Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan


Implementasi Indikator Identitas Negara dalam Kasus Pelecehan
Seksual
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah

Dosen Pengampu :

Dr. Ria Fitri, SH, M.Hum.

Di Susun oleh :

Dipa Mandasari (2206101020043) Atika Raudhah(2206101020041)

Risna Levyana (2206101020008) Putri Srimaulida (22061010200

Cut Nurhasni (22061010200) Nurul Fadilla (2206101020025)

Intan Salbila (2206101020074) Nova Azira(22061010200

Basayev Risti (2206101020018) Riffal Zerian (2206101020032)

M. Hafidz (22061010200

PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas Rahmat-nya dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah
kami adalah “Implementasi Indikator Identitas Negara tentang Kasus Pelecehan
sekssual anak usia dini “ .

Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasihyang sebesar – besarnya kepada
dosen mata kuliah Sejarah Asia Selatan yang telah memberikan tugas terhadap kami, terima
kasih juga atas kerja sama kelompok sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
dan baik.

Laporan ini jauh dari sempurna. Dan ini merupakan yang niat baik dari studi yang
sesungguhnya kami pelajari. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami,
maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat
berguna bagi kelompok kami pada khususnya dan dari pihak yang berkepentingan pada
umumnya .

Penulis

Banda Aceh, Februari 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan......................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1 Implementasi Indikator Fundamental sila pertama.....................................................................3
2.2 Implementasian Indikator Fundamental sila kedua.....................................................................4
2.3 Implementasi indikator Fundamental sila ke tiga.........................................................................6
2.4 Implementasi Indikator Fundamental sila ke empat....................................................................6
2.5 Implementasi Indikator Fundamental sila ke lima.......................................................................7
2.7 Implementasi Indikator Instrumental lambang negara................................................................8
2.8 Implementasi Indikator Intrumental norma..................................................................................9
2.9 Implementasi Indikator Instrumental UU dan Perundang-umdangan........................................11
2.10 Implementasi Indikator Instrumental kebijakan...................................................................15
2.11 Implementasi Indikator Intrumental Tradisi.............................................................................15
BAB III................................................................................................................................................16
PENUTUP...........................................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................16
3.2 Saran..........................................................................................................................................16
Sumber :..........................................................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya Pancasila merupakan landasan utama dalam berhukum di negara ini. Sehingga
jelas juga bahwa politik hukum haruslah berlandaskan pada keempat prinsip yang terkandung
di dalam Alinea Keempat Pembuakaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Berkaitan dengan hal tersebut Mahfud M. D.
menyatakan bahwa:

Dalam konteks politik hukum jelas bahwa hukum adalah “alat” yang berkerja dalam “sistem
hukum” tertentu untuk mencapai “tujuan” negara atau “cita-cita” masyarakat Indonesia. Oleh
sebab itu pembahasan mengenai politik hukum nasional harus didahului dengan penegasan
tentang tujuan negara.

Berdasarkan pendapat dari Mahfud M. D. tersebut jelaslah bahwa Pancasila merupakan


landasan serta sumber dari segala sumber bagi politik hukum nasional. Hal tersebut
dikarenakan Pancasila dan serta Pembuakaan Undang-Undang Dasar Negara Keastuan
Republik Indonesia Tahun 1945 memuat berbagai cita-cita bangsa Indonesia yang merupakan
rechtsidee yaitu menciptakan negara yang mampu menciptakan keadilan sosial dengan
berlandaskan nilai moral Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan melalui demokrasi gotong-
royong bukan melalui demokrasi barat.

Selanjutnya berbagai macam nilai luhur sebagaimana yang terkandung di dalam Pancasila
tersebut kemudian dalam perkembangannya hendak diwujudkan secara nyata dalam
berhukum di Indonesia kemudian terkongkritisasi dalam tujuan negara yang tertuang pada
Alinea Keempat Pembuakaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945. Adapun Alinea Keempat Pembuakaan UndangUndang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa:

1..Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;

2.Memajukan Kesejahteraan umum;

3.Mencerdaskan kehidupan bangsa;

4.Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan


keadilan sosial

. Guna mewujudkan berbagai hal tersebut maka perlu adanya konsep penjaminan pelaksanaan
hukum di negara kita ini.

1
Sila Pertama, Sila Kedua, dan Sila Kelima Pancasila serta Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamantkan adanya perlindungan Hak Asasi bagi
seluruh golongan masyarakat di negara Indonesia tanpa terkecuali.

Termasuk dalam hal ini adalah perlindungan bagi perempuan korban kekerasan seksual.
Namun dalam perkembangannya, sistem peradilan hukum pidana saat ini hanya tertuju
semata-mata pada pemidanaan suatu perbuatan pidana dan juga hanya tertuju pada pelaku
tindak pidana, sementara kedudukan korban seringa kali terabaikan, termasuk dalam hal
pelaksanaan restitusi terhadap perempuan korban kekereasan seksual. Sehingga menarik
kiranya dibahas lebih lanjut lagi di dalam tulisan ini terkait pelaksanaan perlindungan dan
pemulihan hak perempuan korban kekerasan seksual saat ini. Hal ini dikarenakan hingga saat
ini politik hukum pidana terkait perlindungan dan pemulihan perempuan korban kekerasan
seksual belumlah secara jelas mengatur perihal pelaksanaan restitusi terhadap korban
kekerasan seksual. Hal ini dapat teramati dengan belum adanya pengaturan terkait besaran
biaya restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi, kemudian pihak-pihak yang berwenang
mengelola biaya tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Indikator Fundamental Sila Pertama
2. Indikator Fundamental Sila ke dua
3. Indikator Fundamental sila ke tiga
4. Indikator Fundamental sila ke empat
5. Indikator Fundamental sila ke lima
6. Indikartor Instrumental Lagu kebangsaan
7. Indikator Instrumental Lambang negara
8. Indikator Instru,mental Norma
9. Indikator Instrumental UU dan Perundang-undangan
10. Indikator Instrumentsl Kebijakan
11. Indikator Instrumental Tradisi

1.3 Manfaat Penulisan


Diharapkan agar dengan adanya makalah ini bisa membuat para mahasiswa yang sedang
mencari bahan tentang bagaimana pengimplementasian indikator identitas negara dalam
kasus pelecehan seksual anak usia dini dan diharapkan dengan adanya makalah ini bisa
bermanfaat bagi para mahasiswa dan menambah paham ilmu tentang pembahasan identitas
negara.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Implementasi Indikator Fundamental sila pertama


Kita tidak bisa memungkiri bahwa tantangan menjadi orang tua pada masa kini sangat besar
dan berat jika dibandingakan pada masa sebelum maraknya arus informasi melalui
kecanggihan tehnologi seperti gadget maupun lewat tayangan di media elektronik. Anak-anak
begitu mudah mendapatkan informasi, menjalin pertemanan dengan siapa saja tanpa ada
batas waktu dan jarak. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi mereka akan sangat mudah
mendapatkan content kekerasan yang dibungkus dalam bentuk game, film animasi, vidio
ataupun film dan sinetron. Maka dari itu dibutuhkan pondasi dasar yang dapat membentengi
anak-anak dengan pendidikan agama. Nilai-nilai agama tidak hanya ditanamkan oleh orang
tua di rumah, tetapi juga disekolah dengan memberikan pemahaman akan keberadaan Tuhan
YME dimanapun kita berada serta adanya konsekwwensi dosa terhadap perbatan tercela yang
kita lakukan. Hal ini sejalan dengan nilai PANCASILA sila pertama yaitu Ketuhanan YME,
butir (1) Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan jiwa dari Pancasila sebagai prinsip yang berisi
keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakikat Tuhan. Menurut Wreksosuhardjo,
hakikat Tuhan adalah Causa Prima, sebab yang pertama dari segala sesuatu, pengatur tata
tertib alam, asal mula segala sesuatu, yang selama-lamanya ada, tidak pernah tidak ada, Maha
Kuasa, Maha Sempurna dan Maha Baik, wajib dihormati dan ditaati. Jelaslah bahwa Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan sebuah kerangka nilai tentang siapakah manusia,
yakni manusia yang mengimani Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Melalui sila pertama,
manusia Indonesia memiliki pegangan untuk merumuskan nilai tentang apa yang benar dan
apa yang salah menurut pemahaman akal budi manusia terhadap Tuhannya.

Melihat maraknya kasus pelecehan seksual, kita harus berhati-hati dan waspada. Kita dapat
mencegah pelecehan seksual dengan menerapkan nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari. Sesuai dengan pengamalan sila pertama Pancasila, pelecehan seksual merupakan
perbuatan yang dikutuk di dalam agama manapun. Kita sebagai manusia yang beradab juga
harus menghindari perbuatan pelecehan seksual karena perbuatan tersebut sangat, sesuai
dalam Pancasila sila kedua. Kita juga harus menerapkan sila persatuan Indonesia guna
melawan dan mencegah kejahatan seksual. 

Manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan mulia menjadi terperosok pada sifat-sifat
kebinatangan. Merusak, menekan, memeras, memperkosa, menteror, mencuri, membunuh,
dan memusnahkan merupakan tindakan yang menodai dan menghancurkan kemuliaan
manusia sebagai makhluk Tuhan.

kasus pelecehan seksual ini sebagaimana tercermin di dalam Alquran surat al-isra ayat 32
Allah SWT. Berfirman

3
‫َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّزنَا ۖ ِإنَّهُ َكانَ فَا ِح َشةً َو َسا َء َسبِي ًل‬

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)

Di dalam ayat ini Allah subhanahu ta’ala melarang seseorang hamba melakukan perbuatan
mendekati zina tindakan mendekati zina ini digambarkan sebagai tindakan 1 tabung 2
seburuk-buruknya Jalan contoh dari perbuatan tabu ini misalnya adalah pandangan yang
bernuansa menelanjangi terhadap lawan jenis atau sesama jenisnya baik sendiri ataupun di
depan umum sehingga berujung pada upaya menghilang kan kehormatan seseorang.

membuat banyak pihak baik para ahli sosiologi, psikologi dan pemerintah mulai
mengembalikan fungsi keluarga sebagai lingkungan pertama tempat anak-anak belajar dunia
luar. Maka dari itu fungsi keluarga saat ini menjadi tonggak yang sangat penting dalam
menyiapkan anak-anak yang bisa bertanggung jawab dengan dirinya dan orang lain
disekitarnya. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong, diantaranya adalah melalui :

1. Jadikan orang tua sebagai figur utama


2. Komunikasi yang efektif antara orang tua dengan anak
3. Kenali Teman Bergaul anak
4. Antisipasi Penggunaan Gadget
5. Kenali Perubahan Pada anak
6. Ciptakan Privasi Secukupnya di Rumah.

2.2 Implementasian Indikator Fundamental sila kedua


Pada zaman sekarang kasus kekerasan seksual pada anak menapuk pada berita yang sering
muncul di berbagai media baik cetak maupun elektronik. Masyarakat tentunya masih ingat
kasus siswa di JIS (Jakarta International School) yang menjadi korban pelecehan dan
kekerasan seksual oleh guru dan petugas cleaning service, kemudian kasus Emon di Jawa
Barat yang melakukan pelecehan seksual pada puluhan anak-anak laki-laki dibawah umur,
yang notabene adalah teman bermainnya, serta yang paling hangat kasus PNF, gadis cilik
malang di Jakarta yang berakhir tragis ditemukan tidak bernyawa di dalam kardus. Dan
penyelidikan pihak kepolisian menunjukkan adanya indikasi kekerasan seksual (maaf :
pemerkosaan) dilakukan oleh pelaku yang tidak lain adalah tetangga dari PNF, dan lagi
banyak kasus yang lainnya.4

Selain itu, belakangan ini publik dihentakkan dengan kasus pemerkosaan pada gadis SMP 14
tahun berinisial YY yang sedang pulang sekolah dan dihadang 14 pemuda yang sedang
mabuk karena minuman keras. Dan tragisnya lagi YY diperkosa dengan cara yang keji dan
bahkan tidak manusiawi oleh ke-14 pemuda yang 7 diantaranya masih anak-anak. Bakkan
satu diantaranya adalah kakak kelas YY di SMP yang sama. Dan yang menyedihkan lagi
pemerkosaan tersebut tidak hanya pada (maaf:) vagina YY, tetapi juga pada anus dan mulut
YY. Tidak hanya itu, setelah puas melampiaskan nafsu bejatnya, para pemuda tersebut lantas

4
membuang mayat YY begitu saja di jurang yang tidak jauh dari lokasi pemerkosaan. Belum
usai kasus YY yang membuat banyak orang tua miris dan menangis, muncul kasus lain dari
seorang gadis berisinial ST asal Manado yang diduga telah diperkosa oleh 19 orang yang
salah satu diantaranya adalah oknum penegak hukum. Pada kasus terbaru, Jawa Pos pada
Rabu (11/05/2016) memberitakan deretan kasus kekerasan seksual yang menimpa gadis sebut
saja Bunga (nama samaran), 17 tahun asal Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan yang
diperkosa secara bergilir oleh 5 orang pemuda di sebuah kebun yang mengakibatkan Bunga
berbadan dua.hadap anak-anak tidak hanya anak perempuan tapi jugalaki-laki, perilaku
sodomi yang kerap terjadi karena munculny rasa penyimpangan seksualitas yang merasuki
jiwa yang hina tak punya jiwa kemanusiaan, nahkan dari hal terkecil sekalipun, maraknya
penyimpangan LGBT yang membuat orientasi seksual nya bahkan ke sesama jenis, membuat
tak hanya anak perempuan yang terkena, tapi juga anak laiki-laki, sepeti kasus seorang
remaja gay yang menyodomikawannya sendiri lantaran suka,lalu pelecehan di trans, para
pelaku pemerkosa yang ironisnya menjadi seorang pemerkosa sejak usia 15 tahun, bagitu
miris sekali rasa kemanusiaan masyarakat Indonesia sekarang, banyak pelecehan seksual
bercampur penyimpangan, seperti indonesia yang telah menganggap bahwa penyimpangan
itu biasa saja, pelecehan yang terjadi di mana-mana di tempat umum, di antara keluarga,
dalam pertemanan lingkungan msayarakat dan lain sebagainya menjadikan hal terswebut bisa
masuk berita paling btidak 5 kali sehari, dengan kasusu yang berbeda-beda dan semunya
miris akhlak dan iman dan juga yang terpenting rasa kemanusiaan memebuat hal ini menjadi
sangat- sangat ironis dan menyedihkan.

Dan baru- baru ini pemerkosaan te Serangkaian peristiwa memilukan tersebut menunjukkan
hilangnya rasa kemanusiaan dalam diri pelaku. Kekerasan seksual pada anak baik perempuan
maupun laki-laki tentu tidak boleh dibiarkan. Kekerasan seksual pada anak adalah
pelanggaran moral dan hukum, serta melukai secara fisik dan psikologis.5 Hal ini sangat
bertentangan dengan nilai Pancasila khususnya sila ke-2, Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Sila Kemanusiaan mempunyai pengertian bahwa komunikasi antar manusia di
semua tingkat yang manusiawi serta hubungan antar manusia senantiasa adil. Dalam arti ini,
kebaikan apa pun apabila tidak adil itu tidak baik, dan perbuatan yang tidak adil tidak pernah
benar. Demikian pula makna beradab mengandaikan tuntutan paling dasar Pancasila agar
manusia membawa diri selalu secara beradab. Sebaliknya, kelakuan yang tidak beradab tidak
pernah bisa benar.

Tindak kekerasan seksual pada anak menjadi topik yang menarik untuk dikaji lebih lanjut
karena kasus yang ditemukan semakin bervariasi baik dari sisi modus pelaku maupun usia
korbannya. Karena anak-anak sebagai korban merupakan pihak yang secara fisik dan
psikologis lemah yang dimanfaatkan oleh orang dewasa yang kebanyakan dari kasus yang
ada memiliki hubungan dekat dengan mereka, misalnya, paman, penjaga sekolah, sopir, dsb.
Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia telah menjadi sorotan banyak
pihak, bahkan media massa menyebutkan bahwa tahun 2013 merupakan tahun darurat
pelecehan seksual anak Indonesia karena tingginya angka kasus terjadinya pelecehan seksual
pada anak.

5
2.3 Implementasi indikator Fundamental sila ke tiga
Berkaitan dengan sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia, kita bisa melihat maraknya kasus
permekosaaan sdan bentuk pelecehan seksualitas lainya yang ironis nya juga bisa kita jumpai
di Aceh sendiri, bahkan melansi dari beberapa media elektronik dan media massa banyak
sekali kejadian yang seperti itu dan itu mencerminkan bagaimana kekurangan nya rasa
kemanusiaan dan itu juga mempengaruhi rasa persatuan banga kita, apalagi dengan kasusu itu
menjadi buah bibir banyak orang, ada diantaranya yang menjudge pihak korban dan
membuat traumanya semakin besar, lingkungan kemasyarakatan yang tidak melihat dari
berbagai sudut pandang, mereka mengatakan hal yang kadang sangat tidak bisa diterima lagi
sebagai apayang harus dilakukan saat menghadaopi korban kasus pelecehan , dominan dari
mereka akan menilai bahwa yang salah adalah korban dengan memaparkan beberapa kalimat
yang seolah mengarahkan ke penghakiman sosial, apalagi kalau korbannya adalah
perempuan, mereka kerap menberi label ‘halah.. palingan gara-gara dia yang menggoda
duluan’ atau ‘pakaiannya mungkin yang terbuka’ dan hal itu sangat tanpak bahwa mindset
masyarakat masih bisa menyalahkan para korban, seharusnya coba kita balek bagaimana
kalau diposisi korban mereka memakai pakaian tertutup bahkan syar’i tapi tetap saja masih
mengalami pelecehan bukankah itu sudah tidak dapat di ambil patokan lagi, dan ironisnya hal
itu lebih di umbar-umbar oleh ibu-ibu yang notabennya adalah perempuan, bukan kah
perilaku mereka itu malah menambah rasa trauma dan malu dalam benak hati korban,
harusnya sebagai sesama wanita, haruslah muncul rasa empai, dan hal itu makin merusak
nilai sila pancasila ke tiga yaitu oersatuan Indonesia.

Hal itu makin marak terjadi sekarang, jika kita melihat ke meseum korban pemerkosaan yang
di dalamnya dipajang baju-baju korban pemerkosaan, sesungguhnya kita akan menenteskan
air mata karena sangking mirisnya rasa kemanusiaan dalam diri orang-orang, bahkan disana
di temukan adanya baju anak kecil usia 4 tahunan dengan baju ‘hello kitty’ .

Dan lagi hal ini sangat ironis di Indonesia bukan bersatu memberantas penjahat pelecehan,
malah menghakimi secara sosial,di mana letak bersatunya dan dimana letak implementasian
nilai sila ke tiga yaitu persatuan Indonesia.

2.4 Implementasi Indikator Fundamental sila ke empat


Sila ke-4 : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, memiliki arti bahwa seluruh warga negara Indonesia memiliki kedudukan, hak,
dan kewajiban yang sama.

Kita sebagai warga negara Indonesia memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama,
tidak ada seorang pun yang pantas untuk dilecehkan, bahkan dilanggar haknya untuk
mendapatkan kehidupan seksual yang layak.

Dari peristiwa-peristiwa pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia, diharapkan pemerintah


juga bisa bersikap tegas dan bijaksana dalam menangani dan mengatasi kasus-kasus
pelecehan seksual tersebut. Terlebih lagi kasus kasus yang melibatkan kalangan pemerintah,
Karena menurut catatan Komnas perempuan, tidak banyak laporan tentang kasus pelecehan

6
seksual dari kalangan pemerintah, selain karena korban tidak berani melapor, instansi juga
kerap menutup nutupi.

Apalagi kasus tersebut terjadi pada anak di bawah umur, sebagai contoh nya kasus
pemerkosaan santriwati di Bandung yang mencapai 12 korban. Diduga para korban
dilecehkan secara paksa, bahkan ada yang sampai mengandung. Selain itu korban juga
diancam jika berbicara jujur.

Melihat kasus tersebut pemerintah diharapkan lebih tanggap lagi dalam menanggapi kasus-
kasus seperti itu, dengan memberikan sosialisasi bagi anak-anak di bawah umur tentang
bagaimana cara membuat pengaduan jika terjadi hal demikian, dan kemana hal tersebut harus
diadukan, dan juga berupaya membangun keberanian untuk berbicara pada anak jika
misalnya terjadi kasus seperti itu semacam itu

2.5 Implementasi Indikator Fundamental sila ke lima


Dilihat dari teori filsafat pancasila mengenai kasus pelecehan seksual terhadapanak ini jelas
sangat lah melanggar hukum karena bentuk penyiksaan dimana orang yang lebih tua
menggunakan anak untuk rangsangan seksualnya. kasus ini termasuk pelanggaran sila
pancasila ke dua “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” dimana di sila ini menjelaskan
mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia. Saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak
semena-mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan, beranimembela kebenaran dan keadilan, bangsa Indonesia merasa
dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus
mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa
lain.kasus ini sangatlah memprihatinkan dimana bangsa kita bangsa indonesia telah terjadi
kasus pelecehan seksual terhadap anak yang setiap tahunya meninggkat yang disebabkan
karena rangsangan seksual yang yang sangat tinggi. Kasus ini dapat menyebabkan dampak
yang besar bagi kemajuan bangsa kita karena anak yang seharusnya di didik menjadi baik
tetapi anak tersebut menjadi tidak baik karena ulah seseorang yang tidak mempunyai otak
yang hanya mementingkat keinginan atau hasratnya sendiri. Dan juga kasus ini menyebabkan
banyak anak yang takut dan jera untuk melakukan sesuatu karena mereka takut menjadi
korban seksual dan sebagian anak yang telah menjadi korban mereka mempunyai rasa stres
atau despresi sehingga bangsa indonesia sulit untuk menjadi negara yang maju, makmur,
sejahtera, aman, damai. kasus ini dapat diartikan bahwa masih banyak manusia yang tidak
sadar bahwa perbuatnya itu berdampak besar buat kemajuan bangsa kita dan kurang akan
kesadaran sebagai bangsa “kemanusiaan yang adil dan beradap” tidak semena-mena terhadap
orang lain dan “persatuan indonesia” Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.Terdapat beberapa pembelajaran dari kasus ini kita sebagai bangsa
indonesia harus menjunjung tinggi nilai pancasila dan menjadikan contoh buat bangsa yang
lain kalau bangsa indonesia adalah bangsa yang aman, damai, sejahtera. Dan juga kita
sebagai orang yang lebih tua harus mengajari dan menjadi contoh yang baik kepada anak-
anak supaya kelak bangsa indonesia mempunyai penerus untuk menjadikan bangsa
indonesian lebih maju lagi.Memiliki kesadaran untuk bersama membangun Indonesia

7
menjadi lebih baik dan memberantas tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan
Pancasila. Agar peristiwa-peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi di Indonesia. Indonesia dapat
menjadi Negara sadar hukum bagi rakyatnya dan ini bukanperkerjaan pemerintah atau
siapapun ini adalah tugas kita sebagai rakyat Indonesia agar Indonesia dapat menjadi Negara
yang sejahtera, aman, damai.

Bunyi sila terakhir dari Pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Itu
berarti yang dimaksudkan adalah semangat keadilan sosial bukan yang berpusat pada
semangat individu. Keadilan tersebut haruslah dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat
Indonesia, bukan oleh segelintir golongan tertentu.

Menerapkan keadilan tidak hanya sebatas memberikan sanksi yang sepadan kepada seseorang
yang melanggar hukum, tetapi juga memberikan hak-hak yang sama dalam hidup bernegara.
Tidak ada istilah mayoritas atau minoritas dalam ideologi Pancasila. Semua memiliki
kesetaraan dalam undang-undang.

Tidak ada nya keadilan bagi korban merupakan salah satu dari ketidak adil lan hukum
Indonesia, justru sebaliknya korban yang disalahkan oleh pelaku,korban di pojokan seolah
olah pelaku tidak bersalah , penengakan hukum sendiri juga tidak adil , pelaku bahkan tidak
di beri hukuman yang setimpal atas apa yang sudah dia perbuat , tidak ada hukuman mati ,
penjara seumur hidup , dan penjara bertahun tahun, justru sebaliknya pelaku malah di beri
kebebasan dengan gampang nya , dari sini sudah sangat jelas terlihat bahwa tidak adanya
penerapan nilai Pancasila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia , di mana justru
seseorang mendapatkan keadilan yang seadil adilnya . Dalam hal ini penegakan hukum di
Indonesia sendiri perlu diperhatikan agar korban bisa mendapatkan keadilan nya

2.6 Implementasi Indikator Instrumental lagu kebangsaan

Lagu kebangsaan merupakan lagu pemersatu bangsa yang di dalam nya mengandung
semangat para pahlawan dan harapan –harapan bagi bangsa Indonesia, di dalam nya
memuat bagaimana Indonesia yang akan selalu merdeka dan jaya, Indonesia yang terdiri dari
rangkaian pulau dari Sabang sampai Meurauke, yang memuat berbagai cita rasa pantang
menyerah membangun Indonesia jadi bangsa yang hebat sekaligus yang bisa bersaing dalam
kancah Internasional, sedang kita kaji kasus kekerasan seksual, Indonesia kita yang sudah
diperjuangkan oleh para pahlawan terdahulu, tapi kini sisi kemanusiaan masyarakat oknum
yang melakukan pelanggaran itu tumbuh dalam sisi Indonesia yang mahsyur ini, sangat
bertolak belakang dari isi tersirat lagu kebangsaan kita lagu Indonesia Raya, sangat
bertengtangan terlebih didalamnya menginginkan agar Indonesia agar bertumbuh menjadi
sebuah negara yang kaya dan bisa menbanggakan tapi oknum pelaku kekerasan itu malah
menghancurkan citra tersebut.

2.7 Implementasi Indikator Instrumental lambang negara


Seprti yang kita tau, bahwa lambang negara kita Indonisia dalah burung garuda yang membawa pita
bertuliskan “Bhineka Tunggal Ika” yang bermaknakan walau berbeda-beda tetap satu juga, hal ini
menyiratlkan tidak akan ada perbedaan yang berarti yang bisa merusak kesolidaritasan bangsa
Indonesia, bangsa Indonesia bansa yang majemuk, bangsa yang plural yang bercampur didakamnya

8
berbagai macam perbedaan sehingga terjadi intregrasi bangsa Indonesia, mengacu pada tersebut
sepertinya tida ada kaitan perbedaan yang merusak bangsa Indonesia, tapi saat kita injeksi kan
dalam kasus pelecehan di Indonesia, banyak sekali hal penyimpangan dalam bangsa Indonesia, hal
yang menyimpang dalam pengimplementasian dalam lambang negara yang didalam nya juga
memuat ke lima sila yang di apit oleh burung garuda perkasa, kekejaman kemanusiaan yang
dilakukan oleh pelaku kekerasan sangat bertentangan dengan lambang negara kita yang mencakup
kelima sila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

2.8 Implementasi Indikator Intrumental norma


Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk pebuatan yang dilakukan orang
dewasa (atau orang yang lebih tua), yang mengggunakan anak untuk memuaskan kebutuhan
seksualnya. Di dalam bentuk-bentuk pelecehan seksual sangat beragam. Seperti meminta atau
menekan seseorang anak untuk melakukan suatu tindakan yang mereka tidak inginkan.

Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap seoarang anak di bawah umur sangan
meresahkan bagi masyarkat. Bagaimana tidak, anak yang merupakan generasi penerus bangsa
di rusak di masa-masa pertumbuhannya. Selain itu masyarakat juga menjadi resa dan sangat
khawatir akan keamanan yang ada di lingkungan sekitar anak-anak mereka.

Indonesia sebagai salah satu negara yang sudah menanadatangani dan meratifikasi konvesi
Hak Anak memiki kewajiban untuk menerapkan hal-hal dalam konvensi tersebut. Negara
berkewajiban dan secara moral di tuntut untuk melindungi hak-hak anak. Hukum
Internasional melalui pembentukan Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the
Children) telah memosisikan anak sebagai subyek hukum yang memerlukan perlindungan
atas hak-hak yang dimilikinya. Perlindungan hukum menurut Konvensi Internasional tentang
Hak-Hak Anak diantaranya mengenai hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika anak
mengalami konflik dengan hukum, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika anak
mengalami eksploitasi sebagai pekerja anak, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus
jika anak mengalami eksploitasi dalam penyalahgunaan obat-obatan, hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum jika anak mengalami eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual,
hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dari penculikan, penjualan dan perdagangan
anak.

Sebelum membahas norma-norma tentang pelecehan seksual anak kami akan menjelaskan
apa itu norma. Pengertian norma menurut Craig Calhoun yang merupakan sosiologis
Amerika, menyatakan bahwa norma merupakan sesuatu pedoman ataupun aturan yang
menyatakan bagaimana perilaku seseorang individu seharusnya bertindak di dalam suatu
situasi di tangah masyarakat. Beragam norma telah di terapkan dan sudah melekat di dalam
kehidupan masyarakat. Norma biasnya bisa berupa tulisan maupun tidak tertulis. norma juga
disebut sebagai suatu kaidah yang berlaku untuk mengatur setiap perbuatana manusia.Dengan
adanya norma, maka tatanan kehidupan di dalam lingkungan masyarakat akan tetap terjaga
dan apabila tidak dilaksanakan maka tatanan masyarakat tersebut akan kacau dan melanggar
peraturan yang ada dan sudah berlaku. Pelecehan seksual tidaklah dibenarkan dan merupakan
tindakan yang melanggar norma kesusilaan dan norma hukum yang dapat dijerat sanksi

9
pidana. Berkaitan dengan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, di atur
dalam pasal 292 KUHP yang berbunyi:

“orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin,
yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.”

Kejahatan seksual terhadap anak indonesia sudah sangat darurat dan mengancam dunia anak.
Kejahatan ini dapat ditemukan di seluruh dunia, pada tiap tingkatan masyarakat, tidak
memandang usia maupun jenis kelamin. Banyaknya insiden yang dilaporkan di setiap negara
berbeda-beda. Di Indonesia, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada
periode januari-april 2014, terdapat 342 kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Faktor penyebab terjadinya suatu tindak pidana kejahatan pelecehan seksual dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu faktor intrnal dan eksternal.

Faktor Internal terdiri dari faktor kejiwaan, yaitu keadaaan apabila seseorang terlahir tidak
normal mendorong sesorang untuk melakukan kejahatan. Faktor biologis, yaitu keadaan
seseorang yang tidak mampu mengendalikan dorongan seks dalam dirinya. Faktor moral,
moral merupakan ajaran tingkah laku mengenai kebaikan-kebaikan dan merupakan ajaran
tingkah laku mengenai kebaikan-kebaikan dan merupakan hal vital dalam bertingkah laku.

Faktor Eksternal terdiri dari faktor sosial budaya, faktor sosial budaya mempengaruhi
turunnya moralitas sehingga terjadi kasus pelecehan seksual. Hal ini dapat di pengaruhi oleh
pesatnya perkembangan zaman, teknologi, dan ilmu pengetahuan tanpa diiringi dengan
pengawasan untuk bijak dalam penggunaanya. Faktor ekonomi, keadaan perekonomian
merupakan faktor yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pokok-
pokok kehidupan masyarakat hal ini akan mempengaruhi pola kehidupan seseorang. Faktor
media massa, media massa memberikan dampak besar terhadap kasus-kasus pelecehan
seksual terhadap anak, pemutaran vidio porno di situs online, dan gambar di majalah yang
mengundang hasrat akan mempengaruhi pola pikir seseorang dan melakukan pelecehan
seksual tehadap anak di bawah umur.

Berikut pasal-pasal KUHP yang melanggar kesusilaan tentang pelecehan anak di


bawah umur. Pada pasal 293 KUHP: (1) barangsiapa dengan hadiah atau perjanjian akan
memberi uang atau barang, dengan salah satu memakai kekuasaan yang timbul dari
pergaualan atau dengan memperdayakan, dengan sengaja membujuk orang di bawah umur
yang tidak bercacat kelakuannya yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya masih di
bawah umur, melakukan perbuatan cabul itu dilakukan pada dirinya, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya lima tahun. (2) penuntutan hanya dilakukan kejahatan itu
terhadapnya. (3) jangka waktu dalam pasal 74 bagi pengaduan ini lamanya masing-masing
sembilan bulan dan belas bulan.

Selain dalam KUHP, pelaku juga dapat dikenakan pasal berlapis tentang
kekerasan seksual sesuai dengan perundangan-undangan dalam KHA pasal 81 RI No. 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

10
Pasal 81: (1) setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang
lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singakat 3
(tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (2)
ketentuan pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 berlaku pula bagi setiap orang
yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,, serangkain kebohongan atau membujuk anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82 : (1) setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan,
membujuk anak untuk melakukan ata membiarkan dilakukan perbuatan cabul dapat dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lim belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

2.9 Implementasi Indikator Instrumental UU dan Perundang-umdangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2002

TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK

BAB IX

PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

PASAL 81

1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengan orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap
orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian pembohongan, atau
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain.

11
PASAL 82

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah).

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2004

TENTANG

PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I

KETENTUAN UMUM

PASAL 1

1. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.

PASAL 2

1. Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi :


a. Suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan,
dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut.

12
2. Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf (c) dipandang sebagai anggota
keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

BAB III

LARANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PASAL 5

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam
lingkup rumah tangganya, dengan cara :

a. kekerasan fisik;

b. kekerasan psikis;

c. kekerasan seksual; atau

d. penelantaran rumah tangga.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2022

TENTANG

TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL

BAB II

TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL

PASAL 4

Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:

a. pelecehan seksual nonfisik;

b. pelecehan seksual fisik;

c. pemaksaan kontrasepsi;

d. pemaksaan sterilisasi;

e. pemaksaan perkawinan;

13
f. penyiksaan seksual;

g. eksploitasi seksual;

h. perbudakan seksual; dan

i. kekerasan seksual berbasis elektronik.

PENJELASAN TENTAN UU NOMOR 12 TAHUN 2022 BAB III PASAL 4:

1. Pelecehan seksual nonfisik

Penjelasan Pasal 5 UU TPKS dijelaskan bahwa “yang dimaksud dengan perbuatan


seksual secara nonfisik adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan
mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.

2. Pelecehan seksual fisik

Tindakan yang termasuk pelecehan seksual yaitu catcalling, main mata, colekan atau
sentuhan di bagian tubuh, Gerakan atau isyarat yang bersifat seksual yang membuat tidak
nyaman, ttersinggung, merasa direndahkan martabatnya, bahkan bisa sampai menyebabkan
masalah Kesehatan dan keselamatan seseorang.

3. Pemaksaan kontrasepsi

Pemaksaan kontrasepsi dan sterisasi merupakan bentuk kekerasan dalam pasal 4 ayat (1) UU
TPKS huruf c dan d disebut pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi adalah Ketika pemasangan
alat kontrasepsi dan atau Tindakan sterilisasi terhadap perempuan dilakukan tanpa
persetujuan.

4. Pemaksaan Sterilisasi

Pemaksaan sterilisasi merupakan bentuk kekerasan seksual. Ini tegas dinyatakan


dalam pasal 4 ayat (1) UU TPKS huruf c dan d. disebut pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
adalah Ketika pemasangan alat kontrasepsi dan atau Tindakan sterilisasi terhadap perempuan
dilakukan tanpa persetujuan.

5. Pemaksaan Perkawinan

Pemaksaan perkawinan dengan arti adalah pemaksaan senggama yang dilakukan oleh
suaminya kepada istrinya dalam kondisi bukan didasarkan atas kesiapan keduanya.

6. Penyiksaan Seksual

Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan


menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang , karena ketimpangan relasi kuasa atau
gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis atau termasuk yang
mengganggu Kesehatan reproduksi seseorang.

7. Eksploitasi Seksual

14
Eksploitasi Seksual komersial anak merupakan bentuk paksaan dan kekerasan
terhadap anak dan sejumlah tenaga kerja paksa dan bentuk perbudakan modern.

8. Perbudakan Seksual

Adalah Ketika seseorang melakukan satu atau lebih Tindakan kekerasan seksual di
antara tindak pidana pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pemerkosaan,
eksploitasi seksual, dan pamaksaan pelacuran, yang dilakukan dalam mengambil kebebasan
seseorang dan membatasi ruang gerak.

9. Kekerasan seksual berbasis elektronik

UU TPKS menjabarkan kekerasan seksual berbasis elektronik dalam tiga makna,


yakni melakukan perekaman atau pengembilan gambar tanpa persetujuan, mentransmmisikan
informasi elektronik bermuatan seksual di luar kehendak penerima, dan melakukan
penguntitan dengan tujuan seksual.

2.10 Implementasi Indikator Instrumental kebijakan


Bicara tentang Indikator Instrumental kebijakan, seperti yang kita ketahui kebijakan di
Indonesia ini mengacu pada hukum yang berlaku,Norma yang ada dan tradisi yang tumbuh
dalam kehidupan masyarakat, disini kita berbicara bagaimana kasus pelecehan seksual itu
tumbuh seperti hal yang sudah umum dalam masyarakat dan hal itu disandingkan dengan
indikator identiras negara yaitu tradisi jadi disini sangat menyimpang dengan bagaimana
tradisi di Indonesia menjadi hal yang sangat luhur dan baik tapi hal itu tidak tercermin dalam
kasus tanpa rasa kemanusiaan ini, hal itu membubuhi nila dalam budi luhur Indonesia
sehingga tradisi Indonesia itu sangat bertentangngan dengan kekerasan kemanusiaan ini.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 12 Tahun 2022, Tindak Pidana Kekerasan Seksual
didefenisikan sebagai segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur
dalam undang-undang sepanjang ditentukan dalam undang-undang ini.

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai cara edukasi anak agar terhindar
dari pelecehan seksual:

Memperkenalkan Bagian Tubuh Sejak Dini. ...

2. Beri Pemahaman Terkait Bagian Tubuh yang Bersifat Pribadi. ...

3. Ajarkan Anak untuk Bilang Tidak. ...

4. Orang Tua Perlu Menanamkan Budaya Malu Pada Anak

Yang dapat dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk melindungi hak anak adalah
menetapkan peraturan yang tegas yang mengatur hak asasi manusia (khususnya pada anak)
beserta dengan hak dan kewajibannya, memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku
pengeksploitasi anak, dan memberikan hadiah kepada orang tua/wali atau pemberian subsidi
yang mendukung pengamanan hak anak.

15
Pembahasan

Hak asasi anak kerap menjadi perbincangan karena isu ini kerap menyita perhatian. Anak
berhak untuk memperoleh haknya seperti menyandang pendidikan, hak untuk hidup, hak
untuk hidup dengan layak, dll tanpa ada rampasan dari pihak lain. Ada berbagai bentuk
perlindungan hak yang dapat diberikan pemerintah kepada manusia, khususnya kepada anak.
Adapun upaya yang harus dan dapat pemerintah berikan ialah :

1. Menetapkan peraturan

Diperlukan payung hukum yang dapat melindungi hak seseorang dari orang lain yang ingin
merampasnya, misalnya undang-undang ketenagakerjaan terkait usia minimal seseorang
bekerja. Hal ini dapat melindungi anak dibawah umur untuk dipaksa bekerja.

2. Hukuman dan sanksi yang tegas

Pemberian sanksi yang sepadan kepada para oknum pelanggar hak asasi manusia harus
diterapkan dengan baik agar seseorang tidak berupaya untuk merampas hak milik anak.

3. Pemberian subsidi

Pemberian subsidi dapat diberikan untuk mendukung setiap anak dalam memperoleh haknya.
Dengan pemberian subsidi pendidikan, setiap anak dapat sekolah tanpa perlu
mengkhawatirkan biaya sekolah.

2.11 Implementasi Indikator Intrumental Tradisi


Bicara tentang tradisi di Indonesia adalah bagaimana terkenal nya budi, luhur, dan kebaikan
masyarakat Indonesia, jadi sudah tidak heran kalau masyarakat Indonesia mengayomi
sesama nya, sudah jadi tradisi bahwasannya masyarakat Indonsia itu pasrtinya memiliki
perilaku yang baik budinya dan tradisi yang baik, tapi zaman sekarang manusia-manusia
Indonesia trdisi sosialnya makin di serang dengan paham yang berkepnyimpangan dan
masalah pelecehan yang menebar dimana- mana yang mananya hal itu bukan bagian dari
tradisi bangsa indonesia, mirisnya hal itu hampir terjadi setiap hari, maka harusnya kita
hilangkan dan lenyapkan dari masyarakat i Indonseia, dengan itu maka diperlukan hyang
namanya kesadaran tradisi di Indonesia, adat istiadat dan harus merangkul semua pihak agar
terlaksananya semua program ini.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelaksanaan perlindungan dan pemulihan hak korban kekerasan seskual saat ini belumlah
berkeadilan, hal ini diakibatkan paradigma hukum pidana masih terfokus pada perbuatan dan
pelaku sementara prinsip individualisasi pidana serta kedudukan korban belum
diperhatikan;Adapun faktor-faktor yang mengakibatkan pelaksanaan perlindungan dan
pemulihan hak korban kekerasan seskaual saat ini belumlah berkeadilan yaitu 1) faktor aturan
hukum yang masih belum mengatur teknis pelaksanaan restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi
secara jelas; 2) faktor budaya masyarakat yang melihat persoalan kekerasan seksual terhadap
merupakan hal yang tabu dan juga merupakan aib, sehingga minim adanya pelaporan
terhadap perbuatan kekerasan seksual yang terjadi terhadap korban; dan 3) akibat persoalan
peraturan dan budaya masyarakat, faktor penegakan hukum pun mengalami
kesulitan;Sehingga perlu adanya rekonstruksi politik hukum pidana terkait perlindungan dan
pemulihan korban kekerasan seksual agar mampu terwujud reorientasi nilai keadilan dalam
perlindungan hak perempuan korban kekerasan seksual

3.2 Saran
Dan seperti pada umumnya penulisan makalah guna merampungkan tugas mata kuliah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan masih jauh dari kata sempura, jadi saran dan
kritik dari teman-teman para pembaca sangat kami butuhkan, kami sangat mengapresiasikan
apabila teman-teman berkenan memberikan saran agar saran ini bisa dialokasikan lagi, agar
kami bisa melakukan hal yang lebih baik kedepannya, terima kasih banyak.

Sumber : Menggunakan Metode observasi Komparatif data dengan indikator pembanding


yaitu identitas negara jenis Fundamental dan Instrumental

17

Anda mungkin juga menyukai