berhenti sampai hal tersebut saja.
Kita juga harus berusaha memperbaiki apa yang salah dalam diri kita agar kita tidak melakukan
kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Setelah itu kita juga harus membuka diri dan menerima
apabila kita mendapatkan sebuah kritikan. Kritikan jangan dianggap suatu yang negatif namun pandang
dari sisi positifnya yang bertujuan agar kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan

Hukum yang ada di Indonesia sudah sangat bagus dan memiliki kekuatan yang besar. Namun, dalam
penegakannya menjadi lemah dikarenakan oleh beberapa oknum yang memanfaatkan jabatan yang ia
miliki untuk memperjual belikan hukum. Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk
dapat memilih para penegak hukum yang dapat mengemban tugas yang berat dalam penegakan hukum
di Indonesia. Seperti pada kasus yang kami bahas kali ini, padahal terdapat berbagai kejanggalan yang
terjadi di kasus ini namun para penegak hukum sepertinya menutup mata akan adanya hal tersebut. Dan
akhirnya yang menjadi korban selalu saja rakyat kecil yang tidak tau apa-apa.

Sudah saatnya hal tersebut diubah. Indonesia harus dapat memilih para penegak hukum yang lebih baik
yang dapat bertanggung jawab atas apa yang ia putuskan dalam tiap kewenangannya.

Saran

.1 Saran Terhadap Pemerintah Indonesia

Diharapkan pemerintah lebih tanggap dalam menyelesaikan masalah penegakan hukum seperti kasus
yang kami bahas sekarang ini. Karena kebanyakan kasus melibatkan masyarakat kecil dan yang selalu
menjadi kambing hitamnya hanyalah rakyat kecil. Pemerintah harusnya dapat memilih para penegak
hukum yang bertanggung jawab dan berdedikasi tinggi terhadap penegakan hukum did Indonesia.

Permasalahan seperti ini tidak boleh diselesaikan hanya dengan saling meneyalahkan antara pihak-pihak
yang berwewenang. Namun para pemimpin harus saling intropeksi diri akan apa yang mereka telah
perbuat selama ini dengan apa wewenang yang mereka miliki.

.2 Saran Terhadap Masyarakat Indonesia

Diharapkan masyarakat dapat terjun langsung untuk menagwasi jalannya proses penegakan hukum di
negara ini. Peran aktif masyarakat untuk mengawasi jalannya proses penegakan hukum sangata
diperlukan karena seluruh rakyat Indonesia berhak akan kesamaan kedudukan di mata hukum. Tidak
peduli rakyat kecil maupun penguasa, semua tetap sejajar di mata hukum.

Dengan keaktifan dan kepedulian masyarakat dapat mengurangi kemungkinan terjadinya suatu
kesalahan maupun penyelewengan wewenag oleh para penguasa. Pemerintaah dan masyarakat harus
saling bahu membahu untuk menegakkan hukum yang sesuai dengan undang-undang tanpa harus
terpengaruh dengan kedudukan yang mereka miliki dalam pemerintahan.

Daftar pustaka

http://digilib.unila.ac.id/2827/12/BAB%20II.pdf

dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id › v...Hasil webPENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA | Sanyoto | Jurnal


Dinamika Hukum

https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_pemindahan_narapidana_antar_negara.pdf

http://yenisaputri080893.blogspot.com/2013/08/makalah-penegakan-hukum.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai