Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

PERKEMBANGAN ANAK DAN KAITANNYA DENGAN


PANCASILA
Dosen Pengampu : Dewi Kurniawati PhD

DISUSUN OLEH :

Kelompok 6
PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 14

Christela Eunike Sinaga ( 210503085 ) ( Akuntansi )


Higen Putra Perangin Angin ( 211401108 ) ( Ilmu Komputer)
Meidayanti Sitanggang ( 211201035 ) ( Kehutanan )
Afra Munira ( 211301077 ) ( Psikologi )
Boby Syahrul Hardiansyah Surbakti ( 211031221 ) ( Agroteknologi )
Dinda Kristin Rajagukguk ( 211000172 ) ( Kesehatan Masyarakat )
Nazifa Balilah ( 211402024 ) ( Teknologi Informasi )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat,
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Perkembangan Anak dan
Kaitannya Dengan Pancasila ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tidak lupa pula saya
ucapkan terima kasih kepada Bu Dewi Kurniawati PhD selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Pancasila

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bu Dewi
Kurniawati PhD pada mata kuliah Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Perkembangan anak dan kaitannya dengan Pancasila bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.

Medan, 18 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH ............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
Tujuan ................................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
Peristiwa yang Berhubungan Dengan Anak dan Kaitannya Dengan Pancasila ............ 3
Nilai PANCASILA sebagai Solusi Efektif Mencegah Kekerasan Pada Anak ................ 9
Menanamkan Nilai Pancasila Pada Anak Sejak Dini ..................................................... 13
Implementasikan Dalam Kehidupan................................................................................ 14
Tips Menanamkan Nilai Pancasila ................................................................................... 15
BAB III.................................................................................................................................... 19
PENUTUP............................................................................................................................... 19
Kesimpulan ......................................................................................................................... 19
Saran.................................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pancasila adalah ideologi negara yang mengandung lima nilai dasar yang menjadi
acuan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia, nilai-nilai Pancasila sebagai acuan dalam kehidupan bangsa dan negara sudah
terwujud dalam kehidupan bermasyarakat sejak sebelum Pancasila menjadi dasar negara yang
dirumuskan dalam satu sistem nilai. Sejak zaman dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini
mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh oleh masyarakatnya, seperti percaya kepada
Tuhan, toleran, gotong royong, musyawarah, solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan
sebagainya. Maka dari itu, sudah sepatutnya warga negara Indonesia bersikap, bertindak, dan
berperilaku layaknya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sehingga, pengamalan
nilai-nilai Pancasila ini dapat mewujudkan perdamaian dan persatuan Indonesia seperti yang
dicita-citakan.

Pengamalan nilai-nilai Pancasila dapat kita contohkan salah satunya yaitu prinsip
gotong royong dan solidaritas dalam bentuk pembayaran pajak yang dilakukan warga negara
atau wajib pajak. Pihak yang mampu harus mendukung pihak yang kurang mampu, dengan
menempatkan posisi pemerintah sebagai mediator untuk menjembatani kesenjangan. Namun,
kewajiban ini tidak selalu berjalan dengan baik. Masih banyak kewajiban atau perilaku dan
tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti masalah kesadaran
pajak, korupsi, lingkungan, terorisme, narkoba, keadilan dalam penegakan hukum, dekadensi
moral dan disintegrasi bangsa.

Salah satu penyimpangan nilai-nilai Pancasila yang saat ini sangat disayangkan dan masih
terus terjadi adalah kekerasan terhadap anak terlebih lagi anak dibawah umur, baik itu
kekerasan yang terjadi dibawah pengasuhan orang tua maupun kekerasan yang terjadi diluar

1
rumah. Bahkan tak jarang latar belakang ekonomi dan sosial menjadi alasan dibalik terjadinya
kasus tersebut. Belum lagi penegakan hukum saat ini yang dianggap tidak adil dalam
menindaklanjuti kasus tersebut yang membuat kasus-kasus kekerasan terhadap anak terus
menjadi permasalahan penting di Indonesia. Kejadian seperti ini tentu sangat menyimpang
dari nilai-nilai Pancasila yang menjungjung tinggi kodrat dan keadilan tiap manusia.

Penyimpangan nilai-nilai Pancasila ini sudah sepantasnya menjadi pengingat bagi setiap
warga negara untuk terus menjungjung tinggi nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena sejatinya, nilai-nilai Pancasila yang
diimplementasikan dengan baik akan menjadikan Indonesia tanpa permasalahan atau bahkan
menjadi solusi atas kasus-kasus yang terjadi saat ini. Dengan demikian, Pancasila sangat
berpengaruh bagi perkembangan tiap aspek dalam kehidupan bangsa dan menjadi jawaban
atas tiap permasalahan.

Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor pendukung perkembangan anak yang berkaitan dengan Pancasila?
2. Apa saja faktor penghambat perkembangan anak yang berkaitan dengan
Pancasila?
3. Bagaimana Pancasila menjadi solusi dalam mencegah faktor penghambat
perkembangan anak?

