Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA MENJADI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu : Dra. Hj. Marwiah, J, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 3 Farmasi Umum A 2023

Sarah Safitri Rahmani A. (2313016003) Nabilla Dhewanti (2313016059)

Reyhan Wahyudi (2313016017) Nicky Ardi Ar Rahman (2313016073)

Medina Fitri Sarahpova (2313016031) Muhammad Arif Nur Azmi (2313016087)

Jefri Tuan Moso (2313016045) Muhammad Syaifullah (2313016099)

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini memiliki
topik "Pancasila Menjadi Dasar Negara Republik Indonesia". Makalah ini disusun sebagai tugas
mata kuliah Pendidikan Pancasila yang dibimbing oleh Ibu Dra. Hj. Marwiah, J, M.Pd.

Dengan segala kerendahan hati kami, maka kami mempersembahkan makalah ini yang
membahas tentang Pancasila Menjadi Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam makalah ini,
kita akan menjelajahi dan memahami konsep, hakikat, dan pentingnya Pancasila sebagai dasar
negara, ideologi negara, atau dasar filsafat Negara Republik Indonesia dalam kehidupan
bernegara.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan pemahaman yang
bermanfaat bagi pembaca mengenai pentingnya pengaturan organisasi negara, mekanisme
penyelenggaraan negara, dan hubungan warga negara dengan negara yang mana semua itu harus
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.. Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam
makalah ini dan kami sangat mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi bahan referensi yang berguna.

Samarinda, 15 September 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................1
C. Tujuan ..............................................................................................................................2
D. Manfaat ............................................................................................................................2
BAB II ........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN .........................................................................................................................3
A. Konsep, Tujuan, dan Urgensi Dasar Negara ......................................................................3
B. Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Dasar Negara .........................................5
C. Sumber Yuridis, Historis, Sosilogis, Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Negara ........5
D. Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara ................................................7
E. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara ....................................................... 10
F. Makna dan Pentingnya Pancasila sebagai Dasar Negara ................................................. 12
BAB III ..................................................................................................................................... 13
PENUTUP ................................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 13
B. Saran .............................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila secara etimologis berasal dari bahasa Sansakerta, “Panca” yang artinya
adalah lima, dan “Syla” yang berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila juga
merupakan buah pikiran, musyawarah, dan mufakat yang dilakukan para tokoh penting
pada masa perjuangan kemerdekaan.

Dalam pancasila, ada lima sila atau pedoman yang perlu diketahui. Kelima prinsip
yang ada dalam Pancasila tersebut kali pertama dicetuskan oleh Presiden RI, Soekarno,
pada 1 Juni 1945. Adapun lima prinsip yang dijadikan sila dalam Pancasila tersebut ialah
Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mempunyai arti bahwa


Pancasila menjadi sumber nilai, norma, dan kaidah bagi segala peraturan hukum dan
perundang-undangan yang dibuat dan berlaku di Indonesia. Hal itu berarti peraturan dan
hukum yang berlaku harus bersumber pada Pancasila. Baik yang tertulis (UUD) maupun
yang tak tertulis (konvensi). Sebagai dasar negara, secara hukum Pancasila memiliki
kekuatan mengikat semua Warga negaranya. Pengertian mengikat ialah bahwa ketentuan
mengenai pembuatan segala peraturan dan hukum untuk bersumber pada Pancasila
bersifat wajib dan imperatif. Dengan kata lain, tidak boleh ada satu pun peraturan atau
hukum di Indonesia yang bertentangan dengan Pancasila.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep Negara, tujuan Negara dan urgensi dasar Negara?


2. Mengapa diperlukannya kajian pancasila sebagai dasar Negara?
3. Bagaimana sumber yuridis, historis, sosiologis, dan politis tentang pancasila sebagai
dasar Negara?
4. Bagaimana dinamika dan tantangan pancasila sebagai dasar Negara?
5. Bagaimana esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar Negara?
6. Bagaimana makna dan pentingnya pancasila sebagai dasar Negara?

1
C. Tujuan

1. Agar mahasiswa memahami konsep, tujuan, dan urgensi dasar Negara.


2. Agar mahasiswa mengetahui alasan diperlukannya kajian pancasila sebagai dasar
Negara.
3. Agar mahasiswa memahami sumber yuridis, historis, sosiologis, dan politis tentang
pancasila sebagai dasar Negara.
4. Agar mahasiswa mengetahui dinamika dan tantangan pancasila sebagai dasar Negara.
5. Agar mahasiswa mengetahui esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar Negara.
6. Agar mahasiswa memahami makna dan pentingnya pancasila sebagai dasar Negara.

D. Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui dan
menambah wawasan mengenai Pancasila Menjadi Dasar Negara Republik Indonesia.
Selain itu juga agar pembaca dapat mengetahui pentingnya pengaturan organisasi negara,
mekanisme penyelenggaraan negara, dan hubungan warga negara dengan negara yang
mana semua itu harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep, Tujuan, dan Urgensi Dasar Negara

1. Menelusuri Konsep Negara


Menurut Diponolo (1975: 23-25) Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang
berdaulat dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di suatu
daerah tertentu. Sejalan dengan pengertian negara tersebut, Diponolo menyimpulkan
3 (tiga) unsur yang menjadi syarat mutlak bagi adanya negara yaitu:
a. Unsur tempat, atau daerah, wilayah atauterritoir
b. Unsur manusia, atau umat (baca : masyarakat), rakyat atau bangsa
c. Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintahan

Ketiga unsur tersebut lazim dinyatakan sebagai unsur konstitutif. Selain unsur
konstitutif ada juga unsur lain, yaitu unsur deklaratif, dalam hal ini pengakuan dari
negara lain. Berbicara tentang negara dari perspektif tata negara paling tidak dapat
dilihat dari 2(dua) pendekatan, yaitu:

a. Negara dalam keadaan diam, yang fokus pengkajiannya terutama kepada


bentuk dan struktur organisasi negara
b. Negara dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajiannya terutama kepada
mekanisme penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di pusat maupun
di daerah. Pendekatan ini juga meliputi bentuk pemerintahan seperti apa yang
dianggap paling tepat untuk sebuah negara.
Bentuk negara, sistem pemerintahan, dan tujuan negara seperti apa yang ingin
diwujudkan, serta bagaimana jalan/cara mewujudkan tujuan negara tersebut akan
ditentukan oleh dasar negara yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Dengan
kata lain, dasar negara akan menentukan bentuk negara, bentuk dan sistem
pemerintahan, dan tujuan negara yang ingin dicapai, serta jalan apa yang ditempuh
untuk mewujudkan tujuan suatu negara.

2. Menelusuri Konsep Tujuan Negara


Secara teoretik, ada beberapa tujuan negara diantaranya sebagai berikut:
a. Kemerdekaan sebagai tujuan negara
b. Kekuatan, kekuasaan, dan kebesaran/keagungan sebagai Tujuan Negara
c. Kepastian hidup, keamanan dan ketertiban sebagai tujuan negara
d. Keadilan sebagai tujuan negara
e. Kesejahteraan dan kebahagiaan hidup sebagai tujuan Negara

3
Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap orang mungkin sama, yaitu kesejahteraan
dan kebahagiaan, tetapi cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-
beda bahkan terkadang saling bertentangan. Jalan yang ditempuh untuk mewujudkan
tujuan tersebut kalau disederhanakan dapat digolongkan ke dalam 2 aliran, yaitu:
a. Aliran liberal individualis
Aliran in berpendapat bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan harus dicapai dengan
politik dan sistem ekonomi liberal melalui persaingan bebas.
b. Aliran kolektivis atau sosialis
Aliran ini berpandangan bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan manusia hanya dapat
diwujudkan melalui politik dan sistem ekonomi terpimpin/totaliter.

