Anda di halaman 1dari 51

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

INDONESIA

Mata Kuliah:
Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu:
DR. SITI ROCHANAH, MM
MUHAMMAD FADHOLI, ST. Par, M.M

Disusun oleh:
Nazwah Nayla Sandrina (1308623009)
Siti Khodijah (1308623022)
Zahra Nur Azizah Yusuf (1308623005)
Cintania Aulia Adi Putri (1308623051)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat
limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah yang berjudul "Pancasila" ini membahas tentang nilai - nilai
Pancasila. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis
menyadari bahwa makalah in mash jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah
ini dapat memberikan mantaat kepada kita sekalian.

Senin, 26 September 2023

Tim penulis
\

1
DAFTAR ISI
BAB I.…………………………………………………………………………….3
1.1. Latar Belakang………………………………………………………………3
1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………………4
1.3. Tujuan…………………………………………………………...…………...4
1.4. Manfaat………………………………………………………………………5
BAB II.…………………………………………………………………………...6
2.1. Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar
Negara………………………………………………………………….…………7
2.1.1. Menelusuri Konsep Negara………………………………………………..7
2.1.2. Konsep Tujuan Negara……………………………………………………11
2.1.3. Urgensi Dasar Negara…………………………………….……...……….12
2.2. Menanya Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Dasar
Negara…………………………………………………………………….……..13
2.2.1. Alasan Pancasila Sebagai Dasar Negara………………………………….13
2.3. Menggali Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis tentang Pancasila
sebagai Dasar Negara…………………………..………………………………..16
2.4. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai
Dasar Negara
2.4.1. Argumen tentang Dinamika Pancasila……………………………………..17
2.4.2. Argumentasi tentang Tantangan terhadap Pancasila………………………17
Gambar II.1: Gerakan reformasi Mei 1998 yang dilakukan oleh mahasiswa……18
2.4. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara……19
2.5.1. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara……………………….21
2.5.1.1. Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara………………….………………21
2.5.1.2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara………………………………...21
2.5.1.3. Keterkaitan antara Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia....23
2.5.1.4. Keterkaitan antara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945………………………………………………………………………………26
Tabel II.1. Unsur Mutlak Staatsfundamental……………………….……………27
2.5.1.5.Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD 1945………………….….28

2
Tabel II.2. Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai Staats Fundamental
Norm……………………………………………………………………………...28
Tabel II.3 Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD 1945………….………30
Gambar II.2: Bhinneka Tunggal Ika…………………………………………..….31
Gambar II.3: Personil tentara dan alutsista untuk mendukung strategi pertahanan
dan keamanan……………………………………………………...……………..32
BAB III.……………………………………………………..……………...…….35
3.1. Kesimpulan……………………………………………..……………...…….35
3.2. Saran…………………………………………………………………………35
PENUTUP………………………………………………………………..………37
Daftar Pustaka……………………………………...…………………...………..38

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan sebuah negara yang mendasarkan kehidupan
berbangsa dan bernegara pada prinsip-prinsip unik yang mengatur baik aspek sosial
maupun pemerintahan, sehingga membedakannya dari negara-negara lain. Identitas
Indonesia secara substansial terletak pada penerimaan Pancasila sebagai kerangka
dasarnya. Pancasila bukan sekadar menjadi inti atau esensi dari negara, melainkan
juga menjadi ideologi pemandu dan landasan utama bagi persatuan nasional.

Dalam konteks kebangsaan dan pemerintahan, Pancasila melampaui


sekadar menjadi filsafat panduan melainkan berfungsi sebagai ukuran utama dan
identitas pokok dalam struktur pemerintahan. Masing-masing prinsip dalam
Pancasila mencerminkan aspirasi, tujuan, dan harapan yang mendasari
pembentukan negara Indonesia. Sebagai hasilnya, Pancasila berperan sebagai
landasan bagi berbagai aktivitas pemerintahan, mengarahkannya sesuai dengan
nilai-nilai inheren yang dikandungnya.

Sebagai suatu ideologi, Pancasila terdiri dari lima nilai dasar yang telah
tumbuh dan berkembang bersama dengan masyarakat Indonesia selama bertahun-
tahun. Kontinuitas sejarah, yang menghubungkan peristiwa masa lalu dengan
situasi saat ini, menunjukkan bahwa aktivitas manusia pada masa lalu saling terkait
dengan kehidupan kontemporer, dengan fokus pada pembentukan masa depan yang
berbeda dari masa lalu. Dalam perannya sebagai dasar negara, Pancasila berfungsi
sebagai sumber hukum yang mengatur semua aspek Negara Republik Indonesia,
termasuk pemerintahan, wilayah, dan penduduk.

Pancasila bukan hanya sekadar landasan filosofis bagi negara, melainkan


juga menjadi gaya hidup bagi masyarakat Indonesia. Nilai-nilai esensial seperti

4
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
mencakup dasar filosofis dan ideologis negara.

Pancasila dianggap mencerminkan nilai-nilai kehidupan yang paling baik,


menjadi dasar dan motivasi bagi sikap, perilaku, dan tindakan dalam kehidupan
kolektif masyarakat, bangsa, dan negara. Ketergantungan antara prinsip-prinsip
Pancasila menegaskan sifat integral dan koherensinya.

Salah satu prinsip penting Pancasila adalah pengakuan akan keberadaan


Tuhan sebagai pencipta alam semesta, mencerminkan iman dan ketaatan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menekankan
status dan hak-hak yang setara bagi semua individu sebagai warga negara yang
dijamin oleh negara.

Pancasila juga melambangkan semangat Persatuan Indonesia, memberikan


prioritas pada persatuan nasional di atas perbedaan individu, kelompok, atau suku
bangsa, dengan tujuan mencegah perpecahan dalam negara. Prinsip Demokrasi
yang Dipandu oleh Hikmat Musyawarah Perwakilan menjadi dasar utama
demokrasi di Indonesia, berakar pada prinsip musyawarah dan konsensus.

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan tujuan nasional,


berupaya menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan prinsip-
prinsip Pancasila. Sebagai warga negara Indonesia yang bertanggung jawab,
penting bagi kita untuk memahami dan menerapkan Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, karena Pancasila menjadi dasar etika bagi seluruh bangsa. Tanggal 1
Juni 1945 diakui sebagai hari lahir resmi Pancasila, diadopsi oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 dan dimasukkan ke dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana diumumkan dalam Berita
Republik Indonesia No. 7, seiring dengan ratifikasi draf konstitusi.

5
1.2. Rumusan Masalah
1) Apa konsep, tujuan, dan urgensi dari Pancasila sebagai Dasar Negara?
2) Mengapa Pancasila sebagai Dasar Negara diperlukan?
3) Bagaimana sumber yuridis, historis, sosiologis, dan politis Pancasila
sebagai Dasar Negara?
4) Bagaimana argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai
Dasar Negara?
5) Apa esensi dan urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara?

1.3. Tujuan
1) Memaparkan tentang konsep, tujuan, dan urgensi dari Pancasila sebagai
Dasar Negara bagi mahasiswa Biologi 2023.
2) Menjelaskan alasan diperlukannya kajian Pancasila sebagai Dasar Negara
bagi mahasiswa Biologi 2023.
3) Memaparkan sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis tentang
Pancasila sebagai Dasar Negara bagi mahasiswa Biologi 2023.
4) Menjelaskan argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai
Dasar Negara bagi mahasiswa Biologi 2023.
5) Memaparkan esensi dan urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara bagi
mahasiswa Biologi 2023.

1.4. Manfaat
1) Mengetahui tentang konsep, tujuan, dan urgensi Pancasila sebagai Dasar
Negara.
2) Menambah wawasan tentang alasan diperlukannya Pancasila sebagai
Dasar Negara.
3) Mengetahui sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis Pancasila
sebagai Dasar Negara.
4) Memahami argumen tentang dinamika dan tantangan Pancasila sebagai
Dasar Negara.

6
5) Menambah wawasan tentang esensi dan urgensi Pancasila
sebagai Dasar Negara.

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara
2.1.1. Menelusuri Konsep Negara
Sebuah negara didefinisikan sebagai entitas berdaulat yang
memegang kekuasaan terorganisir yang, melalui tata pemerintahan,
menetapkan keteraturan atas sebuah komunitas dalam suatu wilayah
geografis tertentu. Hakikat identitas Indonesia dapat dilihat dalam adopsi
Pancasila sebagai kerangka dasarnya, bukan sekadar sebagai inti dari
negara, tetapi juga sebagai ideologi pemandu dan dasar kesatuan nasional.

Dalam konteks kebangsaan dan pemerintahan, Pancasila melampaui


menjadi filosofi panduan semata, Pancasila mengambil peran sebagai
metrik utama dan identitas utama dalam struktur pemerintahan. Setiap
prinsip dalam Pancasila mencerminkan aspirasi, tujuan, dan harapan yang
mendasari pembentukan negara Indonesia. Sebagai konsekuensinya,
Pancasila berfungsi sebagai dasar untuk berbagai aktivitas pemerintahan,
menyelaraskannya dengan nilai-nilai yang melekat padanya.

Sebagai sebuah ideologi, Pancasila terdiri dari lima nilai dasar yang
telah tumbuh secara alami bersama masyarakat Indonesia selama bertahun-
tahun. Kontinuitas sejarah, yang menghubungkan peristiwa masa lalu
dengan situasi saat ini, menandakan bahwa aktivitas manusia di masa lalu
erat terkait dengan kehidupan kontemporer, dengan fokus pada membentuk
masa depan yang berbeda dari masa lalu. Dalam perannya sebagai dasar
negara, Pancasila berfungsi sebagai sumber hukum yang mengatur semua
aspek Republik Indonesia, termasuk pemerintahan, wilayah, dan penduduk.

Pancasila bukan hanya sekadar landasan filosofis bagi negara namun


juga menjadi gaya hidup bagi masyarakat Indonesia. Nilai-nilai esensial

8
seperti Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh hikmat Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia mencakup dasar filosofis dan ideologis negara.

Pancasila dianggap mencerminkan nilai-nilai kehidupan yang paling


baik, menjadi dasar dan motivasi bagi sikap, perilaku, dan tindakan dalam
kehidupan kolektif masyarakat, bangsa, dan negara. Ketergantungan antar
prinsip-prinsip Pancasila menegaskan sifat integral dan koherensinya.

Salah satu ajaran penting Pancasila adalah pengakuan akan


keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta, mencerminkan iman dan
ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Nilai Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab menekankan status dan hak yang setara bagi semua individu
sebagai warga negara yang dijamin oleh negara.

Pancasila juga melambangkan semangat Persatuan Indonesia,


memberikan prioritas pada persatuan nasional di atas perbedaan individu,
kelompok, atau etnis, dengan tujuan mencegah perpecahan dalam negara.
Prinsip Demokrasi yang Dipandu oleh Hikmat Musyawarah Perwakilan
menjadi dasar utama demokrasi di Indonesia, berakar pada prinsip
musyawarah dan konsensus.

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan tujuan


nasional, berupaya menciptakan masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila. Sebagai warga negara Indonesia
yang bertanggung jawab, penting bagi kita untuk memahami dan
menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, karena Pancasila
menjadi dasar etika bagi seluruh bangsa. Tanggal 1 Juni 1945 diakui sebagai
hari lahir resmi Pancasila, diadopsi oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia pada 18 Agustus 1945 dan dimasukkan ke dalam pembukaan

9
Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana diumumkan dalam Berita
Republik Indonesia No. 7, seiring dengan ratifikasi draf konstitusi. Berikut
beberapa definisi negara menurut para ahli:

1) Aristoteles
Menurut pandangan Aristoteles, negara merupakan suatu
komunitas yang didirikan dengan tujuan mencapai kebaikan. Disiplin
ilmu politik mulai berkembang dengan kajian-kajian yang dilakukan
oleh Aristoteles, terutama ketika ia membedakan model komunitas atau
negara. Sebagai seorang filsuf Yunani, Aristoteles memandang negara
sebagai Polis atau kota-negara, karena menurutnya, kehidupan yang
baik hanya dapat dicapai dalam lingkup Polis. Dalam karyanya yang
berjudul "La Politika," Aristoteles menyatakan bahwa negara adalah
suatu kumpulan masyarakat, dan setiap masyarakat dibentuk dengan
tujuan mencapai kebaikan. Aristoteles berpendapat bahwa jika seluruh
masyarakat memiliki tujuan kebaikan, maka negara atau masyarakat
politik memiliki kedudukan tertinggi dibandingkan dengan yang
lainnya. Negara ini melibatkan elemen-elemen pendukung lainnya dan
memiliki tujuan mencapai kebaikan tertinggi.
2) Hans Kelsen
Negara atau entitas hukum, menurut Kelsen, dapat diartikan
sebagai entitas yuridis dan entitas politik yang terorganisir. Elemen-
elemen yang membentuk negara, menurut Kelsen, melibatkan: (i)
Wilayah negara, mencakup pembentukan dan pembubaran negara serta
pengakuan terhadap negara dan pemerintahannya; (ii) Elemen waktu
negara, mencakup waktu pembentukan negara tersebut; (iii) Rakyat
negara, merujuk pada penduduk negara tersebut; (iv) Kompetensi
negara sebagai Ranah Materi Validitas Tata Hukum Nasional, misalnya
terkait pengakuan internasional; (v) Konflik Hukum, melibatkan
pertentangan antara ketentuan hukum; (vi) Hak dan Kewajiban Dasar
Negara, mencakup jaminan hak dan kebebasan dasar manusia; dan (vii)

10
Kekuasaan Negara, melibatkan aspek-aspek terkait kekuasaan negara.
Negara, pada hakikatnya, merupakan suatu konsep yang dibentuk oleh
manusia tentang pola hubungan antarindividu dalam masyarakat yang
diorganisir untuk mencapai kepentingan bersama dan tujuan bersama.
Apabila kelompok ini diorganisasikan secara politik untuk mencapai
tujuan sebagai satu unit pemerintahan tertentu, maka kelompok tersebut
dapat disebut sebagai entitas politik atau negara, yang merupakan suatu
masyarakat yang terorganisir secara politik.
3) Harold J. Laski
Negara didefinisikan sebagai suatu entitas sosial yang
terintegrasi, dimana integrasinya disokong oleh kewenangan yang
bersifat memaksa dan secara sah memiliki kedudukan yang lebih tinggi
daripada individu atau kelompok yang membentuk bagian dari entitas
tersebut. Entitas sosial ini, yang disebut sebagai masyarakat, merupakan
kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama guna mencapai tujuan
bersama. Masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai negara apabila
aturan-aturan yang mengatur kehidupan baik individu maupun asosiasi
di dalamnya ditetapkan oleh suatu otoritas yang memiliki kewenangan
yang bersifat memaksa dan mengikat secara sah.
4) Robert M. Mc Iver
Negara didefinisikan sebagai sebuah entitas sosial yang
berfungsi sebagai asosiasi atau kelompok yang memiliki tanggung
jawab untuk mengorganisir dan menegakkan tata tertib dalam suatu
masyarakat yang terbatas pada wilayah geografis tertentu. Regulasi ini
diatur melalui implementasi sistem hukum yang dikelola oleh
pemerintahan. Pemerintahan ini diberikan kewenangan yang bersifat
memaksa guna memastikan keteraturan dan kepatuhan terhadap
peraturan yang telah ditetapkan, dengan tujuan mencapai berbagai
maksud dan kepentingan bersama yang menjadi dasar eksistensi negara.

11
Konsep negara, sebagai entitas yang kompleks dan banyak aspeknya,
memerlukan eksplorasi menyeluruh terhadap komponen-komponen
integralnya untuk mengembangkan pemahaman yang nuansa. Tiga aspek
mendasar dengan cermat menggambarkan hakikat negara, memberikan
wawasan terhadap karakter dan fungsinya:

1) Kewarganegaraan
Di inti negara terdapat warganegara, mencakup seluruh individu yang
membentuk populasi negara. Agensi kolektif dari masyarakat sangat
penting untuk lahir dan kelangsungan negara. Pernyataan Leacock bahwa
negara tidak dapat dipikirkan tanpa sekelompok individu yang mendiami
wilayah tertentu menekankan peran penting warganegara dalam struktur
negara. Karakteristik rumit kewarganegaraan melibatkan pertimbangan hak,
tanggung jawab, dan hubungan antara individu dan negara.

2) Wilayah
Dimensi wilayah negara melibatkan pembatasan batas geografis yang
menguraikan otoritas hukumnya. Aspek kepemilikan tanah seringkali
melibatkan negosiasi dan perjanjian yang kompleks, terutama dengan
negara-negara tetangga. Konsep wilayah meluas melampaui parameter fisik
semata, mencakup lanskap yang kompleks yang melibatkan pertimbangan
geografi, ekonomi, demografi, dan atribut sosial-budaya. Di dalam ruang
yang ditentukan ini, negara menjalankan kedaulatannya dan bertanggung
jawab atas tugas pemerintahan.

3) Pemerintahan
Pemerintahan, sebagai alat organisasi negara, muncul sebagai pelaksana
utama fungsinya. Bertanggung jawab untuk mengelola kepentingan
warganegara dan mewujudkan tujuan besar, pemerintahan memainkan peran
sentral dalam dinamika negara. Peran ganda pemerintahan mencakup
pengiriman layanan, fungsi regulasi, inisiatif pembangunan, dan

12
pemberdayaan masyarakat. Tanggung jawab ini melibatkan layanan publik
dan sipil, regulasi legislatif, dan fasilitasi pembangunan di berbagai sektor.
Pemerintahan dengan demikian menjadi pusat bagi fungsi yang efektif dan
stabilitas negara.

Dalam ranah penyediaan layanan, hak dan kewajiban warganegara diuraikan


melalui kerangka yang nuansa mencakup status positif, status negatif, status
aktif, dan status pasif. Jaringan rumit hak dan kewajiban ini membentuk dasar
interaksi warganegara dengan negara, membentuk hubungan timbal balik yang
menjadi dasar kontrak sosial.

Konsep wilayah lebih lanjut diperinci menjadi wilayah formal dan


fungsional. Sementara wilayah formal mewakili area dengan karakteristik khas,
wilayah fungsional melibatkan pusat-pusat berbagai fungsionalitas. Struktur
perkotaan, sebagai contoh wilayah fungsional, menggambarkan interaksi
dinamis antara pusat-pusat berbeda di dalam negara.

Pentingnya peran pemerintah sebagai lembaga publik melampaui fungsi


administratif adalah pemerintah mengambil peran sentral dalam penyampaian
layanan, regulasi urusan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.
Pengakuan pemerintah oleh baik masyarakat maupun komunitas internasional
sangat penting untuk stabilitas dan efektivitasnya dalam memenuhi tanggung
jawabnya yang beragam, sehingga menjamin ketahanan dan koherensi negara.

2.1.2. Konsep Tujuan Negara


Tujuan Negara Republik Indonesia, mencakup dua aspek pokok
yang saling terkait, yaitu mewujudkan kesejahteraan umum dan menjamin
keamanan bagi seluruh bangsa dan wilayah Negara. Meskipun pada
dasarnya setiap individu memiliki aspirasi bersama untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan, namun pendekatan yang ditempuh dalam
mencapai tujuan tersebut seringkali kompleks dan bervariasi, bahkan

13
terkadang saling bertentangan. Pada tingkat konseptual, terdapat dua aliran
atau pendekatan utama yang sering menjadi landasan dalam konteks
pencapaian tujuan nasional:

1. Aliran Liberal Individualis


Aliran ini memandang bahwa pencapaian kesejahteraan dan
kebahagiaan dapat terwujud melalui penerapan politik dan sistem
ekonomi yang bersifat liberal. Dalam konteks ini, persaingan bebas di
dalam kerangka pasar dianggap sebagai sarana untuk mendorong
pertumbuhan dan pencapaian tujuan individu.

2. Aliran Kolektivis atau Sosialis


Sebaliknya, aliran ini meyakini bahwa kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia dapat lebih efektif dicapai melalui penerapan
politik dan sistem ekonomi yang lebih terpimpin atau totaliter. Dalam
pendekatan ini, pemerintah memiliki peran yang lebih besar dalam
mengatur distribusi sumber daya dan merumuskan kebijakan guna
mencapai keadilan sosial.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan


nasional, tujuan Negara umumnya diwujudkan melalui Undang-Undang
Dasar atau konstitusi negara. Dokumen hukum ini menjadi landasan bagi
penyelenggaraan negara dan mewakili komitmen terhadap nilai-nilai dasar,
hak, dan kewajiban yang menjadi dasar bagi kehidupan bersama dalam
masyarakat.

Dengan demikian, pemahaman mendalam terhadap dua dimensi utama,


yaitu mewujudkan kesejahteraan umum dan menjamin keamanan, bersama
dengan pemahaman atas berbagai aliran pemikiran dalam mencapai tujuan
tersebut, menjadi penting dalam membentuk visi dan arah pembangunan
suatu negara.

14
2.1.3. Urgensi Dasar Negara
Secara etimologis, istilah "dasar negara" identik dengan berbagai
istilah dalam bahasa asing seperti "grundnorm" (norma dasar), "rechtsidee"
(ide hukum), "staatsidee" (ide negara), dan "philosophische grondslag"
(dasar filosofis negara). Kelimpahan istilah "Dasar Negara" dalam kosakata
bahasa asing menunjukkan sifat universalnya, menandakan bahwa setiap
negara memiliki prinsip-prinsip dasarnya sendiri. Dalam aspek terminologi
atau definisi, Dasar Negara dapat diartikan sebagai landasan dan sumber
pembentukan serta penyelenggaraan negara. Istilah ini juga menunjukkan
sumber dari segala sumber hukum di dalam negara. Secara teoretis,
sebagaimana diungkapkan oleh Hans Kelsen, istilah "dasar negara"
mengacu pada norma dasar atau "grundnorm."

Perbedaan status antara "dasar negara" dan peraturan perundang-


undangan terletak pada fungsi masing-masing, di mana "dasar negara"
berperan sebagai sumber bagi peraturan perundang-undangan. Status "dasar
negara" bersifat permanen, sementara peraturan perundang-undangan
bersifat fleksibel dan dapat berubah sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh
karena itu, "dasar negara" memiliki peran sentral sebagai norma dasar dalam
penyelenggaraan berbagai aspek negara, menjadi sumber dari segala sumber
hukum dan mencirikan ide hukum (rechtsidee), baik yang terungkap dalam
bentuk tertulis maupun tersirat dalam suatu negara. Ide hukum ini
membimbing hukum untuk mencapai aspirasi bersama dalam masyarakat,
mencerminkan kepentingan bersama di antara warganya.

Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, menunjukkan bahwa


nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan dan pedoman dalam
pembentukan serta penyelenggaraan negara. Ini termasuk peran Pancasila
sebagai sumber dan pedoman dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu, perilaku para penyelenggara negara

15
dalam pelaksanaan pemerintahan negara harus sejalan dengan peraturan
perundang-undangan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Melalui
ketaatan yang konsisten terhadap nilai-nilai Pancasila baik oleh para
penyelenggara negara maupun warga negara, pemerintahan yang efektif
dapat terwujud. Sejalan dengan hal ini, aspirasi dan tujuan negara dapat
direalisasikan secara bertahap dan berkesinambungan.

2.2. Menanya Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Dasar Negara


2.2.1. Alasan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Kajian Pancasila sebagai dasar negara merupakan hal yang sangat penting
karena pancasila merupakan ideologi negara Indonesia yang menjadi landasan bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pertama, Pancasila menjaga kedamaian dan kerukunan antar agama serta


suku bangsa di Indonesia. Prinsip-prinsip toleransi dan persatuan yang terkandung
dalam pancasila membantu mencegah konflik antar kelompok.

Kedua, Pancasila memberikan landasan moral bagi tindakan warga negara,


seperti nilai-nilai kejujuran dan integritas yang ditekankan dalam sila ketuhan yang
Maha Esa. Oleh karena itu, kajian pancasila sebagai dasar negara penting untuk
memastikan pemahaman dan penerapan yang baik demi kemajuan negara
Indonesia.

Ketiga, Pancasila menjadi pedoman dalam pembentukan kebijakan


pemerintah. Nilai-nilai pencasila seperti keadilan sosial, demokrasi dan persatuan
yang menjadi landasan dalam menyusun undang-undang dan kebijakan yang
berpihak kepada rakyat.

Keempat, Pancasila menekankan prinsip-prinsip keadilan dan persamaan


diantara semua warga negara. Berkontribusi pada diskriminasi dan perlakuan tidak
adil.

16
Kelima, Pancasila merupakan persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai
negara kepulauan dengan berbagai keanekaragaman. Hal ini penting untuk
memelihara stabilitas dan keutuhan negara

Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia yang telah disepakati oleh
para pendiri bangsa pada saat kemerdekaan. Pancasila merupakan hasil dari
perjuangan dan pengalaman sejarah bangsa Indonesia dalam mencari identitas dan
cita-cita nasional. Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang mencerminkan
kepribadian dan karakter bangsa Indonesia, serta menjadi pedoman dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila juga memiliki fungsi sebagai
sumber hukum, norma, dan etika bagi bangsa Indonesia, serta sebagai alat
pemersatu dan pendorong kemajuan bangsa di tengah tantangan global. Oleh karena
itu, esensi dan urgensi Pancasila sebagai dasar negara perlu dipahami dan
diimplementasikan oleh seluruh warga negara Indonesia.

Selain itu, Munculnya ideologi seperti liberalisme, kapitalisme, Marxisme,


Leninisme, Nazisme, dan fasisisme berakar pada aliran-aliran filsafat yang
berkembang di dunia Barat. Prinsip-prinsip filsafat Karl Marx dan Engels, yang
berbasis pada materialisme sejarah dan dialektika, telah mendorong perkembangan
ideologi Marxisme/Leninisme/Komunisme di negara-negara sosialis dan komunis.
Ide-ide Nietzsche mengenai Ubermensch (superman) dan Wille zur Macht
(kehendak untuk berkuasa) dengan cara yang sama mendorong Hitler untuk
merumuskan ideologi militeristik Nazisme (Kaelan, 1996:41). Penting untuk
dicatat bahwa di konteks Barat terdapat aliran-aliran filsafat yang tidak aktif
berkontribusi pada perkembangan ideologi.

Aspek penting yang terangkum dalam diskusi sebelumnya adalah bahwa


ideologi pada umumnya berasal dari aliran-aliran filsafat, di mana ideologi
berfungsi sebagai operasionalisasi sistem filsafat suatu bangsa. Perspektif ini juga
berlaku untuk Pancasila, yang berfungsi sebagai operasionalisasi dasar filsafat

17
Indonesia. Posisi Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara dapat diibaratkan
sebagai dua sisi dari satu koin, masing-masing menduduki posisi yang berbeda
namun bersatu dalam fungsi yang terpadu dalam ranah kenegaraan.

Meskipun semua orang memahami signifikansi dan peran ideologi serta


prinsip-prinsip dasar untuk kehidupan nasional dan negara, diperlukan kontemplasi
kritis dan mendalam ketika menghadapi pertanyaan khusus mengenai "mengapa
Pancasila?" Menjawab pertanyaan ini memerlukan eksplorasi yang penuh
pemikiran terhadap prinsip-prinsip yang mendasari keberadaannya, bukti yang
mendukung kebenarannya, dan norma-norma imperatif yang membimbing
pencapaian tujuannya.

Dari sudut pandang ontologis, sifat intrinsik dan ekstrinsik dari nilai-nilai
Pancasila dapat dikenali. Intrinsik bagi Pancasila, nilai-nilai tersebut muncul
sebagai sistem filsafat yang sistematis dan rasional. Sementara itu, ekstrinsik bagi
Pancasila, nilai-nilai tersebut mencakup pandangan dunia praktis dan sistem nilai
yang diyakini merepresentasikan doktrin komprehensif dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila muncul sebagai perwujudan nilai-nilai
yang terkait erat dengan kehidupan bangsa Indonesia, memengaruhi pandangan
manusia tentang realitas alam semesta, Sang Pencipta, manusia, makna hidup,
masyarakat, bangsa, dan negara.

Secara epistemologis, Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara


merupakan kebenaran yang telah bertahan uji waktu. Sepanjang perjalanan sejarah
bangsa Indonesia, perkembangan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara
mengikuti pola diskontinuitas dialektis. Pada tahap antitesis, Pancasila sebagai
entitas kebenaran menghadapi penyangkalan berulang kali dari aliran pemikiran
baru. Namun demikian, Pancasila telah bertahan dan melampaui proses
pembuktian, menunjukkan uji coba, pemalsuan, dan penolakan. Kebenaran
Pancasila dapat menghadapi uji empiris, menahan penyimpangan, dan menolak
penyangkalan.

18
Dari perspektif aksiologis, hukum konstitusional menyertakan dasar yuridis
Pancasila sebagai norma dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila
diakui sebagai doktrin hukum yang berfungsi sebagai sumber orientasi untuk
perkembangan hukum di Indonesia. Pancasila harus diakui sebagai sumber
pedoman bagi pembentukan instrumen hukum dan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila. Sebagai doktrin hukum, Pancasila membawa konsekuensi
bahwa ia menjadi sumber tata hukum atau sumber dari segala sumber hukum dalam
kerangka konstitusional Republik Indonesia.

Dengan demikian, Pancasila bukan sekadar ideologi dan dasar negara,


melainkan juga kebenaran ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang
membimbing kehidupan bangsa dan negara.

2.3. Menggali Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis tentang


Pancasila sebagai Dasar Negara
Sumber pancasila sebagai dasar negara itu maksudnya adalah Pancasila
sebagai dasar negara digunakan untuk mengatur segala tatanan kehidupan bangsa
Indonesia dan mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila dijadikan sebagai dasar
negara karena memang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Pancasila adalah
dasar negara dari negara Republik Indonesia yang tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 (alinea ke-4).

1. Yuridis
Yuridis artinya menurut hukum, atau diakui sah oleh pemerintah. Jadi
mengapa undang undang masuk menjadi sumber yuridis pancasila, karena hukum
berkaitan erat dengan undang undang sebagai sumber hukum dan hukum
dilaksanakan berdasarkan undang undang.

2. Historis

19
Historis artinya sesuatu yang berhubungan dengan sejarah atau ada
hubungannya dengan masa lampau, baik tokoh, masa kejadian, serta bahan lainnya.
Secara sistem filsafat, Pancasila merupakan hasil pemikiran mendalam dari para
tokoh pendiri negara (the founding fathers) yang berusaha menggali nilai-nilai
dasar dan merumuskan dasar negara untuk di atasnya didirikan negara Republik
Indonesia. Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, adalah tokoh tokoh negara
atau bisa disebut “The Founding Fathers” yang telah meluangkan waktu, tenaga,
dan pikiran mereka untuk berkontrobusi dalam merumuskan pancasila sebagai
ideologi negara Indonesia.

3. Sosiologis
Sumber sosiologis artinya sumber yang berkaitan dengan kehidupan sosial
masyarakat Indonesia yang beragam dan dinamis. Perwujudan Pancasila dalam
sumber sosiologis yaitu Gotong royong, Pengambilan keputusan secara
musyawarah, Toleransi antar suku, ras, agama, Menjunjung tinggi HAM (Hak
Asasi Manusia), dan Pelestarian budaya lokal.

4. Politis
Pancasila merupakan ideologi negara dan bangsa Indonesia yang bersifat
terbuka dan dinamis. Ideologi adalah suatu sistem gagasan atau pemikiran yang
menjadi dasar bagi tindakan politik Sumber politis artinya menafsirkan fenomena
politik dalam rangka menemukan pedoman yang bersifat moral yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila untuk mewujudkan kehidupan politik yang sehat. Beberapa
contoh nilai-nilai etika politik yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila antara
lain adalah:
1) Kepatuhan terhadap konstitusi dan hukum yang berlaku (sila pertama).
2) Penghargaan terhadap hak asasi manusia dan demokrasi (sila kedua).
3) Loyalitas terhadap negara dan bangsa (sila ketiga).
4) Keterbukaan dan dialogis dalam proses pengambilan keputusan (sila keempat).
5) Keadilan dan keseimbangan dalam pembagian kekuasaan dan sumber daya (sila
kelima).

20
2.4. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila
sebagai Dasar Negara

2.4.1. Argumen tentang Dinamika Pancasila


Proses munculnya dan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara melalui
suatu perjalanan yang panjang. Awalnya, adat istiadat dan agama memainkan peran
penting dalam membentuk pandangan hidup. Setelah Soekarno menemukan
kembali nilai-nilai budaya Indonesia yang mulia, Pancasila secara resmi
diumumkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945, dengan penyatuan prinsip-
prinsipnya dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia.
Bersandar pada budaya, tradisi, dan agama, kebenaran nilai-nilai Pancasila diyakini
dan tetap melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Pada saat berdirinya Republik Indonesia, yang ditandai dengan teks


proklamasi pada 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia sepakat untuk mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Namun, mulai November 1945 hingga diterbitkannya
Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Indonesia mengikuti sistem demokrasi liberal.
Setelah diberlakukannya Dekrit Presiden, muncul ideologi yang berseberangan, dan
posisi Pancasila diperkuat. Namun, situasi ini dimanfaatkan oleh kelompok yang
mendukung ideologi kiri, seperti yang terjadi dalam peristiwa pemberontakan G30S
PKI 1965, yang mengakibatkan berakhirnya kepemimpinan Soekarno dan naiknya
Presiden Soeharto.

Selama pemerintahan Presiden Soeharto, ditekankan bahwa Pancasila


sebagai dasar negara akan dilaksanakan secara murni dan konsisten. Selanjutnya,
diterbitkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 yang menguraikan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). Namun, pemerintahan Soeharto
akhirnya dianggap menyimpang dari jalur politik Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, lebih condong ke arah liberalisme-kapitalisme.

21
Pada tahun 1998, gerakan reformasi dimulai, yang mengakibatkan
pengunduran diri Presiden Soeharto. Namun, gerakan reformasi belum sepenuhnya
membawa perubahan positif dalam pemahaman dan praktik Pancasila di kalangan
masyarakat. Politisi sering mengabaikan prinsip-prinsip Pancasila, dan sebagian
masyarakat terlibat dalam tindakan anarkis untuk memaksa kehendak mereka
kepada orang lain.

Gambar II.1: Gerakan reformasi Mei 1998 yang dilakukan oleh mahasiswa.
Sumber: nasional.tempo.co

Dari tahun 2004 hingga saat ini, muncul gerakan yang dipimpin oleh
akademisi, pengamat, dan peminat Pancasila yang bertujuan untuk mengembalikan
kejayaan Pancasila. Melalui berbagai seminar dan kongres, mereka berusaha untuk
menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup nasional dan
menegaskan Pancasila sebagai dasar negara yang menjadi sumber hukum dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara.

2.5.2. Argumentasi tentang Tantangan terhadap Pancasila


Di era globalisasi saat ini, banyak faktor yang mengancam integritas mental dan
moral Pancasila, yang merupakan kebanggaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
Indonesia perlu waspada dan berupaya untuk menjaga ketahanan mental-
ideologinya. Pancasila harus terus berfungsi sebagai benteng moral dalam
menghadapi tantangan di bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, dan agama.

22
Tantangan muncul dari cepatnya masuknya ideologi-ideologi yang bersandar
pada otoritas materialistik, seperti liberalisme, kapitalisme, komunisme,
sekularisme, pragmatisme, dan hedonisme. Ideologi-ideologi ini berpotensi
merusak karakter nasional yang berakar pada nilai-nilai Pancasila. Terlihat bahwa
ideologi-ideologi ini telah meresap dalam masyarakat Indonesia, mengakibatkan
pengabaian terhadap identitas budaya bangsa yang pada dasarnya bersifat religius,
santun, dan gotong-royong.

Dari perspektif masyarakat, terdapat rasa ambiguitas dalam kehidupan nasional


akibat perubahan cepat dalam sistem pemerintahan dan otonomi daerah yang luas.
Di satu sisi, masyarakat merasa terbebas dari norma dan nilai dalam kehidupan
nasional, dan di sisi lain, terjadi peningkatan perilaku anarkis terhadap fasilitas
publik. Euforia politik ini dapat melemahkan integrasi nasional.

Dalam ranah pemerintahan, terjadi fenomena perilaku pejabat publik, baik sipil
maupun militer, yang tidak mencerminkan semangat kenegarawanan. Terdapat
contoh perilaku oportunis dan prioritisasi kepentingan kelompok. Penting untuk
mengatasi kejadian semacam itu melalui penegakan hukum yang ditingkatkan dan
upaya sistematis untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila di kalangan pejabat
negara.

Tantangan yang dihadapi Pancasila, sebagaimana dijelaskan di atas, hanya


merupakan sebagian kecil dari keseluruhan gambaran, mirip dengan bagian yang
tenggelam dari gunung es. Gambaran ini menekankan kesulitan dalam menghadapi
tantangan ini. Oleh karena itu, semua lapisan masyarakat harus bersatu untuk
merespons dengan serius dan bertanggung jawab, memperkuat nilai-nilai Pancasila
sebagai prinsip panduan bagi setiap warga negara, baik di masyarakat maupun di
pemerintahan. Sebagai hasilnya, integrasi nasional diharapkan semakin kuat secara
bertahap, dan bangsa Indonesia dapat secara progresif mewujudkan cita-cita dan

23
tujuan negara yang menjadi idaman seluruh lapisan masyarakat. Argumen lain
berdasarkan perjalanan Pancasila sebagai dasar negara:

1) Pancasila sebagai dasar negara lahir dan berkembang melalui suatu proses yang
cukup panjang. Pada mulanya, adat istiadat dan agama menjadi kekuatan yang
membentuk adanya pandangan hidup.

2) 1 Juni 1945 barulah Pancasila disuarakan menjadi dasar negara yang diresmikan
pada 18 Agustus 1945 dengan dimasukkannya sila-sila Pancasila dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

3) Tetapi, November 1945 sampai menjelang ditetapkannya Dekrit Presiden pada


5 Juli 1959, pemerintah Indonesia mempraktikkan sistem demokrasi liberal.
Dimanfaatkan Komunis, dan terjadi G30S PKI 1965 (Pergantian Soekarno ke
Soeharto

4) Presiden Soeharto, menegaskan bahwa Pancasila sebagai dasar negara akan


dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Menyusul diterbitkan Ketetapan
MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P-4).

5) Era Pemerintahan Soeharto


Pemerintahan Soeharto dianggap melenceng dari ajaran Pancasila karena
lebih memilih menerapkan kebijakan liberalisme-kapitalisme dalam mengurus
negara. Pada tahun 1998, muncul gerakan reformasi yang menyebabkan
Soeharto mengumumkan pengunduran diri dari jabatan Presiden.

6) Tidak Ada Perubahan dari Gerakan Reformasi


Ketidakpedulian politisi terhadap etika politik yang berlandaskan pada
prinsip-prinsip Pancasila dan perilaku anarkis sebagian kecil masyarakat yang

24
suka memaksa kehendak kepada pihak lain merupakan dampak dari gerakan
reformasi yang tidak membawa perubahan signifikan.

2.5. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara


2.5.1. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara
2.5.1.1.Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara
Dinyatakan dengan tegas bahwa Pancasila secara resmi diterima dan ditetapkan
sebagai ideologi dasar negara Indonesia sejak 18 Agustus 1945. Pengakuan
Pancasila sebagai dasar negara merupakan milik bersama yang memudahkan semua
pemangku kepentingan nasional dalam membangun bangsa secara berlandaskan
prinsip-prinsip yang teguh.

Menurut pernyataan Mahfud M.D. (2009: 16–17), penerimaan Pancasila


sebagai etos dasar negara membawa implikasi untuk mematuhi dan menerapkan
prinsip-prinsip panduan dalam pembentukan kebijakan negara, khususnya dalam
ranah politik hukum nasional. Lebih lanjut, Mahfud M.D. menetapkan bahwa,
sebagai konsekuensi dari Pancasila sebagai etos dasar, setidaknya empat prinsip
panduan muncul untuk formulasi kebijakan hukum dan politik:

1) Kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjaga kesatuan dan
integritas bangsa, baik secara ideologis maupun teritorial.
2) Kebijakan umum dan politik hukum harus didasarkan pada upaya
membentuk demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (negara hukum)
secara bersamaan.
3) Kebijakan umum dan politik hukum harus berakar pada upaya memajukan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia tidak mengikuti
liberalisme; sebaliknya, secara ideologis mengadopsi sintesis individualisme
dan kolektivisme dengan fokus pada kesejahteraan bersama dan keadilan
sosial.
4) Kebijakan umum dan politik hukum harus didasarkan pada prinsip toleransi
beragama yang beradab. Indonesia bukan negara berbasis agama, dan

25
kebijakan atau politik hukum tidak boleh diformulasikan atau didominasi
oleh agama tertentu. Namun, Indonesia juga bukan negara sekuler tanpa
agama, sehingga setiap kebijakan atau kerangka hukum harus terinspirasi
oleh ajaran berbagai agama yang memberikan kontribusi mulia bagi
kemanusiaan.

Pancasila, yang diakui sebagai dasar negara, diuraikan dalam Pasal 2 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Undang-
Undang dan Peraturan, menjadi sumber dari segala sumber hukum di negara ini.
Lebih lanjut, Pancasila dijelaskan sebagai dasar dan ideologi negara, serta landasan
filosofis negara dalam uraian Pasal 2. Oleh karena itu, setiap konten hukum harus
selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Pancasila memiliki kedudukan formal dan yuridis dalam Pembukaan Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap penyimpangan dari
rumusan eksplisit Pancasila dalam pembukaan dianggap sebagai perubahan yang
tidak sah terhadap Undang-Undang Dasar (Kaelan, 2000: 91–92). Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Pancasila, sebagai dasar negara, adalah sumber dari segala peraturan hukum di
Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila mencerminkan dasar spiritual hukum
Indonesia, yang lebih lanjut diuraikan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
melalui empat prinsip pokok.

2) Pancasila melibatkan latar belakang spiritual (Geislichenhintergrund) dari


Undang-Undang Dasar 1945.

3) Pancasila mewujudkan aspirasi hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar
tertulis maupun tidak tertulis).

26
4) Pancasila mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar
mencerminkan prinsip-prinsip yang mendorong pemerintah dan penyelenggara
negara lainnya (termasuk penyelenggara partai dan kelompok fungsional) untuk
memegang teguh cita-cita moral luhur rakyat.

5) Pancasila adalah sumber semangat abadi bagi Undang-Undang Dasar 1945


dalam penyelenggaraan negara, bagi pelaksana pemerintahan. Pemahaman ini
penting untuk implementasi dan administrasi negara karena masyarakat terus
berkembang seiring perubahan zaman dan dinamika masyarakat (Kaelan, 2000:
198–199).

Rumusan Pancasila yang imperatif harus diimplementasikan dengan tekun


oleh rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap sila
Pancasila merupakan satu kesatuan yang integral, saling memperkuat dan mengunci
satu sama lain. Penghormatan terhadap Tuhan dijunjung tinggi dalam kehidupan
negara, tetapi diletakkan dalam konteks negara kekeluargaan yang egaliter,
melampaui paham individual dan golongan, sejalan dengan visi kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan kebangsaan, demokrasi permusyawaratan yang
menekankan konsensus, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Tim Kerja Sosialisasi Majelis
Permusyawaratan Rakyat periode 2009-2014, 2013: 88).

2.5.1.2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara


Signifikansi kritis Pancasila sebagai landasan bagi bangsa Indonesia, yang
diuraikan oleh Soekarno, dijelaskan secara singkat namun meyakinkan dengan cara
berikut:

Pancasila berfungsi sebagai Weltanschauung, batu fondasi filosofis, berfungsi


sebagai instrumen yang menyatukan bangsa. Pada dasarnya, Pancasila beroperasi
sebagai kekuatan penyatuan dalam upaya tanpa henti untuk menghilangkan
penyakit jangka panjang, terutama imperialisme. Perjuangan melawan

27
imperialisme, pencarian kemerdekaan, dan perjuangan khas setiap bangsa dengan
karakteristik uniknya bersama-sama berkontribusi membentuk kepribadian bawaan
suatu bangsa. Kepribadian ini muncul dalam berbagai dimensi, mencakup realitas,
ekonomi, karakter, dan lain sebagainya (Kepemimpinan Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan Tim Kerja Sosialisasi Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2009-
2014, 2013: 94-95).

Urgensi Pancasila sebagai pilar negara dapat dipahami melalui dua perspektif:
pendekatan institusional (organisasi) dan sumber daya manusia. Pendekatan
institusional melibatkan pendirian dan operasi negara yang didasarkan pada nilai-
nilai Pancasila, memastikan bahwa Indonesia sejalan dengan prasyarat negara
modern. Ini menjamin pencapaian tujuan dan kepentingan nasional, mendorong
masyarakat yang adil dan makmur. Secara bersamaan, pendekatan sumber daya
manusia menekankan peran penting individu-individu dalam aparatur pemerintah
dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan setia dalam melaksanakan tugas
mereka. Keselarasan ini memastikan bahwa kebijakan negara benar-benar
mencerminkan kepentingan rakyat. Selain itu, selama fase implementasi, ketaatan
terhadap prinsip-prinsip tata kelola yang baik, termasuk transparansi, akuntabilitas,
dan keadilan, sangat penting untuk menghindari kasus korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). Warga yang terlibat dalam kegiatan bisnis dihimbau untuk
merangkul Pancasila sebagai sumber nilai bisnis yang etis, menjauhi praktik pasar
bebas liberal, monopoli, dan monopsoni. Begitu juga, individu yang terlibat dalam
organisasi masyarakat dan infrastruktur politik diimbau untuk secara konsisten
mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam ranah sosial dan
politik. Dengan demikian, Pancasila mengemban peran sebagai kompas moral atau
etika politik, mengarahkan kehidupan bersama yang harmonis di tingkat komunal,
nasional, dan negara.

Posisi Pancasila sebagai sumber sumber hukum yang tepat mencerminkan


hakikat berbagai peraturan di Indonesia. Paragraf pembuka Undang-Undang Dasar
1945 Republik Indonesia dengan tegas menggunakan istilah "berdasarkan pada,"

28
menandakan Pancasila sebagai kesatuan dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Implikasinya adalah bahwa nilai-nilai Pancasila harus menjadi dasar dan
panduan dalam pembentukan dan organisasi negara, termasuk pembentukan
undang-undang. Hal ini menuntut bahwa perilaku pejabat negara dalam
pelaksanaan tata kelola negara sejalan dengan undang-undang yang mencerminkan
nilai-nilai Pancasila.

Ketaatan yang konsisten terhadap nilai-nilai Pancasila baik oleh pejabat negara
maupun warga negara memiliki potensi untuk mencapai tata kelola yang baik. Oleh
karena itu, aspirasi dan tujuan negara dapat diwujudkan secara progresif dan terus-
menerus.

Esensi Pancasila sebagai dasar negara dengan makna dan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, yaitu:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti pengakuan dan penghormatan


terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran agama
masing-masing, serta menjunjung tinggi nilai-nilai ketaqwaan, toleransi, dan
kerukunan antarumat beragama.

2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang berarti penghargaan terhadap


martabat, hak, dan kewajiban manusia sebagai makhluk sosial yang beradab,
serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, dan
persaudaraan antarsesama manusia.

3) Persatuan Indonesia, yang berarti kesadaran dan kebanggaan terhadap identitas


nasional sebagai bangsa Indonesia yang berdaulat, bersatu, berbhineka tunggal
ika, serta menjunjung tinggi nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, loyalitas, dan
integritas terhadap negara kesatuan Republik Indonesia.

29
4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, yang berarti kedaulatan rakyat yang
dilaksanakan secara demokratis dengan prinsip musyawarah untuk mufakat
dalam penyelenggaraan negara, serta menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi,
partisipasi, representasi, akuntabilitas, dan transparansi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang berarti kesejahteraan


sosial yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa diskriminasi dan
penindasan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kesejahteraan, keadilan sosial,
keselamatan, ketertiban, dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.

Esensi Pancasila sebagai dasar negara juga dapat dilihat dari hubungannya
dengan proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi
kemerdekaan RI merupakan manifestasi dari cita-cita bangsa Indonesia untuk
merdeka dari penjajahan asing. Proklamasi kemerdekaan RI juga merupakan
pernyataan sikap politik bangsa Indonesia untuk menentukan nasib sendiri sebagai
bangsa yang merdeka dan berdaulat. Proklamasi kemerdekaan RI juga merupakan
komitmen bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaannya dengan nilai-nilai
Pancasila sebagai dasar negara.

Esensi Pancasila sebagai dasar negara juga dapat dilihat dari hubungannya
dengan pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian penting
dari konstitusi negara Republik Indonesia yang mengandung dasar filosofis dan
ideologis negara. Pembukaan UUD 1945 mengandung empat alinea yang masing-
masing memiliki makna tersendiri. Alinea pertama mengandung tujuan proklamasi
kemerdekaan RI. Alinea kedua mengandung falsafah dan dasar negara, yaitu
Pancasila. Alinea ketiga mengandung cita-cita nasional, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam tata tertib dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Alinea keempat

30
mengandung bentuk dan kedaulatan negara, yaitu negara kesatuan yang berbentuk
republik dengan kedaulatan rakyat.

Esensi Pancasila sebagai dasar negara juga dapat dilihat dari hubungannya
dengan pasal-pasal UUD 1945. Pasal-pasal UUD 1945 merupakan penjabaran dari
nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma hukum yang mengatur organisasi
negara, mekanisme penyelenggaraan negara, hubungan antara lembaga negara,
hubungan antara negara dan warga negara, serta hubungan antara negara dan negara
lain. Pasal-pasal UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara, serta
hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara.

2.5.1.3. Keterkaitan antara Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia
Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, tidak hanya merupakan akhir,
melainkan sarana mendasar yang mencakup dua aspek:

1) Deklarasi eksplisit kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, baik secara internal


maupun eksternal;
2) Tindakan-tindakan mendesak yang diperlukan sehubungan dengan
deklarasi kemerdekaan (Kaelan, 1993: 62).

Hari berikutnya, pada tanggal 18 Agustus 1945, menyaksikan penyusunan


Konstitusi, termasuk Pembukaan. Paragraf ketiga Pembukaan, yang dengan tegas
mengulang deklarasi kemerdekaan oleh Indonesia, menjelaskan hubungan yang
melekat antara Proklamasi dan Pembukaan. Keterkaitan ini ditandai oleh:

1) Pengulangan deklarasi kemerdekaan dalam bagian ketiga Pembukaan,


menegaskan ketidakpisahan Proklamasi dan Pembukaan;
2) Pembentukan Pembukaan secara bersamaan pada tanggal 18 Agustus 1945,
sejalan dengan pembentukan Konstitusi, Presiden, dan Wakil Presiden,
yang merupakan realisasi bagian kedua Proklamasi;

31
3) Hakikat Pembukaan, yang pada dasarnya berfungsi sebagai deklarasi
kemerdekaan yang lebih rinci, menguraikan cita-cita tinggi yang
mendorong pendirian kemerdekaan. Ini membayangkan negara Indonesia
yang merdeka, berdaulat, bersatu, adil, dan makmur yang berlandaskan pada
prinsip-prinsip spiritual Pancasila;
4) Hubungan antara Pembukaan dan Proklamasi bersifat intrinsik,
memberikan eksposisi rinci tentang implementasi Proklamasi pada tanggal
17 Agustus 1945, menguatkan pelaksanaannya, dan mengemban tanggung
jawab atas pencapaiannya (Kaelan, 1993: 62-64).

2.5.1.4. Keterkaitan antara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang


Dasar 1945

Notonagoro (1982:24-26) menyatakan bahwa Konstitusi tidak mewakili


puncak peraturan hukum. Di atasnya, norma-norma dasar negara, disebut norma
dasar negara (staatsfundamentalnorm), mendominasi. Notonagoro lebih lanjut
menjelaskan bahwa, dari sudut pandang ilmiah, norma dasar negara mencakup dua
elemen:

1) Sistem ide yang mencakup norma (ought norms), yang membentuk sistem
filosofis hukum negara;
2) Implementasi praktis dari ide-ide (norma) dalam bentuk legislasi, institusi,
dan alat-alat negara, membentuk sistem pelaksanaan hukum.

Dalam konteks sosiologis, norma dasar negara muncul sebagai norma-norma


yang tertanam dalam kesadaran penduduk yang tinggal dalam suatu negara.

32
Tabel II.1. Unsur Mutlak Staatsfundamental
Sejalan dengan sistem filosofis hukum negara, dapat diuraikan bahwa
Konstitusi 1945, termasuk Pembukaan, mencakup norma-norma negara tertinggi.
Hal ini disebabkan Konstitusi mencakup nilai-nilai utama negara, Pancasila, yang
menjadi jiwa negara (Notonagoro, 1982: 26).

Tabel II.2. Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai Staats


Fundamental Norm

Pembukaan, sebagai bagian integral dari Konstitusi 1945, berfungsi sebagai


batu fondasi filosofis negara Indonesia. Ini menyatakan kemerdekaan Indonesia dan
mencerminkan semangat nasional serta perjuangan berkepanjangan rakyat
Indonesia. Pembukaan pada saat yang sama berfungsi sebagai pedoman untuk
implementasi Pancasila dalam kehidupan bangsa dan negara. Pancasila, pada

33
intinya, merupakan jiwa negara Indonesia, memberikan panduan moral dan etika
untuk perilaku individu dan aparatus negara.

Pembukaan secara eksplisit mengakui konsep negara yang didasarkan pada


Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 29, Ayat 1), mencerminkan karakter religius
masyarakat Indonesia. Ini menekankan pentingnya nilai-nilai agama dalam
kehidupan bangsa. Selain itu, Pembukaan menekankan komitmen terhadap
keadilan sosial bagi semua penduduk Indonesia (Pasal 33, Ayat 1), menegaskan
sentralitas kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh rakyat.
2.5.1.5. Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD 1945

Adalah pengetahuan umum bahwa setelah Amandemen ke-4 pada tahun 2002,
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 terdiri dari Pembukaan dan
Pasal-pasal (lihat Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945). Ini berarti bahwa
Penjelasan UUD 1945 tidak lagi menjadi bagian dari ketentuan-ketentuan yang
diuraikan dalam UUD 1945. Meskipun Penjelasan UUD 1945 tidak lagi dianggap
sebagai hukum positif, penjelasan normatif masih dimuat dalam pasal-pasal UUD
1945. Selain itu, dalam ranah tertentu, Penjelasan UUD 1945 dapat berfungsi
sebagai sumber inspirasi untuk tata kelola kehidupan warga negara.

Terkait dengan penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD 1945, redaksi


Penjelasan UUD 1945 sebagai berikut.
"Pemikiran-pemikiran mendasar tersebut menggambarkan suasana kebatinan
dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pemikiran-pemikiran mendasar ini
mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara,
baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak
tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pemikiran-pemikiran mendasar ini
dalam pasal-pasalnya."

Kerangka kognitif yang tertanam dalam pemikiran-pemikiran mendasar


Penjelasan UUD 1945 adalah perwujudan dari Pembukaan UUD 1945, di mana

34
Pancasila berperan sebagai prinsip spiritual dari Pembukaan UUD 1945 sebagai
staatsfundamentalnorm. Jika disederhanakan, kerangka kognitif tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:

1. Pancasila berperan sebagai prinsip spiritual dari Pembukaan UUD 1945


sebagai staatsfundamentalnorm.
2. Pembukaan UUD 1945 dikristalkan dalam bentuk Pemikiran-Pemikiran
Mendasar yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
3. Pemikiran-Pemikiran Mendasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945 mewujud dalam pasal-pasal UUD 1945.

Terkait dengan penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD 1945, penting


untuk diingat pembahasan sebelumnya yang menekankan prinsip bahwa Pancasila
adalah nilai dasar yang bersifat permanen dalam arti ilmiah-akademis, terutama
menurut ilmu hukum. Ini tidak dapat diubah karena merupakan prinsip spiritual
atau nilai inti dari Pembukaan UUD 1945 sebagai kaidah negara yang mendasar.
Untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupan praktis
bernegara, diperlukan nilai-nilai instrumental sebagai alat untuk mewujudkan nilai
dasar.

Nilai-nilai instrumental Pancasila sebagai nilai dasar tercakup dalam pasal-


pasal UUD 1945. Oleh karena itu, kedudukan pasal-pasal berbeda dengan Pancasila
dan Pembukaan UUD 1945. Implikasinya adalah pasal-pasal dalam UUD 1945
tidak bersifat permanen, yang berarti dapat diubah berdasarkan ketentuan dalam
Pasal 37 ayat (1) sampai dengan ayat (5) UUD 1945.

Penting juga untuk memahami bahwa setiap pasal dalam UUD 1945 tidak
sepenuhnya mencakup nilai dari suatu sila dalam Pancasila secara utuh. Di sisi lain,
suatu pasal dalam UUD 1945 dapat mencerminkan sebagian nilai yang terkait
dengan beberapa sila dalam Pancasila. Hal ini dapat dipahami karena pasal-pasal
UUD 1945 sebagai nilai instrumental dapat terkait dengan satu bidang kehidupan

35
atau terkait dengan beberapa bidang kehidupan bangsa secara integral. Di sisi lain,
nilai-nilai Pancasila antara nilai sila 1 dengan nilai sila lainnya tidak terpisah-pisah,
melainkan merupakan suatu kesatuan yang utuh dan harmonis.

Contoh-contoh penjelasan Pancasila dalam pasal-pasal UUD 1945 dapat


digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel II.3 Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD 1945

Secara ringkas, keterkaitan antara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang


Dasar 1945 bersifat intrinsik. Pembukaan, sebagai bagian integral dari Konstitusi,
mencerminkan landasan filosofis negara, dengan Pancasila sebagai inti dari fondasi
ini. Pembukaan menggambarkan semangat kemerdekaan dan perjuangan panjang
rakyat Indonesia, memberikan panduan untuk implementasi Pancasila dalam
kehidupan bangsa dan negara. Ini memperkuat prinsip-prinsip agama dan keadilan
sosial yang melekat dalam Pancasila, menekankan peran pentingnya dalam negara
Indonesia.

a) Bidang Sosial Budaya


Dengan permisalan menyapu halaman rumah dengan menggunakan satu batang
sapu. Bagaimana jika ada beberapa batang sapu yang diikat menjadi satu ikatan?
Mana yang lebih efektif—satu batang sapu atau seikat batang sapu? Pertanyaan-
pertanyaan ini menjadi dasar bagi suatu masyarakat yang dibangun atas dasar
persatuan dan kesatuan. Kemerdekaan Indonesia, sejatinya, tercapai melalui

36
persatuan dan kesatuan bangsa. Idealnya, masyarakat Indonesia harus
mencerminkan semangat kerja sama, sebagaimana diungkapkan oleh Bung Karno
dalam pidatonya pada 1 Juni 1945. Namun, belakangan ini, semangat
kegotongroyongan di kalangan masyarakat menunjukkan gejala yang semakin
luntur. Tantangan arus globalisasi yang dipengaruhi oleh nilai individualistik dan
materialistik secara perlahan merusak rasa persatuan nasional. Jika tidak segera
ditangani, identitas nasional bisa terancam. Oleh karena itu, penting bagi semua
komponen bangsa untuk memandang keragaman sebagai kekuatan daripada
kelemahan dan untuk mencegah upaya perpecahan dari pihak asing.

Gambar II.2: Bhinneka Tunggal Ika


Sumber: rmol.id
Pemerintah harus menjalankan strategi pembangunan sosial-budaya sesuai
dengan ketentuan yang diuraikan dalam Pasal 31 ayat (5) dan Pasal 32 ayat (1) dan
(2) UUD 1945. Pasal 31 ayat (5) menekankan pentingnya memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi sambil menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa demi kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia. Pasal
32 ayat (1) memerintahkan agar negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia
di tengah peradaban dunia serta menjamin kebebasan masyarakat untuk memelihara
dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Pasal 32 ayat (3) menetapkan bahwa
negara harus menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional. Semua kebijakan sosial-budaya harus menekankan rasa kebersamaan dan
semangat gotong-royong sebagai identitas konstruktif bangsa Indonesia.

b) Bidang Pertahanan dan Keamanan


Definisi yang sama dengan istilah "bela negara," pertahanan, dan keamanan
nasional. Semua istilah ini saling terkait dengan implementasi Pancasila dalam

37
bidang pertahanan dan keamanan, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 27 ayat (3)
dan Pasal 30 ayat (1), (2), (3), (4), dan ayat (5) UUD 1945.

Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menetapkan bahwa setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Bela negara bukan hanya sekadar
kewajiban, melainkan juga kehormatan yang diberikan oleh negara. Ini mencakup
sikap dan perilaku warga negara yang didorong oleh cintanya kepada tanah air dan
bangsa, menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila
untuk mencapai tujuan nasional. Keterlibatan warga negara dalam bela negara dapat
muncul dalam berbagai bentuk, termasuk kontribusi melalui profesi masing-
masing.

Gambar II.3: Personil tentara dan alutsista untuk mendukung strategi


pertahanan dan keamanan, dibiayai dari pajak yang dibayar oleh rakyat
Sumber: tribunnews.co

Pembangunan pertahanan adalah upaya bangsa untuk menghadapi ancaman


dari luar negeri dan tantangan lain yang dapat membahayakan integritas nasional.
Pembangunan keamanan mencakup upaya untuk menanggulangi ancaman dari
dalam negeri serta ancaman terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat serta
penegakan hukum. Prinsip-prinsip yang mencakup nilai-nilai instrumental
Pancasila dalam bidang pertahanan dan keamanan diuraikan dalam Pasal 30 ayat
(1), (2), (3), (4), dan ayat (5) UUD 1945, termasuk peran warga negara, sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata), tugas pokok Tentara
Nasional Indonesia (TNI), dan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia

38
(POLRI). Setiap warga negara, termasuk Anda, memiliki tanggung jawab dalam
ranah pertahanan dan keamanan nasional sebagai bagian dari asas kedaulatan
rakyat.

Urgensi Pancasila sebagai dasar negara adalah pentingnya Pancasila sebagai


dasar negara yang mampu menjaga keutuhan, kesatuan, dan kemajuan bangsa
Indonesia di tengah tantangan global. Pancasila memiliki beberapa fungsi yang
menunjukkan urgensi Pancasila sebagai dasar negara, yaitu:

1) Fungsi integratif, yaitu fungsi Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa


Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras, budaya, dan daerah.
Pancasila menjadi dasar persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang
berbhineka tunggal ika. Pancasila juga menjadi dasar toleransi dan
kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Pancasila juga menjadi dasar
loyalitas dan integritas terhadap negara kesatuan Republik Indonesia.
2) Fungsi adaptif, yaitu fungsi Pancasila sebagai alat penyesuaian bangsa
Indonesia dengan perkembangan zaman dan perubahan lingkungan.
Pancasila mampu menampung aspirasi dan dinamika masyarakat Indonesia
dalam berbagai bidang kehidupan. Pancasila juga mampu menjawab
tantangan dan peluang yang timbul akibat globalisasi dan kemajuan
teknologi. Pancasila juga mampu mengantisipasi ancaman dan gangguan
yang mengancam kedaulatan dan keutuhan bangsa Indonesia.
3) Fungsi normatif, yaitu fungsi Pancasila sebagai alat penentu norma-norma
hukum, moral, dan etika bagi bangsa Indonesia. Pancasila menjadi sumber
hukum tertinggi di Indonesia yang mengikat seluruh warga negara tanpa
terkecuali. Pancasila juga menjadi sumber moral dan etika yang mengatur
perilaku warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Pancasila juga menjadi sumber nilai-nilai luhur yang harus
dijunjung tinggi oleh seluruh warga negara.
4) Fungsi dinamis, yaitu fungsi Pancasila sebagai alat pendorong kemajuan
bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan. Pancasila menjadi

39
motivasi bagi warga negara untuk berprestasi dan berkarya demi kemuliaan
bangsa dan negara. Pancasila juga menjadi inspirasi bagi warga negara
untuk berinovasi dan berkreasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan olahraga. Pancasila juga menjadi stimulan bagi
warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.

Urgensi Pancasila sebagai dasar negara juga dapat dilihat dari tantangan-
tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam menjalankan Pancasila,
seperti:

1) Radikalisme, yaitu paham atau gerakan yang menolak atau menentang nilai-
nilai Pancasila sebagai dasar negara dengan cara-cara ekstrem atau
kekerasan. Radikalisme dapat mengancam keutuhan dan kesatuan bangsa
Indonesia yang beragam dan berbhineka. Radikalisme juga dapat
mengganggu kerukunan dan toleransi antarumat beragama di Indonesia yang
berdasarkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Radikalisme juga dapat
menimbulkan konflik dan kekerasan yang merugikan nyawa, harta, dan
martabat manusia.
2) Intoleransi, yaitu sikap atau perilaku yang tidak menghargai atau
menghormati perbedaan atau keragaman yang ada di masyarakat. Intoleransi
dapat menimbulkan diskriminasi dan penindasan terhadap kelompok
minoritas atau yang berbeda dari mayoritas. Intoleransi juga dapat
menimbulkan rasa benci, permusuhan, dan permusuhan antara kelompok-
kelompok sosial. Intoleransi juga dapat menurunkan rasa persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia yang berdaulat dan berbhineka tunggal ika.
3) Korupsi, yaitu tindakan atau perbuatan yang melanggar hukum atau etika
untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok dengan cara
menyalahgunakan wewenang, jabatan, atau kedudukan. Korupsi dapat
merugikan keuangan negara dan kesejahteraan rakyat. Korupsi juga dapat
merusak moral dan etika bangsa Indonesia yang berdasarkan prinsip
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Korupsi juga dapat

40
merendahkan kredibilitas dan integritas penyelenggara negara yang
seharusnya menjalankan prinsip Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
4) Kemiskinan, yaitu kondisi dimana seseorang atau kelompok tidak memiliki
akses atau kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup secara layak.
Kemiskinan dapat menimbulkan ketimpangan sosial dan ekonomi antara
golongan kaya dan miskin. Kemiskinan juga dapat menimbulkan
ketergantungan dan ketidakberdayaan masyarakat terhadap bantuan
pemerintah atau pihak lain. Kemiskinan juga dapat menghambat
pembangunan nasional dan pencapaian kesejahteraan umum bagi seluruh
rakyat Indonesia.
5) Ancaman kedaulatan, yaitu upaya atau tindakan dari pihak asing atau dalam
negeri yang bertujuan untuk melemahkan atau menguasai wilayah, sumber
daya, atau kepentingan nasional Indonesia. Ancaman kedaulatan dapat
mengganggu kedamaian dan keamanan nasional dan internasional. Ancaman
kedaulatan juga dapat merampas hak-hak warga negara Indonesia sebagai
bangsa yang merdeka dan berdaulat. Ancaman kedaulatan juga dapat
merusak citra dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia yang telah disepakati oleh
para pendiri bangsa pada saat kemerdekaan. Pancasila merupakan hasil dari
perjuangan dan pengalaman sejarah bangsa Indonesia dalam mencari identitas dan
cita-cita nasional. Pancasila sebagai dasar negara mengandung nilai-nilai luhur

41
yang mencerminkan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia, serta menjadi
pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila juga memiliki
fungsi sebagai sumber hukum, norma, dan etika bagi bangsa Indonesia, serta
sebagai alat pemersatu dan pendorong kemajuan bangsa di tengah tantangan global.
Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam kelima sila mencakup dasar filosofis
dan ideologis negara. Pancasila dianggap mencerminkan nilai-nilai kehidupan yang
paling baik, menjadi dasar dan motivasi bagi sikap, perilaku, dan tindakan dalam
kehidupan kolektif masyarakat, bangsa, dan negara. Ketergantungan antar prinsip-
prinsip Pancasila menegaskan sifat integral dan koherensinya. Oleh karena itu,
esensi dan urgensi Pancasila sebagai dasar negara perlu dipahami dan
diimplementasikan oleh seluruh warga negara Indonesia.

Peran dasar Pancasila dalam negara menunjukkan bahwa setiap aspek dari alat
negara di Republik Indonesia harus berakar dan selaras dengan prinsip-prinsip
Pancasila. Ini menyiratkan, antara lain, bahwa Pancasila seharusnya secara
konsisten berfungsi sebagai inti atau semangat panduan yang menginspirasi
kegiatan terkait pembentukan negara, seperti amandemen konstitusi (UUD), dan
harus meresap ke semua aspek administrasi negara.

Pentingnya Pancasila sebagai dasar negara terletak pada memastikan bahwa


para pejabat publik, dalam menjalankan tugas mereka, tidak menyimpang dari
tujuan yang dimaksud. Selain itu, hal ini bertujuan untuk menumbuhkan
keterlibatan aktif semua warga negara dalam proses pembangunan di berbagai
dimensi kehidupan nasional, yang dipandu oleh prinsip-prinsip Pancasila.
Akibatnya, pencapaian bertahap cita-cita dan tujuan negara menjadi mungkin,
mengarah pada terbentuknya masyarakat yang makmur dalam keadilan dan
komunitas yang adil dalam kemakmuran.
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah di atas memiliki beberapa kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis akan melakukan perbaikan
dengan merujuk kepada berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

42
Saran yang ingin kami sampaikan melalui makalah ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman pembaca tentang pentingnya Pancasila dalam kehidupan kita sebagai
bangsa Indonesia. Dengan memahami setiap sila-sila Pancasila secara lebih
mendalam, diharapkan kita sebagai warga negara Indonesia akan lebih mampu
menghargai dan mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Pandangan kritis dan analitis menjadi prinsip penuntun kita, mendorong kita
untuk memeriksa dengan seksama aplikasi nuansa Pancasila dalam kain yang rumit
dari kehidupan sehari-hari. Ini mengundang kita untuk menyelami kompleksitas
bagaimana nilai-nilai ini beresonansi dan menemukan relevansinya dalam konteks
global yang lebih luas. Pendekatan ini memerlukan keterlibatan partisipatif dari
pembaca, mendorong mereka tidak hanya untuk mengonsumsi tetapi juga untuk
mengevaluasi secara kritis dan mendiskusikan implikasi Pancasila dalam berbagai
skenario.

Harapannya adalah bahwa, melalui pendekatan ini, pembaca akan


mendapatkan wawasan yang melampaui pemahaman konvensional tentang
Pancasila sebagai dasar konstitusional. Sebaliknya, diharapkan bahwa Pancasila
muncul sebagai kompas moral, memengaruhi karakter masyarakat Indonesia itu
sendiri. Saat Anda menjelajahi halaman-halaman ini, semoga wacana ini memicu
rasa ingin tahu intelektual, mendorong pemikiran kritis, dan berkontribusi pada
pemahaman kolektif tentang peran mendalam Pancasila dalam membentuk etos
bangsa.

43
PENUTUP

Sebagai pengakhiran dari pembahasan mengenai peran Pancasila sebagai


Dasar Republik Indonesia, jelas terlihat bahwa Pancasila melampaui sekadar
seperangkat prinsip; ia merupakan tiang utama yang mengatur dan membimbing
setiap aspek kehidupan nasional dan negara kita. Sebagai nilai dasar, Pancasila
membawa makna mendalam sebagai dasar moral, spiritual, dan filosofis yang
membentuk identitas bangsa Indonesia.

Kehadiran Pancasila dalam konteks hukum dan konstitusi, terutama dalam


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, menegaskan bahwa
setiap langkah dalam pembentukan dan administrasi negara harus sejalan dengan
prinsip mulia Pancasila. Hal ini melibatkan berbagai aspek, mulai dari legislasi
hingga amandemen konstitusi dan implementasi berbagai program pembangunan.

Signifikansi Pancasila sebagai panduan moral dan etika dalam


pemerintahan negara tidak terbatas pada pejabat pemerintah semata. Pada
hakikatnya, peran aktif setiap warga negara dalam mewujudkan nilai-nilai
Pancasila adalah kunci untuk mencapai aspirasi dan tujuan bangsa. Partisipasi
dalam proses pembangunan, pelestarian persatuan, dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat seharusnya selalu beresonansi dengan semangat Pancasila.

Melalui pemahaman yang mendalam terhadap Pancasila, diharapkan setiap


warga dapat melaksanakan peran mereka sebagai agen perubahan positif dalam
membangun Indonesia yang adil, makmur, dan bermartabat. Persatuan dalam
keberagaman, kerja sama saling menghormati, dan semangat keberagaman adalah
nilai-nilai yang harus terus dijaga dan diperkuat dalam kerangka filosofi Pancasila.

Sebagai penutup, mari menjadikan Pancasila sebagai panduan utama dalam


setiap tindakan dan keputusan, memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi bangsa
yang tangguh, bersatu, dan berdaulat. Semoga pemahaman kita terhadap Pancasila

44
tidak hanya terbatas pada wacana, tetapi diterjemahkan menjadi perubahan nyata
dalam kehidupan sehari-hari demi mewujudkan cita-cita luhur bangsa.

45
DAFTAR PUSTAKA

Ade, L. P. (2020). Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara dalam


Pembentukkan Peraturan Perundang- undangan. Jurnal Ilmu Hukum, 6(2), 166-
174.
Adhayanto, O. (2015). Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara
dalam Pembentukkan Peraturan Perundang- undangan. Jurnal Ilmu Hukum,
6(2), 166-174.
Adiyanta, F. S. (2021). Hak Dan Kewajiban Fundamental Negara: Keberlakuan
Hukum Kodrat Menurut Pandangan Hans Kelsen. Administrative Law and
Governance Journal, 4(3), 441-458.
Agus, S. (2015). Meneguhkan Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional.
Jurnal Ilmiah CIVIS, 5 (1).
Agustinus, W. D. (2015). Pancasila Sebagai Pondasi Pendidikan Agama.
Ambiro, P. A. (2017). Menjaga Eksistensi Pancasila dan Penerapannya bagi
Masyarakat di Era Globalisasi. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, 1 (2).
Ani, S. R (2017). Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta
: PT. Bumi Aksara.
Ekamisidi .(2017). Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Ideologi Nasional. Jurnal
Online Jakarta, 2(4).
Hidayatillah., Yetti. (2014). Urgensi Eeksistensi Pancasila di Era Globalisasi.
Jurnal volume 6(2).
Kaelan. (2011). Fungsi Panacila sebagai Paradigma Hukum dalam Meneggakan
Konstitusionalitas Indonesia. Yogyakarta : Sarasehan Nasional Pancasila.
Magnis., Suseno., Franz. (2013). Nilai-nilai Pancasila sebagai Orientasi
Pembudayaan Kehidupan Berkonstitusi dalam Implementasi Nilai-nilai
Pancasila untuk Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia. Yogyakarta :
Mahkamah Konstitusi RI dengan Universitas Gadjah Mada.
Martodihardjo., Susanto. (1993). Bahan Penataran Pedoaman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila. Jakarta : BP-7 Pusat.

46
Max Boli Sabon SH. 1992. Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, hlm 24.
Muzayin. (1992). Ideologi Pancasila (Bimbingan ke Arah Penghayatan dan
Pengamalan bagi Remaja). Jakarta : Golden Terayon Press.
Namang, R. B. (2020). Negara dan Warga Negara Perspektif Aristoteles. Jurnal
Ilmiah Dinamika Sosial, 4(2), 247-266.
Noor, M. S. (2009). Sistem Filsafat Pancasila Tegak sebagai sistem Kenegaraan
Pancasila UUD Proklamasi 1945, dalam Kongres Pancasila. Jakarta : Setjend
MK RI.
Notonagoro. (1994). Pancasila Secara ilmiah Populer. Jakarta : Bumi Aksara.
Nurgiansah, T. H. (2021). Pendidikan Pancasila. In Solok : CV Mitra Cendekia
Media.
Oetojo., Oesman., & Alfian. (1991). Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai
Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta : BP-7
Pusat.
Pasaribu, S. (2016). Politik Aristoteles. Yogyakarta: Narasi-Pustaka Promothea.
Putra, Y. D. (2021). MEMBANGUN ARGUMEN TENTANG DINAMIKA DAN
TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA.
Saputra, D. M. (2021). Argumen Tentang Dinamika Pancasila Dalam
Sejarah Bangsa.
Sentra, R., & Andri, A. (2022). TEORI KEKUASAAN. YUDABBIRU JURNAL
ADMINISTRASI NEGARA, 4(2), 119-128.
Soltau, R. H., Laski, H. J., Weber, M., & Mc Iver, R. M. Unsur-unsur formal dan
Material Negara.
Subagyo, A. (2020). Implementasi Pancasila Menangkal Intoleransi Radikalisme
dan dan Terorisme. Jurnal Keilmuan PKN, 6 (1).
Surajiyo, S. (2021). Tinjauan Epistemologi Terhadap Pancasila Sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia. IKRA-ITH HUMANIORA: Jurnal Sosial dan
Humaniora, 5(3), 54-62.
Widodo, S. (2011). Implementasi Bela Negara Untuk Mewujudkan Nasionalisme.
CIVIS, 1(1).

47
Zabda, S. (2017). Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara
dan Implementasinya dalam Pembangunan Karater Bangsa. Jurnal Pendidikan
Ilmu Sosial, 26(2), 106-114.

48
Sumber

Makalah Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara


https://www.academia.edu/62414690

Alasan Pancasila sebagai Dasar Negara https://binus.ac.id/character-


building/2020/10/pancasila-sebagai-ideologi-negara/
https://ppid.jemberkab.go.id/berita-ppid/detail/implementasi-pancasila-dalam-
kehidupan-
bermasyarakat-berbangsa-dan-bernegara

Makalah Pendidikan Pancasila Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara
https://www.academia.edu/35271528

Makalah Pancasila Konsepsi Urgensi dan Pentingnya Pancasila


https://www.academia.edu/43751223

Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara


https://www.studocu.com/id/document/universitas-tanjungpura/pancasila-
education/urgensi-pancasila-sebagai-dasar-negara/43712531

Pendidikan Pancasila
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf

Mengapa Pancasila Dipilih Sebagai Dasar Negara


https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/01/150000079/kenapa-pancasila-
dipilih-
menjadi-dasar-negara-indonesia-

Mengapa Pancasila Dijadikan Dasar Negara Indonesia

49
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5720940/mengapa-pancasila-dijadikan-
dasar-negara-indonesia-ini-alasannya

50

Anda mungkin juga menyukai