Tujuan
1. Mengetahui faktor pendukung perkembangan anak yang berkaitan dengan Pancasila.
2. Mengetahui faktor penghambat perkembangan anak yang berkaitan dengan Pancasila.
3. Mengetahui solusi dalam mencegah faktor penghambat perkembangan anak yang
berkaitan dengan Pancasila.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Peristiwa yang Berhubungan Dengan Anak dan Kaitannya Dengan Pancasila


Didalam mewujudkan pancasila sebagai falsafah bangsa,sebagai cita-cita
kehidupan,maka terbentuk nya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kokoh dan kuat
menjadi syarat untuk membangun NKRI.Untuk itu diperlakukan pendidikan karakter agar
menumbuhkan kesadaran mengenai rasa kesatuan dan persatuan berbangga.Memperbaiki
nilai-nilai yang telah menyimpang dan mengembalikan nya ke nilai-nilai yang sesuai demi
kesatuan Negara Indonesia. Dan mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan melalui
pendidikan karakter bagi para generasi bangsa.

Pancasila merupakan nilai luhur yang dirumuskan dan dicita-citakan oleh para pendiri
bangsa. Pancasila adalah ideologi bangsa dan negara serta menjadi dasar dibentuknya peraturan
perundangan di Indonesia. Pancasila mengandung lima nilai dasar yang menjadi dasar dan
acuan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.Kelima sila merupakan unsur konstitutif
kodrat manusia dan inheren padanya. Kodrat manusia di sini adalah keseluruhan struktur,
dinamika serta perwujudan yang kesemuanya mengungkapkan realitas manusia qua talis.

Oleh karena itu, Pancasila mencerminkan nilai-nilai kodrati yang fundamental sifatnya,
dan bukan sekedar perwujudan kongkret yang mengungkapkan kode-kode atau kebiasaan
sehari-hari.Dengan perkataan lain, Pancasila merupakan eksplisitasi pribadi manusia sebagai
totalitas yang mengandung berbagai antinomi dalam dirinya antara individualitas dan
sosialitas, materialitas dan spiritualitas, transendensi dan immanensi, eksteriorisasi dan
interiorisasi, yang tidak dilihat secara sektoral dalam salah satu aspek kehidupannya,tetapi
secara integral dengan mengikutsertakan dan memperhatikan segala segi yang membentuk
keutuhan pribadi manusia dan segala yang mempengaruhinya.

3
Namun di Republik ini, di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
ini, negara termasuk pemerintah dapat terlibat dalam penataan kehidupan keagamaan warga
negaranya.

Apalagi kalau muncul penafsiran dan/atau kegiatan keagamaan yang menyimpang dari
pokok-pokok ajaran agama yang karenanya tidak hanya merusak nilai-nilai agama yang dianut
di Indonesia karena bertentangan dengan pokok-pokok ajaran agama, tetapi juga berakibat
pada munculnya gangguan keamanan dan ketertiban umum. Penyimpangan itu dapat mengusik
dan mengganggu keamanan dan ketertiban umum sehingga mengancam hak asasi manusia.
Oleh karenanya, domain keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah domain forum
internum yang merupakan konsekuensi penerimaan Pancasila sebagai dasar negara.

Dengan saling memahami antara generasi muda dan generasi tua diharapkan ada
penyesuaian dengan kondisi jaman. Peran media cukup krusial. Kalau jaman dahulu media
hanya berupa televisi, radio, surat kabar atau majalah, tetapi era saat ini, ada perkembangan
media yang cukup besar, terutama media sosial, yang memegang kunci di kalangan generasi
muda. Melalui media sosial berbagai informasi mudah didapatkan. Media sosial ini yang
dahulu tidak ada. Karena itu, menjadi tugas bersama untuk saling memahami dan
memanfaatkannya. Selain itu, harus ada integrasi antara media sosial dengan media televisi
atau media cetak. Konten-kontennya harus memuat ideologi Pancasila. Dunia perfilman saat
ini juga sudah mulai mengangkat kisah-kisah pahlawan, tokoh-tokoh besar, atau orang yang
inspiratif. Walaupun memakan waktu yang lama, hal ini bisa membuat generasi Indonesia
memiliki karakter yang kuat. Selain itu, hal ini juga dapat menggerakkan anak muda untuk
mencari tahu tentang kisah inspiratif dan menjadi tahu.

Salah satu faktor penting dalam kesehatan masyarakat adalah kesehatan dan
kesejahteraan dari anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa. Hal ini kemudian
diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4235) serta Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 75

4
Tahun 2015 Tentang Rencana Aksi Nasional HAM tahun 2015-2019. Kemudian terdapat
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia Nomor 11 TAHUN 2011 Tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak
Anak serta Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI
No 01 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi
Perempuan dan Anak Korban Kererasan.

Pendidikan anak usia dini memang sangat penting, mengingat tujuannya yang telah
dikemukakan di atas. Menanamkan nilai-nilai Pancasila juga diajarkan di sekolah. Pendidik
bisa menanamkan nilai-nilai Pancasila pada anak didiknya dengan cara yang menyenangkan,
sehingga anak merasa senang meskipun secara tidak langsung telah tertanam nilai-nilai
Pancasila di dalam diri anak.Karena negara Indonesia adalah negara yang berdasarka Pancasila,
maka pendidikan harus bertujuan mempersiapkan anak didik untuk dapat menerima Pancasila
dan menjadikan Pancasila sebagai dasar hidupnya. Untuk itu pendidikan di sekolah harus
ditujukan pada anak didik untuk meraih kesadaran berikut:

1. Kepercayaan dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2. Sikap sopan santun dan berperikemanusiaan;

3. Rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air;

4. Menumbuhkan jiwa demokratis; dan

5. Rasa keadilan, kejujuran, kebenaran dan menolong orang lain

Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya strategi tertentu agar anak tetap merasa
nyaman dan senang dengan pendidikan yang diberikan. Dalam memberikan pendidikan
tersebut harus tetap memperhatikan kondisi anak. Apabila anak terlihat jenuh dengan apa yang
sedang diajarkan, maka perlu diganti dengan hal-hal yang membuat siswa merasa senang.Pada
hakikatnya semua anak suka bermain, hanya anak-anak yang sedang tidak sehat yang tidak
suka bermain. Mereka menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain baik sendiri

5
maupun dengan temannya. Permainan memang baik untuk mendidik anak, tetapi permainan
tersebut harus diberikan muatan pendidikan sehingga anak dapat belajar. Dengan bermain,
anak juga secara tidak langsung telah tertanam nilai-nilai Pancasila, seperti
kebersamaan/persatuan, tolong-menolong.

Namun terkadang masih ada terjadi kekerasan terhadap anak,baik anak yang masih
dibawah umur.Baik itu kekerasan yang terjadi dibawah pengasuhan orang tua maupun
kekerasan yang terjadi diluar rumah.Hal yang terjadi dibawah pengasuhan orang tua itu terjadi
terkadang karna dia tidak menginginkan kehadiran anak tersebut atau ekonomi yang sangat
buruk dan membuat orang tersebut melakukan hal yang tidak sewajarnya dilakukan terhadap
anak.Adapun contoh kasus kekerasan anak seperti berikut:

Pada saat ini kasus kekerasan seksual pada anak menjadi berita yang serin muncul di
berbagai media baik cetak maupun elektronik. Masyarakat tentunya masih ingat kasus siswa di
JIS (Jakarta International School) yang menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual oleh
guru dan petugas cleaning service, kemudian kasus Emon di Jawa Barat yang melakukan
pelecehan seksual pada puluhan anak-anak laki-laki dibawah umur, yang notabene adalah
teman bermainnya, serta yang paling hangat kasus PNF, gadis cilik malang di Jakarta yang
berakhir tragis ditemukan tidak bernyawa di dalam kardus. Dan penyelidikan pihak kepolisian
menunjukkan adanya indikasi kekerasan seksual (maaf : pemerkosaan) dilakukan oleh pelaku
yang tidak lain adalah tetangga dari PNF, dan lagi banyak kasus yang lainnya.

Selain itu, belakangan ini publik dihentakkan dengan kasus pemerkosaan pada gadis
SMP 14 tahun berinisial YY yang sedang pulang sekolah dan dihadang 14 pemuda yang sedang
mabuk karena minuman keras. Dan tragisnya lagi YY diperkosa dengan cara yang keji dan
bahkan tidak manusiawi oleh ke-14 pemuda yang 7 diantaranya masih anak-anak. Bakkan satu
diantaranya adalah kakak kelas YY di SMP yang sama.Dan yang menyedihkan lagi
pemerkosaan tersebut tidak hanya pada (maaf:) vagina YY,tetapi juga pada anus dan mulut
YY. Tidak hanya itu, setelah puas melampiaskan nafsu bejatnya, para pemuda tersebut lantas
membuang mayat YY begitu saja di jurang yang tidak jauh dari lokasi pemerkosaan. Belum

6
usai kasus YY yang membuat banyak orang tua miris dan menangis, muncul kasus lain dari
seorang gadis berisinial ST asal Manado yang diduga telah diperkosa oleh 19 orang yang salah
satu diantaranya adalah oknum penegak hukum. Pada kasus terbaru, Jawa Pos pada Rabu
(11/05/2016)memberitakan deretan kasus kekerasan seksual yang menimpa gadis sebut saja
Bunga(nama samaran), 17 tahun asal Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan yang
diperkosa secara bergilir oleh 5 orang pemuda di sebuah kebun yang mengakibatkan Bunga
berbadan dua. Serangkaian peristiwa memilukan tersebut menunjukkan hilangnya rasa
kemanusiaan dalam diri pelaku. Kekerasan seksual pada anak baik perempuan maupun laki-
laki tentu tidak boleh dibiarkan. Kekerasan seksual pada anak adalah pelanggaran moral dan
hukum, serta melukai secara fisik dan psikologis.Hal ini sangat bertentangan dengan nilai
Pancasila khususnya sila ke-2,Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila Kemanusiaan
mempunyai pengertian bahwa komunikasi antar manusia di semua tingkat yang manusiawi
serta hubungan antar manusia senantiasa adil. Dalam arti ini, kebaikan apa pun apabila tidak
adil itu tidak baik, dan perbuatan yang tidak adil tidak pernah benar. Demikian pula makna
beradab mengandaikan tuntutan paling dasar Pancasila agar manusia membawa diri selalu
secara beradab. Sebaliknya, kelakuan yang tidak beradab tidak pernah bisa benar.

Tindak kekerasan seksual pada anak menjadi topik yang menarik untuk dikaji lebih
lanjut karena kasus yang ditemukan semakin bervariasi baik dari sisi modus pelaku maupun
usia korbannya. Karena anak-anak sebagai korban merupakan pihak yang secara fisik dan
psikologis lemah yang dimanfaatkan oleh orang dewasa yang kebanyakan dari kasus yang ada
memiliki hubungan dekat dengan mereka, misalnya,paman, penjaga sekolah, sopir, dsb.
Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia telah menjadi sorotan banyak
pihak, bahkan media massa menyebutkan bahwa tahun 2013 merupakan tahun darurat
pelecehan seksual anak Indonesia karena tingginya angka kasus terjadinya pelecehan seksual
pada anak.Menurut Consultation On Child Abuse Prevention (WHO,1990), terdapat lima jenis
perlakuan Kekerasan Terhadap Anak antara lain kekerasan fisik, kekerasan seksual pada anak
meningkat setiap tahunnya. Data Penelitian di USA menunjukkan bahwa pada kasus
pemerkosaan anak, dilaporkan karena pelaku 73% melakukan dengan kekerasan pada anak,

7
65% telah terpapar pornografi pada usia dibawah 10 tahun, dan melakukan masturbasi
sebanyak 60% dibawah usia 11 tahun, serta melakukan aktifitas eksual dengan binatang
sebanyak 38%.Menurut Komnas Perlindungan Anak, pada semester pertama tahun 2013,
terdapat 294 kasus (28%)kekerasan fisik, 203 kasus (20%) kekerasan psikis, dan 535 kasus
(52%) adalah kekerasan seksual. Itu berarti setiap bulan terdapat 90-100 anak mengalami
kekerasan seksual. Dimana bentuk kekerasan seksual berupa sodomi(52 kasus),
pemerkosaan(280 kasus) dan pencabulann (182 kasus) serta incest (21 kasus).

Dalam kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi diatas, anak-anak laki-laki
cenderung melakukan tindakan tersebut secara berkelompok dan tidak sendirian. Walaupun
dari sisi korban adalah pihak perempuan yang hanya seorang diri (mengakibatkan penulis dan
mungkin pembaca menangis dengan nasib anak perempuan kita). Mengapa hal ini sering kali
terjadi ?. Dalam tahapan masa puber(tahap perkembangan manusia dari anak-anak menuju
masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan fisik dan kematangan seksual) pada anak
laki-laki secara psikologis cenderung untuk timbul perhatian pada diri sendiri, pada lawan
jenis, ingin diakui kedewasaannya serta tidak ingin bergantung pada orang tua. Pada ciri
psikologis yang ketiga dan keempat tersebut tidak ditemukan pada anak perempuan yang
mengalami masa puber.

Ciri yang menunjukkan keinginan untuk diakui kedewasaannya serta tidak ingin
bergantung pada orang tua diwujudkan dan dirasa lebih nyaman oleh anak laki-laki pada saat
berada di kelompoknya dalam bergaul.Maka dari itu di usia remaja awal tersebut, banyak anak
laki-laki yang suka nongkrong bareng temannya, membentuk geng yang menunjukkan
identitas kelompok mereka.Hubungan pertemanan dapat terjadi di tempat-tempat dimana
kehidupan sosial remaja laki-laki berlangsung, misalnya di sekolah, di arena olahraga ataupun
di arena bermain musik bersama. Terdapat sisi lain dari pertemanan ini yang dijadikan sebagai
proses pembelajaran tentang perilaku destruktif (menyimpang) bahkan tindak kriminal, dimana
hal ini terjadi secara alami, dalam pengertian sebagai hasil dari proses definisi sosial dan proses
sosial yang ada pada jenis-jenis kelompok yang disitu individu menjadi anggotanya. Sifat-sifat

8
menyimpang terutama diadaptasi melalui pertemanan dan melalui partisipasi dalam kelompok
kecil atau kelompok intim seperti dalam geng atau keluarga.

Nilai PANCASILA sebagai Solusi Efektif Mencegah Kekerasan Pada Anak


Dari paparan kondisi yang disebutkan di atas, diperlukan upaya pencegahan sejak dini
pada anak dalam melindungi mereka dari sex predators. Karena dalam proses pertumbuhannya,
anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak.Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam PANCASILA Sila ke-2 yang berbunyi :

Kemanusiaan yang adil dan beradab, pada butir (5) Menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya kekerasan
seksual pada anak adalah dengan meningkatkan perilaku (pengetahuan,sikap dan tindakan)
anak-anak tentang kesehatan reproduksi, sehingga mereka mampu untuk menolak terhadap
kejadian kekerasan seksual yang dialaminya. Pendidikan kesehatan reproduksi pada anak-anak
sekolah sangat efektif untuk memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sehingga
manfaat diberikannya pendidikan tersebut bisa tercapai. Usia anak didik yang biasa masuk
bangku sekolah dasar baik negeri atau swasta yaitu 7-13 tahun.

Anak dalam golongan ini masih dalam taraf pertumbuhan dan perkembangannya,
hingga masih mudah dibimbing dan dibina untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat sehari-
hari24. Minat pada seks lebih besar setelah anak masuk sekolah karena hubungan dengan
teman sebaya bertambah kerap dan erat,berbeda dengan waktu pergaulan mereka terbatas pada
kelompok bermain dilingkungan sekitar rumah. Sepanjang masa sekolah, minat pada seks
meningkat, dan biasanya mencapai puncaknya selama periode perubahan pubertas25. Untuk
membekali agar siswa dapat menyadari hak-haknya secara baik, sudah barang tentu kepada
mereka perlu diberikan pembekalan tentang Kekerasan Terhadap Anak (child
abuse),pengertian dan batasan child abuse, dampak child abuse dan sebagainya, yang intinya
dimasa yang akan datang program penanganan child abuse di lingkungan sekolah ini dapat
ditangani sendiri oleh anak secara mandiri.

9
Oleh sebab itu perlu adanya peran sekolah dalam meningkatkan pengetahuan siswa
sekolah dasar tentang perilaku sederhana dalam menjaga organ reproduksi,yang meliputi:
menjaga kebersihan alat vital dengan membersihkan dengan air setelah buang air, mengganti
celana dalam minimal dua kali sehari, serta menggunakan toilet pada saat buang air. Tingginya
kasus kekerasan seksual pada anak (child abuse) yang dilakukan oleh orang-orang terdekat
anak termasuk keluarga menunjukkan pentingnya pemahaman akan pendidikan seks pada usia
dini. Berkenaan dengan domain hubungan yang menghambat pengungkapan seringkali
dikaitkan dengan jurang pemisah. Selama ini membicarakan dan mendiskusikan masalah
seksualitas sangat sulit dilakukan karena menganggap sesuatu yang rahasia, ditambah lagi
stuktur sosial yang tidak mendukung27. Masalah pendidikan seks di kalangan masyarakat
awam dianggap hal yang tabu dan belum waktunya diberikan pada anak-anak.Sehingga orang
tua menyerahkan masalah pendidikan termasuk pendidikan seks pada sekolah.

Selain pihak sekolah dan pemerintah, keluarga juga bisa mengambil peran dengan
melakukan upaya preventif dalam lingkup kehidupan keluarga. Maraknya kasus kekerasan
seksual oleh anak membuat banyak pihak baik para ahli sosiologi, psikologi dan pemerintah
mulai mengembalikan fungsi keluarga sebagai lingkungan pertama tempat anak-anak belajar
dunia luar. Maka dari itu fungsi keluarga saat ini menjadi tonggak yang sangat penting dalam
menyiapkan anak-anak yang bisa bertanggung jawab dengan dirinya dan orang lain
disekitarnya. Hal ini sebagaimana nilai dari Sila ke 5 PANCASILA yang berbunyi
Kemanusiaan yang adil dan beradab, butir (1)Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong, diantaranya
adalah melalui :

1) Jadikan orang tua sebagai figur utama

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyebab seseorang memiliki perilaku anti


sosial dan cenderung kriminal adalah pola asuh orang tua yang keras (koersif). Akibatnya pola
mendidik anak sangat keras, terutama ayah yang sangat temperamental dan kerap melakukan
keserasan fisik dan psikologis pada anaknya.Hubungan buruk dengan orang tua merupakan hal

10
serius karena mengurangi perasaan aman anak. Akibatnya anak akan kehilangan kehilangan
kenyamanan dan pelindung dan panutan di dalam keluarga. Sehingga dia akan mencari
kenyamanan di luar rumah.Hal ini yang menimbulkan kerawanan dari anak-anak dan remaja
mengalami kekerasan (seksual) di luar rumah.Keluarga sebagai institusi terkecil dari
masyarakat memberikan sumbangan besar bagi perubahan sosial yang menghasilkan banyak
perubahan penting dalam kehidupan sosial. Kurangnya pengawasan orang tua, penolakan
orang tua, dan hubungan orang tua-anak yang jelek adalah penyebab utama anak-anak akan
cenderung berbuat onar ataupun tindak kejahatan. Dengan demikian sudah selayaknya anak
memiliki figur panutan di rumah dari ayah dan ibunya. Sehingga dia dapat tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang tangguh dan bertanggung jawab pada dirinya dan juga orang
lain.

2) Komunikasi yang efektif antara orang tua dengan anak

Elly Risman, pakar parenting dalam acara di Kick Andi di salah satu TV swasta
nasional mengungkapkan bahwa kegagalan sebagai orang tua adalah ketika dia tidak menjadi
teman curhat bagi anaknya. Pernyataan ini sangat tepat ketika orang tua diharapkan menjadi
teman, sahabat maupun tempat bercerita anaknya ketika dia menghadapai sebuah masalah. Hal
ini penting dalam rangka untuk memberikan alternatif solusi yang tepat untuk anak-anak kita.
Terkadang dengan mencari informasi sendiri atau mencari solusi dari temannya belum tentu
tepat bahkan cenderung menyesatkan anak. Maka dari itu dari usia anak laki-laki yang
memasuki masa pubertas dan masuk pada masa remaja maka mereka akan mengenal sisi lain
dari dunia luar yang sangat berbeda dan bervariasi dibanding dengan kehidupan dalam keluarga
di rumah. Anak harus dibiasakan berkomunikasi dengan orang tua mengenai kegiatan dan
pergaulannya di luar rumah, minimal dengan menjalin komunikasi antara orang tua dan anak
pada saat makan malam bersama keluarga di rumah.

3) Kenali Teman Bergaul anak

Dari kajian yang dilakukan oleh penulis di atas disebutkan bahwa anak laki-laki dimasa
awal remaja akan cenderung merasa nyaman ketika berapa di kelompok sebayanya. Hal ini

11
mereka lakukan sebagai bentuk ingin diakui eksistensinya sebagai orang dewasa dan
pembuktian bahwa mereka sudah tidak bergantung pada orang tua.Kondisi ini sejalan dengan
ciri psikologis anak-anak laki-laki yang sangat berbeda dengan anak perempuan pada saat
memasuki masa pubertas. Dengan demikian orang tua perlu untuk memastikan siapa teman-
teman bergaul anak-anaknya. Pastikan bahwa mereka bergaul dengan teman sebaya yang
berperilaku baik dan tidak menyimpang atau cenderung melakukan perbuatan melanggar
hukum. Serta yang tidak kalah penting adalah dengan mengenali orang tua dari teman anak
anak kita.

4) Antisipasi Penggunaan Gadget

Sering kali orang tua memberikan fasilitas gadget pada anak mereka tetapi orang tua
sendiri tidak memahami bagaimana cara menggunakannya. Sehingga anak-anak cenderung
“lebih canggih” dari orang tuanya. Hal ini sangat memungkinkan anak-anak akan terpapar
informasi dan gambar yang tidak sesuai dengan kebutuhan di usia mereka, seperti content
kekerasan dan pornografi yang sangat mudah didapat oleh anak-anak. Dengan seringnya
menerima kontent kekerasan dan pornografi maka akan mengakibatkan hormon dopamin di
otak yang bersifat adiksi sehingga anak akan cenderung penasaran dan meniru perilaku
kekerasan dan pornografi sebanyak- banyaknya. Padahal konten kekerasan yang ada di gadget
dibungkus dalam bentuk permainan/game, film animasi maupun vidio yang sangat mudah
diunggah dari youtube. Akibatnya anak akan mudah menjadi korban ataupun pelaku dari
pelecehan dan kekerasan seksual dari orang lain.

5) Kenali Perubahan Pada anak

Pada kebanyakan orang tua di masyarakat kita memberikan perhatian lebih pada anak-
anak semasa mereka masih usia pra sekolah dan sekolah dasar. Begitu anak sudah memasuki
usia remaja (tingkat SLTP) dan seterusnya, orang tua cenderung acuh tak acuh pada anaknya
karena dianggap mereka sudah besar (baca:dewasa). Padahal usia remaja merupakan usia kritis
dimana mereka berada pada masa-masa mencari jati diri, sangat labil dan mudah terbawa arus
tanpa berfikir jauh akan dampaknya dikemudian hari. Dari sinilah sebenarnya orang tua harus

12
selalu menjadi pendamping anak-anaknya. Dengan menjadi teman dekat dan pendamping
anak-anak kita yang beranjak remaja maka kita akan memahami perubahan apa yang terjadi
baik secara fisik, psikologis maupun sosialnya. Apabila ada perubahan yang sekiranya tidak
biasa misalkan anak cenderung murung dan menyendiri, anak sering pulang larut malam,maka
orang tua sebisa mungkin mengajak anak mereka untuk berbicara untuk mengetahui penyebab
dan apa solusi terbaiknya. Bisa jadi anak-anak kita akan murung, tidak betah di rumah ketika
menyembunyikan sesuatu yang mungkin akan bertentangan secara nilai dengan kehidupan
yang biasanya.

6) Ciptakan Privasi Secukupnya di Rumah

Biasakan anak kita untuk melakukan komunikasi dan bersosialisasi secara intensif
dengan orang tua dan anggota keluarga yang lain. Apalagi mereka sudah beranjak dewasa, baik
anak laki-laki maupun perempuan jangan biasakan untuk memiliki PC (personal computer)
atau laptop di dalam kamar. Apabila komputer atau laptop dan handphone biasa dibuka di
dalam kamar apalagi terkunci, mengakibatkan orang tua tidak bisa mengontrol penggunaannya.
Sangat dikhawatirkan anak-anak tanpa pengawasan dalam memanfaatkan gadget atau telepon
pintar akan terpapar content berbahaya yang berbau pornografi atau mengajarkan kekerasan.

Menanamkan Nilai Pancasila Pada Anak Sejak Dini


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim
mengungkapkan bahwa, pendidikan karakter perlu dipelajari mulai dari jenjang pendidikan
dasar hingga pendidikan tinggi, khususnya pada penerapan nilai-nilai Pancasila di kehidupan
anak.

Staf Khusus BPIP Romo Benny Susetyo juga mengatakan, saat ini penting bagi anak
muda untuk menjadi penatar penyebaran berkehidupan Pancasila, karena banyak generasi
muda membuat hal-hal yang kreatif, tidak hanya untuk kehidupan sehari-hari tetapi juga untuk
nilai-nilai Pancasila. “Anak muda itu sebagai penatar ke publik. Agar Pancasila di kalangan
milenial bisa menjadi sebuah prestasi bagi mereka dan juga Bangsa,”jelasnya. Pancasila
memiliki enam karakteristik utama, yakni bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa

13
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, bergotong royong, serta berkebhinnekaan
global. Tentu penting untuk anak yang akan menghadapi kehidupan sosial hingga ia besar kelak

Pada dasarnya anak sangat membutuhkan bimbingan dari orang lain, terutama orangtua
untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila. Hal tersebut bisa dilakukan dengan permainan, lagu,
rekreasi serta cara-cara lain yang menyenangkan bagi anak.

Selain itu, anak usia dini juga perlu untuk diberikan pendidikan di sekolah, agar
penanaman nilai Pancasila tertanam lebih mendalam dalam jiwanya. Mendarahdaging dan
menjadi karakter dirinya sebagai generasi di masa depan.

Mengajarkan nilai Pancasila sejak dini, menjadi sebuah keharusan, di saat berbagai
informasi mulai marak bertebaran di dunia maya. Nilai Pancasila ini berfungsi sebagai benteng,
agar kita atau anak atau keluarga kita, tidak mudah lupa dengan budaya negeri ini.

Memang boleh saja kita belajar paham atau ideologi dari luar, tapi sebatas untuk tahu
saja, karena kita lahir dan besar di Indonesia. Karena Indonesia sudah mempunyai ideologi
bangsa, yang terbukti mampu menyatukan seluruh elemen masyarakat, yaitu Pancasila.

Implementasikan Dalam Kehidupan


Lima sila dalam Pancasila, mengajarkan kita untuk tetap bersyukur dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Mahaesa, memanusiakan manusia, menjaga persatuan dan kesatuan. Serta
mengajarkan untuk mengedepankan musyawarah untuk mendapatkan solusi, hingga
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mari kita tanamkan nilai Pancasila sejak dini, dengan didahului memberi teladan
kepada anak-anak. Kita implementasikan nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Agar
negeri ini tidak keluar dari koridor budayanya sendiri.

Warga Indonesia harus mengamalkan sila-sila dalam Pancasila dalam kehidupan


sehari-hari agar bangsa dan negara Indonesia berdiri kokoh. Ajarkan kebudayaan dan agama
yang benar sejak usia dini. Misalnya dengan bernyanyi dan bermain dengan permainan asli
Indonesia yang semuanya mengusung nilai-nilai gotong-royong dan rasa kekeluargaan.

14
Tips Menanamkan Nilai Pancasila
Orangtua bertanggung jawab dalam memberikan edukasi mengenai Pancasila kepada
anak-anaknya. Berikut dapat disimak beberapa tindakan yang dapat dilakukan orangtua dalam
menanamkan nilai-nilai Pancasila.

Sila Pertama

Di dalam sila pertama, orang tua perlu mengajarkan kerohanian, tidak hanya melalui
teori semata, tetapi melalui praktek langsung dengan anaknya. Misalnya, dari semenjak lahir
sang anak dikumandangkan adzan di samping telinganya, dengan tujuan agar anaknya
mendengar nama tuhannya terlebih dahulu.

Untuk menanamkan nilai ini, sedari kecil orang tua bisa mengajak anak-anak untuk
beribadah bersama.Selain itu, lewat doa Anda bisa mengajarkan kepada anak bahwa kita harus
bersyukur setiap saat, seperti membiasakan berdoa sebelum makan dan tidur. Cara sederhana
mengenalkan sosok Esa kepada anak bisa ditampilkan lewat kisah-kisah nabi di kitab suci,
yang menceritakan kebaikan-kebaikan Tuhan.

Berkumpul bersama sanak saudara, teman atau tetangga bisa menjadi cara untuk
menumbuhkan nilai sila kedua kepada anak. Lewat interaksi tersebut anak akan memahami
seperti apa perasaan empati dan simpati.

Saat anak sudah bisa membaca, tindakan yang dilakukan orangtua adalah mengajarkan
tata cara membaca kitab suci dan beribadah yang baik dan benar. Setelah anak beranjak
memasuki usia remaja, tugas orang tua yaitu memantau, membina, dan membimbing agar anak
tidak bertindak melewati batas wajarnya.

Untuk memahaminya, orang tua bisa mencontohkan seperti apa cara menghibur teman
yang sedang menangis, menolong saudara yang sedang kesusahan, dan masih banyak hal
lainnya. Lambat laun anak akan mengikuti hal tersebut dan akhirnya, ia akan paham seperti
apa nilai sila kedua dalam kehidupan sehari-hari.

Sila Kedua

15
Pada sila kedua, orang tua diharapkan membiasakan anaknya tolong-menolong,
menjunjung tinggi derajat persamaan tanpa membeda-bedakan hak dan kewajiban anak.
Membiasakan saling menyayangi, mengutamakan tenggang rasa, semangat gotong royong,
gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan.

Berkumpul bersama sanak saudara, teman atau tetangga bisa menjadi cara untuk
menumbuhkan nilai sila kedua kepada anak. Lewat interaksi tersebut anak akan memahami
seperti apa perasaan empati dan simpati.

Untuk memahaminya, orang tua bisa mencontohkan seperti apa cara menghibur teman
yang sedang menangis, menolong saudara yang sedang kesusahan, dan masih banyak hal
lainnya. Lambat laun anak akan mengikuti hal tersebut dan akhirnya, ia akan paham seperti
apa nilai sila kedua dalam kehidupan sehari-hari.

Dari sikap ini maka akan membentuk anak menjadi pribadi yang mempunyai sikap
sosial yang tinggi dan anak tidak akan menjadi pribadi yang egois. Penuh toleransi, hidup
selaras dan seimbang.

Sila Ketiga

Pada sila Persatuan Indonesia, orang tua mempunyai peranan untuk menyatukan tiap
perbedaan pendapat yang terjadi antara hubungan anak dan orangtua. Orang tua harus
menempatkan kesatuan dan persatuan di atas segala kepentingan pribadinya sendiri.

Tak rumit untuk mengajarkan anak makna dari sila ketiga. Agar anak mengerti
bagaimana bertoleransi dan tak membeda-bedakan teman, kenalkan si kecil dengan teman-
teman dari beragam suku dan daerah. Katakan kepadanya bahwa Indonesia terdiri dari ribuan
pulau sehingga wajar bila ia mempunya teman berbeda ras dan agama.

Selain itu, ajarkan juga kepada anak tentang kebersamaan, seperti makan bersama dan
saling berbagi dengan teman-temannya. Selain membuat mereka senang dan bahagia, hal
tersebut memberikan anak makna penting mengenai kebersamaan.

16
Orang tua juga harus mencontohkan sikap toleransi antarumat demi persatuan dan
kesatuan dengan cara menjaga pergaulan dan hubungan yang baik dengan para tetangganya
walaupun beda suku, agama, ras, dan budaya.

Sila Keempat

Pada sila keempat, orang tua mengajarkan untuk menjunjung tinggi sikap demokrasi.
Orangtua mengajak anaknya bermusyawarah untuk mencapai mufakat dengan penuh rasa
kekeluargaan.

Orangtua tidak memaksakan kehendaknya kepada anak, apabila terjadi sesuatu yang
berlawanan antara orang tua dan anak. Maka sikap orang tua mengedepankan diskusi dan
bermusyawarah agar tercipta hubungan yang kondusif antara orang tua dengan anak.

Setiap manusia mempunyai hak dan kebebasan untuk mengutarakan pendapatan dan
menentukan keinginannya. Cara sederhana untuk menanamkan nilai sila keempat ini adalah
dengan menanyakan pendapat anak akan setiap hal yang Anda lakukan bersama. Misalnya saja,
tanyakan kepada anak menu makan malam nanti dan mendiskusikannya bersama untuk
menentukan pilihan.

Orang tua juga bisa memberikan kebebasan kepada anak, untuk memilih apa yang ingin
dia pakai atau mainan yang ingin ia mainkan. Dengan menerapkan dua contoh diatas, niscaya
kelak anak akan paham apa itu musyarakah, sekaligus belajar mendengarkan pendapat orang
lain dalam kehidupannya.

Sila Kelima

Selanjutnya di dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, orang tua
harus berlaku adil terhadap anak-anaknya. Orangtua tidak boleh membeda-bedakan anaknya,
anak harus diberikan perhatian sesuai dengan usia dan perkembangannya.

Demikian sekelumit tentang menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini. Dimulai dari
lingkup terkecil, yaitu keluarga, baru ditambah di sekolah,dan di masyarakat. Setelah terbiasa,

17
kelak mereka mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Cara mudah lain bagi orang tua untuk mengajarkan nilai keadilan ini kepada anak.
Contoh sederhananya dengan mengajarinya untuk selalu berbagi mainan atau makanan dengan
saudara atau temannya.

Tak hanya itu saja, ajarkan juga pada anak untuk bersikap adil kepada saudara dan
teman-temannya tanpa membeda-bedakan, sehingga anak bisa membiasakan diri bersikap adil
dalam segala hal.

Cara mudah di atas hanyalah pendidikan awal untuk mengajarkan nilai-nilai pancasila
kepada anak. Orang tua juga perlu memberikan teladan yang tepat.

18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pancasila adalah dasar negara Indonesia dan sudah seharusnya menjadi dasar
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh masyarakat indonesia, nilai-nilai
Pancasila merupakan cakupan dari nilai, norma, dan moral yang harusnya diutamakan
untuk para anak anak untuk masa depan.

Dengan Menanamkan nilai-nilai Pancasila pada anak usia dini bisa dilakukan
dengan berbagai cara. Namun, cara tersebut harus menarik dan menyenangkan bagi
siswa. Cara tersebut yaitu:

a. Permainan yang baik untuk mendidik


b. Mengajarkan untuk berdoa sebelum dan sesudah melakukan
sesuatu
c. Mengajak anak memperingati hari besar agama
d. Mengajak anak memperingati hari besar nasional
e. Melakukan kunjungan ke tempat bersejarah

Selain menanamkan Pancasila kepada anak, orang tua harus mengajari juga
anak untuk terbuka kepada orang tua agar anak bisa jujur kepada orang tua dan tidak
memendam masalahnya sendiri.

Semoga Strategi di atas bisa menjadi upaya preventif bagi orang tua dalam
melindungi anak anak kita dari penyimpangan Pancasila dan kekerasan seksual.

19
Saran
Diharapkan masyarakat dan orang tua perhatian terhadap lingkungan anak-anak
agar bisa mengawasi lingkungan anak agar tidak terjadi hal yang diinginkan, jika ada
sesuatu yg merugikana atau membahayakan anak. Diharapkan para masyarakat dan
orang tua melapor ke pihak yang berwajib dan orang tua mengajari anak dengan pola
asuh yang benar.

20
DAFTAR PUSTAKA

(http://udiexz.wordpress.com/2008/05/30/pendidikan-agama-dasar-pembentukan-pribadi-
anak/)

https://www.slideshare.net/Niadianaintansari/makalah-pendidikan-pancasila-penerapan-nilai-
pancasila-sebagai-pendidikan-karakter

2.https://repository.unej.ac.id.Dewi R_Buku_ISBN 978-602-229-651-5_PANCASILA


Kekerasan pada Anak dan Ancaman_(FKM).pdf.

sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id

21

Anda mungkin juga menyukai