Tujuan negara Republik Indonesia terdapat pada pembukaan UUD 1945 apabila
disederhanakan dapat dibagi 2 (dua), yaitu mewujudkan kesejahteraan umum dan
menjamin keamanan seluruh bangsa dan seluruh wilayah negara. Oleh karena itu,
pendekatan dalam mewujudkan tujuan negara tersebut dapat dilakukan dengan 2
(dua) pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)
b. Pendekatan keamanan (security approach)

3. Menelusuri Konsep dan Urgensi Dasar Negara


Secara etimologis, istilah dasar negara maknanya identik dengan istilah
grundnorm (norma dasar), rechtsidee (cita hukum), staatsidee (cita negara),
philosophische grondslag (dasar filsafat negara). Banyaknya istilah Dasar Negara
dalam kosa kata bahasa asing menunjukkan bahwa dasar negara bersifat universal,
dalam arti setiap negara memiliki dasar negara. Secara terminologis atau secara
istilah, dasar negara dapat diartikan sebagai landasan dan sumber dalam membentuk
dan menvelenggarakan negara. Dasar negara juga dapat diartikan sebagai sumber dari
segala sumber hukum negara.

Secara teoretik, istilah dasar negara, mengacu kepada pendapat Hansen Kelsen,
disebut a basic norm atau Grundnorm (Kelsen, 1970: 8). Norma dasar ini merupakan
norma tertinggi yang mendasari kesatuan-kesatuan sistem norma dalam masyarakat
yang teratur termasuk di dalamnya negara yang sifatnya tidak berubah (Attamimi
dalam Oesman dan Alfian, 1993: 74).

4
B. Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa yang nilai-


nilainya bersifat nasional yang mendasari kebudayaan bangsa, maka nilai-nilai tersebut
merupakan perwujudan dari aspirasi (cita-cita hidup bangsa) (Muzayin, 1992: 16).
Dengan Pancasila, perpecahan bangsa Indonesia akan mudah dihindari karena pandangan
Pancasila bertumpu pada pola hidup yang berdasarkan keseimbangan, keselarasan, dan
keserasian sehingga perbedaan apapun yang ada dapat dibina menjadi suatu pola
kehidupan yang dinamis, penuh dengan keanekaragaman yang berada dalam satu
keseragaman yang kokoh (Muzayin, 1992: 16). Dengan peraturan yang berlandaskan
nilai-nilai Pancasila.

Pancasila yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 berkualifikasi sebagai


dasar negara, serta mengandung filosofi politik, karena para founding father ketika itu
meletakkan Pancasila dalam suatu obyek khusus, yaitu konteks kehidupan bernegara.
Selain paradigma kehidupan bernegara, para pendiri negara juga menempatkan Pancasila
sebagai cita hukum, yang berdimensi luas, baik tata hukum yang dirumuskan dalam teks
UUD 1945 maupun di luar itu, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Ini mengandung
maksud bahwa ideologi Pancasila seharusnya menjadi kekuatan yang mengikat secara
moral bagi seluruh subyek hukum di bumi Indonesia.

Hal tersebut sejalan dengan pokok pikiran ke-empat yang menuntut konsekuensi
logis, yaitu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah
dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh citacita moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini juga
mengandung pengertian takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran
kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi
hak asasi manusia yang luhur dan berbudi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran
ke-empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
merupakan asas moral bangsa dan negara (Bakry, 2010).

C. Sumber Yuridis, Historis, Sosilogis, Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila sebagai sumber Yuridis dimaknai bahwa dalam penyelenggaraan


Negara harus berdasarkan Hukum yang telah ditetapkan oleh undang-undang Negara
Indonesia. Yuridis (Hukum) merupakan ciri khas Negara Indonesia. Di dalam
menetapkan sutau keputusan harus berdasarkan hukum yang berlaku, penegakan hukum
tidak bisa sembarangan, semua sudah diatur didalam perundang undangan tentang
Hukum. Hukum Negara tidak boleh dilanggar oleh masyarakt Indonesia. Bagi
masyarakat yang melanggar hukum, maka ia akan dikenakan sanksi hukum sesuai aturan
yang berlaku.

5
Melalui pendekatan yuridis mahasiswa berperan dalam mewujudkan negara
hukum sehingga dapat di wujudkan keteraturan sosial (social order) dan sekaligus
terbangun suatu kondisi bagi terwujudnya pengingkatan kesejahteraan rakyat
sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa. Kesadaran hukum mencakup seluruh asfek
kehidupan. Membutuhkan internalisasi bagi masyarakat, sehingga setiap warga negara
mengetahui hak dan kewajibannya. Selama ini masyarakat masih lebih banyak menuntut
haknya, dengan melalikan kewajibannya. Kesimbangan antara hak dan kewajiban akan
melahirkan kehidupan yang harmonis sebgai bentuk tujuan negara mencapai masyarakat
adil dan makmur.

Amanat Presiden Soekarno dalam pidatonya, "jangan sekali-kali meninggalkan


sejarah", amanat tersebut mempunyai pengertian bahwa sejarah sangat berperan dalam
melanjutkan kehidupan bangsa di masa depan. Hal tersebut sejalan dengan ungkapan
seorang filsuf yunani yang bernama Cicero (106-43SM) yang mengungkapkan, "Historia
vitae magistra", yang, bermakna, "sejarah memberikan kearifan". Pengertian lain dari
istilah tersebut yang sudah menjadi pendapat umum (common-sense) adalah "sejarah
merupakan guru kehidupan" Implikasinya, mata kuliah pancasila penting dan tidak boleh
dianggap remeh agar tercapainya kemajuan bangsa ke depan. Melalui pendekatan ini,
mahasiswa agar mengambil hikmah dari berbagai peristiwa sejarah. Dengan pendekatan
historis mahasiswa dapat memperoleh pemikiran yang mantap untuk ikut serta dalam
membangun bangsa sesuai dengan jurusan masing-masing, disamping itu, mahasiswa
dapat aktif dan arif dalam berbagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sumber Sosiologis mempelajari tentang hubungan manusia satu dengan manusia


yang lainnya. Di dalamnya mengkaji, antara lain kehidupan sosial, latar belakang
berbagai golongan masyarakat, mengkaji masalah-masalah sosial. Soekanto (1982)
mengaskan bahwa dalam perspektif sosiologi, suatu masyarakat pada suatu waktu dan
tempat memiliki nila-nilai yang tertentu. Melalui pendekatan sosiologis, mahasiswa bisa
mengkaji struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial, dan
masalah-masalah sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan standar
nilai-nilai yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Berbeda dengan bangsa-bangsa
lain, Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada
bangsa, dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu
sendiri, nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil karya besar
Bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara (Kaelan,
2000).

6
Sebagai sumber politis Pendidikan Pancasila berasal dari kehidupan politik
Indonesia. Tujuannya agar mahasiswa mengerti dan menerapkan kehidupan politik secara
baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila mengandung nilai-nilai
penuntun dalam mewujudkan stabilitas sosial politik yang ideal. Melalui pendekatan
politik ini, kita mampu menerapkan kehidupan politik yang tertib, serta pedoman dalam
mengkaji konsep-konsep pokok dalam politik yang meliputi negara (state), kekuasaan
(power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy), dan pembagian
(distribution) sumber daya negara, baik di pusat maupun di daerah. Melalui kajian
tersebut, kita diharapkan lebih termotivasi berpartisipasi memberikan masukan kostruktif,
baik kepada infrastruktur maupun suprastruktur politik

D. Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara

Istilah orde lama dimulai sejak tahun 1945-1968 yang mengarah pada
maspemerintahan Presiden Soekarno. Pada masa awal orde lama, Indonesia baru saja
menjadi negara merdeka, yang berhasil lepas dari penjajahan Belanda dan Jepang. Pada
masa orde lama, Presiden Soekarno menjabat sebagai Kepala Negara sekaligus menjabat
sebagai Kepala Pemerintahan. Sebagai negara yang baru merdeka, tidak heran jika sistem
pemerintahannya mengalami beberapa kali perubahan pada masa orde lama. Sistem
pemerintahan yang pernah diterapkan di Indonesia meliputi sistem presidensial, sistem
parlementer dan sistem demokrasi terpimpin. Berikut merupakan periode-periode
penerapan Pancasila pada masa orde lama yang pernah diterapkan di Indonesia yaitu,
periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.

Periode 1945-1950 (Masa Revolusi Kemerdekaan)

Dalam sistem pemerintahan presidensial, Presiden memiliki dua peran yaitu


sebagai badan eksekutif dan juga badan legislatif. Pada masa orde lama ini, terdapat
beberapa penyimpangan seperti, peran Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
sebelumnya merupakan pembantu Presiden, kemudian berganti menjadi lembaga yang
diberi kekuasaan legislatif dan memiliki kekuasaan untuk merumuskan GBHN, yang
sebelumnya juga merupakan kekuasaan MPR.

Selama periode ini, penerapan Pancasila yang merupakan dasar negara,


menghadapi berbagai masalah. Rakyat Indonesia sedang disibukan dengan usaha
penggantian Pancasila dengan ideologi lain yang bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkadung dalam Pancasila. Upaya ini terlihat dengan munculnya gerakan-gerakan
perlawanan yang bertujuan untuk menggantikan Pancasila. Gerakan perlawanan yang
terjadi pada periode ini yaitu:

1. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 18 September 1948 di Madiun.

7
Pemberontakan ini bermula pada rasa kekecewaan terhadap hasil perundingan
Renville dengan Belanda yang disepakati pada 17 Januari 1948 yang dianggap sangat
merugikan negara Indonesia, karena dalam perjanjian tersebut banyak wilayah yang
akan dikuasai oleh Belanda. Perundingan ini menyebabkan pengunduran diri Perdana
Menteri Indonesia, Amir Syarifuddin yang ikut serta dalam perundingan tersebut.
Kemudian dibentuklah kabinet baru, yaitu “Kabinet Hatta I” (1948-1949) yang
dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Hatta, yang sekaligus merangkap sebagai
Wakil Presiden, di mana semua tugas-tugasnya harus dilaporkan langsung kepada
Seokarno sebagai Presiden.

2. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)

Pemberontakan DI/TII berawal dari kekecewaan rakyat Indonesia terhadap


pemerintah yang menyetujui Perjanjian Renville dengan Belanda. Kartosoewirjo
berpendapat, bahwa ini merupakan bentuk pengkhianatan pemerintah Indonesia
terhadap perjuangan masyarakyat Jawa Barat, karena ketika masyarakat Indonesia
dan Panglima TNI akan pindah ke daerah Jawa Tengah sesuai dengan perjanjian, ada
beberapa Panglima TNI yang berjanji tidak akan membawa persenjataan mereka.

Gerakan DI/TII di Jawa Barat bertujuan untuk menjadikan negara Indonesia


sebagai Negara Islam di bawah kepemimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
DI/TII sendiri merupakan tentara yang dibentuk pada awal masa kemerdekaan dan
merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia (NII).

Tujuan Kartosoewirjo mendirikan NII, pada awalnya bukan untuk melakukan


pemberontakan atau perpecahan terhadap bangsa Indonesia, tetapi karena wilayah
Indonesia pada saat itu hanya tinggal Yogyakarta dan sekitarnya, dan selebihnya
diperdebatkan antara Belanda dan Indonesia.

