JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan. Karena berkat rahmat, hidayah,
serta nikmat kesempatan dan kesehatan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpah kepada Nabi besar penghulu alam, yakni
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Sosiologi Hukum pada program
studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati. Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan makalah ini, karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Farah Ruqayah, S.S., M.Si selaku
dosen pengampu pada mata kuliah Sosiologi Hukum, yang telah mengamanahi pembuatan
tugas makalah ini. Juga kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam merampungkan makalah ini. Kami sangat mengharapkan semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan bagi para pembaca meskipun di
dalamnya penuh ketidaksempurnaan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
2.1 Tingkat Kesadaran Hukum pada Masyarakat Indonesia................................................3
2.2 Pelaksanaan Hukum di Masyarakat..................................................................................4
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum.............................................................6
2.4 Upaya dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum di Masyarakat..................................10
2.5 Studi Kasus Berkerumun Saat Pandemi..........................................................................14
2.6 Studi Kasus Penggunaan Trotoar Untuk Pedagang Kaki Lima....................................15
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................18
3.2 Saran...................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Antara hukum dengan Kesadaran hukum mempunyai kaitan atau hubungan yang
sangat erat. Menurut Scholten (1954), Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada
setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori
tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum (recht)
dan tidak hukum (onrecht), antara yang sepatutnya dilakukan dan tidak sepatutnya
dilakukan.2
1
Haposan Siallagan, "PENERAPAN PRINSIP NEGARA HUKUM DI INDONESIA". 2016. hal-135.
2
Ibrahim Ahmad, “Rencana dan Strategi Peningkatan Kesadaran Hukum”, Volume 1, No.1, April, 2018, hal. 15-
16
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum pada masyarakat Indonesia
2. Untuk mengetahui apa yang bisa dilakukan untuk melaksanakan hukum pada
kehidupan sehari-hari
3. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum
4. Untuk mengetahui usaha apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kesadaran hukum
2
BAB II
PEMBAHASAN
Seseorang dalam melakukan kejahatan sekarang ini tidak lagi dilakukan sendiri
selama orang tersebut mempunyai uang dan kekuasaan dapat melakukan apapun. Uang
dan kekuasaan yang sekarang ini membuat kesadaran hukum itu menurun di masyarakat.
Undang-undang dan peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan kadangkala belum
berfungsi dengan baik, sehingga masyarakat tidak menjalankan Undang-undang dan
peraturan pemerintah dengan baik bahkan adakalanya melanggar hal tersebut.
Kesadaran dalam arti sempit menjadi tahu itu terjadi karena proses pengkhabaran,
pemberitahuan dan pengajaran. Lewat proses-proses ini orang menjadi tahu isi normatif
yang terkandung di dalam kaidah-kaidah hukum, dan sehubungan dengan itu ia akan
segera menyesuaikan segala perilakunya ke tuntutan-tuntutan kaidah. Proses
pengkhabaran dan pengajaran semacam itu acapkali berlanjut dalam proses pendidikan
ialah proses pembangkitan rasa patuh dan setia. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan
formal untuk meningkatkan kesadaran hukum. Pendidikan tersebut dimulai dari sejak TK,
dimana pada pendidikan tersebut misalnya diberikan gambaran tentang gambar-gambar
lalu lintas. Kemudian pada pendidikan SD sampai dengan SMA juga diberikan
pengajaran tentang kesadaran hukum pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
dan pada perguruan tinggi sangat diperlukan bagaimana kesadaran hukum tidak hanya
diberikan dalam pendidikan formal diharapkan kesadaran hukum itu dapat muncul.
3
dengan cara memberikan pengajaran mengenai nilai-nilai moral, yang tentu saja melalui
media rohani dan psikologis orangtuanya. Penyuluhan-penyuluhan kaidah-kaidah tersebut
dapat dilakukan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan atau ditengah pergaulan
masyarakat luas pada umumnya.
Dalam masyarakat maju orang yang taat pada hukum karena memang jiwanya
sadar bahwa mereka membutuhkan hukum dan hukum itu bertujuan baik untuk mengatur
masyarakat secara baik benar dan adil. Sebaliknya dalam masyarakat tradisional
kesadaran hukum masyarakat berpengaruh secara tidak langsung pada ketaatan hukum.
Dalam hal ini mereka taat pada hukum bukan karena keyakinannya secara langsung
bahwa hukum itu baik atau karena mereka memang membutuhkan hukum melainkan
mereka patuh pada hukum lebih karena dimintahkan, bahkan dipaksakan oleh para
pemimpinnya (formal atau informal) atau karena perintah agama atau kepercayaannya.
Jadi dalam hal pengaruh tidak langsung ini kesaaran hukum dari masyarakat lebih untuk
patuh kepada pemimpin, agama, kepercayaannya dan sebagainnya. Namun dalam
perkembangan saat ini bagi masyarakat modern terjadi pergeseran-pergeseran bahwa
akibat faktor-faktor tertentu menyebabkan kurang percayanya masyarakat terhadap
hukum yang ada, sehingga mengalami krisis kesadaran hukum dan ketaatan hukum
masyarakat, salah satunya adalah karena faktor penegak hukum yang menjadikan hukum
4
atau aturan sebagai alasan untuk melakukan tindakan-tindakan yang dianggap oleh
masyarakat mengganggu bahkan tidak kurang masyarakat yang merasa telah dirugikan
oleh oknum-oknum penegak hukum seperti itu apalagi masih banyak masyarakat yang
awam tentang masalah hukum sehingga dengan mudah dapat dimanfaatkan sebagai objek
penderita.
Apakah dengan sikap mereka yang melanggar lampu merah itu kita katakan tidak
sadar hukum dan/atau tidak mengerti apa sebenarnya fungsi keberadaan lampu pengatur
lalu-lintas yang ada di persimpangan jalan? barangkali terlalu prematur kalau kita katakan
mereka tidak sadar hukum.
5
Agaknya ilustrasi kasus tersebut merupakan representasi dari kebudayaan hukum
di Indonesia. Sebagian besar masyarakat kita sadar akan perlunya hukum dan
penghormatan terhadap hukum itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, namun
kenyataannya masyarakat kita cenderung tidak taat pada hukum.
Namun disisi lain ternyata tidak sedikit pula dalam kenyataannya para Penegak
Hukum kita yang tergolong dalam catur wangsa yang dalam melakukan tugasnya
menegakkan hukum terutama dalam hukum pidana materiil (KUHP dan Peraturan
Perundang-undang lainnya yang mengandung sanksi pidana) justru dilakukannya dengan
jalan melanggar hukum pidana formil (KUHAP dan Hukum Acara Pidana lainnya) baik
itu disengaja ataupun “tidak disengaja”, kenyataan ini dapat mengindikasikan sekaligus
memberi kesan kuat kepada masyarakat bahwa proses penegakan hukum di Negara kita
masih dilakukan dengan setengah hati sekalipun itu di jaman era reformasi ini yang
katanya mengedepankan hukum sebagai “panglima”. Kenyataan ini semakin memberi
kesan kuat kepada masyarakat luas bahwa “penegak hukum pun” di negeri ini “tidak taat
pada hukum”.
3
“cq” merupakan singkatan dari “Casu Quo”. Frasa yang juga dari Bahasa Latin tersebut dapat diterjemahkan
ke dalam Bahasa Indonesia menjadi beberapa arti, antara lain “dalam hal ini”, “lebih spesifik lagi”. “Cq”
umumnya digunakan pada suatu hubungan yang bersifat hierarkis.
6
menimbulkan konflik dalam masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan lingkungan
pergaulan yang tidak harmonis, tidak tertib, tidak tenteram, dan tidak aman. Karena itu,
untuk mencegah terjadinya hal-hal negatif tersebut diperlukan suatu hukum yang
mengatur pergaulan dan mengembangkan sikap kesadaran hukum untuk menjalani
kehidupan antar masyarakat.
7
jaminan bahwa warga masyarakat yang mengakui ketentuan-ketentuan hukum
tertentu dengan sendirinya mematuhinya, tetapi juga perlu diakui bahwa orang-orang
yang memahami suatu ketentuan hukum adakalanya cenderung untuk mematuhinya.
3. Penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, penghargaan atau sikap tehadap
ketentuan-ketentuan hukum, yaitu sampai sejauh manakah suatu tindakan atau
perbuatan yang dilarang hukum diterima oleh sebagian besar warga masyarakat. Juga
reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku. Masyarakat
mungkin menentang atau mungkin mematuhi hukum, karena kepentingan mereka
terjamin pemenuhannya.
4. Pentaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, salah satu tugas
hukum yang penting adalah mengatur kepentingan-kepentingan para warga
masyarakat. Kepentingan para warga masyarakat tersebut lazimnya bersumber pada
nilai-nilai yang berlaku, yaitu anggapan tentang apa yang baik dan apa yang harus
dihindari.
5. Ketaatan masyarakat terhadap hukum, dengan demikian sedikit banyak tergantung
apakah kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidang-bidang tertentu
dapat ditampung oleh ketentuan-ketentuan hukum. Ada juga suatu anggapan bahwa
kepatuhan hukum disebabkan karena adanya rasa takut pada sanksi, karena ingin
memelihara hubungan baik dengan rekan-rekan sekelompok atau pimpinan karena
kepentingannya terlindung, karena cocok dengan nilai-nilai yang dianutnya.
8
Menurut Soerjono Soekanto, indikator-indikator dari kesadaran hukum
sebenarnya merupakan petunjuk yang relatif kongkrit tentang taraf kesadaran hukum.
Dijelaskan lagi secara singkat bahwa indikator pertama adalah pengetahuan hukum.
Seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum.
Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak
tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun
perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. Indikator kedua adalah pemahaman hukum.
Seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-
aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar dari
masyarakat tentang hakikat dan arti pentingnya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Indikator yang ketiga adalah sikap hukum. Seseorang mempunyai
kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum. Indikator yang
keempat adalah perilaku hukum, yaitu dimana seseorang atau dalam suatu masyarakat
warganya mematuhi peraturan yang berlaku.
9
3. Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya
penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan
jika hukum itu ditaati. Perilaku hukum, pola perilaku hukum merupakan hal utama
dalam kesadaran hukum karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku
atau tidak dalam masyarakat.
7
Ali Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk
Interprestasi Undang-undang (legisprudence, Kencana, 2009), hal 510.
8
Ibid, hal. 511.
9
Zulkarnain Hasibuan, Kesadaran Hukum dan Ketaatan Hukum Masarakat Dewasa Ini, hal. 81.
10
Beberapa faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar akan pentingnya
hukum yaitu:10
Berlawanan dengan faktor-faktor diatas salah satu menjadi fokus pilihan dalam
kajian tentang kesadaran hukum adalah:11
1. Penekanan bahwa hukum sebagai otoritas, sangat berkaitan dengan lokasi dimana
suatu tindakan hukum terjadi;
2. Studi tentang kesadaran hukum tidak harus mengistimewakan hukum sebagai sebuah
sumber otoritas atau motivasi untuk tindakan; dan
3. Studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, tidak sekedar permasalahan
sosial dan peranan hukum dalam memperbaiki kehidupan mereka, tetapi juga apa
mereka lakukan.
Dalam usaha meningkatkan dan membina kesadaran hukum dan ketaatan hukum
ada tiga tindakan pokok yang dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut:12
1. Tindakan represif, ini harus bersifat drastis, tegas. Petugas penegak hukum dalam
melaksanakan law enforcement harus lebih tegas dan konsekwen. Pengawasan
terhadap petugas penegak hukum harus lebih ditingkatkan atau diperketat. Makin
kendornya pelaksanaan law enforcement akan menyebabkan merosotnya kesadaran
hukum. Para petugas penegak hukum tidak boleh membeda-bedakan golongan.
2. Tindakan preventif merupakan usaha untuk mencegah terjadinya pelanggaran-
pelanggaran hukum atau merosotnya kesadaran hukum. Dengan memperberat
ancaman hukum terhadap pelanggaranpelanggaran hukum tertentu diharapkan dapat
dicegah pelanggaran-pelanggaran hukum tertentu. Demikian pula ketaatan atau
kepatuhan hukum para warga negara perlu diawasi dengan ketat.
3. Tindakan persuasif, yaitu mendorong, memicu. Kesadaran hukum erat kaitannya
dengan hukum, sedang hukum adalah produk kebudayaan. Kebudayaan mencakup
suatu sistem tujuan dan nilai-nilai hukum merupakan pencerminan daripada nilai-nilai
10
Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, (Citra aditya Bakti, Bandung, 1991, Edisi Revisi), hal.112.
11
Ali Achmad, op.cit., hal 342
12
Zulkarnain Hasibuan, op.cit., hal. 89.
11
yang terdapat dalam masyarakat. Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan
nilai-nilai kebudayaan.
Selain itu, bisa melalui pendidikan, yakni pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan tidaklah merupakan suatu tindakan yang ‘einmalig’ atau insidentil sifatnya,
tetapi merupakan suatu kegiatan yang kontinyu dan intensif. Terutama dalam hal
pendidikan kesadaran hukum ini akan memakan waktu yang lama. Kiranya tidak
berlebihan kalau dikatakan bahwa dengan pendidikan yang intensif hasil peningkatan dan
pembinaan kesadaran hukum baru dapat kita lihat hasilnya yang memuaskan sekurang-
kurangnya 18 atau 19 tahun lagi (Sudikno Mertokusumo: 2008). Berbagai hal yang
penting ditanamkan dalam pendidikan sebagai berikut: (1) Ditanamkan tentang
bagaimana menjadi masyarakat Indonesia yang baik, tentang apa hak serta kewajiban
seorang warga negara Indonesia. Setiap warga negara harus tahu tentang undang-undang
yang berlaku di negara kita. (2) Menanamkan mengenai pentaatannya, melaksanakannya,
menegakkannya, dan mempertahankannya, (3) Lebih lanjut menanamkan pengertian
bahwa di dalam pergaulan hidup kita tidak boleh melanggar hukum serta harus mematuhi
kewajiban hukum, pula untuk menyadarkan dan mengamalkannya. (4) Ditanamkan
bahwa tidak boleh berbuat merugikan orang lain dan harus bertindak berhati- hati di
dalam masyarakat terhadap orang lain, (5) Perlu ditanamkan lebih intensif lagi: hak dan
kewajiban warga negara Indonesia, susunan negara kita, Pancasila dan Undang-undang
Dasar, pasal- pasal yang penting dari KUHPidana, (6) Bagaimana cara memperoleh
perlindungan hukum, (7) Perlu diadakan berbagai peraturan-peraturan sekolah yang harus
ditaati, (8) Setiap pelanggar harus ditindak. dengan pengawasan guru yang akan
mengadili pelanggar-pelanggar terhadap peraturan sekolah.13
12
menggunakan modul seragam yang disesuaikan dengan level atau tingkatan pendidikan.
Materi pembelajaran hukum pada tingkatan SD difokuskan pada indikator pertama adalah
pengetahuan hukum. Dalam hal ini murid SD diharapkan mengetahui bahwa perilaku-
perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini
adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut
perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.
Materi pembelajaran hukum pada tingkatan SLTP difokuskan pada indikator pemahaman
hukum. Pemahaman hukum dimaksudkan siswa SLTP mempunyai pengetahuan dan
pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan
pemahaman yang benar dari masyarakat tentang hakikat dan arti pentingnya Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Materi pembelajaran hukum pada
tingkatan SLTA difokuskan pada Indikator sikap hukum dan perilaku hukum. Dalam
hubungan ini para siswa diharapkan cenderung untuk mengadakan penilaian tertentu
terhadap hukum dan berperilaku hukum atau mematuhi peraturan yang berlaku.
a. Keluarga,
b. Sekolah (SD, SLTP, SLTA),
c. Institusi pemerintah (Kantor kantor lembaga milik pemerintah), dan
d. Institusi swasta (kantor kantor swasta, perusahaan yayasan, dsb).
2. Analisa Masalah Hukum
a. Inventarisasi masalah tentang bidang hukum yang timbul apakah tindak pidana,
perdata dsb (hal ini berbeda bagi setiap desa/kelurahan),
14
Ibid, hal. 22.
13
b. Inventarisasi penyebab atau motif timbulnya masalah-masalah hukum, dan
c. Penetapan sifat masalah (klasifikasi berat, sedang, ringan, frekuensi setiap
masalah, luas. dsb).
3. Persiapan Kegiatan Penyuluhan
a. Penetapan dan penyusunan modul;
b. Penetapan subyek pemateri penyuluhan;
c. Penetapan waktu penyuluhan;
d. Tes sebelum penyuluhan hukum (pretest);
e. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan;
f. Tahap evaluasi;
g. Tes sesudah penyuluhan hukum (posttest); serta
h. Penyusunan Rencana ke depan hasil evaluasi.
Contoh nyata terjadi kerumunan yaitu di Kota Sukabumi. Berada di pusat kota
tepatnya di Jalan Ir. H. Djuanda atau yang lebih terkenal disebut Dago, pusat
pemerintahan, pendidikan, bahkan kuliner lengkap ada di Dago. Seringkali terjadi
kerumunan, bahkan ada beberapa orang yang lalai tidak menggunakan masker dan tidak
menjaga jaga jarak. Padahal sudah disediakan tempat untuk mencuci tangan di setiap
15
Destiarini. Analisis Keefektifitasan Model Pembelajaran Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus:
Kelas V SDN 12 OKU). Jurnal Intech. Vol 2 No 1. Mei 2021, PP 25-30
16
Vina Fadhrotul Mukaromah, “Ini Risikonya jika Anda Berkerumun dan Cuek Tak Pakai Masker” (Kompas, 16
Juni 2020)
14
sudut wilayah yang ada di Dago, tapi kebanyakan orang tidak menghiraukannya.
Pemerintah setempat pun kurang tegas terhadap protokol kesehatan tersebut. Lalu ada
kasus lain di Pasar tradisional di daerah Sukabumi, para penjual maupun pembeli sudah
jarang sekali yang terlihat menggunakan masker, padahal sudah jelas disitu berkerumun
tapi tetap saja tidak bisa menjaga jarak ataupun yang lainnya. Apalagi menjelang hari-hari
besar, kerumunan terjadi dimana-mana tidak hanya dipusat perbelanjaan saja, di jalan
raya pun orang-orang berlalu lalang.
Kota depok menjadi salah satu kota yang menjadi pilihan para transmigran dalam
mengadu nasibnya. Terlebih kota depok berada di jajaran kota yang memiliki akses
kebeberapa kota besar, seperti bogor, jakarta, tanggerang, bekasi, atau sering dikenal
dengan singkatan JABODETABEK. Banyaknya transmigran yang kurang memiliki
keterampilan, membuat pengangguran di kota depok bertambah. Lalu untuk mencari
solusi dari masalah ini maka sektor pekerjaan informal pun menjadi pilihan. Salah
satunya menjadi pedagang kaki lima, dalam pilihan pekerjaan ini memang tidak ada yang
salah dan termasuk pekerjaan yang halal. Selain itu menjadi peadagang kaki lima juga
sangat membantu pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Terlebih pada zaman ini
banyak sekali individu-individu atau masyarakat yang lebih sering membeli makanan
17
Danastri Putri, “Bahaya Berkerumun Tanpa Jaga Jarak Saat Pandemi Covid-19 dan Cara Lindungi Diri, Pakai
Masker Saja Tak Cukup” (GridKids.id, 3 Mei 2021)
18
Isa Sabriana, Jerry Indrawan, Mengembangkan Kesadaran Diri (Self-Awareness) Masyarakat untuk
Menghadapi Ancaman Non-tradisional: Studi Kasus Covid-19 . Volume 8 Nomor 2
15
cepat saji dibanding dengan membuatnya sendiri. Karna selain praktis bagi masyarakat
yang tidak memiliki cukup waktu dalam membuat kebutuhan pangannya, makanan cepat
saji menjadi pilihan yang tepat guna memenuhi kebutuhan pangannya.
Namun tak dapat di pungkiri di samping hal di atas, berkenaan dengan tempat
dimana pedagang ini berdagang yaitu perkotaan dikenal dengan tempat yang padat dan
memiliki biaya hidup yang cukup tinggi. Biasanya imigran-imigran tersebut mencari
lahan agar mereka tetap dapat berjualan tanpa mengeluarkan biaya sewa yang mahal,
salah satunya dengan penggunaan trotoar dijalan. Trotoar merupakan bagian dari pada
rekayasa jalan raya, dengan maksud untuk membagi jalur yang tertib antara jalur
kendaraan dan jalur pejalan kaki. Trotoar harus disediakan pada bagian jalan raya, dimana
dengan ketentuan adanya jumlah minimal 300/12 jam pejalan kaki, dan jumlah minimal
1000/12 jam kendaraan yang melintas jalan tersebut. Mengingat fungsi trotoar adalah
jalur jalan yang khusus dipergunakan untuk lalu lintas pejalan kaki (pedestrian), maka
dapat diartikan bahwa trotoar merupakan hak jalur lalu lintas yang dipergunakan hanya
untuk pejalan kaki.19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
disebutkan bahwa trotoar termasuk salah satu fasilitas pendukung yang digunakan untuk
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
Salah satu masalah yang terjadi di salah satu daerah dikota Depok, yakni yang
bertepatan di daerah jl raya cagar alam, pancoran mas kota Depok sering kali terjadi
kemacetan atau kepadatan lalu lintas terlebih, memang jalan ini bukan jalan yang cukup
besar untuk di lalui oleh pengendara dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Memang
19
Yulius Sitanggang, “Pengaruh Pedagang Kaki Lima Terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki Dalam Pemanfaatan
Trotoar (Studi Kasus Jendral Urip Pontianak)”. 2018. Hal-2
16
daerah jl. Raya cagar alam ini terkenal dengan tempat dimana banyak sekali pedagang-
pedagang makanan, dari mulai makanan berat hingga jajanan. Dari mulai tempat
berjualan kios permananen sampai kios permanen. Hal ini membuat terganggunya
penyelanggaraan lalu lintas jalan, karna sebagian jalan pengendara terpakai untuk tempat
berhenti atau parkir kendaraan yang sedang membeli makanan di daerah tersebut. Karna
lokasi pedagang yang menempati trotoar jalan membuat lahan parkir konsumen terpaksa
memakan akses jalan pengendara. Ini juga salah satu masalah tentang bagaimana
kesadaran masyarakat akan ketertiban lingkungan. Bagaimana masyarakat tersebut sadar
akan peraturan dan ketetapan hukum yang berlaku untuk mengatur hal tersebut, guna
terciptanya keberlangsungan kehidupan yang nyaman, dan tertib bagi seluruh masyarakat.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesadaran hukum masyarakat Indonesia sekarang ini semakin menurun, banyak
sekali kejahatan-kejahatan yang dilakukan baik disengaja maupun tidak disengaja.
Menurunnya kesadaran hukum tidak hanya terjadi pada lapisan-lapisan atas terutama para
pejabat yang mempunyai kekuasaan dan kedudukan banyak melakukan perbuatan seperti,
melakukan korupsi. Menurunnya masyarakat sekarang ini juga disebabkan karena
pemerintahnya yang belum banyak berbuat apa-apa untuk melakukan pembaharuan di
dalam hukum.
Cara melaksanakan hukum pada kehidupan sehari hari adalah dengan menerapkan
ajaran tentang hukum pada melaksanakan pendidikan formal. Pendidikan tersebut dimulai
dari sejak TK, SD, SMA sampai ke perguruan tinggi. Melaksanakan proses sosialisasi
kaidah-kaidah hukum sejak dini juga merupakan salah satu proses pelaksanaan hukum
dalam kehidupan sehari-hari. Anak harus dididik dengan cara memberikan pengajaran
mengenai nilai-nilai moral, yang tentu saja melalui media rohani dan psikologis
orangtuanya. Sosialisasi tersebut dapat dilakukan dalam lingkungan rumah tangga,
sekolah dan atau ditengah pergaulan masyarakat luas pada umumnya. Dalam
melaksanakan hukum harus tertanam dalam jiwa bahwa kita membutuhkan hukum dan
hukum itu bertujuan baik untuk mengatur masyarakat secara baik benar dan adil.
18
d. Pentaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, salah satu tugas
hukum yang penting adalah mengatur kepentingan-kepentingan para warga
masyarakat.
e. Ketaatan masyarakat terhadap hukum, dengan demikian sedikit banyak tergantung
apakah kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidang-bidang tertentu
dapat ditampung oleh ketentuan-ketentuan hukum.
Dalam usaha meningkatkan dan membina kesadaran hukum dan ketaatan hukum
ada tiga tindakan pokok yang dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut:
a. Tindakan represif, ini harus bersifat drastis, tegas. Petugas penegak hukum dalam
melaksanakan law enforcement harus lebih tegas dan konsekuen karena makin
kendornya pelaksanaan law enforcement akan menyebabkan merosotnya kesadaran
hukum.
b. Tindakan preventif merupakan usaha untuk mencegah terjadinya pelanggaran-
pelanggaran hukum atau merosotnya kesadaran hukum.
c. Tindakan persuasif, yaitu mendorong, memicu dengan cara menanamkan kesadaran
hukum yang berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan karena hukum adalah produk
kebudayaan.
3.2 Saran
Hukum di Indonesia dinilai penulis sudah banyak yang efektif dan berguna untuk
kehidupan masyarakat Indonesia tetapi kesadaran akan adanya hukum masyarakat
Indonesia bisa dikatakan masih rendah. Banyak peraturan-peraturan hukum yang ada
dilanggar oleh masyarakat karena adanya celah untuk melanggar dan masyarakat
menganggap bahwa apabila dilanggar dan tidak ada yang mengawasi maka tidak masalah.
Bukan dari masyarakatnya saja tetapi juga dari kebijakan pemerintah yang kurang tegas
dalam meciptakan peraturan sehingga sebagian masyarakat menganggap remeh peraturan
tersebut dan terkadang menciptakan peraturan yang kurang adil sehingga menimbulkan
konflik.
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.
19
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ali, Achmad. 2012. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence): Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Rahardjo, Satjipto. 2014. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya
Jurnal:
Ahmad, I. (2019). Rencana dan Strategi Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat.
Gorontalo Law Review, Vol 1(1), 15-25.
Khosasi, Amos Mario, Dita Mawar Kusumaningtyas, Theodore Halsted. (2018). Dilema
Trotoar (Studi Kasus Dampak Pembangunan Trotoar terhadap Pedagang Kaki Lima di
Salatiga). Studi Pembangunan Inter Disiplin, Vol 27(2), 150-162.
20
Sitanggang, Syafaruddin AS, Siti Nurlaily. (2018). PENGARUH PEDAGANG KAKI LIMA
TERHADAP KENYAMANAN PEJALAN KAKI DALAM PEMANFAATAN
TROTOAR (STUDI KASUS JALAN JENDRAL URIP PONTIANAK). JURNAL
MAHASISWA TEKNIK SIPIL, Vol 5(1).
Artikel:
Mukharomah, Vina Fadhrotul. (2020). Ini Risikonya jika Anda Berkerumun dan Cuek Tak
Pakai Masker. Diakses pada 5 November 2021, dari
https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/16/070200865/ini-risikonya-jika-anda-
berkerumun-dan-cuek-tak-pakai-masker-?page=all&jxconn=1
21