Periode 1950-1959 (Demokrasi Liberal dan Sistem Parlementer)

Indonesia menjalankan pemerintahan dengan menerapkan sistem demokrasi liberal


pada tahun (1950-1959), yang memiliki 2 pemimpin yaitu Perdana Menteri sebagai
kepala pemerintahan dan Presiden sebagai kepala negara. Ciri-ciri sistem pemerintahan
parlementer yaitu:

a. Kekuasaan legislatif memiliki kekuasaan lebih besar daripada kekuasaan


eksekutif.
b. Para menteri yang berada di kabinet harus mempertanggungjawabkan
tindakannya kepada DPR.
c. Rencana kebijakan kabinet harus sejalan dengan tujuan politik yang dimiliki oleh
beberapa anggota parlemen.

8
Pengakuan kekuasaan Indonesia dengan Belanda, disepakati melalui
penyelenggaraan Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan membentuk Republik
Indonesia Serikat (RIS), yang kemudian resmi dibubarkan pada 17 Agustus 1950.
Sebelum berakhirnya Negara Republik Indonesia Serikat, rakyat Indonesia pada saat itu
melakukan demonstrasi besar-besaran dengan mendesak pemerintah agar segara
membentuk Negara Kesatuan.

Kemudian, Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar Sementara Republik


Indonesia 1950 UUDS RI 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer di Indonesia.
Di bawah pemerintahan demokrasi liberal ini, rakyat Indonesia memiliki kesempatan
untuk turut serta dalam mengurusi politik dan juga diperbolehkan membentuk partai baru.
Para anggota kabinet juga diperbolehkan untuk mengemukakan pendapat dan
mempertimbangkan keputusan yang diputuskan oleh pemerintah jika tidak sesuai dengan
UUDS 1950.

Kegagalan dalam pemerintahan demokrasi liberal ini, ditandai dengan:

1. Munculnya usulan yang dikenal dengan Konsepsi Presiden.


2. Majelis Konstituante mengalami stagnasi dan gagal mencapai kesepakatan
tentang perumusaan ideologi nasional.
3. Pengaruh dari politik aliran, membawa dampak pada penyelesaian konflik.
4. Struktur sosial ekonomi yang masih sangat lemah yang secara langsung
menjelaskan status masyarakat yang tidak mendukung kelanjutan demokrasi dan
sulitnya komponen masyarakat untuk bersatu.

Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang


menyatakan berakhirnya demokrasi liberal dengan sistem parlementer di Indonesia,
sebagai berikut:

1. Pembubaran Konstituante
2. Pemberlakuan kembali UUD 1945
3. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950
4. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) serta Dewan Pertimbangan
Agung Sementara (DPAS) dibentuk dan diberlakukan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.

Periode 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)

Sistem pemerintahan digantikan dengan demokrasi terpimpin yang berjalan sejak


1959-1965. Presiden Soekarno mengusulkan sistem demokrasi terpimpin ini, untuk
menggantikan UUDS 1950, dan mengembalikannya ke UUD 1945. Tujuan dari
demokrasi terpimpin ini adalah untuk menata kembali kehidupan politik serta
pemerintahan berdasarkan UUD 1945.

9
Dalam demokrasi terpimpin, Presiden Soekarno berperilaku seperti seorang
dictator, hampir seluruh sektor kekuasaan negara termasuk, eksekutif, legislatif, dan
yudikatif dikuasainya

Pokok-pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, yaitu:

1. Memulihkan situasi politik negara yang tidak stabil, yang merupakan peninggalan
kekuasaan dari masa demokrasi liberal dan menjadikannya lebih stabil.
2. Demokrasi terpimpin merupakan respon terhadap demokrasi liberal, yang pada
saat itu kekuasaan Presiden hanya sebatas sebagai kepala negara dan kekuasaan
pemerintah dijalankan oleh partai

Beberapa penyimpangan yang terjadi dalam melaksanakan ketatanegaraan di


sistem demokrasi terpimpin ini, sebagai berikut:

1. Kekuasaan Presiden berdasarkan UUD 1945 dan kedudukannya berada dibawah


MPR.
2. Pembubaran DPR yang merupakan hasil pemilihan umum 1955
3. Menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
4. Konsep Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom) yang merupakan
gagasan Presiden Soekarno mewakili tiga tonggak utama kekuatan politik
Indonesia, dari masa pergerakan nasional Indonesia hingga pasca-kemerdekaan.
Nasakom juga menjadi simbol pelaksanaan demokrasi terpimpin sejak tahun
1959-1965.

Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang ditujukan kepada Letjen


Soeharto dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966, karena terdapat
kekacauan yang terjadi di masa kepemimpinannya. Peristiwa ini menandakan
berakhirnya pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin, dan turunnya Presiden Soekarno
dari kursi kepresidenan.

E. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Esensi Pancasila Sebagai Dasar Negara

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:

1) Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum
Indonesia yang dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.

2) Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945.


10
3) Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun
tidak tertulis).

4) Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan


pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan
golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

5) Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara, para
pelaksana pemerintahan. Hal tersebut dapat dipahami karena semangat tersebut
adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat
senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan
dinamika masyarakat (Kaelan, 2000: 198--199)

2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia secara ringkas


tetapi meyakinkan, sebagai berikut:

“Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat
pemersatu bangsa yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam
perjuangan melenyapkan segala penyakit yang telah dilawan berpuluh-puluh tahun,
yaitu terutama imperialisme. Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan
imperialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu bangsa yang
membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama.
Tiap-tiap bangsa mempunyai cara perjuangan sendiri, mempunyai karakteristik
sendiri. Oleh karena itu, pada hakikatnya bangsa sebagai individu mempunyai
kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam
kenyataannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain-lain sebagainya
(Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 94-95).”

Untuk memahami urgensi Pancasila sebagai dasar negara, dapat menggunakan 2


(dua) pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan human resourses
(personal/sumber daya manusia). Pendekatan institusional yaitu membentuk dan
menyelenggarakan negara yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila sehingga negara
Indonesia memenuhi unsur-unsur sebagai negara modern, yang menjamin
terwujudnya tujuan negara atau terpenuhinya kepentingan nasional (national
interest), yang bermuara pada terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Sementara,
human resourses terletak pada dua aspek, yaitu orang-orang yang memegang jabatan
dalam pemerintahan (aparatur negara) yang melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara
murni dan konsekuen di dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya sehingga

11
formulasi kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang mengejawantahkan
kepentingan rakyat.

F. Makna dan Pentingnya Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila sebagai dasar negara berarti setiap sendi-sendi ketatanegaraan pada


negara Republik Indonesia harus berlandaskan dan/atau harus sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Hal tersebut bermakna, antara lain bahwa, Pancasila harus senantiasa menjadi
ruh atau spirit yang menjiwai kegiatan membentuk negara seperti kegiatan
mengamandemen UUD dan menjiwai segala urusan penyelenggaraan negara.

Pancasila dipilih sebagai dasar negara tentunya sangat diperlukan untuk menjaga
eksistensi bangsa Indonesia, karena di dalam setiap sila Pancasila pasti terkandung nilai-
nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa dan negara itu
sendiri (Agus, 2015). Asal-usul Pancasila sebagai dasar Negara dapat dilihat dari
berbagai faktor dan nilai-nilai yang terkandung dalam bangsa Indonesia yang kemudian
ditinjau dari pandangan hidup bangsa Indonesia. Hal ini yang kemudian menjadikan
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.

Pancasila merupakan landasan negara dan pedoman kehidupan bangsa Indonesia


yang selalu dikaitkan dengan keberadaan dan kemunduran bangsa Indonesia. Selain itu
Pancasila juga merupakan sistem nilai yang dalam pelaksanaannya memenuhi sistem
tersebut. Pancasila bersifat sistematik karena Pancasila terdiri dari beberapa sila yaitu
lima sila dan kelima sila mempunyai arti dan makna tersendiri. Sistem Pancasila lain
yang terkenal adalah sistem filosofis yang memungkinkan warga negara Indonesia untuk
saling menghormati dan menghargai. Dengan demikian, baik orang dewasa maupun
orang tua masih meyakini bahwa dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Landasan
negara Pancasila hendaknya berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Dapat dimaknai bahwa
Pancasila harus menjadi kekuatan yang menjiwai setiap tindakan yang dilakukan dalam
pembentukan negara.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pancasila sebagai dasar Negara secara filosofis mempunyai akar eksistensi yang
sudah melekat dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu sejak bangsa dan negara Indonesia
belum berdiri. Pancasila sendiri terbukti memiliki kebenaran sehingga mampu
mempersatukan masyarakat bangsa Indonesia. Nilai-nilai pancasila perlu diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, agar masyarakat lebih memahami serta mampu
menerapkannya. Tidak hanya nilai-nilai Pancasila saja yang perlu dipahami, akan tetapi
etika, moral dan karakter juga perlu dipahami dan diamalkan fungsinya.

Pancasila tidak dapat dilepaskan dari kepribadian masyarakat Indonesia. Pancasila


merupakan wujud karakter dari bangsa Indonesia yang merupakan cerminan dari warga
negara yang baik. Dalam perkembangan dunia saat ini Pancasila tetap relevan digunakan,
dan hal ini membuktikan bahwa Pancasila memang merupakan dasar negara yang sesuai
dengan negara Indonesia. Karena hal itulah diperlukan adanya penanaman kembali nilai
Pancasila dengan berbagai inovasi yang membuat nilai Pancasila dapat dijalankan dan
dilestarikan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Pancasila sebagai Dasar Negara juga berarti setiap sendi-sendi ketatanegaraan


pada negara Republik Indonesia harus berlandaskan dan/atau harus sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila. Hal tersebut bermakna, antara lain bahwa Pancasila harus senantiasa
menjadi ruh atau spirit yang menjiwai kegiatan penyelenggaraan negara. Diharapkan pula
setiap masyarakat memiliki keinginan dan kemauan yang kuat untuk memahami nilai
pancasila, serta mengetahui apa saja fungsi dan kedudukannya. Karena Negara yang
hebat, berasal dari rakyat yang cerdas.

B. Saran

Dengan memahami dan mempelajari Pancasila menjadi Dasar Negara Republik


Indonesia. Diharapkan para pembaca dan seluruh rakyat Indonesia dapat menjunjung
tinggi pancasila menjadi dasar yang paling tertinggi pada bangsa ini agar pancasila tidak
direndahkan dan hilang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Rusmiati, Mei Nur., & Dewi, Dinie Anggraeni. (2021). Urgensi Nilai Pancasila pada
Generasi Millenial. Jurnal Edukasi Nonformal, 2(1), 188-197.

Prihati, Khairi Wilda., Salam, M., & Dani, Rahma. (2021). The Role of Students in Building a
Nation Based on Pancasila. Journal IICET: Education and Social Sciences Revies,
2(1), 18-22.

Sari, Ratna., & Najicha, Fatma Ulfatun. (2022). Memahami Nilai-Nilai Pancasila Sebagai
Dasar Negara dalam Kehidupan Masyarakat. Jurnal Pembelajaran IPS dan PKN, 7(1),
53-58.

Sualia, Agna., & Krisnan, Johny. (2019). Menggali Kembali Peran Pancasila sebagai
Ideologi Bangsa dan Dasar Negara dalam Pembangunan Hukum Nasional di Era
Global. Journal Law and Justice, 4(1), 46-55.

Nurhikmah, Amalia Rizki., Nurhaningtyas, Nicki., & Pamungkas, Ario. (2021). Dinamika
Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa. Jurnal Pancasila, 2(2),
59-69.

Nurwardani, Paristiyanti, dkk. (2016). Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi.


Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai