4, 2021 147
Prisma diterbitkan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dan dimaksud
kan sebagai media informasi dan forum pembahasan masalah pembangunan ekonomi, perkembangan sosial dan
perubahan kultural di Indonesia dan sekitarnya. Berisi tulisan ilmiah populer, ringkasan hasil penelitian, survei,
hipotesis atau gagasan orisinal yang kritis dan segar. Redaksi mengundang para ahli, sarjana, praktisi dan pemuda
Indonesia yang berbakat untuk berdiskusi dan menulis secara bebas dan kreatif sambil berkomunikasi dengan
masyarakat luas. Tulisan dalam Prisma tidak selalu segaris atau mencerminkan pendapat LP3ES. Redaksi dapat
menyingkat dan memperbaiki tulisan yang dimuat tanpa mengubah maksud dan isinya.
Dilarang mengutip, menerjemahkan, dan memperbanyak, kecuali dengan izin tertulis dari Redaksi.
Setengah Abad Prisma © Hak cipta dilindungi Undang-undang.
TO P I K K I TA
ESAI
Kamala Chandrakirana 22 Sejauh-jauh Mata Memandang:
Prisma dan Pergulatan Perempuan
SURVEI
Grace Leksana 106 Karya Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia
& Douglas Kammen tentang “1965”: Sebuah Tinjauan
ARTIKEL
Fachru Nofrian Bakarudin 117 Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona
K R I T I K & K O M E N TA R
Donny Danardono 135 Reproduksi Kapitalistik Ruang Kota dan Perlawanan
dari Pinggiran
139 PARA PENULIS
Vol. 41, No. 1, 2022: Pendidikan Musik & Demokrasi
Vol. 41, No. 2, 2022: Ruang Publik: Identitas Budaya dan
Gambar Cover: Malela Margahasari Komunikasi Politik
Pendiri: Ismid Hadad, Nono Anwar Makarim n Pemimpin Umum: Ismid Hadad n Pemimpin Redaksi: Harry Wibowo Redaktur
Senior: Vedi R Hadiz n Dewan Redaksi: Airlangga Pribadi Kusman, Azyumardi Azra, Inaya Rakhmani, Kamala Chandrakirana,
Nezar Patria, Sumit Mandal (Malaysia), Taufik Abdullah n Redaktur Pelaksana: E Dwi Arya Wisesa n Redaktur Ekonomi: Fachru
Nofrian Bakaruddin n Redaksi: Rahadi T Wiratama n Produksi: Arief Mudi Handoko
Alamat: Jl. Pangkalan Jati No. 71, Cinere, Depok 16513, Indonesia. Telp/Faks: (6221) 2765 4031
Email: prisma@prismajurnal.com; prisma.redaksi@gmail.com; prismaredaksi@yahoo.com; Website: www.prismajurnal.com
Pemesanan Langsung: 0811 8845 741. Bank: BCA. No. Rek.: 723-55412-11 a/n Muhadi
Prisma T O P I K K I TA
Vedi R Hadiz
Prisma semula didirikan dan diterbitkan untuk menyambut berbagai kemungkinan yang
sempat diharapkan terbuka bagi masa depan Indonesia di tahun-tahun awal Orde Baru.
Harapan tersebut praktis kandas dengan semakin bercokolnya sistem otoritarianisme Orde
Baru yang korup dan represif, terutama terhadap kekuatan-kekuatan masyarakat yang inde-
penden. Akan tetapi, Prisma berevolusi, meski gagal mempertahankan status sebagai episen-
trum perdebatan pembangunan di Indonesia. Kini sudah setengah abad dilalui Prisma,
kendati sempat absen antara 1998 dan 2009. Dewasa ini, Indonesia mengalami sejumlah
tantangan “baru tapi lama” yang hadir dengan tingkat keterpautan sangat tinggi dengan
perkembangan global. Adalah tantangan Prisma untuk tetap relevan sebagai “pemotret”
perubahan masyarakat dan pergulatan pemikiran di Indonesia. Hal itu menjadi makin pen
ting karena Reformasi baru mampu melahirkan demokrasi yang cacat, sementara cita-cita
keadilan sosial tampak kian sulit diwujudkan.
TOPIK
Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
yang dirancang oleh para ahli dibayang di tingkat kebijaksanaan negara. Yang ting
kan berjalan dalam lingkungan politik yang gal hanyalah gemuruh pembangunanisme
makin memberi tempat pada kekuatan ma negara monolitik yang praktis telah menying
syarakat sipil dan independen. Tidak meng kirkannya.
herankan jika sejarawan Onghokham meni Memang, teknokratisme ekonomi bang
lai, pada kesempatan peringatan hari ulang kit lagi bagai Lazarus di masa “deregulasi
tahun ke-10 Prisma, bahwa majalah ini dan debirokratisasi” ekonomi tahun 1980-
mengartikulasikan sikap terhadap berbagai an, yang dipaksakan oleh jatuhnya harga mi
persoalan pembangunan bangsa yang seka nyak di pasaran internasional secara drastis.
ligus bersifat teknokratis dan liberal.2 Namun, hubungannya dengan cita-cita libera
Namun demikian, menurut Anderson, dua lisasi politik tertentu sudah lama berangsur
dasawarsa setelah Prisma berdiri, proyek terputus.
modernisasi pluralis sudah lama terpinggir Perkataan Ben Anderson pada tahun 1992
kan oleh proyek modernisasi saingan yang itu, ada benarnya jika ditilik secara lebih so
dilahirkan dari dalam bagian-bagian inti siologis. Kelahiran Prisma dimungkinkan
birokrasi negara Orde Baru sendiri. Proyek oleh adanya suatu konteks sosio-historis ter
modernisasi “resmi” tersebut, yang paling tentu dalam perkembangan bangsa. Sebagai
gamblang diuraikan watak dasarnya oleh majalah atau jurnal, Prisma adalah respons
Jenderal Ali Moertopo3, salah seorang ideo beberapa intelektual muda (bersama sejum
log Orde Baru terpenting, bukan saja menge lah seniornya) terhadap sebuah kondisi di
jar pertumbuhan ekonomi yang pesat, namun awal tahun 1970-an, yang waktu itu seakan-
juga mengaitkan keberhasilan pembangunan akan menjanjikan berbagai jenis kemungkin
dengan kontrol sosial dan politik yang ketat, an masa depan. Bagi mereka, masa depan
bahkan represif. Indonesia terasa belum lagi tertulis saat itu.
Di dalam visi resmi itu, tidak ada tempat Dengan kata lain, Prisma memang hadir
buat cita-cita liberalisasi-pluralisme politik. ditengah-tengah pergulatan yang sedang ber
Bahkan, masyarakat hampir sepenuhnya di langsung untuk membentuk suatu social or-
subordinasikan terhadap tuntutan-tuntutan der pasca-1966—yang ternyata bakal men
negara lewat sebuah arsitektur kekuasaan jadi warisan paling kekal sepanjang masa
yang makin menutup ruang gerak politik. kekuasaaan Soeharto. Bila orang sekarang
Pada pertengahan tahun 1980-an, misalnya, banyak bicara tentang “oligarki” di Indone
versi Pancasila sebagaimana disebarluas sia, misalnya, mereka sebenarnya merujuk
kan oleh Orde Baru melalui penataran P4 pada suatu struktur hubungan sosial dan
(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan kekuasaan yang dibentuk dan dilanggeng
Pancasila) serta seperangkat peraturan pe kan pada masa Orde Baru itu sendiri.4 Perlu
rundangan yang membungkam kritik serta pula diingat bahwa Prisma terbit untuk kali
mengekang otonomi organisasi sosial dan pertama pada November 1971, tahun yang
politik, seakan-akan menegaskan bahwa visi sama dengan pemilihan umum pertama yang
modernisasi pluralis yang mengilhami pen diselenggarakan Orde Baru. Sebagaimana
dirian majalah Prisma sudah tidak relevan “pesta-pesta demokrasi” berikutnya, pemilu
itu pun sejak awal sarat dengan intervensi
dan manipulasi oleh penguasa negara dan
2
Lihat, Onghokham, “Potret Cendekiawan Indonesia se berbagai aparatnya.
bagaimana Terekam dalam Prisma”, dalam Prisma, Vol.
IX, No. 11, 1980, hal. 57-68.
Lihat, Ali Moertopo, Dasar-dasar Pemikiran tentang
3
4
Akselerasi Pembangunan 25 Tahun (Jakarta: Yayasan Lihat, misalnya, artikel-artikel Prisma edisi “Demokra
Proklamasi, Centre for Strategic and International Stu si di Bawah Cengkeraman Oligarki”, Vol. 33, No. 1,
dies, 1973). 2014.
TOPIK
VediAkhir
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas R Hadiz, Memotret
Mahasiswa Indonesia
Indonesia Lewat“1965”
tentang Prisma
Jadi, secara agak paradoksal, Prisma la Mohamad Roem, Mattulada, Mochtar Pabot
hir justru ketika arsitektur politik yang akan tingi, Nugroho Notosusanto, Onghokham,
menutup jalan bagi realisasi visi modernisa Taufik Abdullah, dan YB Mangunwijaya.
si pluralis sedang ditegakkan lewat Pemilu Tidak mengherankan jika Prisma men
1971 tersebut, mungkin tanpa disadari oleh dapat beberapa kali teguran keras dari pe
para pendiri Prisma sendiri. Edisi “Perke nguasa Orde Baru karena peran potensial
nalan” Prisma, misalnya, memuat artikel- nya dalam mengajukan suatu narasi sejarah
artikel tentang pembangunan ekonomi dan “tandingan.” Pada 1983, Prisma dianggap
politik (serta renungan tentang kaitan antara terlalu menyoroti dan “mengangkat” peran
keduanya) oleh Soedjatmoko dan Suhadi kaum “Kiri” dalam sejarah Indonesia lewat
Mangkusuwondo.5 Edisi itu juga memuat berbagai artikel para cendekiawan yang per
tulisan ekonom Dorodjatun Kuntjoro-Jak nah dan direncanakan dimuat oleh jurnal
ti—salah seorang pendiri LP3ES yang kelak ini. Artikel-artikel tersebut, dan sebagian
menjadi Menteri Koordinator Perekonomian penulisnya, dinilai bertentangan dengan nara
di masa Reformasi.6 Renungan-renungan si sejarah modern Indonesia yang waktu itu
tersebut menjadi kedaluwarsa dalam bilang tengah dalam proses pembakuan oleh peja
an beberapa tahun saja dengan adanya fusi bat dan ideolog negara. Proses tersebut dapat
partai- partai politik 1973, peristiwa Malari dilihat dalam buku teks pelajaran sekolah
(Malapetaka Limabelas Januari) 1974, kebi maupun lewat karya ilmiah yang diterbitkan
jakan NKK-BKK (Normalisasi Kehidupan oleh beberapa tokoh, seperti Menteri Pendi
Kampus-Badan Koordinasi Kemahasiswaan) dikan dan Kebudayaan sekaligus sejarawan,
1978, dan lain-lain. Nugroho Notosusanto, yang mengedepankan
Namun demikian, Prisma masih me peran militer dalam perkembangan bangsa.7
miliki kemampuan untuk berevolusi—hal Sebagai hasilnya, yang kemungkinan ti
yang mungkin kurang diperhitungkan oleh dak direncanakan oleh para pengelolanya,
Anderson. Dalam perjalanannya, Prisma Prisma kemudian menangkap kegelisahan
terkadang dapat bersuara sangat kritis dan generasi muda dan intelektual baru, yang
lantang, baik terhadap model pembangunan tidak mempunyai kaitan langsung dengan
sosial-ekonomi-politik Orde Baru maupun gejolak sosial-politik yang melahirkan Orde
narasi sejarahnya. Bahkan, salah satu edisi Baru. Sebagian besar pembaca Prisma pada
Prisma yang paling legendaris (dan laris) tahun 1980-an adalah anak-anak muda dari
adalah edisi biografi beberapa tokoh sejarah pelbagai perguruan tinggi atau aktivis LSM
Indonesia yang berasal dari spektrum politik (lembaga swadaya masyarakat) dan berbagai
yang luas, diterbitkan dengan judul “Manu jenis organisasi lainnya. Proses sosialisasi
sia dalam Kemelut Sejarah” (No 8, Agustus politik mereka waktu itu sudah berjarak
1977), dengan menampilkan tulisan-tulisan hampir dua dekade dari proses sosialisasi
Abu Hanifah, Alfian, Aminuddin Rasyad, politik yang dialami para intelektual muda
yang turut mendirikan Orde Baru, meski se
bagian kemudian beranjak menjadi pengkri
5
tiknya yang tajam.
Lihat, Soedjatmoko, “Problim dan Prospek Pembangun
an”, dalam Prisma, edisi Perkenalan, Nomor 1, Novem
Pada 1987, di bawah nakhoda Masmi
ber 1971; Suhadi Mangkusuwondo, “Faktor2 Non-Eko mar Mangiang, Prisma menerbitkan sebuah
nomi dalam Penetuan Sasaran dan Tjara Pendekatan edisi tentang “kaum muda” yang sekali lagi
Pembangunan”, dalam Prisma, edisi Perkenalan, Nomor
1, November 1971.
6
Lihat, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, “Suatu Hipotesa
7
Tentang Pengaruh Faktor2 Non-Ekonomi atas Faktor2 Lihat, misalnya, Marwati Djoened Poesponegoro dan
Ekonomi”, dalam Prisma, edisi Perkenalan, Nomor 1, Nugroho Notosusanto (eds.), Sejarah Nasional Indone-
November 1971. sia, 6 Jilid (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1975).
TOPIK
Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
TOPIK
VediAkhir
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas R Hadiz, Memotret
Mahasiswa Indonesia
Indonesia Lewat“1965”
tentang Prisma
Hal itu mengubah pola konsumsi gagasan, tara perdebatan intelektual Indonesia. Walau
terutama di kalangan kelas menengah ter pun terpaut satu dekade dengan berakhirnya
didik perkotaan yang juga sedang tumbuh Orde Baru, Prisma yang “bangun” kembali
pesat. Mereka cenderung tidak sabar mem memang mendapatkan nafas dari lingkungan
baca analisis dalam artikel-artikel Prisma baru yang menyertai proses demokratisasi
yang relatif panjang, serta dilengkapi dengan di Indonesia. Meskipun demikian, ia lebih
catatan kaki dan referensi yang banyak. Ko tepat dimaknai sebagai produk lingkungan
lom-kolom opini yang tersedia di berbagai sosial yang ditandai kegagalan pencapaian
surat kabar dan majalah berita sepanjang sebagian cita-cita Reformasi tersebut.
sekian ratus kata tampaknya sudah cukup Memang agak berlebihan untuk men
memenuhi kebutuhan mereka. daku bahwa Prisma hadir kembali dikare
Para calon penulis juga semakin senang nakan suatu kebutuhan yang ditimbulkan
dan sering menyumbangkan artikel pendek oleh pencarian arah baru untuk Indonesia
di surat kabar dan majalah berita, sebab le yang sempat menyertai tumbangnya rezim
bih mudah ditulis dalam tempo relatif cepat Soeharto pada 1998. Ketika Prisma kembali
dan mendapatkan imbalan keuangan yang hadir pada 2009, euforia Reformasi sudah
juga relatif lebih besar. Di kemudian hari, lama surut. Prisma justru muncul untuk di
mereka pun berlomba-lomba untuk masuk baca oleh generasi yang mengalami keke
acara televisi swasta—terkadang lebih terke cewaan dengan hasil-hasil perjuangan Re
san guna mendongkrak popularitas pribadi formasi—yang sudah mulai menumpuk dan
ketimbang menyumbangkan pemikiran yang menyebar ke berbagai pelosok masyarakat.
mendalam. Kalaupun demokrasi telah tertanam kuat di
Akhirnya Prisma, berhenti terbit untuk Indonesia, adalah sejenis demokrasi yang
waktu yang lama sejak tahun 1998. Memang masih didominasi kekuatan-kekuatan oligar
sebuah ironi bahwa di tahun gejolak Refor kis. Oligarki itu bertahan sebagai perseku
masi, ketika suatu pergulatan besar terjadi tuan antara kepentingan politik-birokratis
lagi untuk menentukan arah perjalanan se dan modal besar—yang awalnya dipelihara
jarah Indonesia, Prisma justru “mati suri”.12 oleh Orde Baru dalam kerangka politik otori
Prisma seolah-olah lengser bersamaan de tarian—tetapi ternyata masih bisa berjaya
ngan lengsernya Soeharto, suatu hal yang dalam alam demokratisasi.13
sepertinya menggarisbawahi bagaimana Cita-cita keadilan sosial yang sempat
majalah tersebut betul-betul adalah anak za menyertai harapan-harapan demokratisasi
mannya. Baru pada tahun 2009, atas prakarsa sudah agak lama tenggelam dengan terus
Daniel Dhakidae, yang boleh disebut sebagai melebarnya jurang kaya-miskin dan marak
mantan pemimpin redaksi di masa puncak nya pola-pola akumulasi modal berlandas
kejayaannya, Prisma hadir lagi dalam belan kan korupsi atau berbagai variasi kegiatan
rampok dan rampas yang terlindungi secara
politik. Tidak mengherankan bahwa edisi
12
“Mati suri” istilah yang sangat tepat. Prisma berhenti Prisma “baru” yang muncul kali pertama
terbit sejak edisi terakhir September 1998 dan terbit pada 2009—dalam suasana krisis ekonomi
kembali Juni 2009, namun berbagai edisi Prisma lama paling serius yang dialami oleh kapitalisme
(1971-1998) yang masih tersisa tetap diedarkan oleh
Penerbit LP3ES serta diperjualbelikan oleh berbagai global—“menyalurkan” antusiasme para
toko buku konvensional di beberapa kota. Dalam arti
itu, Prisma sebenarnya masih berada dalam “ingatan
kolektif” para pembaca tradisionalnya, bahkan dicari
13
dan diburu oleh beberapa kelompok mahasiswa dari Lihat, Richard Robison dan Vedi R Hadiz, Reorganis-
generasi yang lahir di awal milenial. Di era digital saat ing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in
ini, Prisma lama masih diperjualbelikan via berbagai an Age of Markets (London dan New York: Routledge
platform digital. Curzon, 2004).
TOPIK
Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
pengelola jurnal terhadap ide “senja kala resmi, sebenarnya masih terbuka untuk kon
kapitalisme.” testasi intelektual yang cukup sengit.
Mungkin Ben Anderson hanya benar se Lewat Prisma hingga ia sempat redup
bagian ketika bicara sambil lalu dengan saya di tahun 1998, pembaca dapat mengikuti
tentang Prisma di salah satu sudut Kota Mel perkembangan gagasan di bidang kebudaya
bourne beberapa puluh tahun silam. Kalau an, baik di Indonesia maupun secara lebih
pun sudah lama tidak lagi menjadi episen luas sepanjang tahun 1980-an dan 1990-an.
trum perdebatan pemikiran, Prisma tetap Tulisan-tulisan Ignas Kleden memberikan
berhasil menjadi alat potret perjalanan se sarana untuk berjumpa dengan cara berpikir
jarah Indonesia sebagaimana terekam dalam tentang kebudayaan yang kritis dan dina
perkembangan gagasan para intelektual In mis—tidak cenderung statis sebagaimana
donesia di berbagai bidang. kebudayaan didefinisikan oleh negara, dari
Lewat Prisma, sebagian pembaca pertama Orde Baru hingga hari ini.16 Lewat Ariel
mengenal kritik terhadap kapitalisme dalam Heryanto, dan penulis lain, pembaca juga
tradisi neo-Marxian, termasuk dalam varian berkenalan dengan cara pandang kebudaya
teori dependensia ala Andre Gunder Frank, an yang banyak terinspirasi oleh teori-teori
yang disebut di atas, dan teori sistem-dunia pasca-modernisme dan pasca-strukturalis
ala Immanuel Wallerstein. Beberapa penu me.17 Karena itu, RZ Leirissa pun menyoroti
lis yang pernah memimpin dan mengelola bagaimana Prisma semakin berperan dalam
Prisma, seperti M Dawam Rahardjo dan mengedepankan perdebatan intelektual di In
Farchan Bulkin14, menyediakan sejumlah donesia di bidang kebudayaan sejak dekade
tulisan yang memperkenalkan khalayak pem 1980-an.18
baca Prisma pada teori dan konsep yang lahir Kehadiran kembali Prisma di tahun 2009
dari perdebatan pembangunan di Amerika tentu membuka pintu untuk generasi penu
Latin maupun Asia Selatan, termasuk karya lis yang lebih baru lagi. Di antaranya adalah
Hamza Alavi, sosiolog dari Pakistan. Prisma Airlangga Pribadi dan Inaya Rakhmani,
juga memunculkan perdebatan tentang Eko
nomi Pancasila yang melibatkan ekonom
Mubyarto dan Sarbini Sumawinata serta 16
Lihat, misalnya, Ignas Kleden, “Teori Ilmu Sosial se
sosiolog Arief Budiman.15 Perdebatan itu bagai Variabel Sosial”, dalam Prisma, Vol. 12, No.
memunculkan kesadaran tentang bagaimana 6, 1983; Ignas Kleden, “Penelitian dan Kemampuan
konsep yang tidak ingin diperdebatkan lagi Ilmu-ilmu Sosial Pelajaran dari Seminar Orientasi
oleh negara, karena sudah diberikan makna Sosial Budaya”, dalam Prisma, Vol. 13, No. 1, 1984;
Ignas Kleden, “Model Rasionalitas Teknokrasi”, dalam
Prisma, Vol. 13, No. 3, 1984; Ignas Kleden, “Kualitas
Manusia Sebagai Persoalan Ilmu Sosial - Postskriptum
Sebuah Seminar”, dalam Prisma, Vol. 13, No. 9, 1984;
14
Lihat, misalnya, Prisma edisi “Krisis Kapitalisme Du Ignas Kleden, “Kebudayaan: Agenda Buat Daya Cip
nia”, Vol. 12, No. 3, 1983; Prisma edisi “Sektor Swasta ta”, dalam Prisma, Vol. 14, No. 1, 1985; Ignas Kleden,
Antara Kesempatan dan Kesempitan”, Vol. 12, No. 7, “Pembaharuan Kebudayaan Mengatasi Transisi”, dalam
1983; Prisma edisi “Kerawanan Sistem Pertahanan”, Prisma, Vol. 14, No. 8, 1985; Ignas Kleden, “Berpikir
Vol. 12, No. 10, 1983; Prisma edisi “Kelas Menengah Strategis tentang Kebudayaan”, dalam Prisma, Vol. 16,
Baru: Menggapai Harta dan Kuasa”, Vol. 13, No. 2, No. 3, 1987; Ignas Kleden, “Kebudayaan Pop: Kritik
1984; Prisma edisi “Negara atau Masyarakat”, Vol. 13, dan Pengakuan”, dalam Prisma, Vol. 16, No. 5, 1987.
17
No. 8, 1984. Lihat, misalnya, Ariel Heryanto, “Berjangkitnya Ba
15
Lihat, Mubyarto. “Moral Ekonomi Pancasila”, dalam hasa-Bangsa Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 18, No.
Prisma, Vol. 10, No. 1, Januari 1981; Arief Budiman, 1, 1989; Ariel Heryanto, “Kelas Menengah Indonesia:
“Sistem Perekonomian Pancasila, Kapitalisme, dan Tinjauan Kepustakaan”, dalam Prisma, Vol. 19, No. 4,
Sosialisme”, dalam Prisma, Vol. 11, No. 1, Januari 1990;
18
1982; Sarbini Sumawinata, “Sejarah Ekonomi Kita Se Richard Zakaria Leirissa, “Prisma dalam Dasawarsa
jarah Tanpa Perubahan”, dalam Prisma, Vol. 12, No. 1980-an”, dalam Prisma, Vol. 23, No. 1, Januari 1994,
8, 1983. hal. 83-91.
TOPIK
VediAkhir
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas R Hadiz, Memotret
Mahasiswa Indonesia
Indonesia Lewat“1965”
tentang Prisma
yang kini direkrut sebagai anggota Dewan penulis baru Prisma sering kali merupakan
Redaksi Prisma. Tulisan mereka pun hadir manifestasi “baru” dari tema-tema “lama.”
dalam edisi peringatan ulang tahun ke-50 Tema dalam edisi ulang tahun ke-50 Prisma
Prisma ini. Menariknya, para penulis baru ini digarap oleh barisan penulis, yang untuk
itu ternyata harus bergelut dengan banyak sebagian besar, mengalami sosialisasi politik
masalah “lama” yang ternyata masih ber mereka di akhir masa Orde Baru atau bahkan
tahan atau tetap hadir dalam manifestasi sepenuhnya di masa Reformasi.
agak baru. Kehadiran masalah “baru tetapi Farid Gaban menulis artikel yang menin
lama” tersebut mungkin turut menjelaskan jau secara kritis model pembangunan ekono
bagaimana Prisma masih relevan dari za mi yang kini ditempuh di masa Reformasi,
man ke zaman; lebih tepatnya, bagaimana dibandingkan dengan model yang sempat
Prisma dapat melampaui (transcend) zaman “berseteru” di masa Orde Baru. Tulisannya
yang melahirkannya. Tema dan masalah be membahas pasang surut teori pembangunan
sar yang dihadapi Indonesia ternyata belum dan bagaimana Prisma memainkan peran
banyak berubah dalam waktu setengah abad dalam perdebatan di antara para pengan
terakhir ini, meski sudah terjadi pergeseran jurnya. Farid Gaban juga mengkaji pendekat
dari otoritarianisme yang ketat ke demokrasi an alternatif pembangunan yang berkembang
yang terdesentralisasi. sejak berakhirnya zaman Soeharto, terutama
Namun demikian, Prisma tetap hadir persoalan pembangunan berkelanjutan dan
kembali dalam konteks umum yang telah krisis iklim. Tulisan itu tentu akan meng
mengalami beberapa perubahan signifikan. ingatkan pembaca setia Prisma yang sudah
Pertama, dahulu Prisma hampir tidak mem berumur pada berbagai edisi sebelumnya,
punyai saingan yang berarti sebagai jurnal termasuk edisi-edisi tahun 1979 dan 1980,
atau majalah pemikiran masalah pembangun yang membandingkan berbagai model pem
an dan ilmu sosial. Sekarang, setidaknya se bangunan (dan sejumlah “isme”) yang dini
jak tahun 2000, hampir setiap fakultas ilmu lai layak untuk Indonesia.
sosial, bahkan jurusan di dalamnya, di ber Dalam tulisannya masing-masing Inaya
bagai perguruan tinggi di Indonesia sudah Rakhmani dan Airlangga Pribadi memeriksa
mempunyai jurnal sendiri. Banyak di antara hubungan intelektual dan perkembangan so
mereka terdaftar di Kementerian Pendidikan sial-politik di Indonesia, sebuah tema yang
dan Kebudayaan, sehingga mampu memberi juga pernah digeluti Prisma dalam beberapa
kan kredit yang diperlukan untuk para dosen edisi sepanjang sejarahnya. Penulis perta
yang beraspirasi naik pangkat akademis. Se ma meninjau bagaimana intelektual secara
bagai penerbitan yang tidak terkait dengan umum, dan peran Prisma khususnya, dalam
institusi pendidikan tinggi, kultur seperti itu memahami secara kritis masalah ketimpang
agaknya masih agak asing buat Prisma, se an sosial-ekonomi yang hingga kini masih
hingga mengurangi daya tariknya bagi calon membelit Indonesia. Penulis kedua mem
penulis masa kini yang berprofesi dosen. Se bahas masalah lebih luas mengenai peran
lain itu, sangat banyak blog, website, online Prisma dalam menelaah wacana ilmu pe
journal dewasa ini memberikan ruang bagi ngetahuan sosial dalam konteks hubungan
tulisan-tulisan yang dahulu mungkin hanya kekuasaan domestik dan internasional yang
ditujukan untuk dimuat Prisma. Dalam hal turut membentuk wacana tersebut. Penting
ini, Prisma agaknya masih mengalami ke untuk diingat bahwa Aswab Mahasin dan
sulitan untuk menancapkan kehadirannya Ismid Haddad, keduanya pernah menjadi
dalam belantara perdebatan pemikiran yang Direktur LP3ES dan pengelola Prisma,
kini banyak terjadi di dunia maya. menyunting buku cukup terkenal berjudul
Di sini, perlu ditekankan ulang bahwa Cendekiawan dan Politik (1983), sementara
masalah-masalah yang ditangani generasi Daniel Dhakidae menelurkan magnum opus-
TOPIK
10 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
nya yang berjudul Cendekiawan dan Kekuasa tata kelola ruang perkotaan. Namun, artikel
an dalam Negara Orde Baru (2003). ini menaruh perhatian khusus pada persoal
Fachru Nofrian, Redaktur Ekonomi Pris an-persoalan ekologis berkait lewat dialog
ma pasca-2009, menyumbangkan tulisan dengan analisis-analisis sebelumnya yang
sangat aktual mengenai pengaruh pandemi pernah diterbitkan Prisma, sambil berusaha
Covid-19 terhadap pembangunan ekonomi menawarkan suatu perspekfif baru.
Indonesia, khususnya dalam konteks pe Sebagaimana dikemukakan di atas, Pris-
rubahan konstelasi ekonomi-politik inter ma di masa awalnya didirikan untuk me
nasional. Sekali lagi, bagi pembaca Prisma nyambut berbagai kemungkinan yang semu
lama, tulisan itu untuk sebagian akan meng la diharapkan masih terbuka untuk masa
ingatkan pada persoalan-persoalan lebih depan Indonesia di tahun-tahun pertama
menghadap “keluar” Indonesia yang pernah Orde Baru. Sejumlah harapan tersebut cepat
ditonjolkan oleh beberapa edisi Prisma se kandas dalam kenyataannya, tetapi Prisma
jak 1970-an hingga absen pada tahun 1998. mampu berevolusi. Kini sudah setengah
Edisi semacam itu sebenarnya relatif jarang abad dilalui Prisma, walaupun sempat mati
keluar dibandingkan edisi yang cenderung suri sepanjang satu dekade antara 1998 dan
melihat Indonesia dalam perspektif hampir 2009.
sepenuhnya “dari dalam.” Dewasa ini Indonesia mengalami sejum
Tulisan itu kemudian diikuti oleh Esai lah, sekali lagi, tantangan “baru tapi lama.”
yang ditulis oleh Kamala Chandrakirana, Tantangan-tantangan tersebut–seperti model
tokoh feminis veteran yang membahas ma pembangunan, sistem politik, kesenjangan
salah gerakan perempuan dan kesetaraan sosial, ancaman terhadap lingkungan hidup,
gender. Walaupun ada beberapa edisi Prisma daya tahan sistem kesehatan, pendidikan,
yang menyoroti tema serupa di masa lalu demokratisasi, kesetaraan gender, bentuk-
(misalnya, pada 1981 dan 1991), dalam ke bentuk solidaritas dan fragmentasi dalam
nyataannya perhatian yang dicurahkan pada masyarakat, posisi agama dalam masyara
persoalan-persoalan terkait masih cenderung kat, ketenagakerjaaan, masa depan kaum
minim dalam setengah abad kehadiran Pris- muda–sudah pernah ditangani Prisma le
ma. Alasan persisnya mungkin perlu dire bih dari satu kali. Akan tetapi, kini mereka
nungkan Dewan Redaksi Prisma yang kini semua hadir dengan tingkat keterpautan
sedang bertugas. dengan perkembangan tingkat global yang
Tulisan berikutnya yang ditulis Grace tanpa preseden.
Leksana bersama Douglas Kammen mem Adalah tantangan Prisma untuk tetap
bawa Prisma berurusan lagi dengan salah mampu menjadi alat potret perkembangan
satu tema favoritnya: problematika interpre masyarakat Indonesia dan pergulatan pe
tasi sejarah. Secara khusus, tulisan mereka mikiran tentang masa depannya. Terlebih
meninjau skripsi, tesis, dan disertasi yang karena Reformasi di Indonesia baru mampu
dihasilkan oleh perguruan tinggi di Jawa melahirkan demokrasi yang cacat dan marak
perihal Peristiwa 1965. Mereka menemukan korupsi, sementara cita-cita keadilan sosial
bahwa skripsi, tesis, dan disertasi semacam yang menyertainya tampak makin menjauh
itu semakin banyak jumlahnya sejak masa dari kemungkinan terwujud. Persoalan bagi
Reformasi dan berusaha untuk memahami Prisma adalah bagaimana menempatkan diri
signifikansi fenomena tersebut. dalam konteks seperti itu. Posisi apa pun
Terakhir, sumbangan tulisan Bosman Ba yang diambil terhadap demokrasi kita, yang
tubara dan Eka Handriana meninjau kembali terkadang sangat bersemangat, hampir se
suatu tema yang sebenarnya juga menjadi lalu beririsan dengan korupsi seraya menge
langganan perhatian Prisma, hingga pada nyampingkan keadilan sosial, kecuali dalam
edisi yang baru lalu, yakni urbanisasi dan retorika aktor-aktornya yang bebal.l
TOPIK
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia tentang “1965” 11
Farid Gaban
Sebagai sebuah manifesto non-komunis (bahkan anti-komunis dalam konteks Perang Dingin),
karya WW Rostow tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi (1960) menjadi doktrin pem-
bangunan yang diyakini mampu membawa negara-negara bekas jajahan, seperti Indonesia,
menempuh jalan modernisasi menuju masyarakat adil dan makmur. Namun, modernisasi
dalam sistem kapitalisme tersebut terbukti gagal memenuhi janjinya. Bahkan, kurang dari
dua dasawarsa sejak Orde Baru memapankan diri, kritik terhadap model pembangunan
yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi makin keras berkumandang, terutama tecermin
dalam pergulatan pemikiran, pendirian, serta debat yang muncul dari berbagai tulisan dan
penulis di Prisma selama setengah abad. Walaupun doktrin Rostow bangkit kembali dalam
wujud paling banal, yakni keyakinan mutlak pada idealisasi kapitalisme pasar, namun sejak
Prisma terbit kembali pada 2009, beberapa alternatif model pembangunan mulai menam-
pakkan diri, terutama didorong oleh krisis sosial-ekologi yang dipicu ketimpangan sosial
dan perusakan alam.
TOPIK
12 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
blikan, republican values, seperti kesamaan ekonomi besar pada 2020, siklus yang ham
hak menuju keadilan.” Nilai-nilai kesamaan pir rutin 10-tahunan. Krisis sebelumnya ter
menuju keadilan itu untuk waktu sangat lama jadi pada 1988 (Black Monday), 1998 (Kri
sudah ditinggalkan dan terabaikan.1 sis Asia), dan 2008 (Krisis Mortgage).
Dengan itu, Daniel Dhakidae, salah satu Memang tidak terjadi krisis besar pada
editor terlama Prisma, seperti ingin mengi 2018. Namun, sejumlah pengamat me
ngatkan kembali betapa keliru negeri ini nyatakan krisis akan datang juga, meski ter
mengabaikan pesan kritis bertahun-tahun lambat, yakni pada tahun 2020-2021 ini. Ko
yang disampaikan jurnal ini terhadap model rona, yang kini datang tiba-tiba, tak hanya
pembangunan sejak awal Orde Baru, seka mempercepat realisasi krisis tadi, tetapi juga
ligus memberi kita bekal dalam merumuskan memicu dampak yang jauh lebih luas dan
format baru pembangunan yang lebih baik. mendalam hanya dalam hitungan bulan.
Dalam bahasa yang lebih lugas dari tu Keluasan dan kedalaman krisis itu bah
lisan-tulisan pada masa kejayaan Orde Baru, kan belum sepenuhnya bisa kita takar. Dana
Daniel Dhakidae dan beberapa penulis Pris- Moneter Internasional (IMF) sendiri menye
ma beberapa tahun belakangan ini menyim but ancaman krisis ekonomi kali ini yang
pulkan betapa tersesat model pembangunan terburuk sejak Depresi Besar (Great Depres-
yang kita anut, baik di tingkat nasional mau sion), krisis ekonomi global pada tahun 1930-
pun global. Tersesat ketika hasilnya justru an, yang juga pernah dibahas oleh Bung Hat
berkebalikan dengan nilai-nilai baik homo ta. Depresi Besar tadi, menurut Bung Hatta,
republicus tadi: “Senjakala Kapitalisme & adalah “krisis yang muncul bersama-sama
Krisis Demokrasi”2 atau “Perselingkuhan dengan timbulnya sistem kapitalisme.”
Bisnis & Politik Kapitalisme Indonesia Pas Bagaimanapun juga, krisis demi krisis
ca-Otoritarianisme”.3 pada dua dasawarsa terakhir memperluas
Akan tetapi, ulasan tentang kebangkrutan pengangguran dan kemiskinan, yang pada
kapitalisme sebenarnya tidak baru di Pris- gilirannya membawa dampak multidimensi
ma. M Dawam Rahardjo, editor tangguh makin mendalam: sosial, budaya, pangan,
lain di Jurnal Prisma, sudah menulis “Krisis kesehatan, dan keamanan. Seperti kata Da
Kapitalisme?” pada 1983.4 Meski mengutip niel Dhakidae, korona makin parah memo
tulisan Bung Hatta yang lebih lugas (Krisis rakporandakan semua itu.
Ekonomi dan Kapitalisme, 1934), ulasan Wabah itu memaksa orang merenungkan
Dawam tampak masih ragu-ragu atau dia hal yang lebih mendasar, tak hanya tentang
mungkin menenggang arus-besar paham ekonomi dan politik, namun bahkan tentang
ekonomi waktu itu. Indonesia mengalami aspek hakiki dari agama, tentang spirituali
pasang naik neoliberalisme yang makin tas, ketika orang justru dilarang pergi ke
agresif pada awal dasawarsa 1980-an itu, masjid atau gereja, ketika ibadah haji dan
meski prosesnya sendiri sudah dimulai sejak umroh atau misa Paskah ditiadakan.
awal Orde Baru berdiri. Di sisi lain, wabah korona sebaliknya
Bahkan, tanpa korona, sudah banyak pre membawa berkah bagi alam ketika manusia
diksi bahwa dunia akan menghadapi krisis terpaksa menahan diri dari menjadi homo
consumens: kurang polusi dan pencemaran,
berhentinya aktivitas ekonomi yang merusak
1
Daniel Dhakidae, “Krisis Korona, Homo Consumens, alam, turunnya emisi karbon, pulihnya kem
dan Homo Republicus”, dalam Prisma, Vol. 39, No. 3, bali lapisan ozon yang memicu pemanasan
2020, hal. 2.
2
Lihat, Prisma, Vol. 28, No. 1, Juni 2009.
global, serta kemunculan kembali satwa-
3
Lihat, Prisma, Vol. 32, No. 1, 2013. satwa liar di sungai, kebun dan laut, ketika
4
Lihat, M Dawam Rahardjo, “Krisis Kapitalisme?”, manusia mengurung diri di dalam rumah.
dalam Prisma, Vol. 12, No. 3, 1983, hal. 2. Di samping membawa tragedi, setiap kri
TOPIK
Farid K,
Grace L dan Douglas Gaban,
KaryaDari Kutukan
Tugas Rostow ke Model
Akhir Mahasiswa Barutentang
Indonesia Pembangunan
“1965” 13
sis memberi kita peluang untuk introspeksi nya ketimpangan ekonomi terburuk, sepan
dan koreksi. Makin besar krisis, makin men jang sejarah negeri ini.
dasar koreksi yang harus dilakukan. Sudah Alih-alih mengoreksi penguasaan eko
seharusnya, krisis kali ini juga memicu re nomi oleh segelintir orang di era Orde Baru,
nungan jauh lebih mendalam tentang sistem obligasi rekap justru memulihkan dan mem
ekonomi dan arah kebijakan pembangunan, perkuat konsentrasi. Obligasi rekap berjasa
tidak hanya di tingkat daerah dan negara, memulihkan ekonomi konglomerat. Mereka
tetapi juga di tingkat global. yang nyaris bangkrut pada awal Reformasi,
Kegagalan kita merumuskan arah pem kini kembali menjadi raksasa yang makin
bangunan dan kebijakan baru pascakorona, digdaya dan makin menggurita.
tak hanya akan memperparah risiko krisis Total obligasi rekap yang diterbitkan
di masa mendatang, tetapi juga kemampuan pemerintah kala itu senilai Rp 430 triliun.
dan daya tahan kita dalam menghadapi krisis Namun, pemerintah harus membayar pokok
dunia yang kian serius. plus bunga sebesar Rp 600 triliun, keseluruh
an menjadi Rp 1.000 triliun lebih. Pemerintah
masih harus membayar itu sampai sekarang,
20 tahun kemudian. Belum lama lalu, adalah
Dari Krisis ke Skandal Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri yang
meratap bahwa kita masih harus membayar
Akan tetapi, seperti kata Daniel Dhakidae, utang BLBI dan obligasi rekap sampai seka
korona cuma menelanjangi kedok. Belum rang.5
sampai menghancurkan sistem maupun pola Ketika pemerintah berutang, siapa lagi
pikir lama. Terobsesi pada pertumbuhan eko yang membayar utang itu selain publik atau
nomi dan investasi sejak periode pertama, warga negara. Porsi belanja (pengeluaran)
pemerintahan Jokowi cenderung menangga pemerintah pusat dalam beberapa tahun ter
pi wabah korona dari pertimbangan ekonomi akhir menunjukkan peningkatan tajam dalam
ketimbang perspektif kesehatan masyarakat. pembayaran utang, dan sebaliknya penyusut
Pemerintah menerbitkan obligasi ratusan an secara sigifikan belanja untuk subsidi
triliun rupiah dengan motif utama membiayai publik, khususnya di bidang kesehatan.
stimulus dunia usaha agar ekonomi cepat pu Tidak heran jika wabah korona kemudian
lih dari perlambatan dan kemunduran akibat membuka kedok buruknya sistem dan layan
wabah. Dengan kata lain, pemerintah me an kesehatan kita. Bahkan, di masa normal,
numpuk utang baru untuk program pemulih kita masih kedodoran menangani penyakit
an ekonomi nasional (PEN) yang sebagian “tradisional” seperti TBC, malaria dan de
besar disalurkan lewat instrumen perbankan. mam berdarah dengue.
Itu mengingatkan kita pada “Skandal Bailout BLBI dan obligasi rekap adalah cerita
Bank Century” pada Krisis 2008 dan “Skan tentang pesta-pora para elite di atas beban
dal BLBI” pada Krisis 1998. rakyat kebanyakan. Sebuah cerita kolosal
Menyusul Krisis 1998, atas saran IMF mencederai rasa keadilan, yang terlalu me
dan Bank Dunia, pemerintah menerbitkan malukan bahkan untuk dijadikan pelajaran
obligasi rekap (sekali lagi utang). Utang di sekolah-sekolah ekonomi.
dipakai untuk menyuntik bank-bank sakit, Kebijakan elitis itu bahkan diulangi,
baik milik pemerintah maupun milik para meski dalam skala jauh lebih kecil, ketika
konglomerat raksasa. Obligasi rekap berjasa
memulihkan ekonomi, tetapi juga di sisi lain
memicu ketimpangan. Pada akhir Pemerin 5
Lihat, “Sri Mulyani: Selama 22 Tahun Pemerintah Tang
tahan Susilo Bambang Yudhoyono, indeks gung Bunga dan Pokok Utang BLBI”, dalam Kompas.
Gini Indonesia mencapai nilai tertinggi, arti com - 27/08/2021.
TOPIK
14 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
terjadi lagi krisis pada 2008, yakni ketika mereka ambruk akan menyeret runtuh eko
uang negara (publik) dipakai untuk menyub nomi negara. Itu sebabnya, pemerintah harus
sidi pemilik Bank Century. Hal tersebut se membantu dan menyelamatkan mereka.
pertinya masih akan diulangi lagi sekarang Kebijakan itu juga sering diperkuat oleh
di tengah wabah korona, ketika pemerintah teori “trickle down effect”, jargon ekonomi
menerbitkan “Pandemic Bond”, surat utang sejak tahun 1970-an, yang percaya bahwa
khusus penanganan pandemi virus korona. jika kita membantu dan menyelamatkan
Menteri Keuangan Sri Mulyani menga yang besar-besar, bantuan itu pada akhir
takan penyaluran dana pemulihan ekonomi nya akan menetes kepada yang kecil-kecil,
kali ini akan prudent, tepat sasaran dan se yang akhirnya menguntungkan dan menye
suai aturan. Akan tetapi, jika benar begitu, lamatkan masyarakat secara keseluruhan.
mengapa Presiden Jokowi harus mengeluar Beberapa kajian mutakhir mengungkapkan
kan peraturan pemerintah pengganti undang- bahwa trickle down effect cuma mitos eko
undang (Perppu) untuk mendukung tanpa nomi, sementara dampak negatifnya tak bisa
syarat kebijakan pemulihan ekonomi akibat diabaikan.
korona? Dua teori itu bertanggung jawab atas mun
Salah satu isi terpenting Perppu Nomor 1 culnya anggapan semu bahwa kelangsungan
Tahun 2020 adalah membebaskan para pelak hidup para konglomerat identik dengan ke
sana dan pembuat kebijakan dari kemung pentingan negara, yang pada kenyataannya
kinan tuntutan hukum. Itu seperti memberi cuma menjustifikasi kolusi antara politisi
blanko kosong kepada aparat pemerintah dan penguasaha kroni.
untuk kemungkinan menyalahgunakan da Kebijakan tadi juga jelas memicu moral
lih “memulihkan ekonomi” demi kepenting hazard karena memanjakan para bankir serta
an pribadi dan kelompok serta kepentingan pemilik bank. Di sisi lain terlalu kuat mencer
para kroni. minkan bias-keuangan seraya mengabaikan
problem riil kemiskinan dan ketimpangan,
bahkan di Amerika Serikat sendiri.
Kutukan Rostow dan Bank Sepuluh tahun setelah bailout, Presiden
Amerika Serikat Barack Obama menyatakan
Dunia bahwa negerinya menghadapi problem ke
timpangan dan kemiskinan yang makin kro
Indonesia tidak sendirian, baik sekarang nis, di tengah buruknya sistem kesehatan aki
maupun di masa lalu. Menyusul Krisis 2008, bat komersialisasi industri asuransi, farmasi,
Pemerintah Amerika Serikat juga memakai dan rumah sakit swasta.
dana publik untuk menyubsidi lembaga-lem Fakta bahwa kini Amerika Serikat men
baga keuangan, di samping membebaskan derita kematian terbanyak akibat wabah
pajak perusahaan-perusahaan besar; pada korona benar-benar membuktikan kekha
dasarnya menyelamatkan para konglomerat watiran Obama beberapa tahun lalu. Dibum
dan Wall Street. Tidak hanya elitis, kebijakan bui drama petualang politik Donald Trump,
itu juga sebenarnya mengkhianati kredo para korona seperti tengah menghancurkan
penyokong kapitalisme pasar bebas sendiri berkeping-keping “The American Dream”
yang tidak membenarkan negara campur yang menjadi role-model pembangunan In
tangan dalam urusan swasta (privat). donesia sejak awal Orde Baru.
Menelan ludah sendiri, kini campur ta Tak lama setelah berkuasa, Soeharto
ngan negara dijustifikasi lewat teori “too big menggelar program ambisius Repelita, rang
to let fail”, bahwa perusahaan swasta terten kaian pembangunan 5 tahunan yang diklaim
tu, khususnya perbankan, begitu besar dan akan membawa Indonesia tinggal landas
saling terkait sedemikian rupa sehingga jika menuju negeri maju. Konsep Repelita di
TOPIK
Farid K,
Grace L dan Douglas Gaban,
KaryaDari Kutukan
Tugas Rostow ke Model
Akhir Mahasiswa Barutentang
Indonesia Pembangunan
“1965” 15
ambil tak lain dari gagasan Walt Whitman kungan, tentang pemerataan (1983), dan
Rostow (1916-2003), ekonom dan politikus bahkan tentang pembangunan bervisi perem
penasihat Presiden Amerika Serikat John puan/gender inclusive (1988).
Fitzgerald Kennedy dan Lyndon Baines Kritik dan perdebatan model pembangun
Johnson. an Orde Baru mencakup berbagai aspek,
Pada 1960, Rostow menerbitkan The salah satunya tentang pendekatan dasarnya
Stages of Economic Growth: A Non-Com- sendiri: kapitalisme dan developmentalisme.
munist Manifesto.6 Dalam buku terkenal itu, Kritik dan wacana alternatif, antara lain,
Rostow menjabarkan lima tahap pertumbuh datang dari tulisan Dawam Rahardjo tadi.
an ekonomi: masyarakat tradisional; persiap Dalam beberapa edisi, Dawam juga menu
an untuk tinggal landas; tinggal landas; lis tentang pemerataan dan pentingnya kope
menuju kematangan; dan bermuara pada kon rasi. Kritik lain datang dari Arief Budiman7,
sumsi-massal tinggi (high mass-consump- Mubyarto8, Munawar Ismail9, dan A Wisnu
tion). Homo consumens yang digugat Daniel hardana.10
Dhakidae sudah dimulai dari sini. Aspek lain yang muncul dalam perdebat
Doktrin Rostow diterjemahkan dalam an adalah tentang ketergantungan pada mo
Repelita Orde Baru sejak 1969 (Repelita I) dal/utang asing yang memang dominan men
hampir secara harafiah, lewat tangan-tangan jadi sumber pendanaan pembangunan Orde
teknokrat yang berlatar belakang pendidikan Baru. Kritik mendasar antara lain datang
Berkeley University, Amerika Serikat. Di dari Adi Sasono dan Sritua Arif.11 Pada tahun
sinilah menarik untuk mengamati bagaima 1980-an memang gencar orang membicara
na Prisma, yang memang tumbuh bersama kan “teori ketergantungan” yang dipromosi
Orde Baru, terlibat dalam pergulatan kajian kan oleh Andre Gunder Frank dan Samir
dan teori pembangunan. Amin. Teori itu percaya bahwa keterbe
Sikap Prisma secara umum adalah men lakangan “dunia ketiga” bukanlah kekurang
dukung secara kritis arah pembangunan Orde an modal atau bantuan, tetapi karena akibat
Baru. Di satu sisi, Prisma memuat pemikiran dari globalisasi sistem kapitalisme. Bahkan,
menteri-menteri “Mafia Berkeley” seperti tema itu masih relevan dan hangat dibicara
Ali Wardhana, Emil Salim, dan Mohammad kan sampai sekarang.
Sadli yang secara umum mempromosikan Keraguan dan perdebatan terhadap keam
mazhab baru pembangunan yang berorienta puhan modal atau investasi asing juga ditu
si pada pertumbuhan dan liberalisasi keuang lis oleh beberapa penulis Prisma, termasuk
an (membuka luas utang dan modal asing, pertanyaan apakah modal asing, misalnya,
yang diundangkan sejak 1967). Di sisi lain, mendorong transfer teknologi yang pada
Prisma juga menghadirkan pemikiran kritis
kaum intelektual independen di luar pemerin 7
tahan, seperti Dawam Rahardjo, Arief Bu Arief Budiman, “Sistem Perekonomian Pancasila Kapi
talisme dan Sosialisme”, dalam Prisma, Vol. 11, No. 1,
diman, Adi Sasono, Sjahrir, Mubyarto, dan 1982, hal. 14-25.
Sarbini Sumawinata. 8
Mubyarto, “ Moral Ekonomi Pancasila”, dalam Prisma,
Di kalangan menteri Orde Baru, Emil Sa 9
Vol. 10, No. 1, 1981, hal. 75-80.
lim-lah yang punya otokritik paling kuat ter Munawar Ismail, “Pemerintah dan Pasar Kritik terhadap
Teori Ekonomi Pembangunan”, dalam Prisma, Vol. 23,
hadap mazhab pembangunan pemerintahan No. 1, 1994, hal. 25-35.
nya. Sudah sejak 1978 dia membahas tentang 10
A Wisnuhardana, “Ideologi Developmentalisme dan
pentingnya pembangunan berwawasan ling Upaya Rekonstruksi”, dalam Prisma, Vol. 25, No. 4,
1996, hal. 94-96.
Adi Sasono, “Ketergantungan dan Hutang Dunia Keti
11
6
Lihat, Walt Whitman Rostow, The Stages of Economic ga”, dalam Prisma, Vol. 12, No. 3, 1983, hal. 50-63; Sri
Growth: A Non-Communist Manifesto (New York, AS: tua Arif, “Teori Ekonomi dan Kolonialisme Ekonomi”,
The Syndics of the Cambridge University Press, 1960). dalam Prisma, Vol. 11, No. 1, 1982, hal. 26-34.
TOPIK
16 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
akhirnya diharapkan memacu kemandirian fiknya. Bahkan, jika pengetahuan dan paten
negeri penerima investasi.12 Puluhan tahun dibuka, perusahaan domestik tak bisa belajar
sebelumnya, Alan M Strout, ekonom Massa dari multinasional karena keterbelakangan
chusetts Institute of Technology (MIT) menu teknologi dan sumber daya manusia. Alih-alih
lis di Prisma pada 1973. “Ketergantungan memberi manfaat, menurut Herzer, investasi
Indonesia terhadap modal dan bantuan asing asing justru memicu kerusakan serius dalam
akan terus berlangsung sampai 1980-an, atau ekonomi negeri penerima: eksploitasi sumber
mungkin lebih lama lagi”.13 Terbukti sampai daya alam murah; menjadikan warga negara
sekarang, Indonesia masih haus akan modal sekadar pasar alias konsumen; serta mem
asing untuk menopang pertumbuhan eko bunuh perusahaan-perusahaan domestik.
nomi, sementara manfaatnya makin diper Orde Baru sudah menunjukkan, obsesi
tanyakan. pada investasi asing harus dibayar dengan
“Mantra tentang pentingnya investasi penindasan terhadap demokrasi, pengabaian
asing,” menurut Dierk Herzer, ekonom dari terhadap partisipasi masyarakat dari bawah,
Goethe University, Jerman, “disandarkan turunnya penghargaan terhadap hak asasi
pada sejumlah mitos”.14 Herzer dan kawan- dan merajalelanya korupsi kaum elite (oligar
kawan mengkaji data 28 negara berkembang ki). Itu tema yang masih relevan sampai seka
yang menonjol menerima investasi asing rang, namun juga sudah banyak diperdebat
(FDI - foreign direct investment), terma kan di Prisma sejak awal Orde Baru.
suk Indonesia. Pada sebagian besar negara, Pada 1983, Prisma menghadirkan lapor
menurut Herzer, tak ada kaitan antara FDI an utama “Korupsi Dulu dan Sekarang” ser
dengan pertumbuhan ekonomi, baik jangka ta menampilkan, antara lain, tulisan Adnan
pendek maupun jangka panjang. Hanya em Buyung Nasution dan Bakir Hasan.15 Tema
pat negara (dari 28) yang memperoleh man itu muncul lima tahun sebelum diskusi ten
faat jangka panjang pertumbuhan ekonomi. tang “kapitalisme palsu” atau “kapitalisme
Sementara itu, tak ada kaitan sama sekali kroni” (erzat capitalism), berkat buku Yo
antara FDI dengan peningkatan pendapat shihara Kunio.16
an per kapita maupun tingkat pengetahuan Kritik dan alternatif pemikiran tentang
(transfers pengetahuan, teknologi, dan kete merosotnya partisipasi publik juga sudah
rampilan manajemen). Transfer pengetahuan disinggung hampir bersamaan dengan itu:
yang dijanjikan FDI, menurut Herzer, adalah Sigid Putranto Kusumowidagdo dan Sa
ilusi. Perusahaan multinasional umumnya jogyo.17 Di samping kritik, Prisma juga
merahasiakan paten dan informasi spesi menawarkan alternatif-alternatif pemikiran
pembangunan yang cukup radikal, seperti
pendekatan “kebutuhan dasar” (basic needs
12
Lihat, Todung Mulya Lubis, “Alih Teknologi antara approach). Pendekatan itu dirintis oleh
Harapan dan Kenyataan”, dalam Prisma, Vol. 16, No. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)
4, 1983, hal. 3-15; Mohammad Anwar Ibrahim, “Seki
las Perkembangan Alih Teknologi di Indonesia”, dalam pada 1976 dan dipromosikan di Indonesia
Prisma, Vol. 16, No. 4, 1987, hal. 18-28; M Daud Si
lalahi, “Rencana UU Alih Teknologi Perbandingan
Perspektif”, dalam Prisma, Vol. 16, No. 4, 1987, hal. 15
Adnan Buyung Nasution, “Korupsi Sudah Melekat
39-46. dalam Sistem Birokrasi”, dalam Prisma, Vol. 12, No.
13
Alan M Strout, “Modal Asing dan Pertumbuhan Eko 2, 1983, hal. 43-45; Bakir Hasan, “Korupsi, Efisiensi
nomi Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 2, No. 1, 1973, Usaha, dan Marketing Sosial”, dalam Prisma, Vol. 12,
hal. 55-66. No. 2, 1983, hal. 22-29.
14 16
Lihat, Stephan Klasen, Dierk Hedrzer, dan Felicitas Lihat, Yoshihara Kunio, The Rise of Ersatz Capitalism
Nowak-Lehmann D, “In search of FDI-led Growth in in South-East Asia (Singapore: Oxford University
Developing Countries”, dalam Proceedings of the Ger Press, 1988).
man Development Economics Conference, Göttingen, 17
Sigid Putranto Kusumowidagdo, “Pembangunan Poli
2007. tik Orde Baru Menghadapi Krisis Partisipasi”, dalam
TOPIK
Grace L dan Douglas
Farid K, KaryaDari
Gaban, Tugas Akhir Mahasiswa
Kutukan Indonesia
Rostow ke Model Barutentang “1965”
Pembangunan 17
oleh Soedjatmoko yang menulis di Prisma konsumerisme melebihi daya dukung eko
dua tahun kemudian.18 logis Planet Bumi.
Konsep pembangunan itu berbeda sama Akan tetapi, ketika Orde Baru masih ber
sekali dengan pendekatan pertumbuhan Ros jaya, baik pendekatan “kebutuhan dasar”
tow. Konsep itu menuntut negara mendahu maupun konsep “memprioritaskan manusia”
lukan investasi untuk memenuhi kebutuhan kurang laku. Alih-alih mendengar Soedjat
dasar warga negara sekadar hidup di atas moko, Orde Baru menggalakkan neolibe
garis kemiskinan, bukannya investasi untuk ralisme pada awal tahun 1980-an, mengikuti
ekonomi produktif yang negara berharap tren internasional. Pada tahun 1980-an, Dok
warga bisa menanggung bebannya sendiri di trin Rostow yang kapitalistik dipromosikan
masa depan. Lebih dari segalanya, konsep itu lebih agresif oleh Presiden Amerika Serikat
mengedepankan kemanusiaan yang sangat Ronald Reagan dan Perdana Menteri Ing
sesuai dengan pemikiran lain Soedjatmoko gris Margaret Thatcher di bawah bendera
yang mendahulukan pembangunan.19 neoliberalisme. Bahkan, Reagan membawa
Prinsip mendahulukan pembangunan “neoliberalisme” menjadi kebijakan global
manusia, ketimbang sekadar pertumbuhan sekaligus senjata Perang Dingin melawan
ekonomi, belakangan menjadi arus pemikir komunisme (Blok Soviet).
an alternatif. Pada 1990, Program Pemba Cita-cita ideal demokrasi, kemakmuran,
ngunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United kebebasan dan kesetaraan hak di Amerika
Nations Development Programme/UNDP) Serikat, setidaknya secara retoris, dikaitkan
memperkenalkan indeks pembangunan ma secara langsung dengan kebijakan liberal
nusia, sebuah alternatif mengukur sukses pasar bebas dan perdagangan bebas. Liberali
pembangunan selain pertumbuhan GDP sasi ekonomi ala kapitalisme dipromosikan
yang dipandang tidak memadai. Sejak saat senafas dan selaras dengan demokrasi—se
itu, UNDP mengeluarkan laporan tahunan bagai lawan dari otoritarianisme komunis.
peringkat negara-negara berdasarkan indika Padahal tidak. Reagan melihat liberalisasi
tor kualitas pembangunan manusia. Sampai ekonomi, bukan kebebasan politik, sebagai
tahun terakhir Indonesia tidak pernah masuk ukuran terpenting dari sukses sebuah kebi
dalam 100 besar, meski angka GDP kita seka jakan. Tidak mengherankan jika Amerika
rang masuk dalam 10 besar dunia. Serikat dan Inggris merasa nyaman memu
Konsep “kebutuhan dasar” juga menge luskan liberalisasi ekonomi dengan cara
muka lagi dalam beberapa tahun terakhir, ke mendukung diktator-diktator anti-komunis
tika orang membicarakan universal basic in- Augusto Pinochet di Chile, Soeharto di In
come, misalnya, atau tentang pembangunan donesia, dan Ferdinand Marcos di Filipina.
berkelanjutan (sustainable development). “Neoliberalisme” menjadi istilah populer
Dua mazhab ekonomi baru, blue economy pada tahun 1980-an untuk menjelaskan libe
(Gunter Pauli) dan donut economy (Kate Ra ralisasi ekonomi Chile di bawah Jenderal
woth), juga menekankan aspek “kebutuhan Pinochet. Didukung Amerika Serikat, Pi
dasar” itu dan menjadikannya antitesis dari nochet melakukan kudeta militer terhadap
obsesi pertumbuhan ekonomi yang memacu Presiden Salvador Allende, yang berhaluan
sosialis, pada 1973. Namun, Indonesia-lah
Prisma, Vol. 12, No. 1, 1983, hal. 44-52; Sajogyo, sebenarnya kelinci percobaan lebih awal
“Golongan Miskin dan Partisipasi dalam Pembangunan dari “neoliberalisme”, sejak Orde Baru
Desa”, dalam Prisma, Vol. 6, No. 3, 1977, hal. 10-17.
18
mengadopsi pemikiran Rostow. Anak judul
Soedjatmoko, “Berbagai Implikasi Kebijaksanaan Na
sional dari Model Kebutuhan Dasar”, dalam Prisma,
buku Rostow, “A Non-Communist Mani
Vol. 7, No. 10, 1978, hal. 59-79. festo”, menunjukkan bahwa motifnya tidak
19
Lihat, Soedjatmoko, Dimensi Manusia dalam Pemba sekadar ekonomi, namun juga politik. Se
ngunan (Jakarta: LP3ES, 1983). bagai pendukung Perang Vietnam, Rostow
TOPIK
18 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
berpendirian anti-komunis garis keras yang ra untuk publik demi meningkatkan peran
sesuai dengan semangat Orde Baru kala itu, sektor swasta secara ekonomi maupun so
sehingga pemikirannya menjadi cenderung sial. Resep liberalisasi yang sering disebut
dominan tanpa tanding. sebagai Washington Consensus itu, tak lain
Bahkan, stigma “komunis” pernah dise adalah kesepakatan antara World Bank, IMF
matkan kepada Jurnal Prisma yang mencoba dan Kementerian Keuangan Amerika Serikat
menyajikan alternatif-alternatif pemikiran yang semuanya bermarkas di Washington
berbeda dari arus besar konsep pembangun DC.
an kala itu. Model pembangunan Bank Dunia itu
Setelah Soekarno tumbang, Orde Baru telah banyak dikritik dalam beberapa tahun
memulai liberalisasi ekonomi dengan, an terakhir, khususnya oleh kelompok ekonom
tara lain, membuka lebar investasi asing, dan aktivis yang tergabung dalam World So
khususnya dari Amerika Serikat dan Jepang. cial Forum. Bahkan, Prisma sudah mendahu
Pada 1974, demonstrasi besar sempat marak luinya melalui sebuah tulisan pada 1994.20
menentang investasi asing. Namun, perla Bagaimanapun juga, Doktrin Rostow
wanan seperti itu surut bersama konsolidasi lebih berjaya. Model Bank Dunia dan IMF
kekuasaan Soeharto, yang menguat antara serta propaganda Reagan-Thatcher menjadi
lain berkat dukungan Reagan dan Thatcher. wacana dominan tak hanya di sekolah-seko
Thatcher, yang berkunjung ke Indonesia lah ekonomi, tetapi juga dalam kebijakan
pada 1985, mendaku bahwa ekonomi pasar publik seluruh dunia, hingga bertahun-tahun
(kapitalisme) adalah satu-satunya sistem kemudian setelah keduanya meninggal.
yang bisa diandalkan; tak perlu perdebatan Di Indonesia, bahkan sentimen anti-IMF
lagi. Thatcher punya slogan terkenal: TINA yang marak pada era Presiden Megawati
(“there is no alternative”); tak ada alterna Soekarnoputri tidak mampu menginspirasi
tif di luar kapitalisme. Tiga tahun kemudian, arah baru kebijakan ekonomi. Jalan lempang
Pemerintahan Soeharto membuat langkah be neoliberal terus bertahan, bahkan cenderung
sar lain di bidang ekonomi, yakni menerbit menguat pada era-SBY dan tetap lestari
kan Paket Oktober (1988), yang pada intinya pada era-Jokowi. Pada periode pertamanya,
meliberalisasi sektor keuangan (kemudahan Pemerintahan Jokowi telah menerbitkan 16
mendirikan bank). Jalan neoliberal makin paket degulasi yang secara umum mengarah
lempang, namun harus dibayar dengan Kri pada liberalisasi ekonomi. Namun, tak puas
sis Ekonomi parah sepuluh tahun kemudian dengan itu, pada periode kedua, Presiden
yang sekaligus menamatkan kekuasaan Orde Jokowi mendesakkan liberalisasi lebih jauh
Baru. dengan menerbitkan Omnibus Law, menye
Kecilnya suara alternatif juga ditindas derhanakan 70 lebih undang-undang men
faktor lain. Sukses penyebaran neoliberalis jadi satu undang-undang payung (deregu
me baik di Indonesia maupun belahan lain lasi) demi memikat investasi dan penciptaan
dunia, tak lepas dari peran penting dua lem lapangan kerja. Pembahasan Omnibus Law
baga keuangan dunia: Dana Moneter Inter di tengah wabah korona sekarang ini menun
nasional (IMF) dan Bank Dunia. Dengan jukkan betapa pemerintahan benar-benar
kekuatan kapital sangat besar, World Bank terobsesi pada liberalisasi ekonomi. Peme
dan IMF mendiktekan neoliberalisme ke rintah mengabaikan fakta bahwa mantra
seluruh dunia. Mereka menerapkan syarat neoliberalisme ala Washington Consensus
ketat kepada negara penerima bantuan, telah banyak dikritik sejak tahun 1990-an.
yakni melakukan liberalisasi ekonomi lewat
kebijakan privatisasi dan deregulasi; patuh 20
Lihat, Ali Sugihardjanto, “Model Pembangunan versi
pada skema perdagangan bebas global; serta Bank Dunia: Sebuah Kritik Awal”, dalam Prisma, Vol.
mengurangi subsidi dan porsi anggaran nega 23 , No. 9, 1994, hal. 3-24.
TOPIK
Farid K,
Grace L dan Douglas Gaban,
KaryaDari Kutukan
Tugas Rostow ke Model
Akhir Mahasiswa Barutentang
Indonesia Pembangunan
“1965” 19
S
ebagai jurnal pemikiran ekonomi, ode sebelum dan sesudah masa jeda Prisma
sosial, dan budaya yang memberi yang dilakukan melalui akses pada daftar
narasi alternatif atas kondisi kehidup edisi-edisi Prisma beserta nama para penulis
an berbangsa dan bernegara sejak 50 dan judul tulisan mereka.
tahun lalu, Prisma punya peran tersendiri
dalam sejarah intelektual Indonesia. Pada
tahun-tahun terbaiknya, Prisma merupakan
Fokus Berkala pada Peran
rujukan utama bagi kaum cendekia pro Wanita: 1971-1998
gresif. Sebagaimana dikutip dari “Kerangka
Acuan tentang Edisi Khusus 50 Tahun Pris- Dalam 27 tahun pertamanya (1971-1998),
ma”, pendekatan Prisma yang menerapkan Prisma menerbitkan sebanyak 258 edisi,
perspektif “Ekonomi politik untuk mema termasuk lima edisi yang secara khusus
hami siapa/kelompok mana yang paling di mempersoalkan situasi perempuan Indone
untungkan, who get the most benefit at whose sia. Kelima edisi tersebut terbit hampir de
cost” menandakan adanya penyikapan atas ngan ritme tersendiri, kira-kira tiap 5-6 ta
tatanan ketidakadilan yang struktural dan hun, yaitu tahun 1975, 1981, 1985, 1991 dan
menyejarah sebagai pijakan dasar bagi para 1996. Pada 2004, Liza Hadiz menyeleksi dan
cendekia Prisma. Dalam kerangka itu, tentu mengulas sejumlah tulisan yang terbit di Jur
dicatat bahwa ketidakadilan berbasis gender nal Prisma dalam buku Perempuan dalam
dan peminggiran perempuan terus langgeng Wacana Politik Orde Baru: Pilihan Artikel
di bumi Nusantara ini karena saling berke Prisma (LP3ES). Dia mencatat bahwa edi
lindan dengan bentuk-bentuk ketimpangan si Oktober 1975 dan Oktober 1985 terbit
dan penindasan lainnya. pasca-dua perhelatan internasional yang
Dengan semangat melihat ke belakang menandakan capaian gerakan perempuan
untuk menapak ke depan, esai ini mengkaji di tingkat global. Edisi tahun 1975 dengan
sejauh mana narasi keilmuan yang disuguh tema “Wanita Indonesia: Menuju Cakrawala
kan oleh Prisma dalam kurun waktu separuh Baru?” terbit setelah Konferensi Perempuan
abad ini menyentuh dan memaknai pergu Sedunia di Mexico City, tempat dicanang
latan perempuan dalam kehidupan berbangsa kan bermulanya “Dasawarsa Perempuan.”
dan bernegara di Indonesia. Setelah “tidur” Sedangkan edisi tahun 1985 dengan tema
selama 10 tahun, saat rezim Orde Baru ber “Menegakkan Peran Ganda Wanita Indo
akhir, Prisma “bangun” kembali di tengah nesia” terbit setelah Konferensi Perempuan
era yang jauh berbeda secara politik, eko Sedunia Ketiga di Nairobi, tempat hasil dari
nomi, sosial, budaya, dan teknologi. Wu segala upaya sepanjang 10 tahun terdahulu
jud pergulatan perempuan pun mengalami dinilai bersama. Menyimak timing kedua
perubahan yang signifikan dalam jangka edisi itu, tampaknya Prisma tergerak oleh
waktu tersebut. Esai ini berfokus pada peri dinamika di luar Indonesia, yaitu adanya
TO
ESPA
I KI
Kamala
Grace L danChandrakirana, Sejauh-jauh
Douglas K, Karya TugasMata Memandang:
Akhir MahasiswaPrisma dan Pergulatan
Indonesia tentangPerempuan
“1965” 23
momen konsensus baru yang dicapai an men puncak dalam komitmen negara-negara
tarnegara di tingkat internasional tentang untuk memajukan hak-hak perempuan, yai
pemajuan hak-hak perempuan. tu pada Konferensi Perempuan Sedunia Ke
Menarik untuk dicatat pilihan judul edisi empat di Beijing pada 1995. Menarik, salah
Prisma, pada Oktober 1975 dan 1985 yang satu organisasi perempuan dari Indonesia,
diambil dari paparan penulisnya, Mely G Kalyanamitra, membawa isu kekerasan
Tan, “Wanita Indonesia: Menuju Cakrawala negara terhadap perempuan ke forum masya
Baru?” (1975). Dalam tulisannya tersebut, rakat sipil di konferensi itu. Sayangnya, cara
dia mengajukan pertanyaan yang memper pandang tentang negara seperti itu tidak tere
soalkan adanya keraguan di kalangan kam di jurnal cendekia Prisma.
perempuan sendiri terkait kemampuannya Pada 2004, setelah mengumpulkan
menjalankan fungsi ganda sebagai istri dan dan mengulas sejumlah tulisan tentang isu
pekerja atau “wanita karier.” Soal keraguan perempuan yang diterbitkan Prisma sejak
di kalangan perempuan sendiri juga muncul 1971 hingga 1998, Liza Hadiz dalam Kata
dalam edisi khusus tahun 1981 dengan tema Pengantar Perempuan dalam Wacana Poli-
“Wanita Indonesia Terpaku di Persimpang tik Orde Baru (hal. xxxiv) menyimpulkan
an” yang berfokus pada isu perempuan dan sebagai berikut: Isu gender yang diangkat
media. Melalui tulisannya tentang “Wanita Prisma sejak pertengahan tahun 1970-an
dan Citra Diri,” Toeti Heraty Noerhadi mene hingga awal tahun 1990-an adalah refleksi
gaskan adanya dilema perempuan bekerja dari kesadaran kaum perempuan Indonesia
yang “menghadapi tugas ganda dengan di tengah arus perubahan sosial, ekonomi,
keraguan.” dan politik. Di satu sisi, jurnal itu berhasil
Soal keraguan dalam diri perempuan menyajikan perkembangan tentang gen-
terkait fungsi gandanya cukup banyak dipa der sebagai subtema disiplin ilmu tertentu,
hami sebagai gejala kelas menengah yang fokus analisis dan diskursus ... Sebagian
tidak berlaku bagi kaum perempuan yang besar tulisan mencerminkan respons dan
memang tidak punya pilihan soal kerja di resistensi kaum cendekiawan terhadap ke-
dalam dan luar rumah. Rupanya catatan bijakan negara yang berdampak langsung
tentang keraguan dan dilema itu terus me kepada kaum perempuan. Namun, Prisma
mengaruhi pilihan tema edisi tahun 1985 tidak menampilkan semua pemikiran yang
dengan judul yang hari ini terdengar agak berkaitan dengan isu gender yang berkem-
aneh: “Menegakkan Peran Ganda Wanita bang di Indonesia saat itu … [yaitu] perem-
Indonesia.” Aneh karena langgengnya peran puan dan hukum, perkawinan, kekerasan
ganda perempuan sesungguhnya mencer terhadap perempuan, perempuan dalam
minkan kegagalan negara dalam mencip daerah konflik, buruh migran perempuan,
takan kerangka kebijakan dan layanan hak reproduksi, hak asasi perempuan, dan
publik yang dapat mendorong pembagian lain-lain.
peran yang lebih adil antara laki-laki dan Edisi terakhir Prisma sebelum jeda ber
perempuan dalam keluarga dan di masyara judul “Kerusuhan dan Isu SARA” (1998).
kat umum. Artinya, peran ganda yang diem Dalam sejarah perempuan Indonesia, tahun
ban sendiri oleh perempuan sesungguhnya itu merupakan tahun yang traumatik dan
bukan sesuatu untuk ditegakkan melainkan sekaligus momen kebangkitan bagi gerakan
untuk dibongkar melalui perubahan struk perempuan. Perkosaan massal yang diala
tural dan kultural. mi oleh perempuan etnik Tionghoa dalam
Ada dua edisi lain yang memberi perha kerusuhan bulan Mei 1998 diikuti oleh pe
tian khusus pada isu perempuan dan gender, nyangkalan bertubi-tubi pejabat negara di
yaitu edisi dengan tema “Seks dalam Jaring media massa dan oleh warga biasa dalam
Kekuasaan” (1991) dan “Wanita-wanita di perbincangan keseharian di warung kopi,
atas Pentas Politik” (1996). Terlewat dari taksi dan meja makan. Kejadian tersebut
perhatian Prisma pada masa itu adalah mo menggugah kesadaran politik baru bagi
TO
B
E SU A
P
K IUK
24 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
banyak perempuan dari Aceh hingga Pa Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
pua dan menjadi fondasi aktivisme gerakan Perempuan (Komnas Perempuan) mengu
perempuan di era Reformasi. Tidak bisa ti mumkan hasil pemantauan perdana tentang
dak, muncul pertanyaan, mengapa perspek lahirnya 154 kebijakan pemerintah daerah
tif perempuan tentang kerusuhan Mei 1998 yang diskriminatif terhadap perempuan dan
dan persoalan SARA secara umum luput minoritas di era Reformasi. Komnas Perem
dari edisi terakhir Prisma sebelum mati suri puan memaknai gejala itu sebagai suatu pro
selama sepuluh tahun? ses pelembagaan diskriminasi dalam tatanan
negara-bangsa Indonesia atas nama otonomi
Pergulatan Perempuan yang daerah. Seluruh dinamika itu merupakan
awal dari pertarungan besar dan berkelanjut
Tak Berjejak: 2009-2021 an yang bersifat ideologis dan politis, yang
mempertaruhkan dan memperebutkan iden
Prisma terbit kembali pada 2009 di tengah titas dan tujuan kebangsaan Indonesia.
dunia dan Indonesia yang telah berubah. Se Pada kisaran waktu kurang lebih sama,
lain Reformasi di Indonesia yang membuka Prisma menerbitkan edisi-edisi bertema
ruang demokrasi, peristiwa 9/11 di Amerika “Otonomi Daerah untuk Siapa?” (2010),
Serikat telah mengubah wajah geopolitik “Kewargaan: Revitalisasi Konsepsi Keindo
dunia. Gerakan ekstremis berbasis agama nesiaan” (2013), “Bangkitnya Populisme
meluas secara transnasional dan perubahan dan Krisis Demokrasi” (2017) dan “Mem
iklim mencapai titik kritis. Revolusi teknolo bongkar dan Merangkai Pancasila” (2018).
gi informasi diikuti dengan maraknya hoaks Tidak ada satu pun penulis yang mengemu
merupakan fakta baru yang tidak terbayang kakan dimensi gender dan perspektif perem
kan pada tahun jedanya Prisma. Agenda puan atas persoalan-persoalan kontemporer
perjuangan hak-hak perempuan pun telah itu kendati sedang berlangsung pertarung
melampaui beberapa tonggak kemajuan dan an sosial-politik tentang sosok dan peran
kemunduran sebagai bagian dari dinamika perempuan Indonesia serta kritik tajam atas
perjalanan bangsa. peran institusi-institusi negara dalam mem
Pertama, atas desakan pejuang hak-hak batasi hak-hak asasi perempuan dalam kon
perempuan pada tahun-tahun awal Reforma teks politik identitas.
si, kata “wanita” nyaris hilang dari peredaran Sejak 2009 hingga 2020, Prisma mener
karena dianggap tidak cukup afirmatif terha bitkan total 30 edisi yang membahas ber
dap kemandirian perempuan. Pada 2004, ke bagai tantangan besar dalam kehidupan
kerasan dalam rumah tangga diakui sebagai berbangsa dan bernegara di Indonesia, ter
tindakan kriminal dengan disahkannya UU masuk tentang Kedaulatan Pangan (2016),
tentang hal ini setelah upaya besar-besaran Gerakan Pemuda 1926-2011 (2011), dan
dari gerakan perempuan. Keberhasilan itu Historiografi Indonesia (2020). Dalam ke
membuat bulu kuduk berbagai pihak berdiri tiga isu tersebut saja, peran dan pemikiran
dan dimaknai sebagai “gerakan perempuan perempuan serta analisis gender merupakan
kebablasan.” Perlawanan balik segera mun suatu keniscayaan dan juga kebutuhan jika
cul dalam bentuk Rancangan UU Anti Por diakui bahwa hierarki gender merupakan
nografi dan Pornoaksi yang mengkriminal salah satu elemen dalam kebertautan (inter-
kan tubuh perempuan dan minoritas seksual. sectionality) antarlebih dari satu sistem kua
Setelah terjadi penolakan dari berbagai pen sa dan pola peminggiran yang hidup subur
juru negeri, pada 2008, DPR RI mengesah di masyarakat. Perjuangan ibu-ibu Kendeng
kan UU Pornografi yang memuat sejumlah untuk membela tanah dan kedaulatan warga
revisi tanpa menghilangkan ancaman krimi nya di hadapan kekuatan korporasi semesti
nalisasi bagi kaum minoritas seksual serta nya bisa dan patut dijadikan salah satu ba
perempuan yang bekerja dalam dunia hi gian dari narasi tentang kedaulatan pangan,
buran dan industri seks. Setahun kemudian, misalnya. Paparan tentang gerakan pemuda
TO
ESPA
I KI
Kamala
Grace L danChandrakirana, Sejauh-jauh
Douglas K, Karya TugasMata Memandang:
Akhir MahasiswaPrisma dan Pergulatan
Indonesia tentangPerempuan
“1965” 25
TO
B
E SU A
P
K IUK
26 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Dialektika Mitra-Kritis:
Lima Puluh Tahun Pergumulan Prisma
Melalui telaaah terhadap berbagai artikel Prisma, tulisan ini berupaya membongkar
bagaimana pengetahuan ilmu-ilmu sosial di Indonesia mencerminkan tautan antara kepen
tingan, politik, dan kekuasaan. Ia merupakan manifestasi kontradiksi dan konvergensi di
antara struktur kekuasaan yang bekerja, baik dalam konteks global yang merawat tatanan
ekonomi-politik kapitalisme maupun dalam konteks dominasi struktur kekuasaan oligarki di
Indonesia. Berbagai ketegangan yang muncul dalam narasi pengetahuan yang diproduksi
Jurnal Prisma setidaknya melalui dua jurusan. Pertama, para pendukung gagasan pem-
bangunan di awal Orde Baru yang kemudian dikenal sebagai teknokrasi pembangunan.
Kedua, kalangan intelektual yang berupaya mengedepankan kajian sosial kritis dalam
menginterogasi corak kekuasaan dan pengetahuan yang terbentang sejak 1971 hingga kini.
Bertolak dari perjalanan intelektual Prisma sebagai sebuah “majalah” yang unik, tulisan
ini menawarkan sebuah kemungkinan preskripsi bagi gerakan sosial di masa depan agar
melampaui tatanan ekonomi-politik dominan dan rezim pengetahuan yang menopangnya.
TOPIK
Airlangga Pribadi
Grace Kusman,
L dan Dialektika
Douglas K, KaryaMitra-Kritis:Lima Puluh Tahun
Tugas Akhir Mahasiswa Pergumulan
Indonesia Prisma
tentang “1965” 27
sejak masa otoritarianisme Suharto hingga dan kontestasi gagasan dalam Prisma yang
pasca-otoritarianisme. Lebih tepat bila di berada di bawah dan menjadi bagian dari
katakan bahwa pergumulan gagasan dalam institusi LP3ES, maka lembaga ini dalam
jurnal Prisma memperlihatkan terjadinya beberapa fase spesifik terkait situasi ekono
relasi dialektik antara pendekatan berorien mi-politik tertentu justru memberikan ruang
tasi teknokratik-pragmatik yang memercayai lebih luas bagi sikap oposisi dan interograsi
transformasi sosial, baik yang didorong atas kritis terhadap gagasan-gagasan teknokratik
nama mantra-mantra modernisasi dan devel- modernisasi yang menjadi bagian penting
opmentalism (pembangunanisme) maupun dari gerak laju pembangunan Orde Baru.
good governance (tata kelola pemerintahan Selain itu, artikel ini juga mengambil po
yang baik), berhadapan dengan kalangan sisi berbeda dengan Daniel Dhakidae yang
yang lebih meyakini wacana pendekatan kri dalam kajiannya tentang cendekiawan dan
tis yang menekankan dimensi pertarungan kekuasaan pada masa rezim Suharto mem
sosial serta keterhubungan antara kepentin berikan ulasan khusus terkait posisi LP3ES
gan dan kekuasaan dalam konteks masyara serta jurnal pemikiran sosial-ekonomi Pris-
kat yang menyejarah dan proses perubahan ma dalam posisi kemitraan dan ketegangan
sosialnya. kritisnya terhadap rezim Suharto. Daniel
Terkait posisi Prisma dan LP3ES dalam Dhakidae menempatkan Prisma sebagai ba
pertautannya dengan kekuasaan dan perta gian kecil dari analisisnya terkait peran dan
rungan sosial yang menyejarah, artikel ini posisi media massa serta kalangan cendeki
berbeda pendapat dengan karya tulis sebe awan dalam hubungannya dengan negara
lumnya. Salah satu contoh, misalnya, anali Orde Baru. Menurutnya, melalui berbagai
sis Sony Karsono yang meletakkan LP3ES publikasi artikel para penulisnya, posisi in
dalam kaitan dengan asal-usul intelektual telektual Prisma berada di dalam pusat arena
rezim Orde Baru (1966-1998). Berpijak dari ketegangan antara negosiasi dan perlawanan
penelusuran sejarah dan biografi sosial para intelektual terhadap kekuasaan rezim neo-fa
pendiri LP3ES, Sony berpendapat bahwa sisme Orde Baru. Hingga 1977, berlangsung
LP3ES merupakan salah satu institusi utama kemitraan kuat dengan gagasan pembangun
di Indonesia yang berperan menjadi fondasi an rezim Suharto. Baru setelah tahun 1977
intelektual Orde Baru, yakni sebagai “mitra tampil gugatan dan kritisisme yang mewar
kritis” agen modernisasi yang mendorong nai secara signifikan periode selanjutnya.
gagasan pembangunan dari bawah sepanjang Terkait posisi Prisma dalam medan per
kekuasaan rezim Suharto. Dengan kata lain, tarungan intelektual dan kekuasaan di In
LP3ES-Prisma hampir tidak pernah meng donesia, analisis Daniel Dhakidae memiliki
gugat dan bersikap oposan.1 Berpijak pada keterbatasan. Walaupun secara lebih luas
analisis saya terhadap berbagai artikel dalam dan kritis membongkar hubungan antara
Prisma, pandangan Sony tidak seluruhnya intelektual dan kekuasaan, Daniel Dhaki
tepat. Benar bahwa para pendiri dan pem dae agak kurang menaruh perhatian dengan
rakarsa LP3ES merupakan pendukung Orde hubungan antara diskursus pengetahuan
Baru dan agensi yang menggerakkan wacana dan konstelasi ekonomi-politik pada ranah
modernisasi dan developmentalism sebagai global serta implikasinya dalam panggung
salah satu ide hegemonik rezim Suharto. Na kontestasi kekuasaan domestik. Karena itu,
mun demikian, bila kita menelisik benturan ulasannya tentang era rezim Suharto kurang
mencermati keterhubungan antara artikel-
artikel Prisma dengan pengetahuan domi
1
Lihat, Sony Karsono, “Indonesia’s New Order, 1966- nan yang berkembang beserta kepentingan
1998: Its Social and Intellectual Origin”. Disertasi Ph.D, kekuatan sosial dominan yang menjadi pe
Ohio University, Amerika Serikat, 2013, hal. 430-431. ngawal tatanan ekonomi-politik kapitalisme,
TOPIK
28 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
baik atas nama modernisasi-pembangunan kondisi seperti itu, kekuatan sosial yang
maupun diskursus governance.2 Dia meng berkuasa tidak mendapatkan legitimasi poli
uraikan sedikit tentang bagaimana proses tik dan dukungan dari mereka yang berada
pembangunan sejak era Suharto merupakan di bawah kekuasaannya. Berangkat dari hal
proses yang digerakkan dari luar, namun tersebut, Gramsci menguraikan bahwa kepe
dalam ulasannya tidak tersurat penjelasan mimpinan dari kekuatan sosial dominan ha
tentang kepentingan kekuatan luar apa saja rus bekerja, baik melalui mekanisme koersi
yang diadvokasi oleh “sayap” teknokratik maupun hegemoni.
Prisma yang dianggap memengaruhi proses Dalam konteks merawat tatanan sosial
pembangunan di Indonesia dan bagaimana dan membangun legitimasi politik, mekanis
hegemoni pengetahuan bekerja untuk me me hegemoni mengambil peran dalam mem
ngawalnya. bentuk persetujuan mereka yang dikuasai
Tulisan ini bermaksud mengisi keterba agar kalangan yang tertindas dan terpinggir
tasan analisis tersebut, sehingga dalam me kan ini meyakini bahwa aransemen ekonomi
mahami pergumulan wacana pengetahuan dan politik yang diciptakan oleh kekuatan so
dalam artikel-artikel yang terbit di Jurnal sial yang mendominasi mereka bekerja untuk
Prisma, kita akan mendapatkan penglihat kepentingan dan kebaikan bersama, kendati
an lebih kompleks namun akurat tentang pada kenyataannya bekerja untuk melayani
bagaimana suatu pengetahuan merepresen kepentingan kekuatan sosial dominan yang
tasikan kepentingan kekuasaan dari kekuat minoritas.3 Kesinambungan dan perawatan
an sosial tertentu. Itu semua berada dalam dominasi kekuasaan tertentu demi mem
konteks ketegangan ekonomi-politik do pertahankan posisi dominan membutuhkan
mestik dan arus besar untuk merawat dan persetujuan dan dukungan lapisan masyara
sebaliknya menggugat kepentingan kekuat kat lebih luas yang melampaui batas-batas
an sosial dominan pada era dan sesudah ber kelas sosial. Dalam kondisi seperti itu, me
akhinya Perang Dingin. kanisme kekuasaan dapat saja merangkul
Menimbang penghampiran Antonio dan menjinakkan kalangan masyarakat yang
Gramsci tentang pengetahuan, ideologi dan dikuasai—meski kepentingan mereka ber
pertarungan sosial, serta posisi kekuatan so beda maupun bertentangan dengan kekuatan
sial dominan dalam struktur kekuasaan, baik sosial dominan yang terbentuk melalui prak
arena politik negara maupun konstelasi poli tik hegemoni. Bekerjanya operasi kekua
tik global—tidaklah cukup bagi kita melihat saan dari kekuatan sosial dominan melalui
mekanisme koersi yang bekerja mengawal mekanisme hegemoni juga bertujuan untuk
kepemimpinan dari kekuatan sosial dominan. menghalangi terbangunnya kesadaran so
Kekuatan sosial yang mendominasi arena sial di kalangan yang tertindas dan terper
negara hanya melalui praktik koersi berpo intah untuk atau demi memajukan kepentin
tensi rentan tatkala menghadapi instabilitas gan dan aspirasinya sendiri, sejak rekayasa
politik yang tumbuh dari ketidakpercayaan persetujuan bahwa aspirasi dominan yang
kekuatan sosial yang diperintah, mengingat bekerja pada level negara juga diyakini se
kekuatan sosial ini tidak memercayai bahwa bagai bagian dari kepentingan kelompok-ke
mereka yang berkuasa tengah memperjuang lompok marginal.4
kan kepentingan dan aspirasi rakyat. Dalam
3
Lihat Lorenzo Fusaro, Jason Xidias, dan Adam Fabry,
An Analysis of Antonio Gramsci’s Prison Notebooks
2
Lihat, Daniel Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan (London: Routledge 2017).
dalam Negara Orde Baru (Jakarta: Gramedia: Pustaka 4
Lihat, Antonio Gramsci, Selections from the Prison
Utama, 2003). Notebooks (New York: International Publishers,1971).
TOPIK
Airlangga Pribadi
Grace Kusman,
L dan Dialektika
Douglas K, KaryaMitra-Kritis:Lima Puluh Tahun
Tugas Akhir Mahasiswa Pergumulan
Indonesia Prisma
tentang “1965” 29
TOPIK
30 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
talisme, dan berupaya memberi ruang perbe Rezim Pengetahuan Era Perang
daan dalam persatuan.8
Komunitas LP3ES yang berbasis aktivis Dingin
dan intelektual berhulu pada kekuatan poli
tik Masjumi dan PSI merupakan lapis highly Bila kita telisik pertarungan sosial dalam
educated people yang menjadi agen bagi ni skala lebih luas di era Perang Dingin beserta
lai-nilai modernisasi berhadapan dengan ke rezim pengetahuan yang menopangnya pada
cenderungan otoritarianisme dan menggu periode transisi tahun 1960-an, kita akan
gat bentuk-bentuk kolektivisme yang tidak mendapat gambaran jauh lebih kompleks.
banyak memberikan ruang bagi kebebasan Benturan gagasan dan sikap oposisi para
individu. Dalam horizon pemikiran dan pan pemrakarsa LP3ES maupun Prisma dengan
dangan intelektual, mereka menganggap ideologi Sukarno maupun dukungan mere
modernisasi sebagai proses pencerahan ber ka terhadap gagasan hegemonik Suharto
hadapan dengan tendensi sentralisme dan tidak terlepas dari konstelasi sosial yang
mitologisasi serta kekuatan karismatik per bekerja pada tataran global terkait kondisi
sonal Sukarno yang menjadi penghalang ter dunia internasional saat era Perang Dingin.
hadap ide-ide kemajuan di Indonesia.9 Pada Fase, menurut Paul Cammack, kekuatan
proses selanjutnya, cara pandang dan sikap “Dunia Pertama” berusaha memperluas dan
politik kelompok tersebut memunculkan merawat pengaruhnya dalam politik global
benturan, dilema, bahkan paradoksal ketika baik melalui dukungan konkret maupun
komunitas LP3ES membangun aliansi so pembentukan persetujuan melalui hegemoni
sial dengan kekuatan sosial serta kekuasaan ilmu-ilmu sosial dalam rangka memastikan
dominan.10 program transisional dengan menginstalasi
dan melakukan konsolidasi rezim kapitalis
me di negara-negara baru merdeka maupun
negara-negara Dunia Ketiga.11
8
hakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan…, hal. 448.
D
9
Dilema yang dihadapi poros “Dunia Per
Wawancara dengan mantan peneliti LP3ES Fachry Ali,
Pondok Bambu, 20 Oktober 2021.
tama” yang hendak mendorong laju pem
10
Kekuatan sosial dominan yang dimaksud adalah rang bangunan ekonomi maupun politik dalam
kaian kelompok-kelompok sosial yang kepentingannya tatanan kapitalisme di Dunia Ketiga adalah
saling bertemu, baik dalam rangka merawat pengua bahwa lintasan pembangunan ekonomi
saan atas alat-alat produksi dan melakukan akumu
lasi kemakmuran melalui eksploitasi kerja atas buruh
menuju tatanan kapitalisme di negara-negara
maupun memanfaatkan dan menjarah sumber daya Dunia Ketiga tidak selalu berjalan ekuiva
negara yang dilindungi dan dijaga keberlangsungannya len dengan gerak laju dorongan politik dari
oleh kekuatan-kekuatan politik yang menguasai insti massa. Pelbagai kontradiksi sosial dapat saja
tusi negara. Tulisan ini menempatkan kekuasaan domi
nan tidak identik dengan negara berhadapan dengan
terjadi ketika laju partisipasi politik di ma
masyarakat sipil. Sejalan dengan pendekatan kritis syarakat Dunia Ketiga justru mengarah pada
neo-Marxis dari Antonio Gramsci, artikel ini melihat gugatan terhadap praktik pembangunan eko
bahwa negara yang di dalamnya terdiri dari masyara nomi dalam skema tatanan kapitalisme.12
kat politik maupun masyarakat sipil adalah arena tem
pat pertarungan kekuasaan antara kekuatan-kekuatan
Hal tersebut diperkuat dengan kondisi sosial
sosial berlangsung. Arena masyarakat politik adalah di berbagai negara Dunia Ketiga dengan
ruang tempat pertarungan terjadi untuk menggunakan
alat-alat kekerasan dan pembentukan regulasi dan ke
11
bijakan. Sementara masyarakat sipil yang di dalamnya Paul Cammack, Capitalism and Democracy in the
adalah institusi pendidikan, media massa, ruang publik Third World: The Doctrine for Political Development
intelektual, institusi agama menjadi arena bagi perta (London: Leicester University Press, 1997), hal. 1.
12
rungan kepentingan di antara kekuatan sosial yang ter Lihat, Irene L Gendzier, Development Against De-
manifestasikan dalam pengetahuan dan ideologi untuk mocracy: Manipulating Political Change in The Third
mendapatkan persetujuan kolektif. World (London: Pluto Press, 2017).
TOPIK
Airlangga Pribadi
Grace Kusman,
L dan Dialektika
Douglas K, KaryaMitra-Kritis:Lima Puluh Tahun
Tugas Akhir Mahasiswa Pergumulan
Indonesia Prisma
tentang “1965” 31
ledakan partisipasi politik maupun pertarung Pada saat bersamaan, kiprah intelektual
an sosial yang menandai dorongan perubah di lingkaran Prisma beserta awak LP3ES se
an sosial di wilayah tersebut sering kali perti Ismid Hadad dan Nono Anwar Makarim
bertentangan dengan kepentingan tatanan maupun mentor dan senior mereka seperti
kapitalisme. Pengalaman kolonialisme dan Sumitro Djojohadikusumo berada pada kon
imperialisme yang dialami negara-negara teks ekonomi-politik khusus, yakni ketika
Dunia Ketiga yang baru merdeka membuat momen penggulingan Sukarno dan naiknya
kecenderungan utama yang muncul, baik Suharto menjadi jalan pembuka bagi masuk
di kalangan intelektual maupun masyara nya Indonesia pada pusaran modernisasi
kat umum, untuk bersikap kritis terhadap dalam arus besar sistem kapitalisme.15 Transi
proyeksi tatanan kapitalisme. Itu diperkuat si menuju tatanan kapitalisme di Indonesia
oleh momentum Konferensi Asia Afrika ta awal pemerintahan Suharto menghadapi
hun 1955. Sebagian negara tersebut justru berbagai kendala struktural yang selanjut
meniti dan membangun jalan modernitas di nya memengaruhi corak tatanan kapitalisme
luar program ekonomi-politik menuju tata yang bekerja, termasuk di dalamnya ber
nan kapitalisme.13 hubungan dengan ketegangan dan negosiasi
Sementara itu, kalangan elite di negara- dalam relasi kekuasaan dengan kaum intelek
negara Dunia Ketiga di Asia (seperti In tual teknokrasi (seperti yang terekam dalam
donesia, Filipina, Burma), Amerika Latin artikel-artikel di Prisma). Di antara kendala
(Chile, Brasil, dan Argentina saat pemerin itu adalah lemahnya kaum borjuasi domes
tahan junta militer), dan Timur Tengah (Me tik untuk “naik” menjadi kekuatan dominan
sir masa pemerintahan Anwar Sadat, Iran dalam arena ekonomi-politik di Indonesia
masa Shah Reza, Irak masa Sadam Hussein) masa pemerintahan Sukarno. Kelemahan
yang membangun aliansi sosial-politik masa borjuasi domestik tersebut dimanfaatkan
itu berkepentingan dan sejalan dengan pro oleh partai politik, militer, serta birokrasi,
gram transisi menuju tatanan kapitalis, be seiring kegagalan Presiden Sukarno dalam
lum tentu memiliki kontrol praktis terhadap mendorong perubahan sosial dari ekonomi
kondisi sosial. Mereka adalah kalangan elite berbasis agraria dan perkebunan ekstraktif
yang berkuasa dan mampu mengontrol ke di bawah pimpinan negara menuju ekonomi
adaan lewat cara-cara represi dan membatasi manufaktur berbasis industri substitusi im
proses partisipasi politik.14 Dalam konteks por yang digerakkan oleh kekuatan-kekuat
tarikan struktural yang mendorong tata an sosial pendukung Sukarno.16
nan kapitalis di negara baru merdeka, kita Dalam kondisi demikian, proses revolu
dapat melihat beragam pemikiran teknokra si kapitalisme dengan lemahnya kekuatan
tik dalam Jurnal Prisma di Indonesia tidak kaum borjuasi pada era pemerintahan Su
hanya secara spesifik terkait dengan histo harto mengambil jalan “Negara Bonapar
risitas masyarakat Indonesia, namun juga tis.” Kapitalisme negara rezim Suharto yang
terjalin dengan kepentingan ekonomi-politik ditopang aliansi utama pendukungnya dan
serta narasi hegemonik yang dibangun oleh kelompok-kelompok tentara memang mela
kekuatan dominan, yang amat bersemangat hirkan kelas pengusaha, namun untuk me
melakukan ekspansi serta mendorong tran nguasai sumber daya ekonomi mereka tetap
sisi menuju kapitalisme. bergantung pada negara. Kondisi struktural
tersebut jelas memengaruhi pertarungan
13
Lihat, Vijay Prashad, The Darker Nations: A People’s
15
History of The Third World (New York, London: The Karsono, “Indonesia’s New Order, 1966-1998…”, hal.
New Press, 2008). 428-464.
16
14
Cammack, Capitalism and Democracy in the Third Lihat, Richard Robison, Indonesia: The Rise of Capital
World…, hal. 11. (Sydney: Allen Unwin, 1986)
TOPIK
32 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
kekuasaan dan posisi di antara kekuatan so proyek—meminjam istilah Vivek Chiber—
sial dominan dalam negara dengan intelek capital civilising mission (misi politik pem
tual hingga tumbangnya Suharto.17 beradaban berbasis akumulasi modal).19
Soedjatmoko, dalam artikelnya, mengurai
kan proses pembangunan sebagai suatu upaya
Modernisasi Teknokratik menyesuaikan diri dengan beraneka masalah
dan tantangan baru. Baginya, persoalan nilai,
Sebagai Mitra motivasi, maksud, tujuan, dan vitalitas suatu
bangsa menjadi faktor kunci bagi perubahan
Untuk memperdalam bagaimana pergulatan sosial dalam lintasan proses pembangunan.
artikel-artikel di Prisma berhubungan dengan Dia menyinggung soal penerimaan atas in
pertarungan kekuasaan di tingkat global dan vestasi asing sebagai bagian penting dari
domestik beserta narasi pengetahuan yang rangkaian adaptasi Indonesia terhadap
menopangnya, kita dapat bertolak dari edisi proses pembangunan. Dalam argumen yang
“Perkenalan” yang terbit pada November solid, Soedjatmoko menjawab bahwa keter
1971. Dibuka dengan artikel Soedjatmoko bukaan Indonesia terhadap investasi asing
berjudul “Problem dan Prospek Pembangun memiliki dua maksud, yakni untuk merang
an Indonesia.” Artikel tersebut sebenarnya sang terbangunnya wirausahawan pribumi
tidak secara khusus ditulis untuk Prisma, na dan berperan sebagai katalisator yang men
mun disadur dari pidato Soedjatmoko sebagai syaratkan kesediaan investasi tersebut untuk
Duta Besar RI di Washington dalam sebuah mengintegrasikan diri dalam pola pemba
konferensi tahun 1970 yang disponsori The ngunan nasional yang telah direncanakan. Di
Johnson Foundation. Sebagaimana diutara sini, kita bisa menghubungkan beberapa ko
kan Daniel Dhakidae, tulisan Soedjatmoko sakata kunci yang ditekankan dalam artikel
itu menghadirkan Indonesia di hadapan pu Soedjatmoko, yakni pembangunan sebagai
blik luar negeri dalam kacamata simbolik se proses penyesuaian, motivasi, nilai, vitalitas
bagai suatu artefak atau gumpalan kain yang bangsa dan investasi asing. Yang dikemu
hadir dalam etalase pameran yang disaksikan kakan Soedjatmoko dalam artikel tersebut
oleh kekuatan sosial dari luar yang berminat bertemu dengan problematika dan perha
terhadapnya.18 Dari kacamata Daniel Dhaki tian para pegiat akademik Amerika Serikat
dae, yang menganalisis artikel Soedjatmoko, dalam kajian pembangunan politik (political
baik penulis maupun publik Amerika Serikat development) dan ekonomi pembangunan
menempatkan Indonesia sebagai sebuah ob (economic development).20
jek dengan isyarat simbolik bahwa Pemerin Beberapa sarjana politik dan ekonomi de
tah Indonesia di bawah rezim Suharto siap ngan fokus kajian pada isu-isu pembangunan,
membuka diri bekerja sama dalam proyek- seperti WW Rostow, Sidney Verba, Daniel
proyek pembangunan. Dalam perspektif Lerner, Gabriel Almond, Joseph Palombara,
critical political studies, pidato tersebut ber Samuel P Huntington, dan lain-lain, meman
tolak belakang dengan jargon rezim Sukarno dang bahwa komitmen terhadap proses mo
Go To Hell with Your Aids (persetan dengan dernisasi yang berpijak pada ekspansi sistem
bantuanmu) yang konfrontatif dengan po ekonomi kapitalis dan pembangunan politik
ros free world dan berpotensi mengancam
19
Lihat, Vivek Chiber, Postcolonial Theory and The
Specter of Capital (London: Verso, 2013).
17
Airlangga Pribadi Kusman, The Vortex of Power: Intel- 20
Lihat, Irine L Gendzier, Paul Cammack, dan David H
lectuals and Politics in Indonesia Post-Authoritarian Price, Cold War Anthropology: The CIA, The Pentagon
Era (Singapore: Palgrave Macmillan, 2018), hal. 61. and The Growth of Dual Use of Anthropology (Dur
18
Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan…, hal. 454. ham, AS: Duke University Press, 2016).
TOPIK
Airlangga Pribadi
Grace Kusman,
L dan Dialektika
Douglas K, KaryaMitra-Kritis:Lima Puluh Tahun
Tugas Akhir Mahasiswa Pergumulan
Indonesia Prisma
tentang “1965” 33
demokrasi perlu dilepas koneksitas historis pandang revisionis seperti itu, berbagai
nya ketika membahas proses pembangunan macam guncangan dan pertarungan sosial di
ekonomi dan politik serta perubahan sosial masyarakat Dunia Ketiga dimaknai sebagai
di Dunia Ketiga. Suatu rekayasa pembangun ekspresi ketidakdewasaan sikap masyarakat
an menuju ekonomi pasar dilakukan melalui pramodern alih-alih momen menentukan
kontrol partisipasi politik yang tidak meng bagi proses perubahan sosial.23
hadirkan pembangunan demokrasi sebagai Di sini, kita dapat menemukan bagaimana
sebuah agenda yang mendesak. Pilihan titik tekan Soedjatmoko terhadap pentingnya
janggal itu diambil untuk menghindari le orientasi nilai dan vitalitas bangsa bertemu
dakan partisipasi maupun arahan perubahan dengan uraian revisionis para sarjana ilmu-
sosial yang dapat mengguncang sistem eko ilmu sosial pembangunan Amerika Serikat.
nomi kapitalisme.21 Sementara itu, proyek Seperti diuraikan sebelumnya, kepentingan
modernisasi dalam pembangunan ekonomi pengetahuan mereka berupaya melakukan
seperti diperkenalkan WW Rostow (1960) rekayasa sosial agar proses perubahan sosial
dalam The Stages of Economic Growth: A tidak berpotensi mengancam stabilitas agen
Non Communist Manifesto dikawal melalui da tatanan yang kapitalistik. Sementara di sisi
formulasi rekayasa sosial berbasis tahap- lain, berfokus pada investasi asing sebagai
tahap pembangunan yang menghindarkan injeksi pembangunan sejalan dengan—se
rezim di Dunia Ketiga untuk mengambil ja perti diutarakan Paul Cammack—kepentin
lan non-kapitalisme. Dalam karyanya, Ros gan untuk mendorong dan memasukkan In
tow menguraikan bahwa model “pembangun donesia ke dalam program ekonomi-politik
an Marxisme” adalah wabah (disease) yang transisional menuju tatanan kapitalistik.
dapat merusak masyarakat Dunia Ketiga Dalam Prisma edisi “Perkenalan” terse
dalam proses transisi modernisasi menuju but, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti mengambil
tatanan ekonomi kapitalisme.22 arah sedikit berbeda dibanding Soedjatmoko.
Berangkat dari problem tersebut, kajian- Dorodjatun Kuntjoro-Jakti melihat bahwa
kajian ilmu sosial, terutama di bidang poli pembangunan merupakan suatu proses pan
tik, ekonomi, dan sosiologi, menguraikan jang yang kompleks dengan setiap bangsa
interpretasi revisionis terhadap pembangun memiliki jalan masing-masing. Dia meng
an tatanan politik liberal. Kekhawatiran kritik arahan teknokratik, baik dari kaum mi
terhadap terjadinya guncangan bagi pena liter maupun kaum teknokrat, yang melihat
taan kapitalisme mendorong mereka untuk pembangunan seperti sebuah mesin politik
melihat “bahaya” politik massa dan ledakan yang mensyaratkan ketundukan. Seperti Ing
partisipasi, pentingnya membangun tata so gris dan Amerika Serikat beroperasi melalui
sial berbasis stabilitas, dan penekanan ter lintasan kapitalis, Rusia dan RRT berbasis
hadap faktor psikologi dan personal, seperti komunisme dan Jerman serta Jepang yang
orientasi nilai. Proses pembangunan menuju menggunakan fasisme. Namun demikian,
modernisasi digambarkan sebagai dorongan uraian perbandingan historis tersebut tidak
perubahan melalui negara dari tatanan ma membawa artikel ini menempatkan perta
syarakat tradisional dengan orientasi nilai rungan kekuasaan di antara kekuatan-kekuat
dan cara pandang primordial menuju ma an sosial spesifik dalam suatu masyarakat se
syarakat modern. Dalam konstruksi cara bagai penggerak perubahan sosial.24 Sejalan
dengan alur pembangunanisme, pada akhir
21
Mark T Berger, The Battle for Asia: From Decoloni-
23
zation to Globalization (London: Routledge Curzon, Gendzier et al., Cold War Anthropology…, hal. 19.
24
2004), hal. 65. Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan…, hal. 457-
22
Gendzier et al., Cold War Anthropology…, hal. 19. 458.
TOPIK
34 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
TOPIK
Airlangga Pribadi
Grace Kusman,
L dan Dialektika
Douglas K, KaryaMitra-Kritis:Lima Puluh Tahun
Tugas Akhir Mahasiswa Pergumulan
Indonesia Prisma
tentang “1965” 35
nilai-nilai kemodernan yang dapat mendo dan sosiologis, artikel-artikel pada periode
rong pergeseran masyarakat dari fase pri awal Prisma abai terhadap hambatan struk
mordial-tradisionalis menuju masyarakat tural maupun rezim diskursif untuk mem
modern. Dalam corak struktural seperti itu, persoalkan secara intelektual bagaimana
setidaknya pada periode awal (1971-1976), konfigurasi kekuasaan maupun konstelasi
Prisma lebih menekankan agenda pengeta pertarungan sosial memunculkan dampak
huan teknokratik yang cenderung apolitis. negatif pembangunan. Hal tersebut diperkuat
Berbagai macam persoalan sosial pada masa oleh situasi sosial-politik waktu itu; awak
itu dilepaskan dari dimensi konflik sosial Prisma berhasil membangun aliansi sosial
yang terkait dengan perbenturan politik, ke dengan kekuatan-kekuatan dominan yang
pentingan, dan kekuasaan. Persoalan di ma berkuasa pada era Suharto.
syarakat dipandang tidak berangkat dari re Hal itu dapat dilihat dalam edisi khu
alitas sosial yang memperlihatkan kehadiran sus Prisma, Volume 2, Nomor 7, Desember
relasi kekuasaan yang timpang. 1972, tentang “Urbanisasi dan Pengem
Dalam kondisi seperti itu, corak kekuasa bangan Kota.” Pada edisi tersebut, Pengan
an otoritarian yang melindungi aliansi ke tar Redaksi dan artikel-artikelnya berhasil
lompok bisnis dan politik pada masa rezim menelisik proses pembangunan ekonomi
Suharto tidak diletakkan sebagai bagian dari yang membuka pintu pada investasi asing
akar persoalan dan solusi penting yang mem telah mendorong proses pembangunan se
pertimbangkan kemampuan kekuatan sosial cara pesat di wilayah-wilayah perkotaan
alternatif untuk melawannya. Dalam pan dan memunculkan ketimpangan antara kota
dangan pengetahuan teknokratik yang apoli dan desa. Berbagai persoalan mulai dari ge
tis, serangkaian rekayasa sosial di bidang landangan, kriminalitas, hingga munculnya
kebudayaan yang menyentuh mentalitas dan aneka perkampungan kumuh di perkotaan
etos sosial maupun penataan kelembagaan menjadi titik perhatian. Tidak memadainya
mampu menjawab berbagai persoalan yang alokasi sumber daya, birokrasi yang lamban,
muncul. Dalam konteks itulah pengetahuan terjebak rutinitas dan tidak mampu meme
teknokratik tersebut juga bercorak apolitis. cah kebekuan, dipandang sebagai persoalan
Sementara itu, beragam subjek sosial, seperti utama. Dalam konteks tertib sosial dan stabi
perempuan, agama, pendidikan, kaum muda, litas, ketegangan-ketegangan yang muncul
dan politik ditempatkan sebagai instrumen dalam arus besar urbanisasi dianggap men
modernisasi. Dalam bahasa popular di ka jadi tantangan. Menghadapi beragam per
langan aktivis pergerakan sosial hal tersebut soalan tersebut, solusi teknokratik menjadi
dikenal sebagai objek dan sekrup-sekrup fokus utama dalam menyelesaikan masalah
pembangunan.26 pengembangan kota-kota serta daerah dan
Kecenderungan teknokratis apolitis itu partisipasi warga dalam proses pembangu
terlihat dalam beberapa publikasi fase for nan.27 Sementara yang hilang dalam uraian
matif Prisma. Hal yang konsisten dalam ar tentang problem urbanisasi yang disoroti
tikel-artikel di Prisma sejak awal terbit sam Prisma, misalnya, terkait pertautan corak
pai sekarang adalah keberpihakan terhadap kekuasaan dan kepentingan yang bekerja
kalangan yang terpinggirkan dalam proses serta perkembangan menuju tatanan kapital
pembangunan. Di tengah tekanan tatanan isme-otoritarianisme, baik yang memenga
ekonomi-politik pada masa Suharto maupun ruhi pola urbanisasi maupun diskusi tentang
dominasi pengetahuan teknokratik tentang kesempatan ekonomi-politik yang tersedia
pembangunan dalam ranah ekonomi, politik,
27
Lihat, Soelaeman Soemardi, “Kerangka Permasalahan:
26
Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan…, hal. 459- Kebijaksanaan Nasional Pengembangan Perkotaan”,
460. dalam Prisma, Vol. 1, No.7, Desember 1972, hal. 3-6.
TOPIK
36 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
untuk membangun kekuatan politik alter pembangunan, seperti halnya diskusi dalam
natif di antara kalangan yang tersingkir dan arus utama pandangan teknokratik, agama ti
marginal dalam mendorong perubahan sos dak ditempatkan sebagai narasi yang mampu
ial yang lebih demokratik. menggugat problem otoritarianisme, pelang
Salah satu tilikan mengenai bagaimana garan HAM, serta penguasaan sumber
paradigma pembangunan menjadi arus uta daya oleh segelintir elite pada masa rezim
ma dalam kajian intelektual di Prisma—de Suharto.
ngan absennya penghampiran kritis untuk Tendensi “teknokratik apolitis” pada fase
membongkar kepentingan dan relasi kekuasa awal Jurnal Prisma sangat mencolok bila
an dari diskursus pembangunan dalam kon kita menyaksikan salah satu momen penting
struksi ideologi rezim Suharto—tampak pada periode awal rezim Suharto, yakni ko
dalam tulisan mengenai “Iman, Amal dan rupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam
Pembangunan.” Dalam edisi “Agama dan tubuh Pertamina, sebuah BUMN vital di
Pembangunan” itu, awak Redaksi Pris- bidang usaha perminyakan. Terkait posisi
ma menekankan agar pembangunan tidak minyak dan gas bumi sebagai komoditas
menempatkan agama sebagai objek secara ekspor terbesar di Indonesia, analisis dalam
manipulatif semata-mata sebagai instrumen artikel di Prisma lebih menekankan arti
pembangunan. Sehubungan dengan relasi penting ekspor migas itu sebagai penghasil
antara agama dan pembangunan, Prisma devisa terbesar. Uraian terkait hal tersebut
menekankan agar capaian pembangunan ti berada pada ruang lingkup formulasi kebi
dak hanya diukur dari kesejahteraan mate jakan ekonomi dengan pendekatan ekonomi
rial, namun juga menempatkan nilai-nilai keynesian melalui campur tangan negara
agama sebagai bagian dari tolok ukur pem dalam menjaga stabilitas pasokan ekspor
bangunan. Upaya merumuskan tujuan-tu dan formulasi kebijakan moneter dan fiskal.
juan pembangunan tidak bisa melepaskan Namun demikian, di antara berbagai kajian
dimensi moral agama di dalamnya. Karena dan analisis tentang hal itu, yang luput di
itu, di dalam proses pembangunan sangat perhatikan adalah kekuatan sosial manakah
perlu melibatkan dimensi agama.28 yang menguasai Pertamina? Bagaimana
Yang tak terpikirkan atau luput dalam penguasaan tersebut mendorong potensi dan
analisis Prisma di edisi “Agama dan Pem praktik rente ekonomi maupun pembajakan
bangunan” tersebut adalah ruang-ruang sumber daya negara serta bagaimana corak
terkait bagaimana agama menjadi diskur dan struktur kekuasaan melanggengkan ko
sus kritis yang berpotensi mempertanyakan rupsi yang tengah berlangsung.29
asumsi-asumsi utama ideologi pembangunan Pada periode awal sejak terbit kali per
yang diusung oleh rezim Suharto. Eksplorasi tama pada 1971 sampai 1976, Prisma mem
kritis edisi itu tidak menyentuh bagaimana produksi sejumlah artikel yang banyak di
agama sebagai kekuatan kritik sehubungan pengaruhi oleh praktik diskursif dominan,
dengan arah perjalanan rezim Suharto yang yaitu wacana teknokratik yang sejalan de
makin menunjukkan corak kekuasaan oto ngan fase transisional menuju sistem kapita
riter serta terbangunnya proses pembajakan lisme di negara-negara Dunia Ketiga. Dalam
sumber daya negara yang berlangsung sejak konteks domestik, penciptaan tatanan kapi
awal pemerintahan Suharto. Walaupun argu talisme dengan “corak” Negara Bonapartis
men edisi tersebut menolak instrumentalisa (di tengah absennya kaum borjuasi nasional)
si serta manipulasi agama di bawah tujuan dan beraliansi dengan kekuatan sosial domi
nan yang cenderung konservatif (aliansi
28
Lihat, Dewan Redaksi, “Iman, Amal, dan Pembangun
an: Sebuah Memorandum Pengantar”, dalam Prisma,
29
Vol. 4, No. 4, Agustus 1975, hal. 3-8. Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan…, hal. 461.
TOPIK
Airlangga Pribadi
Grace Kusman,
L dan Dialektika
Douglas K, KaryaMitra-Kritis:Lima Puluh Tahun
Tugas Akhir Mahasiswa Pergumulan
Indonesia Prisma
tentang “1965” 37
dengan tentara di bawah kendali Suharto) awalnya, rezim Suharto tampil mengganti
luput dari pertimbangan. Kondisi dan corak pemerintahan Sukarno dengan harapan di
struktural seperti itu jelas menempatkan po kalangan aktivis dan intelektual merupakan
sisi intelektual Prisma sebagai mitra-kritis bagian dari enlightened epistemic communi-
rezim Suharto. ty (komunitas epistemik yang tercerahkan).
Dalam beberapa edisi berikutnya, Prisma Salah satu “komunitas tercerahkan” pendu
menemukan sejumlah masalah yang dihadapi kung utama rezim Suharto adalah komunitas
pada fase pembangunan awal rezim Suharto LP3ES dengan Jurnal Prisma. Komunitas
dengan keberpihakan pada kondisi ekonomi itu memandang rezim Suharto sebagai “mi
rakyat kecil mulai dari formulasi pemba tra” sosial yang dapat menjadi pelindung
ngunan, problem urbanisasi, relasi agama sekaligus penyambung pandangan-pandang
dan pembangunan, hingga kalkulasi sektor an rasional, egalitarian, kebebasan, rasionali
migas sebagai ekspor unggulan Indonesia. tas-pragmatis, dan keterbukaan terhadap du
Namun, berkait dengan bagaimana Prisma nia luar. Pandangan-pandangan modernisasi
menempatkan persoalan tersebut, Redaksi sosial, politik, dan ekonomi yang diusung
Prisma dan artikel-artikel di dalam jurnal oleh aktivis dan intelektual kelas menengah
ini mengambil posisi teknokratik seperti hal yang tergabung pada angkatan 66 itu menjadi
nya yang menjadi fokus dari narasi diskursif landmark untuk menggugat rezim Sukarno
pengetahuan ilmu-ilmu sosial (politik, eko yang dianggap sarat dengan jargon-jargon
nomi, sosiologi, dan antropologi) yang be politik dan retorika grandiose yang tidak
rangkat dari paradigma pembangunan (de- memiliki substansi rasional dan mengham
velopmentalism). Perubahan sosial menuju bat Indonesia menuju tatanan modern.30
masyarakat modern ditinjau dari sudut pan Namun demikian, setelah kurang lebih
dang orientasi nilai-nilai kemajuan yang sepuluh tahun Suharto berkuasa, pencerahan
dapat membebaskan masyarakat dari sikap yang diharapkan kaum muda itu terbentur
mental yang enggan beradaptasi dengan pe batu karang struktur kekuasaan yang didu
rubahan serta abai terhadap pertarungan so kungnya. Alih-alih mendorong modernisasi
sial dan konflik sebagai kesempatan dalam politik yang mengarahkan kekuasaan poli
mendorong perubahan sosial. Selain itu, tik di Indonesia menjadi lebih terbuka dan
tidak muncul tinjauan kritis yang mengin menghormati kebebasan individu, rekayasa
terogasi asumsi-asumsi teoretis dan paradig pembangunan politik yang menekankan
ma pembangunan serta corak relasi penge stabilitas sosial dan tertib politik membuat
tahuan, kepentingan, dan kekuasaan rezim kekuasaan menjadi tertutup terhadap kri
Orde Baru. Dalam konteks itulah, Prisma tik. Sementara struktur piramida kekuasaan
mendaku, setidaknya pada fase formatifnya, rezim Suharto yang hierarkis justru berkon
tidak pernah mendorong dan menggugat se tradiksi dengan nilai-nilai egalitarianisme
cara kritis mitranya, yakni rezim Suharto. yang menjadi identitas diri kalangan intelek
tual dan aktivis mahasiswa. Pada kenyataan
nya, pola pembangunan yang diasumsikan
Bangkitnya Kritik terhadap sebagai proses adaptasi terhadap perubahan
dari luar dan keterbukaan terhadap tatanan
Kekuasaan, 1977-1998 kapitalisme memunculkan ketimpangan
sosial yang menjadi berkah bagi segelin
Setelah satu dekade pemerintahan Suharto
dan kurang lebih enam tahun usia Prisma,
mulai muncul pertanyaan terkait arah dan 30
Lihat, Francois Raillon, Politik dan Ideologi Maha-
corak kekuasaan serta berbagai dilema dalam siswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi Orde
proses dan dinamika pembangunan. Pada Baru 1966-1974 (Jakarta: LP3ES, 1985).
TOPIK
38 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
tir orang dan kutukan bagi sebagian besar an dan modernisasi menjadi instrumen
lapisan masyarakat miskin di Indonesia. kontrol yang efektif alih-alih jalan rasional
Posisi redaksi serta artikel-artikel Prisma untuk membebaskan manusia Indonesia
mengabaikan adanya “gajah” di dalam ruan dari kondisi keterbelakangan, kebodohan,
gan (relasi kekuasaan, pertarungan sosial, dan dan ketertutupan politik. Rasio dan pemba
kepentingan yang menyertainya) serta ber ngunan yang semula dianggap sebagai jalan
fokus pada jawaban-jawaban sempit bersifat masyarakat Indonesia untuk keluar dari san
teknokratik yang tidak menyentuh kursi pa dera mitos, tradisi, dan kolektivisme yang
nas kekuasaan. Tragedi di kalangan aktivis merepresi individualitas, ternyata berbalik.
intelektual angkatan 66 beserta awak LP3ES Di bawah rezim Suharto dengan ditopang
dan Prisma itu dapat dianalogikan dengan— oleh militer membentuk struktur kekuasaan
tentunya membutuhkan penyesuaian kon otoritarianisme. Kesadaran kewargaan tidak
tekstual—argumen pendiri mazhab Frank tercipta dan masyarakat ditempatkan seka
furt Max Horkeimer dan Theodor Adorno dar instrumen bagi realisasi tujuan-tujuan
sebagai proses Dialektika Pencerahan (Dia- pembangunan.
lectic of Enlightenment).31 Pada awalnya, Para aktivis dan intelektual, khususnya
mereka memilih jalan yang menempatkan eksponen Prisma dan LP3ES, mulai me
supremasi rasio melalui gagasan pembangun nyadari perjalanan corak kekuasaan yang
an dan modernisasi. Lintasan perjuangan bertolak belakang dengan harapan mereka
politik yang mengedepankan pentingnya kurang lebih satu dekade sebelumnya. Mo
rasio yang membimbing jalan kemodernan men otokritik terhadap perjalanan Prisma
dianggap mampu mengeluarkan masyarakat sekaligus menandai terbukanya ruang re
Indonesia dari keterbelakangan, kemiskinan, daksi untuk artikel-artikel yang menggu
korupsi, mitologisasi pemimpin karismatik, gat jalannya kekuasaan dimulai pada tahun
kepengapan benturan politik dalam tatanan 1977, meski porsi terbesar dalam Prisma
politik tertutup, dan segenap persoalan yang tetap diberikan pada pandangan-pandangan
dalam bingkai diskursus modernisasi dipan teknokratik-administratif. Kritik terhadap
dang sebagai simptom dari pola pikir dan kekuasaan yang tersua dalam Jurnal Prisma
orientasi nilai masyarakat tradisional. memang berjalan perlahan-lahan. Dalam
Dalam jangka waktu sepuluh tahun ter Prisma Nomor 8, Agustus 1977, dengan
jadi momen dialektik dan pembalikan se tajuk “Manusia dalam Kemelut Sejarah”,
jarah. Rasionalitas yang dituntun oleh para gelegar kritik sosial terhadap kekuasaan
digma modernisasi dan pembangunan serta rezim Suharto mulai dilontarkan melalui se
perjalanan struktur rezim Suharto ternyata jumlah artikel biografi sejumlah tokoh Indo
tidak merealisasikan aspirasi kaum terdidik nesia masa lalu yang telah meninggal dunia.
intelektual, seperti kebebasan politik, kese Pada edisi itu, kritik terhadap rezim Su
taraan, dan keadilan sosial. Bahkan, berto harto tidak secara eksplisit diartikulasikan
lak belakang. Rezim memperagakan corak sebagai kritik terhadap struktur ekonomi-
kekuasaan yang ditandai oleh penundukan politik ataupun watak kekuasaan Suharto.
gerakan sosial dan gerakan mahasiswa, Uraian atas beberapa tokoh atau pemimpin
pembungkaman politik dan proses depoliti masa lalu, seperti Sukarno, Tan Malaka, Su
sasi massa, serta pelestarian feodalisme yang tan Sjahrir, Amir Sjarifuddin, Haji Agus Sa
merawat hierarki sosial. Narasi pembangun lim, dan lain-lain, dengan kekuatan pikiran,
aksi, dan karakter masing-masing ditempat
kan sebagai kaca benggala terhadap wajah
31
Lihat, Max Horkheimer dan Theodor W Adorno, Dia- buram kekuasaan Suharto. Dengan jalan itu,
lectic of Enlightenment: Philosophical Fragments secara tidak langsung biografi intelektual
(California, AS: Stanford University Press, 2002). mereka yang telah wafat menjadi semacam
TOPIK
Airlangga Pribadi
Grace Kusman,
L dan Dialektika
Douglas K, KaryaMitra-Kritis:Lima Puluh Tahun
Tugas Akhir Mahasiswa Pergumulan
Indonesia Prisma
tentang “1965” 39
“hantu”, baik bagi kalangan intelektual mi berhasil mendeteksi potensi fasisme dalam
tra rezim Suharto maupun terhadap corak gerakan revolusioner Indonesia menuju ke
kekuasaan itu sendiri. Di hadapan keme merdekaan. Tendensi tersebut muncul dari
wahan khazanah intelektual dan bagaimana warisan penjajahan Jepang terhadap generasi
para pemimpin masa lalu memperjuangkan muda era kemerdekaan. Di bawah kontrol
rakyat dan republik, realitas kekuasaan yang dan komando Jepang, sebagian besar dari
dikawal dalam relasi kemitraan oleh angkat mereka hanya memahami bahasa kekerasan
an 66 dan para intelektual serta teknokrat dengan kecondongan nasionalisme yang
makin terlihat kusam dan lusuh. chauvinistik. Bila tendensi fasisme generasi
Dibuka dengan tulisan Onghokham yang muda angkatan 45 yang hanya memahami
berbicara tentang tragedi Sukarno yang “ter bahasa kekerasan, lantas bagaimana ketika
kucil” sendiri di akhir kekuasaannya meng dibandingkan dengan satu dekade era Orde
hadapi konflik dan guncangan politik. Menu Suharto, saat sikap intelektual generasi 66
lis dengan gugatan atas sikap intelektual dan yang memiliki pendidikan tinggi terbaratkan
aktivis angkatan 66 maupun para elite politik dan menjadi mitra rezim Suharto perlahan-
atas pelupaan sejarah akan peran dan kon lahan menjelma menjadi pemerintahan de
tribusi Sukarno terhadap Indonesia, Ong ngan corak kekuasaan neo-fasisme?33
hokham tetap menjaga keseimbangan dalam Pada Tan Malaka dalam besutan Alfian,
mengurai kekuatan gagasan dan kelemah dikemukakan cita-cita Indonesia yang dia
an intelektualitas Sukarno yang terlalu rintis dalam Naar de Republik Indonesia dan
mengedepankan gambaran besar dan kerap Madilog menghasilkan sebuah slogan politik
abai terhadap detail. Di dalam tulisan itu luar biasa: Merdeka 100%. Slogan itu secara
terselip sebuah uraian dialektik yang tajam langsung menegaskan bahwa di Indonesia
bagi para penentang Sukarno dan pengawal yang merdeka dari kendali maupun kontrol
Orde Suharto. Di balik ide-ide mercusuar dominatif kekuatan sosial dominan kaum
dan gagasan anti-Nekolim Sukarno serta per kolonial adalah tujuan dari berdirinya Indo
hatiannya terhadap rakyat Indonesia dalam nesia. Seruan itu dalam sekelebat memun
melawan stelsel kapitalisme yang digugat culkan nuansa humor gelap tentang wajah
oleh aktivis Angkatan 66, bukankah corak Indonesia pada rezim Suharto yang ditopang
kekuasaan rezim Suharto yang bergerak oleh gagasan pembangunan. Rakyat men
menuju negara kapitalis oligarki otoritarian jadi instrumen dan di bawah aliansi sosial
(via pembangunan) dan membajak sumber bisnis-politik-militer dominan terpusat pada
daya negara sedikit banyak membenarkan Suharto ditempatkan menjadi perkakas dan
kekhawatiran Sukarno tentang suatu masa instrumen pembangunan.34
bila Indonesia berada di bawah tatanan kapi Pembalikan sikap Prisma dari sebelumnya
talisme?32 sebagai mitra Orde Suharto dan cenderung
Melalui torehan YB Mangunwijaya, figur ogah-ogahan membongkar corak kekuasaan
Sutan Sjahrir dikedepankan sebagai aktivis rezim ini beralih pada lintasan kritik meru
intelektual politikus yang memiliki ketenang pakan sikap berani yang patut diapresiasi.
an luar biasa dan rasional dalam perjuang Hal itu mengingat bahwa periode 1977-1988
an politiknya. Mangunwijaya secara tajam adalah puncak emas Orde Suharto sehubung
mengulas pamflet politik Sjahrir Perdjoeang
an Kita. Dalam mengeksplorasi pikiran-
pikiran kritis Sutan Sjahrir, Mangunwijaya 33
YB Mangunwijaya, “Dilema Sutan Sjahrir: Antara
Pemikir dan Politikus”, dalam Prisma, Vol. 6, No.8,
Agustus 1977, hal. 24-56.
34
Alfian, “Tan Malaka: Pejuang Revolusioner yang Kese
32
Onghokham, “Sukarno: Mitos dan Realitas”, dalam pian”, dalam Prisma, Vol. 6, No. 8, Agustus 1977, hal.
Prisma, Vol. 6, No.8, Agustus 1977, hal. 3-14. 57-76.
TOPIK
40 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
an dengan naiknya harga minyak (oil boom) wilayah masyarakat sipil, khususnya dunia
yang memberikan berkah kemakmuran luar perguruan tinggi dan institusi-institusi ke
biasa besar. Rezeki sumber daya migas yang agamaan seiring dengan kondisi keberlim
besar itu kemudian sejalan dengan menguat pahan ekonomi dampak dari oil boom. Be
nya konsentrasi kekuasaan rezim Suharto sarnya sumber daya ekonomi dan kebutuhan
beserta aliansinya untuk mengooptasi ele rezim Suharto dalam menjaga tertib politik
men-elemen masyarakat sipil, melancarkan mendorong upaya untuk melakukan domes
depolitisasi massa, mempererat relasi rente tikasi dan penundukan lebih intensif terha
ekonomi, dan mengonsolidasi bisnis-politik dap warga negara. Dalam kondisi seperti itu,
pemegang kekuasaan. Pada periode tumbuh proses penundukan masyarakat sipil yang
nya gejolak resistensi terhadap kekuasaan dilakukan oleh rezim berhadapan dengan
Suharto, Prisma juga mengusung tema ten kekuatan Islam yang dipandang sebagai an
tang “peranan militer” saat ABRI berada di caman. Hal itu diindikasikan dengan tampil
puncak kekuasaan. Terbit pada tahun 1980, nya Partai Persatuan Pembangunan yang
edisi itu mengkritik peran salah satu pilar meraih 29,3 persen suara pada Pemilu 1977
fundamental rezim Suharto, yaitu militer, dan walk-out-nya partai politik ini dalam Si
dalam wilayah sosial-politik melalui dok dang MPR 1978 seiring dengan gencarnya
trin dwi fungsi ABRI. Edisi itu sekaligus indoktrinasi ideologi Pancasila melalui pe
menggugat tesis Samuel Huntington tentang nataran P4.
kebutuhan akan kekuatan sosial dominan Dalam perenungan cukup mendalam ber
yang memegang kekuasaan sebagai penjaga hadapan dengan ketegangan antara negara
stabilitas politik dan tertib sosial. Jenderal dan Islam, Gus Dur menguraikan bagaimana
(purn) TB Simatupang, misalnya, menulis tendensi otoritarianisme negara menjadikan
bahwa relevansi peran sosial-politik militer Pancasila sebagai ideologi negara yang sen
saat itu membuka ruang bagi profesionalitas tralistik dengan tidak memberikan ruang me
ABRI sebagai alat pertahanan negara di masa madai bagi proses komunikasi intersubjektif
depan.35 Sementara itu, Onghokham secara dengan kekuatan masyarakat sipil, seperti
tajam mengingatkan bahwa masa modern lembaga keagamaan. Sementara itu, di sisi
yang mengecam keterlibatan militer dalam lain, kecenderungan negara yang hendak
politik sebagai rezim praetorian menuntut menerapkan ideologi negara secara mono
profesionalitas tentara dan keluarnya militer litik dan sebagai instrumen penundukan
dari ranah sosial-politik.36 membuat kalangan keagamaan memahami
Kritik terhadap rezim Suharto terus ber hal ini sebagai ancaman terhadap mereka.
gulir dan memunculkan artikel-artikel yang Ketegangan dan kebutuhan akan komunika
kuat dan tajam membedah watak kekuasaan. si yang lebih terbuka antara negara dan ma
Salah satu artikel yang menarik ditulis oleh syarakat sipil tersebut didorong oleh artikel
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berjudul Gus Dur ini menuju pada kritik terhadap
“Agama, Ideologi, dan Pembangunan” yang tatanan politik yang tertutup dan kebutuhan
terbit pada 1980. Ditulis dalam konteks rezim mendesak untuk membuka ruang demokrasi
Suharto tengah berada di puncak kekuasaan dan kebebasan berpendapat berdasarkan hak
yang ditandai oleh domestikasi terhadap asasi manusia.37
Pada edisi-edisi berikutnya, selain mem
buka diri terhadap artikel-artikel kritis yang
35
TB Simatupang, “Menelaah Kembali Peranan TNI: Re
fleksi Kesejarahan dan Perspektif Masa Depan”, dalam
Prisma, Vol. 9, No. 12, 1980, hal. 12-26.
37
36
Onghokham, “Kedudukan Politik Kaum Militer dalam Abdurrahman Wahid, “Agama, Ideologi, dan Pemba
Sejarah”, dalam Prisma, Vol. 9, No. 12, 1980, hal. 27- ngunan”, dalam Prisma, Vol. 9, No. 11, November
38. 1980, hal. 11-20.
TOPIK
Airlangga Pribadi
Grace Kusman,
L dan Dialektika
Douglas K, KaryaMitra-Kritis:Lima Puluh Tahun
Tugas Akhir Mahasiswa Pergumulan
Indonesia Prisma
tentang “1965” 41
membongkar dan “menguliti” kekuasaan kekuasaan Orde Baru, namun juga fondasi
Orde Suharto, Prisma menyajikan beberapa struktural kapitalisme dunia berjudul “Pem
tulisan berbobot tentang kritik struktural ter bangunan dan Kekerasan Struktural: Agenda
hadap negara. Tulisan pengantar yang mem Riset Perdamaian.” Dalam artikel tersebut
buka pintu Prisma terhadap kajian-kajian Dawam menguraikan bahwa tendensi ke
Marxis struktural, misalnya, diawali oleh kerasan dalam praktik pembangunan tidak
artikel Arief Budiman berjudul “Bentuk dapat dilepaskan dari pola akumulasi kapital
Negara dan Pemerataan Hasil-hasil Pem di dalam tatanan kapitalisme era Perang Di
bangunan.” Dalam artikel itu, Arief Budi ngin. Pola akumulasi kapital itu hanya dapat
man menguraikan kompleksitas teori negara bekerja dengan menjaga ketimpangan sosial
dalam analisis Marxis tentang bagaimana antara negara maju dan Dunia Ketiga. Dalam
kedekatan kaum borjuasi terhadap negara konstruksi pengawalan sistem kapitalisme
dalam tatanan kapitalisme memberi ruang yang mensyaratkan ketimpangan seperti itu,
kepada mereka untuk mendiktekan arah kekerasan militer bukan hanya menopang
kebijakan bagi perluasan kepentingan mere tatanan sosial, melainkan juga menjadi ba
ka. Selanjutnya, Arief Budiman menjelas gian fundamental dari relasi aliansi kekuatan
kan relasi dialektik antara kekuatan sosial sosial dominan yang bekerja pada tataran
dan kondisi struktural yang memengaruhi global dan membentuk military-industrial
pemerataan hasil-hasil pembangunan kepa complex. Dawam Rahardjo menegaskan bah
da masyarakat luas.38 Dalam edisi “Negara wa upaya untuk menyudahi ekspansi kapi
dan Pembangunan” ini, Prisma secara be talisme yang berbasis penghancuran tatanan
rani menyertakan tulisan Jacques Leclerc humanitas itu membutuhkan formulasi per
tentang perjalanan salah satu tokoh politisi damaian yang mau tidak mau mengaitkan
Kiri, Dipa Nusantara Aidit, yang pada masa solidaritas global.41
pemerintahan Suharto dianggap pamali un Artikel ikonik Dawam Rahardjo di Pris-
tuk diucapkan apalagi disajikan dalam ben ma yang memperlihatkan mazhab pemikiran
tuk tulisan.39 yang dia pegang dalam menganalisis per
Salah satu bukti makin terbukanya soalan adalah uraiannya tentang pendekatan
Prisma dengan horizon dan perspektif pro historis-struktural. Melalui pendekatan kritis
gresif, bahkan dalam dimensi strukturalis, historis-struktural, Dawam mencoba men
misalnya, terlihat pada tulisan-tulisan M jawab bagaimana agar pendekatan yang cen
Dawam Rahardjo sejak tahun 1979. Seperti derung merumuskan hukum-hukum sosial
halnya tulisan lain pada awal-awal publi ini tidak terjebak pada generalisasi seperti
kasi Prisma, Dawam berfokus pada kajian diingatkan oleh Karl Popper. Bagi Dawam,
analisis berskala mikro. Seiring perubahan alih-alih membelenggu pembacaan atas reali
orientasi intelektual dalam Prisma pasca- tas dengan mengatasnamakan determinisme
1977, artikel-artikel Dawam Rahardjo lebih sejarah, pendekatan kritis historis-struktural
menekankan analisis teoretis-kritis dibekali justru membuka ruang lebih lapang bagi
data lapangan yang kuat.40 Salah satu tu perumusan alternatif pembangunan di luar
lisannya yang menggugat tidak hanya corak developmentalisme; mengingat kekuatan
pendekatan ini dalam melihat susunan dan
38
Arief Budiman, “Bentuk Negara dan Pemerataan Hasil-
hasil Pembangunan”, dalam Prisma, Vol. 11, No. 7, Juli Pengamatan”, dalam M Dawam Rahardjo, Ekonomi-
1982, hal. 3-14. Politik Pembangunan (Jakarta: LSAF, 2012), hal. xlix-
39
Jacques Leclerc, “Aidit dan Partai pada Tahun 1950”, l.
41
dalam Prisma, Vol. 11, No. 7, Juli 1982, hal. 61-79. Lihat, M Dawam Rahardjo, “Pembangunan dan Ke
40
Kata Pengantar Tarli Nugroho, “Pandangan Historis- kerasan Struktural: Agenda Riset Perdamaian”, dalam
Struktural Kerakyatan M Dawam Rahardjo: Sebuah Prisma, Vol. 10, No. 3, Maret 1981.
TOPIK
42 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
TOPIK
Grace
Airlangga L dan
Pribadi Douglas
Kusman, K, KaryaMitra-Kritis:Lima
Dialektika Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia
Puluh Tahun tentang “1965”
Pergumulan Prisma 43
yang muncul dalam Prisma secara umum Dalam edisi itu, Ariel Heryanto menganali
dapat ditinjau dari sudut pandang kritik sis tentang bagaimana bahasa menjadi pen
struktural, analisis kebudayaan kritis, dan dorong transformasi sosial dalam perjalanan
wacana penguatan posisi perempuan. Dalam sejarah kebangsaan Indonesia.58 Sementara
dimensi kritik struktural, Vedi Hadiz dalam itu, Dede Oetomo, penulis lainnya, mengu
“Catatan tentang Debat Demokrasi Ekonomi raikan hubungan antara bahasa dan artikula
di Indonesia” menegaskan bahwa tampil si politik kelas. Dia menjelaskan lebih lanjut
nya kembali diskursus demokrasi ekonomi bahwa salah satu “kelebihan” dari kekuatan
dan keadilan sosial agar tidak menjadi jar pergerakan nasional kelas menengah tahun
gon membutuhkan desakan struktural dari 1920-an adalah kemampuan mereka dalam
bawah dan keterbukaan politik. Berangkat menghadirkan bahasa yang berdimensi ke
dari pelajaran historis proses demokrasi dan rakyatan dan persamaan derajat sebagai ba
pemajuan ideologi demokrasi dan keadilan gian penting dari sejarah perjuangan bang
di beberapa negara Eropa, maka kemenang sa.59
an suatu artikulasi ideologi tertentu sangat Kritik dalam diskursus feminisme juga
ditentukan oleh pertarungan sosial dan mendapatkan ruang cukup luas dalam edi
kontestasi politik. Karena itu, sebagaimana si-edisi Prisma. Beberapa artikel tentang
diuraikan Vedi Hadiz, ada semacam kebu pembebasan perempuan yang tersua dalam
tuhan demokrasi politik untuk mewujudkan jurnal itu menggabungkan diskursus femi
pemenuhan janji-janji ideologis demokrasi nisme dengan analisis struktural. Maria
ekonomi dan keadilan sosial.55 Pakpahan yang menulis di Prisma dengan
Salah satu renungan mendalam yang judul “Perempuan dan Program Penyesuaian
menggabungkan dialog intens ala kajian Struktural”, misalnya, menguraikan beleng
antropologis dengan nuansa strukturalis, gu struktural terhadap kaum perempuan di
misalnya, ditorehkan oleh Fachry Ali dalam Indonesia tidak hanya terpenjara oleh kon
esainya tentang petani dan tanah. Bagi pet sentrasi kekuasaan rezim Suharto, namun
ani, kepemilikan tanah bukan hanya peris juga berjalin kelindan dengan arahan struk
tiwa ekonomi, namun terkandung di dalam tural kapitalisme yang melalui institusi IMF
nya adalah martabat. Tanah bagi kalangan dan Bank Dunia mensyaratkan Program
petani adalah pintu pembuka untuk keluar Penyesuaian Struktural (Structural Adjust-
dari alienasi ekonomi dan sumber daya yang ment Program) menyeret Indonesia dalam
dibutuhkan untuk mengelola kondisi hidup pusaran struktur tatanan kapitalisme sekali
sehari-hari. Karena itu, segenap perampasan gus makin menindas dan membebani posisi
terhadap tanah bagi petani adalah bentuk kaum perempuan Indonesia.60
eksploitasi dan penindasan atas kehidupan.56 Pada edisi Prisma yang sama, Hesti R
Analisis kritis tidak hanya dielaborasi Wijaya memperdalam analisis Maria Pakpah
dalam aras struktural, namun juga dalam di an dengan menguraikan lapis-lapis penin
mensi kajian kultural-kritik.57 Hal itu tampak dasan yang dihadapi perempuan desa terkait
jelas dalam, misalnya, edisi Prisma bertema integrasi Indonesia dengan kapitalisme glo
“Bahasa, Kekuasaan, dan Perubahan Sosial.”
58
Ariel Heryanto, “Berjangkitnya Bahasa-Bangsa di In
donesia”, dalam Prisma, Vol. 18, No. 1, 1989, hal. 3-
55
Vedi R Hadiz, “Catatan tentang Debat Demokrasi 16.
59
Ekonomi di Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 18, No. 7, Dede Oetomo, “Bahasa Indonesia dan Kelas Menengah
1989, hal. 19-33. Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 18, No. 1, 1989, hal.
56
Fachry Ali, “Tanah dan Eksistensi Petani”, dalam Pris- 17-29.
60
ma, Vol. 18, No. 4, 1989, hal. 52-53. Maria Pakpahan, “Perempuan dan Program Penye
57
Hadiz, “Catatan tentang Debat Demokrasi…”, hal. 19- suaian Struktural”, dalam Prisma, Vol. 24, No. 6, Juni
33. 1995, hal. 27-41.
TOPIK
44 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
bal; imperatif struktural yang dikedepankan dan governance, dipandang menjadi panasea
institusi keuangan internasional menjadi politik bagi negara yang sedang melakukan
bagian dari struktur penindasan terhadap transisi dari tatanan politik otoritarian. For
kaum perempuan di desa.61 Sampai dengan mula demokrasi liberal dan ekonomi pasar
lengsernya Suharto, meski dukungan fasili bebas dianggap menjadi formula terbaik
tas dari institusi rezim Suharto cukup signifi bagi negara-negara di seluruh dunia sebagai
kan, terutama setelah tahun 1977, Prisma akhir dari sejarah manusia.62
memperlihatkan dan tetap menjaga komit Bagi kalangan yang menggeluti kajian so
men terhadap agenda-agenda demokrasi, sial kritis, perubahan diskursus pengetahuan
baik secara struktural, kultural, dan insti dari developmentalisme menuju demokrasi
tusional. Seiring dengan jatuhnya Suharto dan rezim governance masih kuat mewarisi
ditelan pusaran krisis ekonomi, Prisma pun tendensi kepentingan dan kekuasaan rezim
“mati suri” dan hanya sempat terbit satu kali pengetahuan sebelumnya. Demokrasi dan
pada 1998. Namun, mati suri bukanlah akhir governance ditujukan tidak untuk kebe
dari segalanya. Pada era pasca-otoritarian basan dan pemuliaan martabat itu sendiri,
isme, Prisma muncul kembali sebagai jurnal namun kembali diarahkan pada upaya untuk
pengetahuan yang menginterogasi dan mem mengonsolidasi dan menginstalasi tatanan
bongkar problem pengetahuan, kekuasaan, kapitalisme. Sementara itu, rezim gover-
dan kepentingan yang tertanam dalam per nance di bawah lembaga donor dan insti
jalanan Indonesia pasca-Suharto. tusi keuangan internasional (IMF dan Bank
Dunia) bermaksud merevisi formula radikal
neoliberalisme untuk memajukan pasar dan
Keberlanjutan Kritik Negara mengamputasi negara menjadi formula yang
janggal sebagai tata kelola untuk merekonsi
Kapitalis-Oligarki, 2009-2021 liasi kepentingan pasar dan masyarakat sipil
melalui kata-kata kunci transparansi dan
Sebelum membahas kiprah Prisma pasca- akuntabilitas.63
otoritarianisme yang bangun setelah “tidur Mantra-mantra baru pembangunan, baik
panjang” selama lebih dari sepuluh tahun demokrasi maupun governance, seperti nara
(September 1998-Juni 2009), penting untuk si pengetahuan sebelumnya tetap memben
terlebih dahulu mempertimbangkan perubah tengi diri untuk tidak memberi ruang bagi
an rezim pengetahuan dominan dalam kajian tampilnya konflik dan pertarungan sosial
ilmu sosial pasca-Perang Dingin. Diskursus yang berpotensi mengganggu atau mem
developmentalisme sebagai narasi besar buat arah lintasan sejarah tidak terkelola dari
yang mengawal dan merawat tatanan kapi sudut pandang kapitalisme. Desain besar
talisme di era Perang Dingin dianggap se seperti itu cenderung mengabaikan konfi
lesai menjalankan tugasnya seiring dengan gurasi kekuasaan yang menyejarah di suatu
rontoknya Tembok Berlin dan terpecahnya tempat, seperti Indonesia, justru mampu
Uni Sovyet. Ketika tatanan dunia bebas (free “membajak” formula pengetahuan tersebut
world order) dipandang tidak lagi memiliki alih-alih mengarahkannya. Kondisi seperti
pesaing ideologis dari kubu sosialis, kekuat itu, di tengah perayaan demokrasi dan gover
an sosial dominan yang berkepentingan
terhadap proses integrasi seluruh dunia ke
dalam tatanan kapitalisme global, demokrasi, 62
Lihat, Francis Fukuyama, The End of History of The
Last Man (Free Press, 1992).
63
Lihat, Jolle Demers, Alex E Fernandez Jilberto, dan
61
Hesti R Wijaya, “Perdagangan Internasional, Perekono Barbara Hogenboom, Good Governance in the Era
mian Pedesaan dan Perempuan dalam Era Globalisasi”, of Global Neoliberalism (AS dan Canada: Routledge,
dalam Prisma, Vol. 24, No. 6, Juni 1995, hal. 42-59. 2004).
TOPIK
Airlangga Pribadi
Grace Kusman,
L dan Dialektika
Douglas K, KaryaMitra-Kritis:Lima Puluh Tahun
Tugas Akhir Mahasiswa Pergumulan
Indonesia Prisma
tentang “1965” 45
TOPIK
46 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
juga ekstrem. Kondisi seperti itu menyulit Sukarno ditinjau kembali sebagai seorang
kan warga negara biasa untuk mendapat pemikir cum negarawan yang merumuskan
kan akses kekuasaan. Sementara itu, Vedi Pancasila. Begitu pula Yudi Latif dan para
R Hadiz dan Richard Robison menekankan penulis dalam edisi-edisi Prisma tentang Su
bahwa dominasi faksi-faksi oligarki dalam karno dan Pancasila, misalnya, menguraikan
arena ekonomi dan politik menyulitkan ber bahwa Sukarno adalah darah dan dagingnya
bagai inisiatif reformasi kelembagaan dalam Pancasila.
memotong kepentingan mereka. Untuk me Sementara itu, Daniel Dhakidae dalam
mutus lingkaran setan pertautan kepenting analisisnya terhadap “Pidato Lahirnja Pantja-
an dan kekuasaan seperti itu, maka harus Sila dari Sukarno” pada 1 Juni 1945 mem
ditempuh jalan dan inisiatif revolusi sosial, beri tafsir radikal bahwa alih-alih berbasis
baik dalam lintasan liberal maupun melalui petuah moralistik, Pancasila pada awal kela
lintasan alternatif lainnya.67 Publikasi ter hirannya justru ditulis berdasarkan analisis
kait ketegangan antara oligarki dan gerakan struktural yang menyejarah. Pancasila lahir
sosial juga dilanjutkan Prisma dalam edisi dari penggalian atas pengalaman sejarah dan
“Negara, Kesejahteraan & Demokrasi.” pembacaan Sukarno atas susunan bangunan
Dalam edisi itu muncul perdebatan antara masyarakat yang eksis beserta tesis-tesis
pihak yang meyakini gerakan sosial dapat politik bernegara untuk membebaskan ber
mendorong demokratisasi di tengah hambat bagai macam eksploitasi dan penindasan
an struktural dengan pihak yang melihat warga Indonesia.72 Melalui pemahaman
belenggu oligarki sangat menghambat dina atas tesis Pancasila di luar distorsi zaman
mika demokratisasi Indonesia dari bawah.68 Suharto yang sarat dengan desukarnoisasi,
Salah satu hal yang perlu diperhati Pancasila yang terlahir sebagai proses peng
kan dalam kemunculan kembali Prisma galian panjang Sukarno dimaknai dari sudut
adalah penempatan Sukarno dan Pancasila pandang kritis dengan membongkar problem
sebagai pintu pembuka untuk mengintero ketimpangan sosial dan efek neoliberalisme
gasi pendalaman ketimpangan sosial, krisis dalam konteks Indonesia.73 Dalam cara pan
kapitalisme, dan distorsi demokrasi dalam dang critical political studies, edisi “Repu
belenggu negara pasca-otoritarianisme. Seti blik & Keadilan Sosial” melihat secara kritis
daknya, Prisma menerbitkan tiga edisi yang sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh
bersinggungan dengan Sukarno dan Pancasi Rakyat Indonesia” sebagai seruan untuk
la, yakni “Sukarno: Membongkar Sisi-sisi membongkar dimensi historisitas material ke
Hidup Putra Sang Fajar”69, “Membongkar timpangan sosial di Indonesia dan mengapa
& Merangkai Pancasila”70, serta “Republik trajektori politik keadilan sosial dan kekuat
& Keadilan Sosial: Yang Terentas dan Yang an sosial yang menopangnya absen dalam
Tertinggal”.71 Dalam alam krisis kapital Indonesia pasca-otoritarianisme.
isme dan demokrasi pasca-Suharto, figur Prisma pasca-otoritarianisme juga me
nyasar tema-tema pertarungan sosial konkret
yang dihadapi rakyat Indonesia dalam
67
Lihat, Prisma, Vol. 33, No. 1, 2014, edisi “Demokrasi kerangka ketegangan antara modal dan la
di Bawah Cengkeraman Oligarki.”
68
Lihat, Prisma, Vol, 36, No. 1, 2017, edisi “Negara, Ke
sejahteraan & Demokrasi.”
69 72
Lihat, Prisma, Vol. 32, No. 2 & No. 3, 2013, edisi Daniel Dhakidae, “Lima Bulan yang Mengguncang
“Soekarno: Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Dunia: Kelahiran Pancasila, Proklamasi, dan Pendirian
Fajar.” Negara-Bangsa”, dalam Prisma, Vol. 37, No. 2, 2018,
70
Lihat, Prisma, Vol. 37, No. 2, 2018, edisi “Membong hal. 3-31.
73
kar & Merangkai Pancasila.” Yudi Latif, “Soekarno sebagai Penggali Pancasila”,
71
Lihat, Prisma, Vol. 39, No. 3, 2020, edisi “Republik & dalam Prisma, Edisi Khusus Vol. 32, No.2 & No.3,
Keadilan Sosial.” 2013, hal. 17-42.
TOPIK
Grace
Airlangga L dan
Pribadi Douglas
Kusman, K, KaryaMitra-Kritis:Lima
Dialektika Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia
Puluh Tahun tentang “1965”
Pergumulan Prisma 47
han (land). Dalam Prisma edisi “Negara & kat urban dan ketimpangan sosial di era pan
Kapital dalam Konflik Agraria”, Iqra Anu demi Covid-19. Problem struktural terkait
grah memberikan analisis kritis yang ta krisis neoliberalisme yang melanda dunia
jam terkait pengabaian analisis intelektual dan Indonesia, menurut Inaya, tidak hanya
atas gerakan sosial agraria sebagai subjek memunculkan ketimpangan sosial yang
gerakan penting dalam memaknai proses de semakin tajam, namun juga konsentrasi
mokrasi di Indonesia. Menurutnya, problem kekuasaan dan kemakmuran pada segelintir
agraria berpengaruh besar terhadap kualitas kelas sosial dominan. Persoalan akumulasi
demokrasi Indonesia. Iqra mengelaborasi melalui perampasan lahan atau dorongan
empat persoalan penting, yakni perampasan menuju masyarakat konsumtif dengan
tanah, laju diferensiasi kelas di perdesaan, ketidakstabilan pendapatan kelas menengah
kesenjangan sosio-ekonomi, dan kualitas rentan maupun tekanan ekonomi yang se
demokrasi lokal. Semua itu memengaruhi makin mendalam bagi masyarakat urban,
kondisi demokrasi di Indonesia. Karena menjadi indikasi bagi krisis kapitalisme di
itu, menurut Iqra, proses dialektika gerakan era pandemi Covid-19. Inaya Rakhmani
agraria dengan kekuasaan perlu diperhatikan juga mengartikulasikan kembali pentingnya
secara lebih saksama untuk membaca “kete peran intelektual publik dalam menyuarakan
patan” dinamika demokrasi di Indonesia.74 keresahan warga dan dengan pengetahuan
Perjalanan Prisma untuk membongkar kritis yang dimilikinya membongkar corak
corak kekuasaan beserta kepentingannya kekuasaan dan kepentingan kelas domi
dalam penataan pembangunan di era demo nan untuk membuka jalan baru bagi upaya
krasi dan governance bergerak semakin ta melampaui problem masyarakat kapitalis di
jam dalam publikasi-publikasinya. Terbitan Indonesia.77
Prisma paling mutakhir berjudul “Transfor Bangkit dan terbitnya kembali Prisma
masi Ruang Kota: Mencari Keadilan Sosial- pasca-otoritarianisme memperlihatkan ruang
Ekologis”, misalnya, mengurai problem- yang semakin terbuka dari awak redaksi atas
problem perkotaan dengan sudut dan cara tampilnya kajian-kajian kritis, baik terhadap
pandang struktural, baik dalam pembacaan narasi demokrasi liberal dan governance
persoalan perkotaan di beberapa kota, seperti maupun kontradiksi terkait benturan antara
di Semarang, sebagaimana ditulis oleh Bos tatanan neoliberal governance dan corak
man Batubara dan Eka Handriana75 maupun kekuasaan oligarki di Indonesia. Sebagai ju
dilema antara smart city dalam transisi dari rnal prestisius yang menjaga standar intelek
masyarakat agraria sebagaimana diuraikan tual dan terbuka terhadap berbagai ragam
dengan tajam dan jernih oleh Rita Padawa pemikiran kritis, komunitas epistemic Pris-
ngi.76 ma tetap menjadi ruang bagi kalangan en-
Salah satu ulasan menarik dalam edisi itu lighten epistemic community dari komunitas
adalah Esai yang ditulis Inaya Rakhmani. kaum terdidik berpendidikan tinggi (highly
Dia mengulas problem keseharian masyara educated people), seperti halnya Prisma ke
tika kali pertama terbit. Salah satu fenomena
penting yang memperlihatkan arah radikal-
74
Iqra Anugrah, “Persoalan Agraria dan Demokrasi di
kritis tulisan-tulisan di Prisma tidak dapat
Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 36, No. 3, 2019, hal. dilepaskan dari kontribusi sejumlah intelek
3-16. tual muda berpendidikan luar negeri yang
75
Lihat, Bosman Batubara dan Eka Handriana, “Dari Kri
sis Sosial-Ekologis ke Ekologi Sosial”, dalam Prisma,
Vol. 40, No. 3, 2021, hal. 30-46.
76
Rita Padawangi, “Wacana Kota Pintar dalam Transisi 77
Inaya Rakhmani, “Keseharian dan Ketimpangan Sosial
Agraria Perkotaan Indonesia”, dalam dalam Prisma, di Masa Pandemi”, dalam Prisma, Vol. 40, No 3, 2021,
Vol. 40, No. 3, 2021, hal. 59-75. hal. 76-79.
TOPIK
48 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
TOPIK
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia tentang “1965” 49
Artikel ini memandang urbanisasi (berbagai proses terciptanya kota melalui rekonfigurasi
sosial-ekologis) sebagai sebuah sistem, dan menjadikan tulisan-tulisan tentang atau ter-
kait-dengannya di Prisma sebagai interlocutor (teman bercakap-cakap). Kami mengguna
kan “metode dialektis” untuk mengembangkan konsep dan kategori yang berbeda, dengan
maksud merangsang perubahan dari dalam sistem urbanisasi itu sendiri. Itu dilakukan de
ngan menggunakan teori/konsep urbanisasi yang pernah dipakai dalam tulisan di Prisma
secara berbeda untuk memahami/menjelaskan urbanisasi dalam tiga momen yang secara
bersama saling memperkuat: urbanisasi terkonsentrasi dengan elemen-elemen berupa bu-
ruh/industrialisasi, kota, dan sektor informal; urbanisasi perluasan dengan elemen-elemen
berupa perubahan agraria dan ekstraktivisme; dan urbanisasi pembeda yang memproduksi
krisis sosial-ekologis atau timbunan derita rakyat. Untuk menyimpulkan, kami menyorot
peluang “mencari keadilan sosial-ekologis” yang muncul dari pembacaan kami terhadap
sistem urbanisasi di Indonesia sebagai yang khas belahan Bumi Selatan.
D
timalkan kontribusi urbanisasi terhadap per
alam sebuah kesempatan pada Ok tumbuhan ekonomi. Itu merupakan penanda
tober 2019, media memberitakan eksplisit bahwa urbanisasi sudah dikuantifi
penyampaian Menteri Keuangan Sri kasi dan menjadi bagian dari indikator yang
Mulyani tentang belum optimalnya hubung
2
ihat: https://bisnis.tempo.co/read/1255439/urbanisasi-
L
tak-optimal-dorong-ekonomi-sri-mulyani-putar-otak/
*
ami mengucapkan terima kasih kepada Dwi Cipta
K full&view=ok (diakses 13 Oktober 2021).
yang telah menyunting naskah ini. Lihat, Mark Roberts, Frederico Gil Sander, dan Sailesh
3
1
WS Rendra, “Kota ‘Kasur Tua”’ dalam Prisma, Vol. 8, Tiwari (eds.), Time to ACT: Realizing Indonesia’s Urban
No. 6, 1980, hal. 48. Potential (Washington: World Bank, 2019).
TOPIK
50 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
TOPIK
Bosman Batubara
Grace & Eka Handriana,
L dan Douglas Urbanisasi
K, Karya Tugas Sebagai Pabrik
Akhir Mahasiswa Krisistentang
Indonesia Sosial-Ekologis
“1965” 51
timpangan, kemiskinan, peminggiran, Putri sebuah sistem dan memunculkan konsep dan
melihat wajah lain dari persoalan/krisis so kategori yang berbeda untuk merangsang
sial-ekologis muncul dalam bentuk sampah, perubahan dari dalam sistem urbanisasi itu
limbah, dan bencana. sendiri; dalam kata-kata Prisma, “mencari
Antara 1972 dan 2021, cukup banyak keadilan sosial-ekologis.”
tulisan dalam Prisma yang membahas urba
nisasi. Setelah satu dekade, Onghokham
mencatat tema “urbanisasi/kota” mengambil Pertumbuhan Ekonomi Sebagai
porsi 4 persen dari keseluruhan tulisan dalam
Prisma. Hal tersebut, menurut Onghokham, Pertumbuhan Kapital
“berarti jauh lebih tinggi sebab kategori-
kategori lain juga mengenai perkotaan.” “Walaupun ekonomi tumbuh cepat dan nilai
Maksud Onghokham dengan “kategori-kate rupiah stabil, namun jurang antara kaya-miskin
gori lain”, misalnya, pemukiman/perumahan membesar, pengangguran makin meninggi”. 12
dan pembangunan regional.10 Karena itu, sa
ngat beralasan menyebut Prisma sebagai do Dalam kalimat Mubyarto di atas mengendap
kumentasi terbaik pemikiran kaum terpelajar sebuah kontradiksi. Di satu sisi, pertumbuh
yang pernah ada dalam bahasa Indonesia ten an ekonomi yang menjadi indikator kema
tang bagaimana proses urbanisasi di Indone juan sebuah area, perlu dipacu. Di sisi lain,
sia berlangsung, terutama sejak Orde Baru ia memperlebar jurang kaya-miskin, alias
(1966) sampai sekarang (2021). Dalam kata- ketimpangan. Bagaimana menjelaskan kali
kata Richard Z Leirissa pada 1994, “mem mat Mubyarto itu?
pelajari Prisma sejak edisi pertama sampai Pertumbuhan ekonomi kami maknai se
sekarang” dapat dilihat “sebagai upaya me bagai hegemoni nilai-nilai kapitalisme dalam
mahami sejarah ekonomi Indonesia”.11 bagaimana kemajuan dihitung (dikuantifika
Tulisan ini mengambil perbedaan terha si). Ia dilembagakan sebagai indikator pem
dap pandangan Sri Mulyani dan Bank Du bangunan yang, menurut Adi Sasono, diukur
nia di atas. Itu dilakukan untuk bertaut de melalui “meningkatnya pendapatan nasional
ngan keingintahuan Redaksi Prisma dengan riil dalam setiap periode demi periode”.13
menunjukkan bahwa justru urbanisasi mem Yang diukur/dihitung adalah pendapat
produksi krisis sosial-ekologis. Untuk itu, tu an berbagai sektor kapitalisme, seperti
lisan ini membangun tiga jembatan teoretis. pertambangan, transportasi, informasi dan
Pertama, menjelaskan pertumbuhan eko komunikasi, properti, industri pengolahan,
nomi sebagai pertumbuhan kapital. Kedua, dan sebagainya. Jadi, yang dimaksud dengan
menjelaskan hubungan pertumbuhan ekono “pertumbuhan ekonomi” sebenarnya adalah
mi dengan kota dan/atau urbanisasi. Ketiga, pertumbuhan kapital. Di sini, negara (dalam
menjelaskan urbanisasi sebagai pabrik kri catatan Sri-Edi Swasono, daerah provinsi
sis sosial-ekologis. Dengan modal itu kami dan kabupaten),14 dengan mengambil per
membaca tulisan-tulisan tentang urbanisasi
di Prisma. Konseptualisasi dan pembacaan
itu kami anggap sebagai latihan metode di 12
Mubyarto, “Prospek Perekonomian Indonesia dalam
alektis, yaitu menjadikan urbanisasi sebagai Pelita III”, dalam Prisma, Vol. 8, No. 6, 1979, hal. 4.
Adi Sasono, “Tesis Ketergantungan dan Kasus Indone
13
mana Terekam dalam Prisma”, dalam Prisma, Vol. 8, diterapkan di Indonesia pasca-1966; lihat, Sasono, “Te
No. 11, 1980, hal. 62. sis Ketergantungan dan…”, hal 75. Pendapatan regional
Richard Zakaria Leirissa, “Prisma dalam Dasawarsa
11
dalam kerangka pertumbuhan ekonomi mulai dihitung
80-an”, dalam Prisma, Vol. 23, No. 1, 1994, hal. 85. sejak 1967, di mana pemerintah-pemerintah daerah
TOPIK
52 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
tumbuhan ekonomi sebagai indikator pem hanya perlu bekerja, misalnya, selama 5 jam,
bangunan, menjadi kerangka kelembagaan disebut “kerja-perlu.” Pada kenyataannya,
bagi pertumbuhan ekonomi/kapitalisme. buruh bekerja selama 8 jam di dalam pabrik.
Sebagaimana diungkapkan Arief Budiman, Ada kelebihan sebanyak 3 jam dari “kerja-
“dalam suatu sistem kapitalis, negara yang perlu.” Waktu kerja yang lebih selama 3 jam
ada juga merupakan negara kapitalis”.15 itu disebut “kerja-lebih.” Hasil “kerja-lebih”
Hubungan dalam kapitalisme (relasi-ka itu membeku dalam objek (terobjektivasi)
pital) memiliki berbagai cara operasi. Untuk dari produk pabrik (komoditas) yang “dire
mempermudah penjelasan dalam tulisan ini, alisasikan” (dijual) oleh kapitalis menjadi
maka perlu dibuka bagaimana kapitalisme uang. Itulah sumber dari nilai-lebih. Proses
beroperasi dalam pabrik seperti yang dianali pengambilan nilai-lebih dari hasil kerja-lebih
sis Karl Marx.16 Pada awalnya, seorang kapi buruh disebut eksploitasi, sedangkan proses
talis memiliki sejumlah uang di kantongnya. tumbuh/beranak/berkembangnya kapital di
Uang itu dipakai untuk mendirikan pabrik sebut valorisasi.
yang membutuhkan peralatan, bahan men Dengan demikian, dalam skema per
tah, dan buruh. Rumus mendirikan pabrik tumbuhan ekonomi—yang tak lain adalah
adalah: C = c + v. C adalah “Capital”, c pertumbuhan kapital—sebagai indikator
adalah kapital konstan (peralatan pabrik dan kemajuan pembangunan, pemerataan tidak
bahan mentah), dan v adalah kapital variabel mungkin dicapai. Ketimpangan ekonomi
(upah buruh). Uang si kapitalis yang dipakai akan selalu ada. Jadi, kalau tujuan kemajuan
untuk menyediakan c dan v disebut kapital- pembangunan adalah “keadilan dan kese
produktif.17 Beroperasilah pabrik itu dan si jahteraan sosial,”18 seperti yang dibahas oleh
kapitalis mendapat untung. Rumus berubah Megawati Soekarnoputri, maka itu tidak
menjadi: C’ = c + v + s. C’ adalah modal/ mungkin dicapai lewat jalan ekonomi yang
kapital yang sudah mengalami penganakan menganut pertumbuhan ekonomi sebagai in
(valorisasi-diri) dan s adalah surplus-value dikator kemajuannya. Karena, dalam model
(nilai-lebih) yang menjadi keuntungan bagi seperti itu selalu ada eksploitasi buruh oleh
si kapitalis. Dari mana nilai-lebih datang? kapitalis. Dalam ungkapan Todung Mulya
Marx dalam Capital Volume I melihat Lubis, buruh selalu memberikan “sumbang
nilai-lebih datang dari hasil kerja buruh an” kepada pengusaha.19
di dalam pabrik. Singkatnya, untuk mere Pertumbuhan ekonomi, terutama dalam
produksi diri, seorang buruh sebenarnya kontradiksinya dengan pemerataan menjadi
tema yang banyak didiskusikan di Prisma,
seperti oleh Ismid Hadad, Suhadi Mangkusu
mendapatkan bantuan tenaga ahli dari universitas-uni wondo, Sumitro Djojohadikusumo, Moham
versitas; lihat, Sri-Edi Swasono, “Pembangunan Daerah mad Hatta, Sritua Arif, Dorodjatun Kuntjo
dan Perlunja Pola2 Interdependensi”, dalam Prisma, ro-Jakti, Emil Salim, Mubyarto, Nasikun,
Vol. 2, No. 2, 1972, catatan kaki nomor 1 halaman 7.
Arief Budiman, “Sistem Perekonomian Pancasila, Kapi
15 Adi Sasono, Kwik Kian Gie, dan Revrisond
talisme dan Sosialisme”, dalam Prisma, Vol. 11, No. 1, Baswir dalam dasawarsa 1970-an-1990-an.20
1982, hal. 20.
Lihat, Karl Marx, Capital: A Critique of Political
16
Economy. Volume I (Great Britain: Penguin Books Ltd, Dialog dengan Megawati Soekarnoputri, “Kenormalan
18
nyediakan kapital konstan dan variabel), dan kapital- Sebuah Tinjauan Hak Asasi Manusia” dalam Prisma,
barang dagangan (komoditas) dapat disimak dalam Vol. 10, No. 1, hal. 49.
Karl Marx, Capital: A Critique of Political Economy. Ada nuansa yang berbeda dalam pandangan mereka
20
Volume II (London: Penguin Books and New Left Re tentang pertumbuhan ekonomi, tetapi itu di luar tujuan
view, 1978[1885]). tulisan ini. Dalam kesempatan ini, mereka didokumen
TOPIK
Bosman Batubara
Grace & Eka Handriana,
L dan Douglas Urbanisasi
K, Karya Tugas Sebagai Pabrik
Akhir Mahasiswa Krisistentang
Indonesia Sosial-Ekologis
“1965” 53
Namun, ada juga yang membahas pertum penginvestasian kembali nilai-lebih disebut
buhan ekonomi tanpa menyoal pemerataan, akumulasi. Jadi, buruh diupah pas-pasan,
seperti Sjahrir, Mari Elka Pangestu, dan kapitalis mengakumulasi. Karena itu, jurang
Boediono.21 ketimpangan bukan hanya akan selalu ada,
Dalam kapitalisme pabrik, sederhananya, tetapi juga makin lebar dalam fungsi waktu.
buruh diupah kurang-lebih sekitar Upah
Minimum Regional (UMR) untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang kalau dihitung secara Pertumbuhan Ekonomi dan
perinci adalah biaya pas-pasan untuk re
produksi; biaya pas-pasan untuk beranak- Urbanisasi
pinak mencetak calon-calon buruh baru. Di
sisi lain, dalam satu putaran proses produksi Informasi yang tersebar di media menunjuk
komoditas, kapitalis mendapatkan nilai-lebih kan bahwa urbanisasi lebih dimaknai pada
melalui valorisasi kapital. Dia bisa memakai kondisi perkotaan; menyangkut berapa,
nilai-lebih itu sebagian untuk kebutuhan dinamika, dan bagaimana menyediakan pe
hidupnya dan sebagian lagi untuk diinvesta rumahan bagi penduduk kota. Presiden Joko
sikan agar skala produksi dan valorisasinya Widodo sendiri cenderung memaknainya
meningkat. Pembesaran-diri kapital melalui sebagai perpindahan penduduk dari desa ke
kota.22 Pemaknaan Jokowi itu sama sekali ti
dak baru. Pada 1972, Suharso sudah melihat
tasikan saja: Ismid Hadad, “Pengantar Redaksi”, dalam urbanisasi sebagai “proses perpindahan pen
Prisma, Vol. 2, No. 4, 1972, hal. 2; Suhadi Mangku
suwondo, “Faktor-faktor Non-Ekonomi dalam Penen duduk dari desa ke kota atau dari kota kecil
tuan Sasaran dan Tjara Pendekatan Pembangunan”, ke kota-kota besar”.23 Satu poin jelas, bahwa
dalam Prisma, Vol. 2, No. 1, 1972, hal. 11-15; Sumitro urbanisasi memiliki hubungan yang dekat
Djojohadikusumo, “Indonesia Menuju Tahun 2000”, dengan kota; baik urbanisasi sebagai sesuatu
dalam Prisma, Vol. 4, No. 2, 1975, hal. 15-30; Dialog
dengan Mohammad Hatta: “Bagi kue dulu, biarpun yang berhubungan dengan kota maupun ur
kecil”, dalam Prisma, Vol. 5, No. 1, 1976, hal. 42-45; banisasi sebagai perpindahan penduduk dari
Sritua Arif (Tinjauan Buku), “Kota dan Desa: Ketim desa atau kota kecil ke kota besar. Di sana,
pangan Distribusi Pendapatan”, dalam Prisma, Vol. kota kecil dan besar diukur berdasarkan jum
6, No. 1, 1977, hal. 71-72; Dorodjatun Kuntjoro-Jakti
(Tinjauan Buku), “Pelajaran Pahit Pembangunan Eko lah penduduknya dalam suatu area adminis
nomi”, dalam Prisma, Vol. 7, No. 6, 1978, hal. 85-87; tratif.
Dialog dengan Mubyarto, “Pembangunan Ekonomi Dalam sudut pandang kritik terhadap
Meluruskan Benang Kusut”, dalam Prisma, Vol. 8, kapitalisme, hubungan urbanisasi dan/atau
No. 6, 1979, hal. 42-48; Emil Salim, “Sistem Ekonomi
Pancasila”, dalam Prisma, Vol. 8, No. 6, 1979, hal. 3-9; kota dengan pertumbuhan ekonomi/kapital
Nasikun, “Urbanisasi Berlebih, Involusi Perkotaan dan cukup jelas. Kota adalah ekstensi/manipu
Radikalisme Politik di Negeri-negeri Berkembang”, lasi dari pabrik, sebuah konsentrasi spasial
dalam Prisma, Vol. 8, No. 10, 1980, hal. 9-22; Sasono, tempat nilai-lebih dan surplus24 diekstrak.25
“Tesis Ketergantungan dan…”; Mubyarto, “Pengkajian
Ulang Strategi Pembangunan Nasional”, dalam Prisma,
Vol. 17, No. 1, 1988, hal. 3-12; Dialog dengan Kwik 22
ihat, https://nasional.sindonews.com/read/175154/15/
L
Kian Gie, “Distribusi Pendapatan dan Keadilan Sosial”, pandemi-covid-19-jokowi-sebut-tren-urbanisasi-
dalam Prisma, Vol. 24, No. 10, 1995, hal. 55-69; dan bakal-berubah-jadi-ruralisasi-1600934956 (diakses 15
Revrisond Baswir, “Industri Kecil dan Konglomerasi di Oktober 2021).
Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 24, No. 10, 1995, hal. Suharso, “Urbanisasi di Indonesia, Sebuah Analisa
23
Vol. 17, No. 9, 1988, hal. 29-38; Mari Elka Pangestu, lai-lebih. Namun, karena Marx menjelaskan produsen
“Strategi Kebijaksanaan Ekspor Indonesia: Mencari nilai-lebih adalah buruh, maka uang yang beredar dan
Bentuk Indonesia Inc.”, dalam Prisma, Vol. 17, No. 9, menjadi surplus pada dasarnya berasal dari nilai-lebih.
1988, hal. 40-54; Boediono, “Perekonomian Indonesia Marx, Capital: A Critique of Political…. Vol. I, hal.
25
1995”, dalam Prisma, Vol. 24. No. 2, 1995, hal. 35-41. 772-781.
TOPIK
54 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Ada hubungan timbal balik antara urbanisasi timbunan derita yang dialami warga.30 Dalam
dengan pertumbuhan ekonomi. Di satu sisi, tulisan ini, kami memaknai urbanisasi se
kota dan/atau urbanisasi membutuhkan kapi bagai proses dari mana kota tercipta melalui
tal agar ia bisa hidup atau berlangsung. Di rekonfigurasi sosial-ekologis. Interlocutor
sisi lain, kapital membutuhkan kota untuk (teman bercakap-cakap) teoretis kami untuk
menyerap dan memproduksi surplus. Dalam membangun pemahaman ini terutama adalah
pandangan Marxis klasik,26 kapitalisme tulisan Hilma Safitri dalam Prisma bertajuk
industrial awalnya berkembang di daerah “Negara & Kapital dalam Konflik Agraria”
perkotaan, kemudian ruang industri meledak dan tulisan Prathiwi Widyatmi Putri dalam
dan merekonfigurasi berbagai teritori. Kota- Prisma bertajuk “Tranformasi Ruang Kota:
kota juga yang menjadi tempat pertumbuh Mencari Keadilan Sosial-Ekologis.”
an berbagai sektor komersial seperti hotel, Safitri menggunakan tiga momen dalam
mal, dan perkantoran. Tidak mengherankan, menjelaskan “urbanisasi” pertambangan
sewa/harga tanah dan harga bahan-bahan batu bara di Kalimantan: concentrated, exten
di kota sangat tinggi. Demikian juga, seba ded, dan differential. Dalam tulisan ini kami
gaimana dicatat oleh Masri Singarimbun, menerjemahkannya menjadi terkonsentrasi,
bayaran/upah di kota relatif lebih tinggi dari diperluas, dan pembedaan. Kalau kami mem
pada di desa.27 baca Safitri, urbanisasi bukan sekadar per
Singkat kata, kota dan/atau urbanisasi pindahan orang dari desa atau kota kecil ke
adalah mesin pertumbuhan ekonomi. Kota, kota besar. Urbanisasi juga bisa mengubah
dalam nada optimistis Masri Singarimbun, perdesaan menjadi kota. Di bawah totali
adalah “faktor utama dalam modernisasi tas kapitalisme—satu hal berhubungan de
yang menjadi katalisator bagi kemajuan”.28 ngan yang lain melalui aliran orang dan ba
Itu sebabnya mengapa Sri Mulyani dan rang—sulit menentukan pada titik mana area
Bank Dunia berpikir memaksimalkan peran perkotaan berakhir dan dari titik mana area
urbanisasi dalam menaikkan pertumbuhan perdesaan mulai, juga sebaliknya. Di bawah
ekonomi. moda produksi kapitalisme, dikotomi kota
dan desa tidaklah relevan. Pada dasarnya,
kota dan desa adalah satu (satu dalam dua);
Proses Urbanisasi Sebagai Pabrik sebuah totalitas. Karena itu, sah untuk me
nyebutkan tambang batu bara mengalami ur
Krisis Sosial-Ekologis banisasi (pengotaan). Safitri menulis,
“ Logika pemanfaatan potensi batu bara men
Secara singkat, krisis sosial-ekologis adalah ciptakan sebuah kondisi kebutuhan akan
permasalahan-permasalahan sosial dan eko
logi yang tak terpisahkan, yang muncul ber
samaan dengan, atau sebagai syarat dalam, “Krisis, Ketidakadilan, dan Keadilan Sosial-Ekologis”,
pembangunan yang kapitalistik.29 Ia adalah dalam Prisma, Vol. 38, No. 3, 2019, hal. 66-84. Satu
pembelajar sosial-ekologis yang belum disebutkan
dalam tulisan itu adalah George Junus Aditjondro yang
mengonsep “telaah sosial-ekologis” untuk menganalisis
26
isalnya, Marx, Capital: A Critique of Political….
M perubahan ekologi sebagai bagian tak terpisahkan dari
Vol. I. pembangunan kapitalistik; lihat, George Junus Aditjon
Masri Singarimbun mencatat kenaikan pendapatan
27
dro, Korban-Korban Pembangunan: Tilikan terhadap
orang miskin yang pindah ke Jakarta mencapai 50-100 Beberapa Kasus Perusakan Lingkungan di Tanah Air
persen, tetapi tidak menjelaskan sektor pengeluaran; li (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 403.
hat, Masri Singarimbun, “Urbanisasi: Apakah Itu Suatu Tentang pemadanan “krisis sosial-ekologis” dengan
30
Problema”, dalam Prisma, Vol. 6, No. 5, 1977, hal. 7. “timbunan derita”, lihat, Bosman Batubara dan Eka
28
Singarimbun, “Urbanisasi: Apakah Itu …”, hal. 4. Handriana, “Dari Krisis Sosial-Ekologis ke Ekologi
Tentang istilah sosial-ekologis digunakan dalam ba
29
Sosial: Kasus Suburbia Semarang”, dalam Prisma, Vol.
hasa Indonesia dan oleh siapa; lihat, Bosman Batubara, 40, No. 3, 2021, hal. 30-46.
TOPIK
Bosman Batubara
Grace & Eka Handriana,
L dan Douglas Urbanisasi
K, Karya Tugas Sebagai Pabrik
Akhir Mahasiswa Krisistentang
Indonesia Sosial-Ekologis
“1965” 55
pemukiman para pekerja (concentrated ur- jaya secara sangat singkat dan tepat meng
banization), yang kemudian menjadi aspek ekspresikannya, “Desa adalah budak kota”.33
penting dalam proses pengrusakan sosio-spa Momen pembedaan adalah momen yang
sial. Pada gilirannya, hal tersebut menghasil muncul secara terus-menerus untuk secara
kan “potensi” wilayah baru yang mempro kreatif menghancurkan yang sudah ada dan
duksi bentuk-bentuk ruang “urban” baru dari puing-puingnya secara radikal memba
secara radikal (differential urbanization), se ngun kembali sesuatu yang baru.
telah proses membuka dan mentransformasi Meski diartikulasikan secara berbeda,
kan wilayah tersebut untuk tujuan eksploitasi momen urbanisasi terkonsentrasi, diperluas,
batu bara (extended urbanization).” 31 dan pembedaan, muncul dalam tulisan-tu
lisan di Prisma. Petikan dari “Pengantar Re
Sedangkan dalam pemaparan Putri, daksi” yang ditulis Ismid Hadad dalam Pris-
ma bertajuk “Urbanisasi dan Pengembangan
“ Urbanisasi tidak bisa dimaknai hanya se Kota” adalah padanan yang baik bagi urbani
bagai proses menjadi kota yang hanya bertum sasi terkonsentrasi:
pu pada habitat lokal dengan karakteristik “ lonceng pembangunan ekonomi yang di
fisik, demografi, geomorfologi, dan ekosistem canangkan pemerintah Orde Baru bersamaan
yang terpisah dari ruang hidup lainnya: desa, dengan pembukaan lebar-lebar pintu Republik
hutan, pegunungan, laut, atau padang rum ini untuk operasi modal internasional sejak
put, kebun sawit, dan area tambang. Urbani enam tahun terakhir, telah serta-merta “me
sasi dalam era neoliberal merupakan proses nyulap” Ibukota Jakarta dan kota-kota besar
yang mencakup seluruh muka bumi (planet- lainnya berubah menjadi “magnit” yang me
ary urbanization)—tak ada yang luput dari nyedot penduduk dan potensi daerah-daerah
cengkeraman ruang kapitalisme dan mesin pedesaan membanjiri kota-kota tersebut. Ke
(re)produksinya”.32 ganjilan pembangunan ini ialah, kendati pri
oritas diletakkan pada bidang pembangunan
Dalam kerangka urbanisasi skala planet pertanian, dus berarti untuk daerah pedesaan,
itulah, dengan pinggiran-Indonesia menjadi namun kenyataan konsentrasi pembangunan
bagian dari geografi-internasional kapital, fisik dan arus modal terutama yang kongsi
ketiga momen (terkonsentrasi, diperluas, dengan modal asing, lebih banyak bergerak
dan pembedaan) bekerja. Konsentrasi adalah dan lebih pesat merobah wajah kota-kota dari
penumpukan spasial manusia dan non-ma pada kondisi di pedesaan. Sementara proses
nusia. Ekstensi adalah dioperasionalisasi perubahan kota yang drastis itu berlangsung
kannya bentang alam (dalam kalimat Putri, begitu pesat, tanpa ada persiapan yang cukup
“desa, hutan, pegunungan, laut, atau padang memadai dari fihak kota-kota itu sendiri”.34
rumput, kebun sawit, dan area tambang”)
untuk terutama memenuhi kebutuhan-ke Padanan urbanisasi yang diperluas ter
butuhan (contoh: buruh, bahan mentah, air, artikulasikan dalam kritik Dorodjatun Kun
energi) kota dan aglomerasinya. Karena itu, tjoro-Jakti terhadap pembangunan terpusat.
tempat-tempat yang jauh itu disebut sebagai Sektor agraria dijadikan sebagai “sapi perah
operational landscape (bentang alam yang an” dari mana keuntungan, bahan makanan
dioperasionalkan). Dalam konteks relasi murah, dan sumber buruh murah mengalir.
desa dan kota di Indonesia, YB Mangunwi Pembangunan terpusat menurut Dorodjatun
31
Hilma Safitri, “’Urbanisasi’ dan Industri Pertambang YB Mangunwijaya, “Tak Mungkin Menolak Teknolo
33
an”, dalam Prisma, Vol. 38, No. 3, 2019, hal. 97. gi”, dalam Prisma, Vol. 8, No. 6, 1979, hal. 52.
Putri, “Urbanisasi, Informalisasi, dan Krisis Sosial-
32
Ismid Hadad, “Pengantar Redaksi”, dalam Prisma, Vol.
34
TOPIK
56 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Pengaruh Faktor2 Non-Ekonomi Atas Faktor2 Ekono Ismid Hadad, “Pengantar Redaksi”, dalam Prisma, Vol.
36
mi”, dalam Prisma, Vol. 1, No. 1, 1971, hal. 20. 2 No. 7, 1972, hal. 2.
TOPIK
Bosman Batubara
Grace & Eka Handriana,
L dan Douglas Urbanisasi
K, Karya Tugas Sebagai Pabrik
Akhir Mahasiswa Krisistentang
Indonesia Sosial-Ekologis
“1965” 57
persen tulisan dalam Prisma selama rentang an, yaitu menyangkut berapa tulisan yang
waktu 1971-2021 yang membahas urbanisa mengandung kata-kata kunci, yang kami
si. Sedangkan yang dimaksud selektif, sejak lakukan terhadap 512 tulisan yang dimuat di
awal kami menyeleksi tulisan-tulisan yang Prisma periode 1971-2021. Kata-kata kunci
kami butuhkan untuk membangun argumen yang kami uji adalah urbanisasi, kota, agra
tasi yang kami rancang. ria, desa, dan industrialisasi. Kata-kata itu di
Seleksi pertama kami lakukan dengan pilih selain karena secara kualitatif mewakili
cara mencermati sebanyak 3.665 judul tu tema yang kami tulis, juga karena mereka
lisan yang pernah diterbitkan Prisma dalam satu kata dan tidak mengalami perubahan
dua periode (1971-1998 dan 2009-2021). ejaan. Dua poin terakhir mempermudah pe
Pekerjaan menyeleksi itu dilakukan pada 6 kerjaan kami melacak mereka dalam 512 tu
Oktober 2021. Kami kemudian memikirkan lisan itu. Karena jumlah tulisan paling banyak
tulisan-tulisan di mana kami berharap dapat berasal dari periode 1971-1980, maka tak
menemukan tema tentang urbanisasi. Pada heran kata-kata kunci muncul paling banyak
titik itu, kata-kata kunci seperti urbanisasi, di tulisan-tulisan yang dipublikasikan pada
kota, sektor informal, agraria, hutan, tam periode itu, dengan kata “kota” dan “desa”
bang, desa, revolusi hijau, pengangguran, relatif lebih banyak daripada kata-kata kun
pembangunan, ekonomi, dan industrialisasi ci yang lain. Sebagai contoh, pada periode
membantu kami. Dari tahap ini, kami menyi 1971-1980 ditemukan sebanyak 40 tulisan
sakan 512 tulisan untuk diperdalam. Tulisan- mengandung kata “urbanisasi”, yang sama
tulisan itu berasal dari periode 1971-1980 dengan 20,2 persen dari 198 (total tulisan
(198 tulisan), 1981-1990 (150), 1991-1998 yang diperdalam dan terbit pada periode itu).
(104), dan periode 2009-2021 (60 tulisan). Dalam tulisan ini kami tidak memperdalam
Untuk memberikan ilustrasi kepada pem mengikuti pola kemunculan kata-kata kunci
baca tentang intensitas Prisma dengan kata- itu, karena tujuan kami hanya memberikan
kata kunci itu, di sini ditampilkan pendalam ilustrasi (lihat, Grafik 1).
Grafik 1. Persentase dan Jumlah Tulisan yang Terbit di Prisma Periode 1971-1998 yang Mengan
dung Kata-kata Kunci
140
64,1%; 127 63,1%; 125
120
51,5%; 102
100
56,0%; 84 60,7%; 91
80 68,3%; 71
[Jumlah tulisan]
58,7%; 61
60
20,2%; 40 28,0%; 42
TOPIK
58 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
12.000.000
Orang
10.560.000
Jumlah Penduduk Jakarta
10.000.000
9.610.000
8.000.000 8.260.000
6.000.000 6.500.000
4.560.000
4.000.000
2.906.533
2.000.000
533,013 1.432.085
823.356 Tahun
1930 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000 2010 2020
Jumlah 512 tulisan masih terlampau ba paling lama tempat pertumbuhan penduduk
nyak. Untuk menghadapinya, kami melaku Jakarta relatif konstan (1949-2000). Kedua,
kan seleksi tahap kedua. Kali ini dengan mu tulisan-tulisan di Prisma yang telah kami
lai membaca tulisan-tulisan yang menurut seleksi pada tahap pertama yang paling awal
kami benar-benar dibutuhkan untuk mengga tersedia secara lengkap ke kami adalah tu
rap tulisan ini. Di sini, kami menemukan satu lisan-tulisan yang pernah dimuat Prisma
petunjuk yang sangat membantu: dinamika dalam rentang waktu 1971-1980. Jadi, kami
pertumbuhan jumlah penduduk Jakarta yang memilih untuk berfokus di periode itu. Bisa
pada 1930 masih berjumlah 533 ribu orang, dikatakan, tulisan-tulisan yang terbit pada
seperti yang terekam dalam tulisan Suharso, periode 1971-1980 yang kami seleksilah
menjadi lebih dari 10,5 juta orang pada 2020 yang banyak menyita perhatian tulisan ini.
seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Tulisan-tulisan dari periode-periode selan
Statistik (lihat, Grafik 2).37 jutnya (1980-1998 dan 2009-2021) kami ba
Grafik 2 memperlihatkan setidaknya ca dengan struktur argumentasi yang relatif
empat pola. Pertumbuhan penduduk yang sudah dibentuk oleh hasil bacaan kami terha
relatif landai sejak masa kolonial sampai dap tulisan-tulisan yang terbit pada periode
kemerdekaan (< 1945), peningkatan drastis 1971-1980 berdasarkan wadah teori yang
setelah kemerdekaan (1948-1949), pening kami dapatkan dari persinggungan dengan
katan yang relatif konstan (1949-2000), tulisan di Prisma yang terbit pada 2019 (tu
dan tetap meningkat tapi dengan lebih lan lisan Safitri) dan 2021 (tulisan Putri).
dai (2000-2020). Data itu kami cocokkan Kami melengkapi pendekatan kualita
dengan tulisan-tulisan di Prisma yang kami tif-selektif dengan pengalaman kami. Kami
miliki dengan dua pertimbangan. Pertama, (Bosman dan Eka) bukanlah orang yang baru
Prisma terbit sejak 1971. Jadi, secara tem bersinggungan dengan Prisma. Sejak awal
poral itu masuk dalam—dan diharapkan bisa 2000-an di Yogyakarta, Bosman sudah akrab
menangkap kecenderungan—periode yang dengan Prisma yang banyak dijual di kios-
kios buku bekas di seputaran UGM atau di
Shopping Center belakang Malioboro. Pris-
37
uharso, “Urbanisasi di Indonesia…”, hal. 23-28;
S
Badan Pusat Statistik (BPS), Berita Resmi Statistik (Ja
ma juga bertengger di rak-rak buku kayu di
karta: BPS, 2021) untuk penduduk Jakarta dari 1980- sekretariat-sekretariat organisasi dan di kos-
2020. kosan mahasiswa pada waktu itu. Eka, pada
TOPIK
Bosman Batubara
Grace & Eka Handriana,
L dan Douglas Urbanisasi
K, Karya Tugas Sebagai Pabrik
Akhir Mahasiswa Krisistentang
Indonesia Sosial-Ekologis
“1965” 59
tahun 2000-an awal di Malang, sudah akrab Metode dialektis menyadari adanya di
dengan Prisma. Eka membaca Prisma untuk namika internal sebuah sistem. Metode di
kebutuhan tugas kuliah maupun membuat alektis menciptakan konsep dan kategori
tulisan-tulisan di majalah mahasiswa. Di berbeda. Dari situ ia memproyeksikan se
Malang, Prisma dapat diperoleh di toko-toko buah perubahan dari dalam sistem. Marx
buku loakan, atau kadang-kadang dititipkan adalah master dalam metode dialektis. Dia
ke teman yang pergi ke Yogyakarta untuk di membaca ulang “sistem ekonomi” yang di
beli di Shopping Center. Waktu itu, harganya paparkan Adam Smith bahwa harga komodi
sekitar Rp 1.000-5.000 untuk satu nomor. tas adalah v + s (kapital variabel + laba dan
Jadi, dapat disebutkan bahwa kami tumbuh “tidak memunculkan” kerja-lebih buruh).
dengan membaca Prisma. Belakangan, kami Marx membuat konsep baru, yaitu “kapital
menulis untuk Prisma. yang divalorisasi” dalam bentuk C’ = c + v +
Perjumpaan itu sangat membantu. Se s dengan kategori-kategori berbeda, seperti
bagai contoh, sejak awal kami tahu, meski kapital konstan (c), kapital variabel (v), dan
pun belum bisa merumuskan secara ekspli nilai-lebih (s).39 Karena adanya eksploitasi
sit, bahwa Prisma memiliki perhatian yang buruh oleh kapitalis, maka jalan pembebasan
mendalam terhadap urbanisasi. Tulisan buruh adalah suatu “perubahan dari dalam
Safitri dan Putri yang kami jadikan sebagai sistem”, yaitu revolusi kelas.
interlokutor teoretis utama sudah kami baca Dalam Prisma, kami melihat penjelasan
sebelum kami memulai pekerjaan ini. Jadi, metode dialektis hadir melalui tulisan M
setelah membaca judul-judul tulisan yang Dawam Rahardjo ketika dia mengomen
pernah terbit di Prisma, kami mampu keluar tari bagaimana gagasan Marx dan Engels
dengan kerangka tulisan awal men-scale-up menautkan diri dengan tulisan-tulisan sebe
teori urbanisasi dalam tulisan Safitri dari lum mereka, bahwa Marx dan Engels,
konteks tambang ke konteks Indonesia. “ hanya menangkap gagasan pokoknya, lalu
Pernyataan tentang hubungan antara mengeritik dan mengoreksinya, tapi kemudi
urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang an dikembangkan lebih lanjut dengan argu
muncul dari Sri Mulyani dan laporan Bank mentasi baru, tentu saja untuk mengarah
Dunia di atas menjadi energi tambahan un kepada gagasan pokok mereka sendiri, yaitu
tuk menggarap tulisan ini. Faktanya, lebih cita-cita terbentuknya suatu masyarakat yang
dari setengah abad sejak pertumbuhan eko tanpa penindasan manusia atas manusia yang
nomi menjadi alat ukur pembangunan di lain”.40
Indonesia, ketimpangan terus merajalela.
Arif Budimanta cukup baik menjelaskannya Dalam tulisan ini, kami berlatih mem
(misalnya, tecermin dalam angka gini 0,38 praktikkan metode dialektis: menjadikan
pada 2019 dan penguasaan terhadap lahan urbanisasi sebagai sistem, membaca ulang
0,68 pada 2016).38 Karena itu, sekali lagi, urbanisasi dalam tulisan-tulisan yang pernah
pertumbuhan ekonomi tak lain adalah per dimuat di Prisma, yang pada edisi-edisi awal
tumbuhan kapital yang menjadi pabrik bagi seperti yang kami kutip di atas cenderung
timbunan derita rakyat. Salah satu cara untuk memahami urbanisasi sebagai sesuatu yang
memahami sekaligus menjelaskan itu adalah berhubungan dengan kota atau perpindahan
melakukan pembacaan secara dialektis ter
hadap artikel-artikel tentang atau berkaitan
dengan urbanisasi di Prisma. 39
Lihat, Karl Marx, Capital: A Critique of Political Econo
my. Vol. II, hal. 435-463 untuk memahami bagaimana
Marx mengkritik Adam Smith secara dialektis.
M Dawam Rahardjo, “Kritik terhadap Marxisme dan
40
38
Arif Budimanta, “Pancasilanomics: Jalan Keadilan”, Marxisme sebagai Kritik terhadap Pembangunan Kapi
dalam Prisma, Vo. 39, No. 3, 2020, hal. 31-50. talis”, dalam Prisma, Vol. 11, No. 1, 1982, hal. 76.
TOPIK
60 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
orang. Konsep seperti itu, kurang eksplisit ti perbankan dan pembangunan perkotaan
meletakkan momen-momen dalam urbani (kawasan perumahan, pertokoan, dan indus
sasi sebagai totalitas kapitalisme. Karena tri).43 Secara paralel, terjadi produksi yang
itu, kami membuat jembatan/hubungan meningkat di sektor ekstraksi seperti minyak
teoretis. Melalui scale-up teori urbanisasi bumi dan kayu yang relatif sedikit menyerap
yang dipakai dalam tulisan Safitri dari skala lapangan kerja dibandingkan dengan sektor
tambang ke skala nasional, kami mengubah produksi komoditas, seperti karet dan kopra
konsep urbanisasi menjadi “urbanisasi se yang justru mengalami kemunduran.44 Alir
bagai pabrik krisis sosial-ekologis.” Itu an orang ke Jakarta banyak yang permanen.
memunculkan kategori-kategori yang ber Daniel Dhakidae menyebutkan bahwa “ra
beda (urbanisasi terkonsentrasi, diperluas, tusan ribu orang setiap tahun berpindah ke
dan pembedaan) dengan berbagai elemen di Jakarta” untuk tak kembali.45 Laporan May
dalamnya yang akan dijelaskan pada bagian ling Oey menunjukkan bahwa pada 1971, 41
berikutnya; demi—sesuai dengan makna persen warga Jakarta adalah pendatang.46
kebenaran dalam metode dialektis—meran Analisis tentang ketimpangan memper
cang perubahan dari dalam sistem urbanisasi lihatkan bahwa permasalahan distribusi
itu sendiri. kekayaan dan penguasaan tanah adalah fak
tor yang sering diidentifikasi para penulis
Prisma sebagai motivasi perpindahan orang
Urbanisasi Terkonsentrasi dari desa ke kota. Yang pertama menjelma
dalam kemiskinan yang menurut Daniel
“Jakarta memang pusat dari segalanya. Dhakidae sudah menjadi “komoditas” yang
Pusat dari kekuatan politik dan administrasi diobrolkan para “Jagoan Pembangunan” di
pemerintahan. Juga pusat dari kegiatan eko- seminar-seminar.47 Ketimpangan penguasa
nomi,” – Dennis J Cohen.41 an lahan di perdesaan sebagai faktor pendo
rong perpindahan orang dari desa ke kota
Secara populasi dan ruang, Jakarta meledak. muncul terus-menerus dalam tulisan di
Satrio Budihardjo Joedono menjelaskan Prisma sejak tahun 1970-an melalui tulisan
bahwa migrasi orang ke kota besar seperti Suharso hingga 2019 melalui tulisan Noer
Jakarta pada tahun 1970-an berlangsung Fauzi Rachman.48
dengan konteks ekonomi, yaitu terkendali Sebagai ilustrasi, John L Taylor mencatat
nya inflasi dari sebesar 600 persen sebelum di Bandengan, sebelah barat daya Jakarta,
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Re dekat laut dan Kota Lama, dipadati oleh
pelita) I menjadi 2,4 persen pada 1971 serta 179.000 orang yang berada di tengah pabrik-
pertumbuhan ekonomi lebih dari 7 persen pabrik dan rawa-rawa. Sebanyak 30 persen
per tahun seperti yang dicatat Sumitro Djo
johadikusumo.42 Pada dasawarsa 1970-an, 43
joko Sujarto, “Bias Kota Raksasa Serupa Jakarta”,
D
seperti yang direkam Djoko Sujarto, sekitar dalam Prisma, Vol. 21, No. 5, 1992, hal. 3-13.
70 persen investasi asing tertanam di Jakarta Lihat, Joedono, “Partisipasi Dalam Proses Pembangun
44
an Nasional…”.
dan sekitarnya dalam berbagai sektor, seper Daniel Dhakidae, “Ke Jakarta, Mengapa Tak Kembali”,
45
Vol. 7, No. 1, 1972, hal. 55. ma, Vol. 8, No. 6, 1979, hal. 2.
Satrio Budihardjo Joedono, “Partisipasi dalam Proses
42
Lihat, Suharso, “Urbanisasi di Indonesia…”; Noer
48
Pembangunan Nasional”, dalam Prisma, Vol. 4, No. 3, Fauzi Rachman, “Meneliti Proses Kebijakan Land Re
1972, hal. 9-14; Lihat, Djojohadikusumo, “Indonesia form Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 38, No. 3, 2019,
Menuju Tahun 2000...”. hal. 17-37.
TOPIK
Bosman Batubara
Grace & Eka Handriana,
L dan Douglas Urbanisasi
K, Karya Tugas Sebagai Pabrik
Akhir Mahasiswa Krisistentang
Indonesia Sosial-Ekologis
“1965” 61
dari penduduk Bandengan tersebut meru yang merasa benar-benar kehilangan. Misal
pakan pendatang dari kepulauan Indonesia nya, pegawai negeri yang tidak terlalu ber
bagian timur.49 Pada 1971, Nel Postma me pengaruh pada sistem produksi mencapai 21
nyebut bahwa 50 persen penduduk di Pasar persen dari seluruh pekerjaan di Jakarta. Co
Baru, Manggarai, dan Pasar Minggu (tiga hen menyebutnya sebagai pengangguran tak
wilayah di Jakata) merupakan migran yang kentara sebagai akibat dari kelebihan tenaga
datang dari desa-desa maupun kota-kota ke kerja di kantor-kantor pemerintah. Sebagian
cil lain.50 Suharso mencatat bahwa penduduk lainnya, yang jauh lebih banyak, bekerja di
yang bermigrasi ke Jakarta paling banyak sektor informal, seperti tukang becak, peda
berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa gang kecil, calo, dan pekerja seks, yang se
Timur, dan Yogyakarta. Yang dari luar Jawa luruhnya dalam penelitian Cohen mencapai
paling banyak berasal dari Sumatera Barat 37 persen.
dan Sumatera Utara, kemudian disusul dari Para pendatang baru yang tidak tertam
Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi pung sektor formal tidak dapat menikmati
Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Se pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, pertum
latan, dan Kepulauan Maluku.51 buhan ekonomi yang ditopang industri di
Akan tetapi, pada tahun 1970-an seperti anggap “berhasil mengentaskan” Indonesia
yang disampaikan Dennis J Cohen,52 meski dari inflasi. “Keberhasilan” tersebut men
Jakarta merupakan tempat yang memiliki dorong pemerintah untuk terus menggenjot
banyak uang, lowongan kerja di kota ini peningkatan produksi pada tahun-tahun beri
sangat langka. Jakarta sampai pada suatu ti kutnya. Menurut Mochtar Naim, Gubernur
tik kehabisan tempat untuk pendatang baru. Ali Sadikin pada 1971 menjadikan Jakarta
Sementara arus migrasi manusia dari desa sebagai kota tertutup karena derasnya arus
dan kota kecil menuju Jakarta tidak dapat perantauan yang mengalir dari luar Jawa ke
dibendung. Akibatnya, hanya sedikit yang Jawa, khususnya Jakarta.53 Tak seorang pun
tertampung dalam pekerjaan produktif di boleh berpindah lagi ke Jakarta, kecuali jika
Jakarta, misalnya, pekerja pabrik, kuli, dan dapat membuktikan ada pekerjaan produktif
buruh, yang hanya mencapai 20 persen dari menunggunya.
seluruh pekerjaan di Jakarta. Sebagian orang Hal itu oleh Solaeman Soemardi, Redak
lain yang memadati Jakarta lantas mengam tur Tamu dalam Prisma bertajuk “Urbanisasi
bil pekerjaan yang hanya mengeruk uang dari dan Pengembangan Kota”,54 disebut sebagai
puncak sektor industri, tanpa bersifat produk respons ekstrem yang defensive-negative.
tif. Pekerjaan-pekerjaan tersebut berupa Berkebalikan dengan ekstrem responsive-
pemberian jasa yang tidak menciptakan ba positive yang memandang arus pertambahan
rang-barang konsumsi ataupun modal bagi penduduk sebagai tantangan bagi perencana
perekonomian. Jasa yang diberikan tersebut kota untuk memperluas dan mengintensifkan
sering kali dianggap kurang perlu. Jika jenis fasilitas perkotaan alih-alih memandangnya
pekerjaan tersebut dihapus, maka tidak ada sebagai sesuatu yang perlu dibendung.
Namun, perencanaan modern tak bekerja.
Bukan hanya di Jakarta dan sekitarnya seper
ti yang disebutkan Djoko Sujarto, tetapi juga
49
John L Taylor, “Kampung-Kampung Miskin dan Tem
pat Pengelompokan Penghuni Liar di Kota-Kota Asia telah menjadi “ciri semua kota besar di Indo
Tenggara”, dalam Prisma, Vol. 7, No. 5, 1972, hal. 75-
84.
Nel Postma, “Suka Duka Kaum Migran di Kota Jakar
50 53
Mochtar Naim, “Merantau dan Pengaruhnya Terhadap
ta”, dalam Prisma, Vol. 7, No. 1, 1972, hal. 65-73. Pembangunan Daerah”, dalam Prisma, Vol. 4, No. 1,
51
Lihat, Suharso, “Urbanisasi di Indonesia…”. 1972, hal. 36-41.
Lihat, Cohen, “Keadaan Politik Kelompok Masyara
52
Solaeman Soemardi, “Kebijakan Nasional Pembangun
54
TOPIK
62 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
nesia”.55 Sebagai contoh, konsep aglomerasi hasil industri naik lebih cepat dari pendapat
Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi an, sehingga sektor industri dipandang lebih
(Jabodetabek), menurut Hendropranoto Suse cepat berkembang ketimbang perekonomian
lo, dilahirkan bukan dari perencanaan, tetapi secara keseluruhan.58
“tercetus secara kebetulan tanpa penelitian Untuk menjamin kelangsungan industri,
yang secara khusus dimaksudkan untuk me dibutuhkan banyak hal, seperti pasar, su
rumuskannya”.56 Demikian juga dengan paya produk terserap. Salah satu pasar yang
kota-kota satelit yang dibayangkan memiliki dapat diandalkan adalah pasar dalam negeri.
sistem sosial dan ekonomi sendiri, terpisah Dalam urusan pasar dalam negeri itulah
dari Jakarta, ternyata gagal. Dalam catatan Mangkusuwondo memandang perlunya du
Tommy Firman, kota-kota satelit itu lebih kungan sektor pertanian, sebab sebagian be
berfungsi sebagai “tempat tinggal”.57 sar konsumen dalam negeri saat itu hidup di
sektor pertanian. Agar pasar dalam negeri ti
dak jenuh dibutuhkan langkah untuk menja
Urbanisasi yang Diperluas ga daya beli konsumen yang hidup di sektor
pertanian. Jalan yang ditempuh pemerintah
adalah industrialisasi59 di bidang pertanian
Perpindahan orang desa ke kota seperti Jakar dengan mengadaptasi “revolusi hijau” yang
ta, yang dibahas di atas, merupakan salah satu tak lain adalah, menurut Francis Wahono,
strategi operasionalisasi pedalaman sebagai sebuah “usaha raksasa bidang pembangunan
sumber buruh. Logikanya adalah sebagai pertanian”.60
berikut: meskipun tidak semuanya tertam Revolusi hijau diinjeksikan ke dalam
pung di sektor formal, tetapi berlimpahnya Pelita I dan Pelita II. Mesin-mesin pertanian,
orang membuat pasar tenaga kerja menjadi benih hibrida, pupuk, teknologi pengendalian
penuh dan upah buruh menjadi murah. Me hama penyakit tanaman, dan obat-obatan
kanisme lain dari operasionalisasi perdesa diproduksi untuk mendongkrak hasil per
an/pedalaman sebagai “sapi perah berskala tanian. Selanjutnya hasil pertanian dikem
besar” adalah dengan menjadikannya pasar bangkan menjadi barang konsumsi yang
dan situs ekstraksi. “bermutu tinggi” atau bernilai tukar tinggi
Dalam pandangan Suhadi Mangkusuwon dengan menggunakan mesin pengolah, se
do, Orde Baru mengambil pendekatan pem perti yang dicatat oleh Achmad T Birowo.61
bangunan yang memandang perekonomian Injeksi itu mengubah pola bercocok tanam
agraris sebagai cerminan keterbelakangan dan relasi sosial di perdesaan.
ekonomi dan mengedepankan industrialisa Sajogjo menyebut penggunaan bibit ung
si. Cara pandang tersebut bertumpu pada si
fat permintaan terhadap hasil pertanian yang
tidak elastis, artinya kenaikan permintaan 58
uhadi Mangkusuwondo, “Masalah Pembangunan In
S
terhadap hasil pertanian lebih lambat daripa dustri”, dalam Prisma, Vol.5, No.1, 1972, hal. 22-28.
da kenaikan pendapatan masyarakat. Seba Kami memahami kapital-industri sebagai proses tempat
59
an Jabodetabek”, dalam Prisma, Vol. 6, No. 5, 1977, sudah 25 Tahun Revolusi Hijau”, dalam Prisma, Vol.
hal. 23. 23, No. 3, 1994, hal. 4.
Tommy Firman, “Pembangunan Kota-kota Baru di
57 Achmad T Birowo, “Pembangunan Pertanian dan
61
Wilayah Metropolitan Jabodetabek”, dalam Prisma, Strategi Industrialisasi Indonesia”, dalam Prisma. Vol.
Vol. 18, No. 6, 1989, hal. 49-59. 5, No. 1, 1972, hal. 29-35.
TOPIK
Bosman Batubara
Grace & Eka Handriana,
L dan Douglas Urbanisasi
K, Karya Tugas Sebagai Pabrik
Akhir Mahasiswa Krisistentang
Indonesia Sosial-Ekologis
“1965” 63
gul dan mekanisasi pengolahan lahan pada an penggarap lahan bisa menentukan berapa
tahun 1970-an belum berpengaruh terhadap lama dia menukar waktu kerjanya dengan
penyerapan angkatan kerja desa. Angkatan orang lain, pada sistem pengupahan dia tidak
kerja desa tetap terserap pada masa sebelum bisa menentukan upahnya.
panen. Berkurangnya penyerapan tenaga ker Peningkatan produksi pertanian tampak
ja terjadi pada masa panen; buruh pemanen, nya dipandang “berhasil” mendistribusikan
terutama kaum perempuan, tersisih oleh pendapatan ke pedesaan, sesuatu yang di
munculnya mesin pemanen.62 Di sisi lain, hitung sebagai aspek penting dalam pemba
mekanisasi pengolahan lahan mengubah ngunan nasional saat itu. Irlan Sujono dan
penguasaan lahan. Karena penggunaan me Achmad T Birowo dalam penelitian mereka
sin-mesin pertanian tidak efektif dalam men pada delapan desa di Jawa Tengah menun
golah lahan sempit, modal yang masuk ke jukkan bahwa teknologi dalam revolusi hijau
area pertanian kemudian “mengumpulkan” telah menyumbang peningkatan produksi
lahan-lahan sempit tersebut. Sebagai con padi, kesempatan kerja, pendapatan petani,
toh, Makali dan Sri Hartoyo menyebutkan dan memperbaiki struktur pendapatan nasi
ada perorangan yang masuk ke Majalengka, onal.67 Jika kembali pada ide yang direkam
Jawa Barat, dengan membawa mesin pen oleh Suhadi Mangkusuwondo, maka distri
golah lahan dan menguasai sawah lebih dari busi pendapatan ke petani perdesaan dapat
50 hektar atau 11 persen dari seluruh lahan diharapkan menjadi dukungan sektor perta
sawah desa.63 Akumulasi penguasaan tanah nian bagi pemasaran produk-produk indus
bukan hanya dilakukan oleh orang luar desa tri.
saja, tetapi juga oleh warga desa sendiri sep Akan tetapi, distribusi pendapatan saja
erti yang dicatat oleh Frans Hűsken dan Ben tidak cukup; masih dibutuhkan infrastruk
jamin White.64 Itu masih ditambah dengan tur, baik fisik maupun mental. Sediono MP
pembebasan/pengambilan tanah rakyat un Tjondronegoro menulis tentang modernisasi
tuk kepentingan pembangunan seperti yang fisik daerah perdesaan Indonesia yang salah
disinggung Nursyahbani Katjasungkana.65 satunya dilakukan dengan Inpres (instruksi
Semuanya membuat penguasaan tanah di presiden) untuk memperluas prasarana jalan,
perdesaan kian timpang dan sulit. Secara membuka daerah terpencil sehingga lebih
kualitatif, Makali dan Sri Hartoyo mencatat dapat dijangkau oleh pemerintah dan sistem
bahwa relasi sosial penggunaan tenaga di perdagangan kota. Bersama dengan sistem
desa telah berubah dari yang sebelumnya komunikasi kawat dan bahkan satelit yang
liliuran atau tukar tenaga antar sesama pemi memungkinkan siaran langsung, pendidikan
lik sekaligus penggarap lahan menjadi sistem memodernisasi mental orang desa; mengin
pengupahan antara penguasa lahan yang luas jeksikan kebudayaan kota yang cepat dan
dengan buruh tani.66 Jika pada sistem liliur konsumtif ke kehidupan sehari-hari dan ke
dalam kepala orang-orang di desa.68
Operasionalisasi pedalaman sebagai situs
62
Sajogjo, “Golongan Miskin dan Partisipasi dalam Pem ekstraksi berlangsung, misalnya, lewat sektor
bangunan Desa”, dalam Prisma, Vol. 6, No. 3, 1977,
hal. 10-17.
Makali dan Sri Hartoyo, “Perkembangan Tingkat Upah
63
dan Kesempatan Kerja Buruh Tani”, dalam Prisma, Lihat, Makali dan Hartoyo, “Perkembangan Tingkat
66
Pembangunan Pedesaan dan Struktur Agraria di Jawa”, Pendapatan di Pedesaan, Padi Sawah di Jawa Tengah”,
dalam Prisma, Vol. 18, No. 4, 1989, hal. 15-37. dalam Prisma, Vol. 5, No. 1, 1976, hal. 26-32.
Nursyahbani Katjasungkana, “Lembaga Pembebasan
65
Sediono MP Tjondronegoro, “Modernisasi Pedesaan
68
Tanah dalam Tinjauan Hukum dan Sosial”, dalam Pris- Pilihan Strategi Dasar”, dalam Prisma, Vol. 7, No. 3,
ma, Vol. 18, No. 4, 1989, hal. 54-64. 1978, hal. 22-23.
TOPIK
64 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
minyak bumi, hutan, dan tambang. Ekstraksi dan Inco, dalam catatan Arianto Sangaji, me
minyak bumi yang menjadi tulang pung lalui skema kontrak karya pernah menguasai
gung pertumbuhan ekonomi di awal Orde lahan seluas masing-masing 2,6 juta dan 6,6
Baru dalam jangka waktu sekitar 5 tahun, juta hektar serta mengeruk dalam-dalam
dalam catatan Dahlan Thalib, telah digenjot kekayaan bumi Papua dan Sulawesi.74
menjadi dua kali lipat. Kenaikan tercatat dari
550.400 menjadi 892.100 menjadi 1.116.962
BPH (barrel per hari) masing-masing pada Urbanisasi Pembedaan
tahun 1967, 1971, dan 1972.69 Minyak bumi
tersebut berasal dari yang disebut oleh Wi “kehidupan di Jakarta ini kejam” – Ali
djanjono Partowidagdo sebagai “cekungan- Sadikin.75
cekungan” minyak dan gas bumi yang terse
bar di seluruh Indonesia, baik darat maupun Tidak seluruh penghuni Jakarta menikmati
laut, yang secara total pada tahun 1980-an kue pembangunan secara setara. Pemba
ada sebanyak 60 lokasi.70 ngunan Jakarta berlangsung timpang; hanya
Industri perkayuan juga mulai menonjol menguntungkan yang memiliki modal atau
sejak awal Orde Baru setelah diterbitkan koneksi dan kejam bagi yang tidak, seperti
nya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 disampaikan Ali Sadikin (Gubernur DKI Ja
tentang Penanaman Modal Asing. Dawam karta periode 1966-1977) di atas. Mochtar
Rahardjo mencatat, dari total 1,5 miliar Lubis mendeskripsikan dengan sangat baik
dolar AS modal asing yang telah disetujui, ketimpangan, atau yang dia sebut “kon-
sebanyak 33 persen ditanam di sektor kehu tras,” di Jakarta.76 Pelbagai fasilitas publik,
tanan, 90 persen di antaranya di Kalimantan seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan,
Timur.71 Tidak mengherankan, seperti yang dibangun lebih banyak di tempat-tempat
dicatat Rizal Ramli, nilai ekspor kayu lapis yang pendapatan penduduknya relatif lebih
pada 1991 lebih dari separuh total ekspor tinggi, seperti yang dicatat oleh Gustav F
dari industri pengolahan.72 Papanek.77
Di sektor tambang, kasus yang ditulis Sekarang ini, krisis sosial-ekologis telah
Safitri di Kabupaten Berau, Kalimantan mengunci kota-kota di Indonesia. Sejak
Timur, menunjukkan bagaimana kehadiran akhir tahun 1970-an, George J Adicondro
tambang batu bara secara total merombak telah melaporkan bagaimana pembangunan
desa-desa yang ada di wilayah itu.73 Perusa pabrik-pabrik telah mencemari sungai dan
haan-perusahaan tambang seperti Freeport air tanah, mengubah dinamika sedimentasi
(pengendapan dan abrasi), serta merugi
kan para petani tambak di Semarang dan
Dahlan Thalib, “Industri Minyak Bumi Indonesia”,
69 sekitarnya.78 Tulisan Rita Padawangi yang
dalam Prisma, Vol. 2, No. 5, hal. 78-83.
Widjanjono Partowidagdo, “Pengaruh Kebijaksanaan
70
Pemerintah pada Eksplorasi dan Pengembangan Mi rianto Sangadji, “Akumulasi Primitif: Pengalaman In
A
74
nyak dan Gas Bumi di Indonesia”, dalam Prisma, Vol. dustri Pertambangan di Indonesia”, dalam Prisma, Vol.
17, No. 9, 1988, hal. 90. 38, No. 3, 2019, hal. 52-65.
M Dawam Rahardjo, “Kedudukan dan Peranan Sektor
71
Dialog dengan Ali Sadikin, “Menatap Wajah Jakarta”,
75
Kehutanan dalam Rangka Pembangunan Daerah Kali dalam Prisma, Vol. 6, No. 5, 1977, hal. 49.
mantan Timur”, dalam Prisma, Vol. 2, No. 1, 1972, hal. Mochtar Lubis, “Jakarta Kota Penuh Kontras”, dalam
76
dustri Kayu Lapis”, dalam Prisma, Vol. 12, No. 6, 1992, dalam Prisma, Vol 5, No 1, 1976, hal. 59-83.
hal. 19-28. George J Adicondro, “Industriawan dan Petani Tambak:
78
TOPIK
Bosman Batubara
Grace & Eka Handriana,
L dan Douglas Urbanisasi
K, Karya Tugas Sebagai Pabrik
Akhir Mahasiswa Krisistentang
Indonesia Sosial-Ekologis
“1965” 65
menggunakan laporan warga kepada peme gis pesisir, seperti banjir dan abrasi pantai.
rintah melalui aplikasi telepon secara sangat Secara kontraproduktif dengan telaah ur
baik merekam permasalahan-permasalahan banisasi terkonsentrasi yang kami paparkan,
Jakarta, berupa, solusi di kedua kota itu justru akan menam
” kemacetan, pelanggaran, lampu jalan rusak, bah konsentrasi manusia di bagian utara
sampah, jalan rusak, fasilitas umum, parkir Semarang dan Jakarta, serta tentu saja, sam
liar, pengemis, kaki lima liar, kriminal, banjir, bil menciptakan ruang baru bagi kapitalis
pohon tumbang, kebakaran, pajak abnormal, untuk melakukan akumulasi alias “solusi
pelanggaran izin bangunan, potensi teroris, menjadi masalah.”
dan lansia hilang”.79 Pola pembangunan yang terkonsentrasi
di kota seperti Jakarta tidak berkontribusi
Akan tetapi, di tengah perubahan iklim positif dalam mengatasi masalah yang telah
yang memicu pemanasan dan kenaikan menjadi konsideran hampir semua proyek
muka air laut seperti yang disinggung Ismid pembangunan, yaitu perubahan iklim, tetapi
Hadad,80 di mana kota-kota di pantai utara justru memperparahnya. Suhu di kota seperti
Pulau Jawa semakin berisiko terhadap ber Jakarta yang mengandalkan “pemakaian
bagai bencana (rob dan abrasi pantai), pem energi oleh puluhan pabrik dan ribuan alat
bangunan kapitalistik tetap bergerak. Krisis pendingin yang melontarkan udara panas
sosial-ekologis yang muncul sebagai bagian keluar gedung-gedung dan mobil ber-AC,”
tak terpisahkan dari pembangunan kapital seperti yang direkam dengan sangat baik
istik hendak ditutupi atau diselesaikan juga oleh Mochtar Lubis pada 1977, akan sema
dengan pembangunan kapitalistik alias “ma kin panas, karena untuk menghadapi suhu
salah menjadi solusi.” Di Semarang, dengan panas,
momen kenaikan muka air laut bertemu de
ngan amblasan tanah, proyek tol tanggul laut “Orang di Jakarta akan lebih memerlukan lagi
Semarang-Demak seperti yang dipaparkan alat pendingin dalam rumah, gedung, pabrik
oleh Hotmauli Sidabalok terus memproduksi dan mobil, dan pemakaian energi akan ber
ketidakadilan lingkungan.81 Hal yang sama tambah, dan suhu akan didorong naik lagi”.83
berlangsung dalam penanganan banjir Jakar
ta seperti yang terlihat dari tulisan Amalinda Di perdesaan, revolusi hijau sebagai an
Savirani.82 Kedua kasus, di Semarang dan dalan Orde Baru menggeser reforma agraria
Jakarta, menunjukkan bagaimana proyek- seperti yang disebut oleh Muhtar Habibi,84
proyek kapitalisme seperti peningkatan yang diejawantahkan dalam program Panca
konektivitas antarkawasan dan reklamasi Usaha Tani, dalam kasus tertentu memper
(pengurukan laut) menumpang ataupun parah situasi. Misalnya, seperti yang diamati
berkedok penanganan masalah sosial-ekolo Benjamin White, sebelum revolusi hijau
orang tidak membeli pupuk dan bibit. Jadi,
bila gagal panen, kondisi neraca keuangan
Rita Padawangi, “Wacana Kota Pintar dalam Transisi
79
bisa disebut nol. Setelah revolusi hijau,
Agraria Perkotaan Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 40, orang membeli bibit dan pupuk, sehingga
No. 3, 2021, hal. 64.
Ismid Hadad, “Perubahan Iklim dan Pembangunan
80 kalau gagal panen, maka neraca keuangan
Berkelanjutan: Sebuah Pengantar”, dalam Prisma, Vol.
29, No. 2, 2010, hal. 3-22.
Hotmauli Sidabalok, “Jalan Tol dan Tanggul Laut
81
Semarang Demak dalam Perspektif Keadilan Lingkung Mochtar Lubis, “Jakarta Kota Penuh Kontras”, dalam
83
an”, dalam Prisma, Vol. 40, No. 3, 2021, hal. 90-99. Prisma, Vol. 6, No. 5, 1977, hal. 37.
Amalinda Savirani, “Pertempuran Makna ‘Publik’
82
Muhtar Habibi, “Reforma Agraria, Industrialisasi, dan
84
dalam Wacan Proyek Reklamasi Teluk Jakarta”, dalam Surplus Populasi Relatif”, dalam Prisma, Vol. 33, No.
Prisma, Vol. 36, No.1, 2017, hal. 112-126. 2, 2014, hal. 89-99.
TOPIK
66 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
rubahan Sosial di Pedesaan Jawa”, dalam Prisma, Vol. gis diproduksi. Dengan kata lain, dialektika
19, No. 2, 1990, hal. 3-14. dengan Prisma dalam tulisan ini, di satu
Lihat, Rachman, “Meneliti Proses Kebijakan Land Re
87
sisi kami dibantu oleh tulisan-tulisan dalam
form…”.
Prisma untuk menghubungkan urbanisasi de
Iqra Anugrah, “Persoalan Agraria dan Demokrasi di
88
Instrumen Pembaruan Agraria Semesta”, dalam Pris- Diskriminasi Ruang Hidup dan Identitas Warga Tiong
ma, Vol. 38, No. 3, 2019, hal. 117-131. hoa”, dalam Prisma, Vol. 38, No. 3, 2019, hal. 38-51;
Vedi R Hadiz dan Richard Robison, “Ekonomi Politik
90 Kamala Chandrakirana, “Refleksi tentang Keadilan So
Oligarki dan Pengorganisasian Kembali Kekuasaan di sial: Aspirasi Tanpa Akhir”, dalam Prisma, Vol. 39, No.
Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 33, No. 1, 2014, hal. 3, 2021, hal. 62-65.
35-56; Jeffrey A Winters, “Oligarki dan Demokrasi di Dalam catatan Richard Zakaria Leirissa, represivitas
92
Indonesia”, dalam Prisma, Vol. 33, No. 1, 2014, hal. 11- Orde Baru cukup mengganggu Prisma, “Dua kali su
34;Dialog dengan A Rahman Tolleng, “Oligark Hitam, dah teguran dari pihak yang berwajib atas artikel-artikel
Jokowi, dan Revolusi dari Atas”, dalam Prisma, Vol. yang dianggap melanggar patokan SARA”, lihat, Leiris
33, No. 1, 2014, hal. 102-109. sa, “Prisma dalam Dasawarsa…”, hal. 88.
TOPIK
Bosman Batubara
Grace & Eka Handriana,
L dan Douglas Urbanisasi
K, Karya Tugas Sebagai Pabrik
Akhir Mahasiswa Krisistentang
Indonesia Sosial-Ekologis
“1965” 67
ngan krisis sosial-ekologis. Di sisi lain, de sendiri dan tergantung pada kapitalisme
ngan menjahit hubungan itu, kami membantu di negara dunia pertama.96 Empat dekade
menjawab keingintahuan Redaksi Prisma— setelah itu, Muhtar Habibi menyebutnya se
kami juga berharap dapat terus memotivasi bagai “urbanisasi tanpa industrialisasi”,97
Redaksi Prisma untuk tetap bekerja – dalam yaitu proses perpindahan orang dari desa
pencarian keadilan sosial-ekologis. ke kota. Karena pekerjaan di sektor pabrik-
Urbanisasi di Indonesia adalah tipikal industrial tidak bisa menampung migran,
dari urbanisasi yang berlangsung di Bumi maka mereka memasuki sektor informal
Selatan (Global South). Dalam kasus seperti yang secara internal tidak luput dari diferen
itu, mengikuti analisis Benjamin White, mi siasi kelas.
grasi dari desa ke kota terutama bukan dise Semakin ke sini, beberapa kosa kata ba
babkan oleh tarikan kota industrial, tetapi nyak berubah. Sebagai contoh, dari diskusi
lebih karena beratnya timbunan derita rakyat tentang “pertumbuhan vs pemerataan” ke
perdesaan. Di kota, mereka belum pasti “krisis sosial-ekologis” atau munculnya
mendapatkan kehidupan yang lebih baik istilah “mitra” yang menggeser “eksploita
daripada sebelumnya, karena untuk diterima si”, sebagaimana dijelaskan oleh Fatimah
di sektor-sektor “formal” yang menuntut Fildzah Izzati, atau dari “sektor informal”
berbagai macam kualifikasi (misalnya, pen ke “populasi surplus relatif” seperti proposal
didikan tingkat tertentu) bukanlah persoal yang diajukan Prathiwi Widyatmi Putri98;
an yang mudah dipenuhi para migran dari dari “pembangunan” ke “oligarki”; dari “ma
desa.93 Poin itu sejalan dengan penemuan jalah” ke “jurnal”; dari “Pengantar Redaksi”
Chris Manning yang melihat adanya segmen ke “Topik Kita”; dan sebagainya. Di satu
tasi di sektor buruh; semakin tinggi gaji, se sisi, situasi makin rumit, masalah makin ber
makin banyak/berat persyaratan untuk men tambah, dan penjelasan kian beragam. Na
jadi buruh pabrik.94 Itu yang membuat para mun, di sisi lain, semua itu membantu meli
migran banyak yang masuk ke sektor infor hat persoalan dengan lebih jernih.
mal perkotaan. Secara logis, karena berangkat dari kritik
Pada 1980, dengan mengadopsi model- terhadap hegemoni kapitalisme via pertum
model yang dipaparkan pembelajar urba buhan ekonomi yang telah terlembagakan
nisasi, Terry McGee, Nasikun menyebut dalam kerangka kepengaturan negara yang
proses urbanisasi seperti itu sebagai “urbani semakin mendikte kehidupan bersama se
sasi berlebihan.”95 Adi Sasono menyebut hari-hari, maka seharusnya solusi pun mun
hal tersebut sebagai industrialisasi di negara cul dari sana. Demokrasi perwakilan liberal
dunia ketiga yang “terasing” dari rakyatnya yang telah menjadi kendaraan elite untuk
melegitimasi kepentingan mengakumula
si kapital sudah tidak mungkin diharap
93
Lihat, White, “Perubahan di Desa…”.
kan dalam memenuhi janji pemerataan,
Chris Manning, “Segmentasi Pasar Tenaga Kerja di
94 menahan laju urbanisasi, dan menghadapi
Sektor Industri di Jawa: Beberapa Implikasi dari Studi apalagi “menyembuhkan” krisis sosial-
Kasus Industri Tenun dan Rokok”, dalam Prisma, Vol.
8, No. 11, 1980, hal. 85-92.
Urbanisasi berlebihan di negara berkembang memiliki
95
maju (0,395). Bagi Nasikun, itu menunjukkan bahwa formal Perkotaan”, dalam Prisma, Vol. 40, No. 3, 2021,
urbanisasi melaju lebih cepat di negara-negara berkem hal. 13-29.
bang daripada negara-negara maju; lihat, Nasikun, “Ur Fatimah Fildzah Izzati, “Kerentanan Pekerja Transpor
98
banisasi Berlebih, Involusi Perkotaan dan Radikalisme tasi Daring”, dalam Prisma, Vol. 40, No. 2, 2021, hal.
Politik di Negeri-negeri Berkembang”, dalam Prisma, 52-63; Putri, “Urbanisasi, Informalisasi, dan Krisis So
Vol. 8, No. 10, 1980, hal. 9-22. sial-Ekologis...”., hal. 4.
TOPIK
68 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
ekologis. Mengingat semua krisis sosial- kota di sisi lain, seperti dipaparkan Harry
ekologis adalah bagian tak terpisahkan dari Wibowo dalam editorial “Topik Kita” edisi
bagaimana kehidupan bersama diatur atau, “Transformasi Ruang Kota: Mencari Ke
mengikuti formulasi Rocky Gerung99 bah adilan Sosial-Ekologis”.101 Demokrasi yang
wa demokrasi adalah kesepakatan tentang partisipatif mutlak dibutuhkan dalam men
“cara-cara hidup bersama,” maka tiada ja cari keadilan sosial-ekologis, karena yang
lan lain pada ujungnya krisis sosial-ekolo menanggung krisis sosial-ekologis dan
gis harus dipertemukan dengan diskusi me yang paling membutuhkan untuk didengar
ngenai demokrasi. Wadah paling baik bagi terutama adalah warga biasa yang menjadi
pertemuan itu adalah membawa perspektif elemen demokrasi. Jika hal itu dikontekstu
lingkungan/ekologi, yang dalam kata-kata alisasikan dalam proses urbanisasi sebagai
Aswab Mahasin nyaris merupakan “sebuah pabrik krisis sosial-ekologis, maka konsti
pandangan hidup”,100 untuk bertaut dengan tuen politik diskusi demokrasi ini adalah
diskusi tentang demokrasi perwakilan li kita semua, terutama yang menderita karena
beral tingkat negara di satu sisi dan dengan krisis sosial-ekologis, baik di zona konsen
demokrasi yang lebih partisipatif tingkat trasi maupun di zona perluasan. l
Prisma, Vol. 28, No. 1, 2009, hal. 75. Harry Wibowo (Topik Kita), “Demokrasi: Antara Kota
101
TOPIK
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia tentang “1965” 69
Inaya Rakhmani
Intelektual, sebagai subjek sosial, adalah bagian atau setidaknya ikut bertanggung jawab
atas problem ketimpangan sosial yang kita kritik dan ingin atasi. Untuk memahami posisi dan
peran intelektual dalam kaitannya dengan kekuasaan, modal, dan budaya, tulisan ini meng-
gunakan tesis Daniel Dhakidae serta Vedi Hadiz dan Daniel Dhakidae. Untuk merekam dan
memahami hubungan antara intelektual dengan negara, penulis menempatkannya dalam
dua lokus kajian. Pertama, mengkaji beberapa artikel Prisma terkait. Kedua, meletakkan-
nya dalam konteks perubahan dan permasalahan yang dihadapi perguruan tinggi di Indo-
nesia dewasa ini menurut kondisi material sejarah yang membentuknya. Dalam kerangka
itu, tulisan ini akan mengurai berbagai jenis ketimpangan sosial yang direproduksi dan
dipertahankan melalui kebijakan dan praktik kelembagaan di perguruan tinggi. Tulisan ini
juga menyoal dampak marketisasi pendidikan tinggi yang mengekang dan kerap membatasi
imajinasi akademi, melalui permutasi pembangunan ala Orde Baru yang memenuhi tun-
tutan rezimentasi neoliberal. Dengan meminjam universitas sebagai “tempat berkumpul”
sebagaimana dicetuskan Daniel Dhakidae pada 1978, kita bisa menimbang ulang posisi
sosial intelektual publik yang makin terdislokasi di tengah konfigurasi ketimpangan sosial
yang berlapis dan tumpang tindih.
Kata Kunci: intelektual publik, kekuasaan, ketimpangan sosial, neoliberal, perguruan tinggi
S
elama setidaknya tiga dekade ter ngetahuan di Indonesia memiliki kesamaan
akhir, pertumbuhan ekonomi di Indo pola dengan negara-negara tetangga.1 Se
nesia—seperti halnya banyak negara jak awal tahun 2000-an, manajemen publik
lain di Asia—diiringi dengan tingkat baru—dengan variasi instrumen audit, pro
ketimpangan tertinggi sejak kemerdekaan. fesionalisasi, dan internasionalisasi pendidik
Kondisi itu ditanggapi para intelektual di In an tinggi—mengiringi berkurangnya alokasi
donesia dalam berbagai tulisan populer dan dana untuk perguruan tinggi negeri yang
laporan penelitian seturut dengan pelem bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
bagaan pasar gagasan/pemikiran mengenai
paradigma pembangunan baik di tingkat lo 1
Lihat, Ka Ho Mok, “Regional Responses to Globalization
kal, nasional, maupun internasional. Challenges: The Assertion of Soft Power and Changing
Dampak neoliberalisasi, atau mundurnya University Governance in Singapore, Hong Kong, and
peran pemerintah dan meningkatnya peran Malaysia”, dalam Roger King, Simon Marginson, dan
Rajani Naidoo (eds.), Handbook on Globalization and
swasta dalam memberi layanan publik, ter Higher Education (Cheltenham, UK and Northampton,
hadap pendidikan tinggi dan produksi pe MA, USA: Edward Elgar Publishing, 2011), hal. 40-58.
TOPIK
70 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Belanja Negara (APBN) serta meningkat dingkan mereka yang datang dari kelas
nya tekanan untuk menghasilkan pendapat bawah. Selanjutnya, perguruan tinggi negeri
an mandiri. Sejak itu, menguatnya aspirasi yang makin berorientasi pasar menjadi tem
internasionalisasi diterapkan melalui, antara pat prima bagi pembentukan para intelek
lain, program gelar ganda serta pengembang tual neoliberal,8 atau mereka yang memiliki
an kapasitas dosen melalui mobilitas ke tingkat pendidikan tinggi tanpa jaminan
dalam (mengundang dosen luar negeri ke keamanan pekerjaan dan status sosial yang
institusi) dan keluar (mengirim dosen dalam stabil. Kondisi itu melestarikan kesenjang
negeri keluar), sebagai upaya menggapai an sosial lama sekaligus menciptakan tipe
pasar mahasiswa regional. Paradigma neo kesenjangan sosial yang baru. Ketimpangan
liberalisme menuntut dosen untuk memiliki sosial juga dibentuk melalui semakin terba
publikasi dan kolaborasi internasional, na tasnya akses ke pendidikan tinggi; redistribu
mun perguruan tinggi di Indonesia tertinggal si ke atas terjadi ketika universitas melayani
dibanding Singapura dan Australia dalam pasar mahasiswa kelas tengah dan atas.9
menghasilkan karya akademik berkualitas.2 Berbagai kajian mengenai perguruan
Realita tersebut berkait erat dengan peru tinggi di Indonesia menunjukkan bagaima
bahan sosial dan ekonomi yang lebih luas. na marketisasi (marketization; atau proses
Pada 2016, Produk Domestik Bruto (PDB) transformasi perekonomian dari sistem eko
Indonesia sekitar 932,4 miliar dolar AS de nomi terencana menjadi berbasis pasar) uni
ngan tingkat pertumbuhan rata-rata 5 persen versitas telah, dalam beberapa hal, membuka
per tahun.3 Namun, pertumbuhan itu juga di ruang baru bagi produksi ilmu sosial.10 Di
barengi dengan peningkatan ketimpangan.4 saat yang sama, instrumen pasar yang kawin
Indonesia merupakan negara keenam de dengan residu perguruan tinggi sebagai apa
ngan tingkat ketimpangan kekayaan di dunia ratus negara yang melegitimasi kebijakan
berdasarkan koefisien Gini5; sepuluh persen ekonomi pembangunan Orde Baru telah
penduduk Indonesia terkaya mengonsumsi membatasi paradigma berpikir ilmuwan so
sebanyak 54 persen yang paling miskin.6 sial dan intelektual publik.11 Dalam berbagai
Kondisi sosial tersebut merupakan tem karyanya, intelektual publik dan ilmuwan
pat para intelektual Indonesia bekerja. Per sosial seperti Daniel Dhakidae menggubah
tumbuhan ekonomi yang selama satu dekade
dirayakan oleh pemerintah lebih banyak
dinikmati oleh kelas tengah dan atas. David 8
Lihat, Andrew Rosser, “Neo-liberalism and the Politics
of Higher Education Policy in Indonesia”, dalam Com-
Harvey menyebut itu sebagai redistribusi
parative Education, Vol. 52, No. 2, 2016, hal. 109-135.
kekayaan ke atas.7 Lapisan kelas tengah dan 9
Orientasi pasar universitas mereproduksi ketimpangan
atas cenderung lebih berpendidikan diban pendidikan, sebagai bagian dari ketimpangan sosial,
yang terbentuk secara diskursif pada garis kelas, gender,
pusat-pinggiran, dan urban-rural; lihat, Daniel Surya
darma dan Gavin W Jones (eds.), Education in Indone-
2
Lihat, Darryl SL Jarvis dan Ka Ha Mok, Transforma- sia (Singapore: ISEAS Publishing, 2013).
tions in Higher Education Governance in Asia: Policy,
10
Lihat, Rochman Achwan, “Production of Social Scien
Politics and Progress (Singapore: Springer, 2019. ce in Indonesia: An Incomplete Reform From Above”,
3
Lihat, World Bank, Aspiring Indonesia: Expanding the dalam Asian Politics & Polity, Vol. 9, No. 3, 2017, hal.
Middle Class (Washington, DC: World Bank, 2019). 462-478.
11
4
Lihat, World Bank, Indonesia’s Rising Divide, dalam Lihat, Vedi R Hadiz dan Daniel Dhakidae (eds.), Social
http://pubdocs.worldbank.org/en/16261460705088179/ Science and Power in Indonesia (Jakarta; Singapore:
Indonesias-Rising-Divide-English.pdf. Equinox Publishing; Institute of Southeast Asian Stu
5
Lihat, Oxfam, Towards a More Equal Indonesia. (Ja dies, 2005); Inaya Rakhmani, “Reproducing Academic
karta: Oxfam, 2017). Insularity in a Time of Neo-Liberal Markets: The Case
6
Lihat, World Bank, Indonesia’s Rising…. of Social Science Research in Indonesian State Univer
7
Lihat, David Harvey, A Brief History of Neoliberalism sities”, dalam Journal of Contemporary Asia, Vol. 51,
(London: Oxford University Press, 2005). No. 1, 2021, hal. 64-86.
TOPIK
Inaya
Grace L dan Rakhmani,
Douglas Intelektual
K, Karya Tugas Publik dan Ketimpangan
Akhir Mahasiswa Sosial
Indonesia di Indonesia
tentang “1965” 71
berbagai tesis ekonomi-politik Marxis agar di Indonesia.15 Karena itu, penting untuk
dapat dipahami dan diteliti di Indonesia.12 mengurai dan menjelaskan pembentukannya
Dalam artikel ini, penulis menyematkan dengan memahami mekanisme kapitalisme
argumen dasar Daniel Dhakidae untuk me neoliberal dalam mempertahankan diri. Saya
nyambung pengamatan perincinya mengenai mengikuti dan melanjutkan alur berpikir
instrumentalisasi pengetahuan, kekuasaan, Daniel Dhakidae yang memahami hubungan
dan dilema sosial intelektual publik untuk antara intelektual publik dalam proses se
memahami kondisi intelektual publik saat jarah negara-bangsa.16
ini. Saya memakai pendekatan ekonomi-
politik-budaya Bob Jessop13 dan melanjut
kan analisis empiris Daniel Dhakidae yang Sejarah Intelektual dan Permutasi
tertuang dalam buku dan disertasinya. Di
sini, argumen dasarnya, kebangkitan kapital Ketimpangan Kekuasaan
yang berkelindan dengan kekuasaan selama
lima puluh tahun terakhir menunjukkan Banyak sarjana telah menjelaskan bagaimana
betapa sentralnya peran universitas dalam ilmu sosial di Indonesia, sejak cikal bakalnya
gerak sejarah masyarakat di Indonesia—ter di bawah pemerintahan kolonial, memiliki
masuk di dalamnya reproduksi ketimpangan sejarah panjang penindasan.17 Pada masa
sosial oleh intelektual publik. Proses itu me kolonialisme Belanda (abad ke-17 hingga
normalisasi akumulasi kapital dalam kondisi abad ke-20), pemerintah mengendalikan
ruang dan waktu yang spesifik. pengembangan sains dan penelitian dengan
Saya juga meminjam argumen Mi ketat.18 Salah satu caranya dengan mem
chael Burawoy mengenai sosiologi publik pekerjakan ilmuwan dan peneliti sebagai
yang sangat penting untuk memahami dan birokrat dan administrator penuh waktu.19
mengatasi ketimpangan sosial dalam kondisi Andrew Goss berargumen bahwa ikatan
material yang ada.14 Meskipun kapitalisme pekerjaan semacam itu merupakan bentuk
pasar menyapu hampir seluruh universitas kooptasi intelektual, karena sebagai akibat
di dunia, cara-cara kekuasaan diperebutkan nya pemikiran kritis dan gerakan subversif
dan naik ke permukaan masyarakat amat melawan pemerintah kolonial dapat dicegah
bergantung pada proses sejarah yang spesi dan ditangkal. Tradisi ilmu sosial deskriptif
fik. Ketimpangan sosial menyatu secara amat marak dalam kajian arus utama, dengan
ekonomi-politik-budaya dalam lembaga pengecualian perdebatan akademisi Hindia-
yang membentuk praktik intelektual publik Belanda yang bersimpati pada Marxisme
lebih berlandaskan teori.20
of Capital and the Fall of Political Journalism: Political Lihat, Jessop, “Cultural Political Economy and…”.
15
Economy of Indonesian News Industry” (Ann Arbor, Lihat, Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan da
16
Orde Baru (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003). Knowledge, Policy and Reform”, dalam Anthony J
Bob Jessop memperdalam analisis ekonomi-politik
13
Reid, Indonesia Rising: The Repositioning of Asia’s
Marxis dengan mengenali kontradiksi dan konflik kul Third Giant (Singapore: Institute of Southeast Asian
tural yang mempertajam kecenderungan krisis dalam Studies, 2012), hal 141-169.
akumulasi kapital; lihat, Bob Jessop, “Cultural Political Lihat, Dhakidae, Cendekiawan dan Kekuasaan da
18
TOPIK
72 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Dalam hal itu, Daniel Dhakidae mema mulasi”.24 Ilmuwan dan intelektual publik
hami soal Politik Etis sebagai hasil dari pasca-kemerdekaan yang berada di tengah
pergumulan kekuasaan dan budaya antara gerakan anti-imperialisme dikelola oleh ke
Inlander (didorong oleh Boemipoetra) dan seimbangan kekuasaan Islamis, Nasionalis,
Nederlander (penguasa, namun juga ada dan Komunis, melalui berbagai rangkaian
intelektual creol).21 Pada awal abad ke-20, kebijakan pemerintahan Soekarno, salah
intelektual yang menerima manfaat pendi satu di antaranya indonesianisasi penanam
dikan dari Politik Etis menjadi pusat gerak an modal.25 Selama Kabinet Natsir (Septem
an kemerdekaan. Benedict Anderson telah ber 1950-Maret 1951), pemerintah menge
menjelaskan bahwa secara historis, proyek luarkan berbagai kebijakan dan berupaya
kemerdekaan Indonesia merupakan efek mengurangi ketergantungan pada ekonomi
kapitalisme cetak Eropa yang menyebar me asing. Lewat Program Benteng, industri ke
lalui buku berbagai gagasan negara-bangsa cil milik pengusaha “pribumi” diletakkan se
modern yang kemudian diserap oleh para jajar dengan kepentingan ekonomi nasional.
intelektual pribumi di Hindia-Belanda.22 Bantuan modal bagi usaha pribumi bertu
Para intelektual pra-kemerdekaan yang juan mewujudkan redistribusi pendapatan
mengorganisasi diri berdasarkan garis etnis, yang menguntungkan pengusaha pribumi.
wilayah, dan agama (misalnya Jong Java, Konsekuensinya, tidak ada Tionghoa per
Jong Batak, Jong Islamieten Bond), meski anakan yang memiliki surat kabar saat itu.
berhasil membangkitkan semangat “nasio Walhasil, kebijakan itu meningkatkan kepe
nalis” di Nusantara, namun meminggirkan milikan modal perusahaan penerbitan Indo
bahkan mengabaikan penindasan sesama nesia yang menantang dominasi pemodal
pribumi (misalnya, penindasan orang Sasak Belanda dan Tionghoa. Sejalan dengan itu,
oleh orang Bali atau orang Toraja oleh orang dua partai sangat diuntungkan oleh Program
Makassar). Dalam arti itu, nasionalisme ikut Benteng dan memenangkan kompetisi pasar
andil melembagakan ketimpangan etnis, melalui seleksi yang tidak alami, yaitu Mas
agama, dan regional. jumi (yang kemudian dipinggirkan) dan PNI.
Seperti Ben Anderson, Daniel Dhakidae Menelusuri peran media sebagai aparatus
pun menelusuri peran teknologi mesin cetak negara membantu kita melacak akumulasi
dalam akumulasi kapital; sumber ketimpang kapital melalui “monoloyalitas” Departemen
an kekayaan dan sosial.23 Berkait peran cen Penerangan pada era rezim Orde Baru.
dekia dan jurnalis pasca-kemerdekaan, “Se Lebih jauh lagi, politik pengetahuan In
cara mendasar, [jurnalisme politis] berwatak donesia tahun 1950-an berusaha mengurangi
hakiki memelihara kapital yang telah teraku ketergantungan pada semua yang “berbau”
asing lewat sejumlah kebijakan, di antara
nya melalui preferensi terhadap pengusaha
pribumi. Akumulasi kapital diselenggarakan
course: AgrarianTransitions and Scholarly Engagement
in Indonesia”, dalam Vedi R Hadiz dan Daniel Dhaki
dae (eds.), Social Science and Power in Indonesia (Ja
karta: Equinox Publishing, 2005), hal. 107-142. Dhakidae, “The State, the Rise of Capital and the Fall of
24
TOPIK
Inaya
Grace L dan Rakhmani,
Douglas Intelektual
K, Karya Tugas Publik dan Ketimpangan
Akhir Mahasiswa Sosial
Indonesia di Indonesia
tentang “1965” 73
berupa impor teknologi mesin cetak yang di dikan nasional yang tersentralisasi. Berbagai
kuasai oleh segelintir pemodal. Selanjutnya, sarjana berargumen mengenai bagaimana
Soekarno menutup beberapa surat kabar—di rezim otoritarian telah mengooptasi intelek
antaranya Abadi (milik Masjumi) dan Dja- tual publik dan menjadikan mereka pelayan
karta Press—serta menolak mesin cetak rezim dan memasukkan mereka dalam agen
impor dari Barat dan menggantinya dengan da pembangunan.
mesin cetak impor dari blok Timur. Akumu Dalam berbagai momen sejarah itu,
lasi kapital melalui penanaman modal dalam pergumulan dan ketimpangan kekuasaan
impor mesin cetak memfasilitasi politik jur mengemuka dengan cara dan corak khu
nalisme.26 Simbol-simbol ras/etnis dan agama sus. Ia muncul melalui kesenjangan antara
digunakan dalam perebutan kekuasaan serta pribumi dengan kolonialis, antara ilmuwan
mengalihkan orang dari pemahaman tentang dan administrator, antar-etnis dalam gerakan
bahaya krisis kapitalisme itu sendiri. kemerdekaan, antara intelektual Nasiona
Letupan sejarah pun terjadi. Pergumulan lis-Islamis-Komunis, dan antara intelektual
internal antarpartai di Indonesia kemudian yang mendukung atau menentang rezim.
menguat lantaran musuh bersama (imperia Lebih dalam lagi dari itu adalah ketimpang
lis) sudah pudar27, diikuti oleh persekutuan an sosial yang subjektif berhubungan de
antara militer dan Islamis yang segera berge ngan ketimpangan kekayaan yang objektif.
rak membasmi siapa pun yang terafiliasi dan Di dalamnya, teknologi, yang dalam periode
berkait dengan Partai Komunis Indonesia sejarah itu berupa mesin cetak, instrumental
(PKI). Setidaknya satu juta manusia, terma dalam akumulasi kapital maupun pergumul
suk para intelektual dan seniman Kiri, tewas an kekuasaan yang menghasilkan ketimpang
dibantai. Mereka bukan hanya dibunuh, te an sumber daya materi dan imaterial meng
tapi juga dihapus dari ingatan sejarah yang ambil bentuk-bentuk sosial ras, profesi,
difabrikasi oleh rezim Orde Baru.28 etnis, agama, dan aliansi politik. Di sini, pe
Selama 32 tahun era Orde Baru, klientelis nulis coba memperdalam diskusi mengenai
me dan patronase tumbuh subur dan turut di elemen-elemen ketimpangan yang muncul
pelihara oleh perguruan tinggi. Penelitian dan melalui praktik intelektual publik dengan
karya akademik berguna untuk melegitimasi mengambil kasus jurnal Prisma.
kebijakan pembangunan;29 khususnya yang
menguntungkan elite penguasa. Perlawanan
politik, termasuk dari intelektual muslim, di Intelektual Publik dan Jurnal
tekan.30 Secara umum, diskursus akademik
di universitas dibatasi melalui sistem pendi Prisma (1971-2000)
Di antara tahun 1970 hingga 2000, setidak
nya ada tiga kasus praktik intelektual yang
Lihat, Dhakidae, “The State, the Rise of Capital and the
26
Power….
Lihat, Robert W Hefner, Civil Islam: Muslims and
30 Lihat, Sony Karsono, “Indonesia’s New Order, 1966-
31
Democratization in Indonesia (Princeton and Oxford: 1998: Its Social and Intellectual Origins”. Disertasi
Princeton University Press, 2000). PhD, Ohio University, AS, 2013.
TOPIK
74 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
tokoh Center for Strategic and International 1971 hingga 1980, penulis memilih Prisma,
Studies (CSIS) seperti Ali Moertopo, Daoed Vol. 7, No. 2, Maret 1978, berjudul “Univer
Joesoef, Harry Tjan Silalahi, dan Jusuf sitas Pencerminan atau Pembaharu.” Di an
Wanandi. Kedua, intelektual publik yang tara tahun 1981 hingga 1990, Prisma, Vol.
membentuk Lembaga Penelitian, Pendidik 19, No. 1, 1990, berjudul “Universitas: Agen
an dan Penerangan Ekonomi dan Sosial atau Korban Pembangunan.” Di antara tahun
(LP3ES) serta menerbitkan jurnal Prisma. 1991 hingga 1998, Prisma Vol. 23, No. 1,
Mereka adalah Nono Anwar Makarin, Ismid Januari 1994, bertajuk “Ilmu Sosial di Indo
Hadad, dan Dawam Rahardjo yang mendo nesia Mandeg.” Di antara tahun 1998 hingga
rong ideal modernisasi Indonesia dengan 2009, Prisma hanya terbit satu edisi.33 Anta
mengedepankan partisipasi rakyat, keadilan ra tahun 2009 hingga 2019, Prisma terbit 27
sosial, dan aspek-aspek transformatif selain edisi, namun tidak ada edisi yang menyoal
pembangunan ekonomi. Ketiga, para penu intelektual publik serta lembaga pengeta
lis populer lepas, seperti Motinggo Busye, huan secara spesifik. Begitu pula pada tahun
Teguh Esha, Yudhistira ANM Massardi, dan 2020-2021. Di antara enam edisi Prisma
lain-lain yang mengungkap persoalan spesi yang terbit pada tahun itu, tidak ada yang se
fik dan dampak modernisasi ekonomi terha cara khusus membicarakan ilmu sosial.34
dap kelompok terpinggirkan—namun di saat Daniel Dhakidae dalam Pengantar Redak
yang sama tidak menuntut pembubaran Orde si bertajuk “Berkumpul atau Bertemu” edisi
Baru. “Universitas Pencerminan atau Pembaharu”
Sebagai analisis empiris yang menda mempersoalkan kediktatoran dalam praktik
sari tulisan ini, penulis berfokus pada jurnal universitas.35
Prisma terbitan 1971-1998 dan 2009-2020
yang mendiskusikan persoalan intelektual
publik. Berbeda dengan “tipe” pertama dan Selama sepuluh tahun setelah Reformasi, LP3ES ti
33
ketiga di atas32, Prisma menerbitkan aneka dak mendapat bantuan dana dari lembaga-lembaga
pemikiran mengenai pembangunan ekonomi donor; lihat, Prisma Resource Center, “Sejarah Pris
yang berupaya mencari dasar konseptualnya ma”, dalam https://www.prismajurnal.com/about-
us.php?id=%7BD7A279E9-7C54-4A89-118F-FD92
pada Pancasila maupun kritisisme terhadap 1ABE1A81%7D&did=%7B0C6CF522-FB79-C74B-
kapitalisme ala teori dependensia Amerika 0EC5-88A61413A669%7D (diakses Oktober 2021).
Latin. Berbeda dengan dua kasus lainnya, Meskipun mengorganisasi edisi dan artikel secara
34
Prisma menarik diskusi akademik mengenai tematik, penulis mustahil untuk tidak menginterpre
tasi sebagai akademisi generasi pasca-Reformasi de
persoalan pembangunan Orde Baru dalam ngan konstruk sosial-intelektual yang dibentuk oleh
kaitan dengan perdebatan teoretis lebih luas kapitalisme neoliberal. Pada setiap edisi, baik yang
dan komparatif di luar aparatus negara. Edi dikaji di sini maupun yang bukan, perdebatan, kritik,
si-edisi Prisma mengenai intelektual pub kesempatan memberi tanggapan, dan ragam paradigma
serta pendekatan adalah praktik intelektual sosial yang
lik dipilih secara purposif dan kemudian mengesankan bagi penulis di alam intelektual yang
dianalisis secara tematik untuk menjelaskan tercerai-berai dan kompetitif. Membaca ulang Prisma
perkembangan perdebatan intelektual di In pada tahun 2021, yang penulis kenal kali pertama dari
donesia dalam kerangka lembaga perguruan lapak-lapak kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia, baik sebagai mahasiswa
tinggi maupun gerakan. tahun 2000 maupun sebagai akademisi profesional,
Di sini, akan dijelaskan secara deskrip meninggalkan kesan mendalam. Surat tanggapan, iklan
tif dan tematik mengenai sejumlah argumen rokok, grafik pada sampul muka, dapat dianalisis jauh
yang diangkat oleh Prisma. Di antara tahun lebih mendalam daripada yang bisa disajikan di sini.
Begitu pula soal harga majalah dan perbandingannya
dengan inflasi.
Susunan Dewan Redaksi Prisma saat itu: Daniel Dhaki
35
TOPIK
Inaya
Grace L dan Rakhmani,
Douglas Intelektual
K, Karya Tugas Publik dan Ketimpangan
Akhir Mahasiswa Sosial
Indonesia di Indonesia
tentang “1965” 75
“ Apa pun yang diperoleh, semua usaha untuk dilakukan. Kenaikan biaya uang kuliah ha
berkumpul tidak mencapai sasarannya bila ti rus dilakukan untuk meningkatkan kualitas
dak mampu menghasilkan suatu pertemuan. pendidikan dan penelitian. Sedangkan Boes
Pertemuan yang benar akan membangkitkan jra Zahir dalam artikel “Pendidikan Tinggi:
kesadaran baru dalam kalangan komponen Hubungan dengan Masyarakat dan Keadaan
utama perguruan tinggi, yaitu mahasiswa dan nya Sekarang”, menjelaskan variasi gerakan
para dosen. Di sana tidak berlangsung sua mahasiswa pasca-Perang Dunia II di Peran
sana otoriter. Di sana bisa ditangkis tuduhan cis, Italia, dan Jerman Barat serta ekspektasi
bahwa hubungan di dalam universitas diatur mereka terhadap universitas (sebagai sarana
oleh dictatorship of examinations and dicta- ilmiah modern dan kritik sosial). Pada akhir
torship of professordom! Diktator ujian dan artikelnya, Zahir lebih menekankan soal
sistem saringan yang tidak jarang membuang efisiensi, otonomi, dan keseimbangan an
yang bernas dan menampung ampas. Diktator tara permintaan dan penawaran tenaga ahli
professorat yang mementingkan tata susunan lulusan perguruan tinggi.39 Sementara itu,
birokrasi dan bukannya mutu”.36 Sjahrir berargumen bahwa pembangunan
berbasis ekonomi rasional yang
Sejalan dengan itu, dalam tersentralisasi bisa jadi efisien
artikel “Universitas-universitas bagi tatanan struktural, namun
Indonesia: Generasi Pertama”, kebebasan akademik penting
Douglas Paauw memperma untuk memelihara partisipasi
salahkan absennya ilmu dasar civitas akademika demi men
(basic sciences), baik ilmu alam capai tujuan keadilan sosial.40
maupun ilmu sosial, karena Dia mengusulkan “ngobyek
universitas di Indonesia diben penelitian” dapat saja diformal
tuk untuk tujuan-tujuan admi isasi, sehingga keahlian dan
nistratif kolonial.37 Namun, di ketertarikan dosen dapat dibi
saat yang sama, dia berargu carakan dan dipetakan secara
men bahwa untuk membuka terbuka. Dalam rubrik Dialog
akses ke lebih banyak maha “Meluruskan Menara Miring”,
siswa—yang pada tahun itu hanya segelintir baik Taufik Abdullah dan AM Satari mau
yang bisa mendapatkan akses—universitas pun Harsja W Bachtiar mempermasalahkan
perlu bekerja sama dengan pihak swasta dan instrumentalisasi universitas berupa regulari
menjalankan fungsi sekunder berupa ilmu tas demi efisiensi, pembentukan mahasiswa
terapan dan konsultansi. Sementara itu, Ach sebagai “tukang”, dan penelitian yang tidak
mad Amiruddin dalam artikel “Pendidikan menunjang keilmuan.
Tinggi Kita Sekarang” memaparkan sejum Dari rangkaian artikel pada edisi terse
lah permasalahan universitas di Indonesia, but, pertanyaan yang diajukan Daniel Dhaki
yakni mutu dan relevansi pendidikan dengan dae pada Pengantar Redaksi,41 apakah tujuan
kebutuhan pembangunan bangsa.38 Dia ber universitas bukan untuk mengungkap realita
argumen bahwa akses ke sektor swasta harus yang kelam, terjawab tidak di Indonesia pada
36
Daniel Dhakidae, “Berkumpul atau Bertemu?” dalam Boesjra Zahir, “Pendidikan Tinggi: Hubungan dengan
39
Prisma, Vol. 7, No. 2, 1978, hal. 2. Masyarakat dan Keadaannya Sekarang”, dalam Prisma,
37
Douglas S Paauw, “Universitas-universitas Indonesia: Vol. 7, No. 2, 1978, hal. 22-30.
Generasi Pertama”, dalam Prisma, Vol. 7, No. 1978, Sjahrir, “Dilema Pembangunan dan Kebebasan: Maha
40
TOPIK
76 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
1990, hal. 2. Saat itu, Pemimpin Redaksi Ismid Hadad. an-persoalan yang Dihadapi”, dalam Prisma, Vol. 19,
Dewan Redaksi: Aswab Mahasin, Ismid Hadad, Masmi No. 1, 1990, hal. 23-32.
mar Mangiang, M Dawam Rahadjo, Vedi Renandi Ha Rubrik Dialog berjudul “Memahami Universitas”, da
46
TOPIK
Inaya
Grace L dan Rakhmani,
Douglas Intelektual
K, Karya Tugas Publik dan Ketimpangan
Akhir Mahasiswa Sosial
Indonesia di Indonesia
tentang “1965” 77
gi”, dalam Prisma, Vol. 23, No. 1, 1994, hal. 3. Itu meru
pakan makalah yang pernah disampaikan dalam pidato
ilmiah pada Rapat Senat Luar Biasa Universitas Anda
las, Padang, 13 September 1993.
Lihat, “Pengantar Redaksi”, dalam Prisma, Vol. 19, No.
47
Rizal Ramli, “Strategi Pengembangan Industri Rekaya
52
tics in Indonesia (Jakarta dan Kuala Lumpur: Equinox dap Teori Ekonomi Pembangunan”, dalam Prisma, Vol.
Publishing, 2007). 23, No. 1, 1994, hal. 25-36.
TOPIK
78 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
kegagalan pasar (dan monopoli). Secara em perkembangan pemikiran intelektual pub
piris, realita sosial Orde Baru (dengan kelas lik. Dengan kata lain, arus pasar yang oleh
kapitalis dan negara yang saling tumpang- banyak sarjana disebut sebagai salah satu
tindih) tidak muncul dalam tulisannya. Edisi preseden tumbangnya rezim Soeharto, juga
itu juga memuat wawancara dengan Selo merupakan penyebab menurunnya produk
Soemardjan, berjudul “Ilmu-ilmu Sosial di tivitas intelektual publik dalam ruang-ruang
Indonesia Mandeg?” Menurutnya, ilmuwan perdebatan akademis.
sosial sebaiknya mampu menyampaikan
pendapat tanpa menyakiti hati pihak lain,
seperti ABRI dan pemerintah.54 Sosiolog se Demokratisasi, Marketisasi, dan
nior itu juga menyebut bahwa usia fakultas
ilmu sosial jauh lebih muda dibandingkan Dampaknya pada Pengetahuan
fakultas ilmu ekonomi, sehingga wajar jika
dukungan sumber daya bagi para ekonom Sejak tahun 1990-an, Presiden Soeharto
jauh lebih besar daripada ilmuwan sosial mulai kehilangan kendali atas kekuasaan
lainnya dalam memengaruhi arah pemba nya bersamaan dengan menguatnya faksi
ngunan. internal di antara para elite di sekitarnya.
Pengantar dari Dewan Redaksi Pris- Menyusul krisis moneter Asia tahun 1997,
ma—berbeda dibanding dua dekade sebe demonstrasi massa mahasiswa merebak di
lumnya—berkutat dengan cara menyasar kota-kota besar di seluruh Indonesia dengan
pangsa pembaca yang makin tersegmentasi agenda utama menuntut Soeharto turun.56
dan diambil oleh media massa (ironisnya, Demonstrasi bereskalasi menjadi kerusuhan.
juga berperan dalam merekam sejarah Re Namun demikian, runtuhnya rezim otorita
formasi melalui pemberitaan secara real rian Orde Baru pada 1998 menandai harap
time). Dari rangkaian artikel pada edisi an akan lahirnya demokrasi di Indonesia.
tersebut, ilmu sosial di Indonesia mandek Momen itu membuka koridor baru bagi
karena industrialisasi menjangkiti pola pikir kebebasan berekspresi dan aliran informasi
para intelektual publik yang sibuk memikir yang selama puluhan tahun direpresi. Pada
kan bagaimana meraih keberhasilan pem saat yang sama, kucuran dana lembaga-lem
bangunan ekonomi. Instrumentalisasi ilmu baga donor perlahan-lahan bertransformasi
sosial untuk kebutuhan industri tidak hanya seiring dengan perubahan masif politik dan
terasa dalam edisi itu, tetapi juga pada pola ekonomi di Indonesia—yang pada giliran
produksi jurnal Prisma. Mengacu pada diser nya berdampak pada kerja-kerja intelektual
tasinya, Daniel Dhakidae sangat memahami publik.
bagaimana dan mengapa hal itu terjadi, yang Pergeseran menuju demokrasi, dan sega
kemudian mengantarkan Prisma pada hia la jerih payah Reformasi, meski menjanjikan
tus-nya.55 Persimpangan paradoksal, yakni diskusi publik dan akademik yang lebih be
demokratisasi dan marketisasi, membuka bas dan terbuka, ternyata tidak terlalu meme
ruang baru bagi rezim sehingga tidak lagi ngaruhi penyakit korupsi yang telah berurat-
memiliki kendali penuh, melainkan mem mengakar mendalam di tubuh birokrasi.57
buka pelbagai cara baru untuk membatasi Bahkan, pada 2019, Indonesia Corruption
Watch (ICW) mengemukakan bahwa pe
milihan rektor perguruan tinggi negeri harus
Selo Soemardjan, “Ilmu-ilmu Sosial di Indonesia Man
54
diawasi karena rentan konflik kepentingan.
deg?”, dalam Prisma,Vol. 23, No. 1, 1994, hal. 45.
Lihat, Dhakidae, “The State, the Rise of Capital and the
55
TOPIK
Inaya
Grace L dan Rakhmani,
Douglas Intelektual
K, Karya Tugas Publik dan Ketimpangan
Akhir Mahasiswa Sosial
Indonesia di Indonesia
tentang “1965” 79
Politik predatorial (klientelisme) di pergu semua agama yang diakui negara dan “Si
ruan tinggi memang sangat kontras diban Unyil” yang mengampanyekan Keluarga
ding proponen pemerintah dan intelektual Berencana pada anak-anak sekolah dasar.
publik yang mengharapkan perguruan tinggi Di kampus, berlangsung penataran Pedoman
menjadi lebih terbuka dan ramah pasar. Bah Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
kan, rangkaian reformasi kebijakan tentang dan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kam
otonomi perguruan tinggi dibakukan men pus (NKK) dengan kelembagaan baru Badan
jadi undang-undang; universitas makin tidak Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang
bergantung pada anggaran negara. Namun, merupakan respons negara Orde Baru un
deregulasi itu tidak dibarengi dengan debi tuk menjinakkan gerakan protes mahasiswa
rokratisasi. Yang terjadi justru rebirokratisa akhir tahun 1970-an.60
si dengan memperkenalkan sejumlah instru Pada tahun 1980-an, arus liberalisasi per
men audit melalui manajemen publik baru. ekonomian global tidak mungkin terbendung
Bentuk-bentuk standarisasi baru tata kelola lagi dan memberi preseden bagi profesionali
perguruan tinggi yang mengarah ke regional sasi perguruan tinggi (teknologi komputer)
isasi dan internasionalisasi bertemu dengan serta privatisasi pertelevisian (melalui tek
budaya klientelistik warisan Orde Baru. nologi decoder) di tangan kelompok kerabat
Jika dipahami lebih saksama, memin Cendana.61 Pada tahun 1990-an, dengan ter
jam logika Daniel Dhakidae, Indonesia bentuknya Organisasi Perdagangan Dunia
mengalami setidaknya beberapa fase kunci (WTO), ekspansi dan penetrasi kapital secara
metamorfosis kapitalisme pengetahuan sistematis—setidaknya dari Amerika Seri
yang berkelindan dengan media; tidak lagi kat, Jepang, dan Belanda—makin tertancap
sepenuhnya merupakan aparatus negara.58 kuat di Indonesia. Itu ditandai oleh ekspan
Daniel Dhakidae dan Prisma mengiden si bisnis retail keperluan rumah tangga dan
tifikasinya dengan jelas59, sehingga dapat otomotif yang diiklankan secara luas melalui
dibuat lebih eksplisit dengan memperhati media massa demi pangsa pasar kelas mene
kan dampak media massa terhadap kerja in ngah. Kerja intelektual publik pun mengikuti
telektual publik. Yang pertama, peran sentral arus pasar, dengan membicarakan industri
universitas negeri dan stasiun Televisi Re rekayasa dan persaingan antara ilmu sosial
publik Indonesia (TVRI) milik pemerintah dengan ilmu ekonomi dalam menjawab ke
serta investasi pada teknologi dan infrastruk butuhan pemerintah meregulasi pasar.
tur perguruan tinggi serta televisi terestrial Pada tahun 2000-an, redistribusi kekaya
dalam pembangunan ekonomi Orde Baru an ke atas diwarnai oleh ketimpangan akses
sepanjang tahun 1970-an. Perguruan tinggi ke pasar kerja yang semakin terdigitalisasi.
negeri dan TVRI berperan penting dalam Sarjana-sarjana muda yang mendapatkan
menginternalisasi norma-norma modern akses pendidikan tinggi regional dan inter
untuk menjaga “tertib” sosial demi kapi nasional mengalami internalisasi imajinasi
talisme otoritarian Orde Baru. Kurikulum teoretis dan sosial melalui sistem universi
perguruan tinggi berikut karya intelektual tas negara-negara persemakmuran. Mereka
di kampus dan acara televisi berisi program membahas dampak kasualisasi kerja pada
pemerintah didorong dan disokong penuh, berbagai lapisan kelas bawah, pekerja, dan
seperti program “Penyegaran Rohani” bagi borjuasi yang menguntungkan elite; yang
mengambil bentuk sosial—salah satunya—
Lihat, Dhakidae, “The State, the Rise of Capital and the
58
Fall of Political Journalism…” ; Dhakidae, Cendeki- Lihat, misalnya, Suryadi A Radjab, “Panggung-
60
TOPIK
80 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
gender.62 Marketisasi neoliberal menyapu but diindikasikan oleh arena publik yang
universitas dan bukan saja mencerai-berai independen dari intervensi pemerintah.64
intelektual publik berdasarkan spesialisasi Banyak di antara upaya reformasi dalam
dan paradigma, tetapi juga ketimpangan ak beberapa dekade terakhir berusaha mening
ses yang diwarnai gender, etnis, ras, agama, katkan kebebasan akademik bagi intelektual
profesi, dan banyak elemen sosial lainnya. publik di Indonesia agar bisa lebih berpi
Dislokasi dan fragmentasi itu kemudian hak pada kaum miskin dan kelas pekerja.65
diekspresikan melalui ruang daring, melalui Namun, betapa pun masyarakat sipil terus-
tagar #cebong dan #kampret, #PapuanLives menerus mendorong akuntabilitas pemerin
Matter, #pelecehanseksual, #aksibelaIslam, tah, intelektual publik—seperti sekutunya di
dan banyak lagi. Pada masa ini, teknologi sektor lembaga swadaya masyarakat—ma
digital sangat instrumental dalam akumulasi sih menghadapi klientelisme politik berupa
modal dan pergumulan kekuasaan dalam distribusi pendanaan yang sangat dipenga
politik elektoral. Walakin, kapitalisme mem ruhi sistem patronase, di satu sisi, dan hiper-
pertahankan diri dengan mutasi dan trans kompetisi, di sisi lain.66 Hal tersebut menjadi
formasi yang membentuk proses marketisasi kian kompleks akibat marketisasi penelitian
hingga ceruk-ceruk kehidupan terkecil. dan pengajaran di universitas dan organisasi
Merasuknya modal dalam sektor penge masyarakat sipil yang didorong dan berorien
tahuan selama lima puluh tahun terakhir tasi pada penciptaan nilai surplus. Singkat
menunjukkan betapa sentralnya peran kata, jurnal Prisma bangkit dan rehat seiring
universitas dalam gerak sejarah masyarakat dengan gelombang demokrasi dan pasar se
kapitalis—termasuk pengerahan berbagai cara berkebalikan. Arus demokratisasi dan
paradigma dan pendekatan yang diabdikan marketisasi yang membuka ruang-ruang
bagi kepentingan dan proses akumulasi kapi alternatif dan relatif tidak diganggu negara
tal. Tidak mengherankan jika sejak 1994 juga menyapu ruang perdebatan dan intelek
hingga sebelum “mati suri” pada 1998— tual publik yang semula disatukan oleh mu
ditambah dengan pengadopsian media sosial suh bersama berupa otoritarianisme.
oleh kelas tengah dan penginstrumenannya
dalam pergumulan kekuasaan63—Prisma
pun terseret arus pasar informasi dan hiburan Penutup
yang berkelindan dengan pengetahuan.
Salah satu penanda demokrasi yang se Artikel ini mengurai reproduksi wacana
hat adalah fakta bahwa otonomi di bidang ketimpangan sosial yang dilakukan oleh
intelektual terjaga dengan baik. Hal terse intelektual publik. Burawoy mengusulkan
Work’ in Indonesia’s Social Media-based Online Store Non-Feodalisme, dan Penindasan HAM”, dalam Al
Business: Social Reproduction and the Feminization of Khanif dan Manunggal K Wardaya, Hak Asasi Manu-
Work”, dalam Journal of Indonesian Social Sciences sia: Politik, Hukum dan Agama di Indonesia (Yogya
and Humanities, Vol. 10, No. 1, 2020, hal. 35-46. karta: LKI, 2018), hal. 53-67.
Lihat, Inaya Rakhmani dan Muninggar Sri Saraswati,
63 Heru Nugroho, “The Political Economy of Higher
66
“Authoritarian Populism in Indonesia: The Role of the Education: The University as an Arena for the Struggle
Political Campaign Industry in Engineering Consent for Power”, dalam Vedi R Hadiz dan Daniel Dhakidae,
and Coercion”, dalam Journal of Current Southeast Social Science and Power in Indonesia (Jakarta, Singa
Asian Affairs, 2021, dalam https://doi.org/10.1177/186 pore: Equinox Publishing; Institute of Southeast Asian
81034211027885. Studies, 2005), hal. 143-165.
TOPIK
Inaya
Grace L dan Rakhmani,
Douglas Intelektual
K, Karya Tugas Publik dan Ketimpangan
Akhir Mahasiswa Sosial
Indonesia di Indonesia
tentang “1965” 81
agar ilmuwan sosial dan intelektual meme Burawoy mengkritik gerakan intelektual
riksa struktur dan dinamika sosial serta me publik global yang didominasi Eurosen
mahami posisi “kita” di dalamnya untuk trisme. Dalam tulisannya, Burawoy mem
mengkonfrontasi dampak destruktifnya.67 buka ruang akademik bagi para intelektual
Dengan memotret melalui lensa tematik Global South.70 Sebagai akademisi yang ting
problem pendidikan tinggi di jurnal Prisma, gal dan bekerja di Indonesia, yang menyadari
tulisan ini mengkaji perkembangan serta proses sejarah dan pelembagaan universitas
transformasi lembaga dan intelektual publik. yang diwarisi dari kolonialisme, otoritarianis
Selain itu, penulis menempatkan diri sebagai me, dan, hingga sekarang, neoliberalisme,
bagian dari komunitas intelektual generasi tidak cukup bagi kita sekadar bicara menge
tahun 2000-an, yang menghadapi sejumlah nai ketimpangan sosial dalam batasan nega
fragmentasi, individualisasi, atomisasi, dan ra-bangsa. Pada saat yang sama, tidak cu
hiper-kompetisi yang dibawa oleh proses kup pula sekadar mengadvokasi pentingnya
globalisasi neoliberal.68 Pada gilirannya, pengarusutamaan kajian Indonesia dalam
dampak tersebut memproduksi ulang seka agenda sosiologi global. Di dalam Indone
ligus menciptakan jenis-jenis ketimpangan sia saja ada “Utara” dalam “Selatan” dan
sosial baru pada era pasar neoliberal. sebaliknya (misalnya, ketimpangan antara
Meskipun secara khusus membicarakan Jawa dan Papua serta pada saat bersamaan
Indonesia, penulis menempatkan artikel ini menjamurnya kawasan kumuh Muara Angke
dalam arena perubahan global yang lebih di Jakarta dan urbanisasi Sorong di Papua).
luas. Produksi pengetahuan pada abad ke-21 Dengan kata lain, tanggung jawab sosial in
mencakup kerja-kerja akademik yang ma telektual publik untuk mengkaji dan meng
kin precarious,69 dan semakin parah dengan ungkap cara ketimpangan sosial diciptakan
adanya pandemi Covid-19. Selama lima pu ulang oleh lembaga tempat kita bekerja dan
luh tahun terakhir, lembaga dan intelektual dalam cara kita berkarya.
publik di Indonesia—serta di banyak nega Refleksi ini barangkali dapat dimanfaat
ra—juga mengidap ketimpangan sosial yang kan oleh generasi intelektual kritis dan aktivis
senantiasa berubah dan berkembang sesuai generasi tahun 2000-an bukan hanya untuk
kondisi kehidupan material. Ketimpangan so memahami relasi antara kekuasaan dengan
sial—antara yang memperoleh akses dengan akumulasi kapital (ekonomi-politik-budaya)
yang tidak—secara nyata terlihat pada tahun serta dampaknya pada pembatasan ruang
1980-an tatkala perguruan tinggi dipandang akademik dan advokasi, tetapi juga melatih
sebagai simbol mobilitas ke atas. Jumlah untuk melihat diri dalam kesinambungan
mahasiswa dibatasi oleh kapasitas lembaga perkembangan intelektual sebagaimana
dan dosen yang juga memiliki kerja ganda; yang selama ini dipelihara dan dirawat oleh
karena redistribusi kekayaan ke atas mem Prisma. Dalam sepuluh tahun terakhir, pem
perparah ketimpangan akses pendidikan dan batasan kerja intelektual publik tidak hanya
sosial. Intelektual publik juga didesak oleh atau tidak lagi berupa pengekangan politik
arus pasar. Mereka harus segera menanggapi dan berbagai bentuk mekanisme paksaan
kondisi di depan mata dan melatih imajinasi dan pembatasan formal lainnya, tetapi juga
sosial secara komparatif dan historis. beroperasi melalui mekanisme pasar sebagai
sumber pendapatan lembaga tempatnya
bekerja—universitas, media, dan lembaga-
Burawoy, “Times of Turmoil: Emerging Visions…”, hal
67
lembaga masyarakat sipil.
27.
Lihat, Harvey, A Brief History of….
68
rous Class (London and New York: Bloomsbury Acade Lihat, Burawoy, “Times of Turmoil: Emerging Vi
70
TOPIK
82 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
TOPIK
Prisma DIALOG LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia 83
D
alam rangka memperingati setengah abad LP3ES, diselenggarakan seminar dalam jaringan
(webinar) bertajuk “LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia”, pada 5 Agustus
2021 berkat kerja sama LP3ES dengan FNS Regional Asia Tenggara dan Timur. Setelah semi-
nar daring itu dibuka oleh Didik J Rachbini, selaku Ketua Dewan Pengurus LP3ES, berturut-turut tampil
ialah Ismid Hadad (Pendiri LP3ES dan Ketua Pengurus Bineksos), Sony Karsono (Assistant Professor
pada Universitas Hankuk, Korea Selatan), Farabi Fakih (Ketua Prodi S-2 Ilmu Sejarah Departemen
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada), Julia I Suryakusuma (Peneliti, Kolumnis,
dan Feminis), dan Fajri Siregar (Kandidat Doktor Universitas Amsterdam, Negeri Belanda). Diskusi
yang dimoderatori Direktur Centre for Media and Democracy LP3ES Wijayanto itu, pada dasarnya
merupakan sebuah refleksi kritis dari praktik diskursif (wacana) maupun non-diskursif (kelembagaan)
salah satu organisasi nonpemerintah (Ornop) tertua yang berdiri pada awal Orde Baru. Tahun 1971 itu
juga diselenggarakan pemilu pertama, 5 Juli 1971. Bukan suatu kebetulan jika LP3ES dan Prisma (terbit
perdana November 1971) lahir saat Orde Baru mulai meletakkan basis state-power-nya. Bagaimana
LP3ES dan Prisma berkembang dan berperan kemudian menjadi bagian dari maupun mitra-kritis bagi
negara Orde Baru dengan seluruh dinamika masalah, ketegangan, dan konflik untuk menemukan jalan
bagi masa depan Indonesia di berbagai bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, maupun budaya;
sebagian jawaban reflektif tersebut bisa kita jumpai dalam diskusi para narasumber ini.
DIA LOG
84 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Demi pembangunan ekonomi, Orde Baru itu, kita bisa segera melepaskan diri dari jerat
menganggap perlu mengedepankan stabili kemiskinan, pengangguran, kebodohan, dan
tas politik. Asumsi rezim Orde Baru, pem keterbelakangan sosial-ekonomi yang sangat
bangunan ekonomi tidak bisa berjalan tanpa mengungkung sebagian besar masyarakat
stabilitas politik. Karena itu, kebebasan pers, Indonesia. Pada dasarnya, pemikiran tentang
kampus, partai politik, dan masyarakat sipil “pembangunan” yang ditawarkan LP3ES
harus diatur dan dikendalikan “dari atas.” pada tahun 1970-1980 itu, meski tidak
Bahkan, DPR sudah menjadi perpanjangan menggunakan konsep dan nama Sustainable
tangan pemerintah. Kegiatan LSM pun kian Development Goals SDGs, tetapi sebenarnya
terbatas karena diawasi sangat ketat. Tatkala tidak jauh berbeda dengan konsep “sustain-
bergerak dan ikut serta dalam proses “pem able development” yang berkembang sejak
bangunan”, ruang partisipasi masyarakat 1983 serta dianut dan diterapkan dunia inter
sipil dibatasi hanya yang berkaitan dengan nasional hingga sekarang.
pembangunan ekonomi saja, termasuk di Dengan mengingat kondisi dan situasi
bidang penelitian, pendidikan, komunikasi, politik masa itu, lembaga yang akan diben
dan penyebaran informasi ke publik. Selain tuk kemudian disusun dengan konstruksi
tokoh militer dan politikus partai, yang di agak unik. Itu merupakan ide brilian Nono
percaya dan bisa lebih leluasa bersuara wak Makarim. Ada dua lapis susunan organisasi,
tu itu adalah kelompok teknokrat ekonomi. yaitu Bineksos di lapis atas, yang berfungsi
Sebagian kalangan menyebut mereka “mafia sebagai organisasi payung atau as a legal and
Berkeley”; sebutan yang tidak sopan karena political umbrella. Waktu itu, LSM akan su
sebenarnya mereka bukan mafia. lit bergerak jika langsung bersuara sumbang
Dengan kata lain, LP3ES didirikan oleh atau tampil seperti oposisi. Sementara itu,
Bineksos dengan tujuan pokok merintis se kami menginginkan LP3ES berdiri bebas
buah pola atau model pembangunan alter dan bergerak lincah untuk jangka panjang.
natif. Model pembangunan waktu itu lebih Jadi, fungsi utama Bineksos adalah mem
banyak bersifat teknokratis dan top-down, beri semacam proteksi terhadap kemungkin
tidak partisipatif, tidak melibatkan masyara an intervensi pemerintah, militer, Soeharto
kat banyak untuk ikut serta dalam proses dan dan aparat birokrasinya. Untuk itu Bineksos
ikut menikmati hasil-hasil pembangunan itu menyiapkan payung hukum serta dukungan
sendiri. Yang ditawarkan oleh LP3ES adalah sosial, intelektual, kultural dan politik yang
sebuah model alternatif, yaitu “cara mem lebih luas kepada LP3ES, sebagai organisasi
bangun dari bawah” dengan memberdaya lapis kedua yang akan difungsikan sebagai
kan dan menyejahterakan sebagian besar lembaga pelaksana tujuan dan kebijakan
masyarakat. Pembangunan nasional bukan Bineksos.
hanya mengurus “pertumbuhan ekonomi” Karena itu, Bineksos dibentuk dengan
saja, tetapi juga harus bisa mengatasi ma menampilkan nama-nama besar, seperti
salah kesejahteraan dan keadilan sosial, Adam Malik, Prof Sumitro Djojohadiku
serta pengembangan budaya, kreativitas dan sumo, Prof Ali Wardana, Dr Emil Salim,
kemampuan sumber daya manusianya. Itu Dr Suhadi Mangkusuwondo, dan lain-lain
merupakan model pembangunan dari bawah teknokrat ekonom terkenal. Moderator tadi
didukung oleh kebijakan dari atas mencakup menyebut nama Widjojo Nitisastro, tetapi
aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkung Pak Widjojo tidak pernah terlibat sebagai
an masyarakat. Model tersebut perlu dilak pendiri ataupun anggota Bineksos. Selain
sanakan dengan pendekatan holistik dan teknokrat, juga ada tokoh militer seperti Ali
partisipatif yang diterapkan secara integra Sadikin, Daan Yahya dan tokoh ilmuwan
tif dan berkelanjutan. Dengan menerapkan sosial, seperti Prof Selo Sumardjan, Prof
pendekatan bottom-up dan holistic seperti Koentjaraningrat, Dr Fuad Hassan, Dr Tau
DIA LOG
86 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
program publikasi untuk memenuhi kebutuh kasi kebijakan publik juga dibangkitkan
an kelompok masyarakat terdidik di level kembali.
atas serta untuk bacaan cerdas dan kritis bagi Apa yang bisa kita catat sebagai pem
publik, LP3ES menerbitkan buku-buku teks belajaran dari kehadiran LP3ES selama 50
universitas dan buku-buku umum di bidang tahun ini untuk masa depan Indonesia? Per-
sosial-ekonomi, yang hingga kini masih be tama, LP3ES lahir karena tuntutan keadaan.
sar peminat dan pembacanya. Ada kondisi dan suasana yang menekan
Untuk kelompok masyarakat kelas kebebasan kelompok-kelompok masyara
menengah urban, LP3ES merancang dan kat, termasuk mahasiswa, dosen, dan para
menyelenggarakan berbagai program pendi cendekiawan. Ruang gerak, kehidupan, dan
dikan dan pelatihan untuk warga dunia pers peran masyarakat sipil menjadi semakin
dan media-massa. Program waktu itu dimu sempit dan serba dibatasi. Reaksi yang mun
lai dengan pendidikan pers mahasiswa, pen cul adalah keinginan untuk bebas, merdeka,
didikan wartawan ekonomi, serta pendidikan mencari ruang gerak dan kegiatan baru yang
pers dan wartawan daerah, dengan pengajar cukup menantang tanpa harus bertabrakan
dan instruktur dari para pimpinan redaksi, dengan tembok penguasa serta tidak selalu
wartawan senior, dan praktisi kawakan dari bergantung pada pihak luar. Kebebasan dan
dunia pers itu sendiri. Program lain yang kemandirian merupakan prasyarat untuk
sangat jarang dan juga unik adalah program tumbuh dan berkembangnya para cendekia
siaran Radio Pendidikan Pemuda (RPP). wan dan organisasi non-pemerintah yang
LP3ES bikin program siaran radio untuk basis kegiatannya dari kontribusi ilmu dan
pendidikan bagi kelompok usia muda yang pemikiran kritis kaum intelektual. Kedua,
putus sekolah dan menganggur, bekerja sama kontribusi ilmu pengetahuan dan pemiki
dengan Radio “Arief Rachman Hakim (Ra ran kaum intelektual itu akan efektif dan
dio ARH)” yang disiarkan dari Taman Ismail bermanfaat untuk masyarakat, terutama di
Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta. Sasaran pro tingkat bawah, kalau bisa diwujudkan men
gram pendidikan itu anak-anak muda putus- jadi aksi nyata di lapangan serta disebarluas
sekolah SD, SMP, dan SMA. Mereka diberi kan kepada publik umumnya dan kelompok
sarana radio untuk bisa belajar cepat sambil masyarakat yang membutuhkan. Sering kali
membentuk kelompok-kelompok pendengar pemikiran cendekiawan kita hanya sampai
untuk bisa belajar sendiri dari materi siaran ke tahap angan-angan dan harapan. Semen
yang mereka peroleh. Yang mengagumkan, tara perlu ada upaya konkret dalam bentuk
meski program pendidikan itu hanya berja kegiatan dan cara pengorganisasian secara
lan tiga tahun, sekitar lima bulan lalu saya efektif agar “angan-angan” tersebut bisa di
sempat bertemu dengan tiga orang mantan trasformasikan menjadi kenyataan di lapang
anggota kelompok pendengar RPP di kota an dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Medan dan Malang, yang ternyata masih Ketiga, kasus LP3ES memperlihatkan bah
aktif bekerja sebagai penyiar dan mengajar wa kebebasan dan kemandirian intelektual
melalui radio dan televisi lokal. Program bisa dicapai kalau Ornop punya misi dan
yang belum lama ini dihadirkan oleh LP3ES tujuan yang jelas, ada agenda dan program
adalah “Sekolah Demokrasi” dengan peserta kerja terarah dan terukur, punya SDM ung
dari berbagai daerah dan “program magang gul yang terpilih serta kemampuan berorgani
mahasiswa dan relawan LP3ES” yang ber sasi dan mengelola secara profesional dan
hasil diselenggarakan di tengah kendala pan didukung oleh sumber daya yang memadai
demi Covid-19, atas inisiatif dan inovasi Dr untuk jangka panjang.
Didik J Rachbini dan Dr Wijayanto, bersa Faktor SDM serta kemampuan berorgani
ma kawan-kawan pengurus dan staf LP3ES sasi dan mengelola sumber daya merupakan
yang ada sekarang. Kegiatan studi dan advo kunci keberhasilan bagi organisasi nirlaba
DIA LOG
LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia 89
masyarakat sipil untuk bisa survive dan bawahi adalah visi LP3ES yang hingga kini
mampu menjalankan visi dan misinya dalam tetap relevan. Pak Ismid juga mengoreksi
jangka panjang. Modal idealisme, pengeta pernyataan saya tentang keberadaan Widjojo
huan, dan semangat saja tidak akan cukup. Nitisastro di LP3ES. Pada halaman 429-430
Organisasi bisa jalan kalau ada keahlian, dari Bab IV disertasi Sony Karsono berjudul
kompetensi, dan sistem untuk memanfaatkan “The Quest for Modernity in the New Order:
dan mengelola sumber daya. Orang sering The LP3ES Intellectuals and the Bottom Up
mengasosiasikan istilah sumber daya hanya Social Transformation in Indonesia”, tertulis
sebagai dana atau uang saja. Dana penting, kutipan yang saya terjemahkan, “Didirikan
tetapi bukan faktor penentu keberhasilan pada 1971, LP3ES merupakan LSM pem
mencapai cita-cita bersama. Sumber daya bangunan pertama yang merupakan badan
itu selain uang, juga SDM, pengetahuan, eksekutif dari Bineksos untuk mewujudkan
keahlian, sistem dan jaringan kerja, serta or visi-misi modernisasinya. Bineksos sendi
ganisasi dengan kemampuan mengelola dan ri didirikan di Jakarta pada 1970 oleh new
mengatasi masalah dalam jangka panjang. orderist leading intellectuals Indonesia,
Karena itu, untuk maju menghadapi tan antara lain, Emil Salim, Ali Wardhana, Su
tangan besar di masa depan, saya menekan hadi Mangkusuwondo, Sumitro Djojohadi
kan pentingnya fungsi SDM unggul dengan kusumo, sosiolog Selo Soemardjan, antro
kemampuan berorganisasi yang baik dan polog Koentjaraningrat, sejarawan Taufik
efektif. Agar para generasi muda dan kaum Abdullah, Adam Malik, Ali Sadikin, Nono
intelektual jangan hanya rajin melempar Anwar Makarim, dan Ismid Hadad. Emil
gagasan dan pintar bicara saja, bergaya Salim dan Ali Wardana… waktu itu bekerja
NATO: “no action, talk only”, kita perlu di Bappenas serta bekerja sama dengan Wi
calon pemimpin baru dari generasi muda djojo Nitisastro dan Mohamad Sadli untuk
yang mampu mewujudkan impian menjadi Presiden Soeharto…” . Jadi, nama Pak Wi
kenyataan. Dengan segala kelemahan dan djojo memang tidak tercantum sebagai ang
kegagalannya, kehadiran 50 tahun lembaga gota Bineksos, akan tetapi 2-3 orang pendiri
seperti LP3ES membuktikan bahwa sebenar Bineksos seperti Emil Salim, Ali Wardhana,
nya pernah ada organisasi masyarakat sipil JB Sumarlin pada waktu itu bekerja di Bap
“who can make dreams come true.” Setelah penas yang didirikan dan dipimpin oleh Prof
setengah abad usianya, LP3ES bukan hanya Widjojo Nitisastro.
tetap survive, tetapi berkembang menjadi
tiga institusi—Bineksos-LP3ES-Prisma— Sony Karsono
yang alhamdulillah, masih bisa ikut berperan Kita telah mende
mengawal fungsi demokrasi di Indonesia. ngarkan kesaksian
Pak Ismid Hadad
Wijayanto sebagai pelaku seja
Terima kasih untuk koreksi Pak Ismid Ha rah yang sangat
dad tentang Soe Hok Gie. Almarhum Daniel kaya dan insightful.
Dhakidae, pada Kata Pengantar Catatan Hal itu meringan
Seorang Demonstran, menulis bahwa nas kan tanggung jawab
kah buku itu sudah siap dicetak-coba setelah saya, karena bebera
disunting Ismid Hadad dan Fuad Hashem pa poin penting jus
pada 1972, tetapi terkendala dan baru bisa tru telah dikemuka
terbit pada 1983. Dari pemaparan Pak Ismid kan dengan sangat baik oleh beliau. Dalam
Hadad, kita dapat memetik banyak pelajaran kesempatan ini, saya mengundang generasi
yang sangat berharga, khususnya bagi gene muda untuk melakukan riset lebih lanjut ten
rasi LP3ES hari ini. Hal yang perlu digaris tang LP3ES dari angle yang berbeda. Saya
DIA LOG
90 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
terjadi global interconnectedness yang me Kritik LP3ES terhadap pembangunan awal
nguat di bidang ekonomi, politik, informasi, Orde Baru bisa dilihat dari tulisan-tulisan Is
budaya pop, dan lain-lain. Yang menjadi ma mid Hadad atau Dawam Rahardjo. Namun,
salah adalah kita hidup di tengah masyarakat beranjak ke tahun 1980-an dan 1990-an,
massa dan di dalam negara berpenduduk sa kritik dari LP3ES jauh lebih keras. Dengan
ngat banyak. Mereka berfungsi sebagai kon Prisma dan buku-buku terbitan LP3ES ber
sumen, produsen, sekaligus distributor. Yang langsung produksi dan distribusi wacana
lebih “menggetarkan” dunia, manusia mo dalam ilmu sosial, ilmu budaya, dan ilmu
dern dalam jumlah sangat besar ingin berpar ekonomi.
tisipasi dalam politik. Mereka merasa berhak Kenapa Nono Anwar Makarim, Ismid
dan wajib berpartisipasi dalam kehidupan Hadad, dan Dawam Rahardjo? Mereka me
politik. Modernitas juga berarti sangat ba mainkan peran penting di masa-masa awal
nyak manusia di planet bumi terobsesi de LP3ES. Ketiganya pernah memimpin dan
ngan negara-bangsa. Negara-bangsa diang menjadi Direktur LP3ES. Berlangsung
gap sebagai format terbaik dalam mengelola penuangan gagasan dan cita-cita dalam pel
kehidupan masyarakat modern. Namun, kita bagai program yang dikerjakan di bawah
tetap harus berurusan dan memanfaatkan bi kepemimpinan ketiga tokoh itu. Mereka
rokrasi yang kian ekspansif. Hampir tidak adalah “koki” di LP3ES. Hidangan yang
mungkin hidup tanpa birokrasi—meski ba kita nikmati dimasak oleh mereka. Ketiga
nyak keluhan tentangnya. Negara juga kian nya berbeda latar belakang, baik etnis mau
meresap dalam mengintervensi kehidupan pun kota kelahiran. Namun, mereka punya
warga negara. Apa pun sistem politiknya, persamaan yang sangat sentral, yakni aktivis
negara merasa wajib dan berhak menginter mahasiswa 1966, anti-komunis, pengkritik
vensi setiap urusan rakyatnya. Apa pun latar Bung Karno, dan berkontribusi dengan cara
belakang ideologinya, setiap orang harus masing-masing pada awal kelahiran Orde
merencanakan perubahan sosial. Perubahan Baru. Persamaan itu menyatakan banyak
sosial tidak terjadi secara otomatis. Ia harus hal tentang kenapa mereka melakukan yang
direncanakan, diarahkan, dan ditata sambil seharusnya dilakukan pada tahun 1970-an
memperdebatkan metode pengelolaan ter dan setelahnya? Jadi, bila ingin memahami
baik yang harus dikerjakan. apa yang dilakukan orang di masa dewasa,
Itu adalah bingkai untuk dapat lebih me lihat juga apa yang dilakukannya saat masih
mahami kekayaan dan kesaksian Pak Ismid muda (mahasiswa). Kadang kala di sana ada
Hadad sebagai bagian dari pergumulan ma semacam kesinambungan.
nusia modern. Hal tersebut akan menjadi Bila hendak membahas LP3ES, ha
lebih menarik dengan pertanyaan kenapa rus dilihat lebih dahulu apa yang terjadi di
LP3ES yang diteliti, bukan yang lain bila masa Demokrasi Terpimpin dan apa yang
ingin memahami Indonesia tahun 1966 sam dikerjakan oleh mahasiswa yang bernama
pai 1998. Pertama, LP3ES adalah sebuah Nono Anwar Makarim, Ismid Hadad, dan
organisasi non-pemerintah (Ornop) yang me M Dawam Rahardjo. Ketiganya kecewa de
warnai kehidupan intelektual di Indonesia. ngan kehidupan sebagaimana mereka lihat
Produk-produk LP3ES merupakan sebuah dan rasakan sebagai pemuda. Kekecewaan
gejala yang menunjukkan betapa setelah ta itu membuat mereka harus berbuat sesuatu,
hun 1965 pun masih berlangsung pertukaran yaitu mengubah sistem. Bila dilihat latar
gagasan yang cukup dinamis di Indonesia. belakang keluarga, pertemanan, pendidik
Kedua, LP3ES memberi kesempatan kepada an, dan pertongkrongannya, kita akan bisa
kita untuk melihat bahwa developmentalis mengapresiasi pemikiran, sepak terjang, dan
me Soeharto itu ternyata mendapatkan kritik kontribusi mereka. Di sana kita akan meli
dengan tingkat keradikalan yang berbeda. hat akar pemikiran dan konteks visi mere
DIA LOG
92 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
ka. LP3ES merupakan “mesin” dan “anak” orang yang memiliki komitmen, jika tidak
mereka. Tujuan utama LP3ES sebagai organ dikatakan terobsesi, dengan keseimbangan.
eksekutif dari Bineksos adalah mewujudkan Bila ada yang mengkritik mengapa Nono ti
sebuah mimpi besar, yaitu mendorong keter dak radikal, memang karena dia orang yang
libatan mayoritas rakyat Indonesia dalam berkomitmen pada keseimbangan. Dia “su
pembangunan ekonomi agar tidak hanya lit” menjadi radikal ke sebelah kiri atau ke
menjadi milik elite. Mereka sangat percaya sebelah kanan. Dia berlaku seperti timbang
akan peran generasi muda. Karena itu, mere an. Pada akhir tahun 1940-an, dia pindah
ka menyiapkan generasi muda sebagai calon dari Pekalongan ke Jakarta, kota dan manu
pemimpin transformasi sosial berikutnya. sia-manusia yang ditemuinya sebagai rekan
Sekarang, Nono Anwar Makarim bukan kuliah turut membentuk gaya hidupnya.
aktivis mahasiswa lagi dan tampak lebih low Nono kerap nongkrong, tukang diskusi, dan
profile. Dilahirkan pada 1939 di Pekalongan, gemar membaca. Siang jadi malam, malam
sebuah kota yang banyak melahirkan kaum jadi siang. Bahkan, dia nyaris menjadi seni
intelektual Indonesia, dari keluarga kelas man. Sobat tongkrongan-nya, seperti Ismid
menengah peranakan Arab. Cara pandang Hadad, Goenawan Mohamad, Arief Budi
dan bertindak Nono Anwar Makarim muda man, Fikri Jufri, Salim Said, dan lain-lain,
setidaknya dipengaruhi oleh tiga unsur ke penting untuk dipantau jika kita ingin me
budayaan; sebagai orang Barat, Muslim, dan mahami pemikiran Nono. Lingkaran tong-
orang Indonesia. Dia adalah oplosan dari ke krongan itulah yang turut memperkaya per
tiga unsur itu. Mencoba mengerti Nono An tumbuhan intelektual Nono.
war Makarim berarti mencoba mengerti nilai- Bagaimana Nono dan kawan-kawan
nilai dominan dalam keluarganya. Pertama, memandang diri dan peran masing-masing
world ethic versi Muslim dari Calvinisme. di masa depan? Mereka sangat optimistis
Bekerja dan berkarya adalah sesuatu yang dan sebagai anak muda merasa berhak dan
berharga secara spiritual dan sosial. Kedua, wajib menyusun ulang dunia, bukan hanya
pendidikan anak harus melahirkan manusia Indonesia. “Kami punya elan luar biasa.
multidimensi yang mengerti science, ekono We felt we were responsible for the world.
mi, kesenian, dan lain-lain. Berkembang se Kami bernafsu ingin pintar. Kami mau ber
cara utuh, bukan sebagian-sebagian. Dalam buat apa saja demi ilmu. Kuliah di kampus
keluarganya tertanam kultur demokratis. tak memberi apa yang kami inginkan. Se
Anak dan orangtua boleh berdebat dan beda bagai kompensasi, kami gandrung diskusi
pendapat asalkan ada pertanggungjawaban informal.” Sayangnya, kuliah di perguruan
dalam pembuktian dan penalaran. Dari pihak tinggi waktu itu tidak melengkapi mereka
ibu, Nono dan saudara-saudaranya mendapat peralatan intelektual yang bisa membantu
suntikan tentang moralitas dan keberanian anak-anak muda membangun ulang dunia.
untuk berbeda. Sedangkan dari ayahnya, Akhirnya, sebagai kompensasi, mereka
“Inilah ideal Papi. Anak-anaknya berguna nongkrong dengan kawan-kawan seide. Di
bagi masyarakat, mencapai kemandirian sana ada semacam mentalitas bahwa ge
ekonomi, dan menjadi renaissance man and nerasi 1966 harus mirip generasi Soekarno-
woman. Menjadi intelektual sekolahan, yang Hatta yang berperan besar dalam masyara
paham sastra dan seni rupa”, kenang Nono kat. Mereka harus memenuhi panggilan itu.
terhadap nasihat sang ayah. Tidak meng Tidaklah aneh bila pada akhirnya mereka
herankan, Nono menyukai filsafat, lukisan, tidak hanya terus-menerus berdiskusi, tetapi
dan berbagai bentuk seni, meski by training juga mulai terjun berpolitik. “Para pemimpin
adalah pengacara. mahasiswa masa itu (1960-an) berpretensi
Hasil dari latar belakang seperti itu men menjadi pemimpin dunia. Sepak-terjang
jadikannya sosok yang khas. Nono ialah para tokoh mahasiswa 1960-an memperli
DIA LOG
LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia 93
hatkan kesinambungan dengan tindak-tan sebagai “doer” dan mampu menangkap ide-
duk para pendahulu mereka di masa prake ide yang dianggap penting serta menemu
merdekaan.” kan bahkan mengadakan sumber daya yang
Sumbangan terbesar dari Pak Nono Ma semula tidak ada. Ismid Hadad bisa mencari,
karim adalah pemikiran. Sedangkan Pak menemukan, dan mengoplos semua sumber
Ismid Hadad adalah orang yang menuang daya sedemikian rupa kemudian mengge
kan pemikiran Pak Nono untuk menjadi rakkannya. Lihat saja produk-produk LP3ES
kenyataan. Nono Anwar Makarim menjadi sejak tahun pertama hingga 1986, meski
kontributor utama ide dan strategi poli akhirnya beliau “bermain” di gelanggang
tik pada tahun 1966 untuk Kesatuan Aksi lain yang lebih luas dan tampil sebagai ak
Mahasiswa Indonesia (KAMI). Pak Nono tivis lingkungan.
kemudian berjumpa dengan salah seorang Ismid Hadad bisa mewujudkan sebagian
mantan aktivis mahasiswa 1960-an dari Jer dari visi-misi Nono Anwar Makarim dalam
man Barat, DG Wilke. Setelah lulus kuliah, program-program LP3ES. Beliau adalah
Wilke bekerja dan bergabung dengan FNS seorang editor yang mumpuni pada waktu
untuk mencoba membangun dunia menu itu, juga karena learning by doing. Beliau
rut ide dan gambaran mereka. Wilke bisa adalah Wakil Direktur dan Koordinator Pro
digambarkan sebagai orang liberal-kiri; gram Penerbitan LP3ES (1973-1976), Direk
kiri karena pro pada social justice, liberal tur LP3ES (1976-1980), Pemimpin Redaksi
karena sangat mencintai freedom. Wilke Prisma (1972-1980). Salah satu skill beliau
“tersambung” dengan Nono dalam sebuah adalah “membaca” kekuatan orang dan me
acara lomba penulisan di Jerman Barat. nempatkan yang bersangkutan dalam posisi
Nono Anwar Makarim menulis tentang dan fungsi yang tepat di LP3ES. Skill terse
arti freedom bagi intelektual Dunia Ketiga. but belum tentu bisa dipelajari di sekolah-
Dalam karya tulis berjudul “My Country sekolah. Salah satu contoh produk pelatihan
or Tantalus Betrayed”, Nono menegaskan jurnalistik untuk para pemuda luar Jakarta
bahwa Indonesia pada 1969 tidak punya dari program Ismid Hadad adalah orang ber
pilihan selain melakukan modernisasi atau nama Dahlan Iskan, yang sekarang menjadi
pembangunan ekonomi dengan jalur cepat pemilik dan pendiri kerajaan media bernama
asalkan tidak mengorbankan kebebasan. Jawa Pos.
Baginya, pembangunan ekonomi mutlak,
tetapi kebebasan tidak boleh dikekang. Per Wijayanto
tanyaannya, bagaimana Anda mengendarai Saya akan menyambung sedikit kisah ten
mobil dengan kecepatan tinggi tanpa me tang Dahlan Iskan ketika menjabat Menteri
nimbulkan kecelakaan bernama “pengekang BUMN. Dalam sebuah acara, dia menga
an kebebasan”? takan bahwa, “Saya tidak mau bicara pada
Berpikir memang sulit menghasilkan media apalagi ngomongin BUMN yang saya
gagasan yang akan berpengaruh kuat. Na kelola, tetapi karena yang minta LP3ES
mun, lebih sulit lagi adalah bagaimana men saya berutang budi kepada LP3ES, saya
jadikan gagasan kuat itu bisa diwujudkan. datang. Saya melanggar janji saya sendiri.”
Karena itu, diperlukan orang sekaliber Pak Kemampuan Pak Ismid mengenali bakat
Ismid Hadad. Kapan Ismid Hadad “mene orang dan menempatkannya di posisi ter
mukan” skill itu? Dia menemukannya kare tentu mengingatkan saya pada Gus Dur yang
na pernah terlibat dalam serangkaian aksi datang ke LP3ES dan langsung diberi ke
mahasiswa pada 1965-1966. Pada aksi-aksi percayaan oleh Pak Ismid untuk mengelola
itulah, dengan cara learning by doing, Ismid program pesantren. Berikutnya, saya persi
Hadad menemukan kekuatannya sebagai lakan Mba Julia Suryakusuma untuk berbi
seorang intelektual. Dia memiliki kekuatan cara.
DIA LOG
94 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Banyak sekali teman saya yang muda usia persisten dalam “soal” manels. Pemakalah
adalah sejarawan. Umurnya 30-an atau bah berikutnya adalah Farabi Fakih yang menu
kan 20-an. Mereka betul-betul brilian. Mere lis disertasi tentang peran intelektual masa
ka harus dimunculkan, karena masyarakat Demokrasi Terpimpin.
Indonesia terdiri dari 50 persen laki-laki dan
50 persen perempuan. Farabi Fakih
Ulang tahun ke-50 LP3ES mungkin bisa Saya tidak bicara
menjadi momen refleksi untuk merenung tentang LP3ES,
apa yang bisa diubah untuk memperbaiki tetapi membahas
perjalanan Prisma dan LP3ES setelah sete bagian dari diserta
ngah abad untuk lebih maju dan mengikuti si saya yang telah
perkembangan zaman, lebih inklusif, lebih diterbitkan oleh
pluralis, sesuai dengan asas demokrasi yang Brill KITLV. Fokus
dicanangkan LP3ES dan Prisma. Bagaimana utama disertasi saya
pun juga, saya amat bangga dengan Prisma berjudul “The Rise
dan LP3ES yang membentuk entah berapa of the Managerial
generasi intelektual Indonesia. Juga bangga State in Indonesia:
bahwa saya bisa menjadi bagian darinya dan Institutional Transition during the Early In
juga didukung olehnya. Saya tidak merasa dependence Period: 1950-1965” itu bukan
dibentuk oleh LP3ES ataupun Prisma, tetapi mengenai intelektual, tetapi hubungan state
saya didukung untuk menyalurkan aspirasi dan society periode Demokrasi Terpimpin.
dan pemikiran saya sebagai seorang intelek Presentasi kali ini yang berjudul “Intelektual
tual. Ketika Prisma dan LP3ES hidup kem dan Revolusi Sukarno” saya awali dengan
bali, setelah mati suri beberapa tahun, saya mengutip, “If on the other hand we neglect
gembira luar biasa. the ‘social’ aspect, we shall fall into the her-
Prisma dan LP3ES adalah menyangkut esy of efficiency for efficiency’s sake and
integritas dan kebanggaan bagi Indonesia. Di conclude that planning is simple the instru-
dalam konteks pembodohan yang senantiasa ment of national power and national aggran-
dilakukan selama Orde Baru dilanjutkan di dizement – the doctrine of fascism. Hitlerism
era Reformasi dengan cara yang lebih cang took the name of national socialism. But the
gih, Prisma dan LP3ES adalah semacam fact that it was not capitalist did not make
antidote dan cara untuk mempertahankan it socialist: it approximated for more nearly
integritas kita sebagai bangsa, bukan hanya to the conceptions of the American ‘techno-
sebagai intelektual yang terkadang diang crats’ or of Mr. Burnham’s managerial revo-
gap elitis. Jadi, selamat kepada Prisma dan lution – the cult of efficiency for the sake of
LP3ES yang bukan hanya bertahan terus, power.” (Jika di sisi lain kita mengabaikan
tetapi berkibar di tengah pembodohan, me aspek “sosial”, maka kita akan terjerembab
dia sosial, fake news, hoaks, cyber troops, ke dalam bid’ah efisiensi demi efisiensi dan
buzzers, yang jauh lebih canggih daripada menyimpulkan bahwa perencanaan hanyalah
cara-cara indoktrinasi zaman Orde Baru. instrumen kekuatan nasional dan pembesa
Jadi, tantangan bagi intelektual lebih besar ran nasional—doktrin fasisme. Hitlerisme
sekarang, karena mungkin tidak banyak yang mengambil nama sosialisme nasional. Na
tertarik dengan pemikiran intelektual. mun, fakta bahwa itu bukan kapitalis tidak
lantas menjadikannya sosialis: ia mendekati
Wijayanto konsepsi “teknokrat” Amerika Serikat atau
Mba Julia Suryakusuma belum lama ini revolusi manajerial Tuan Burnham—kultus
mendapatkan penghargaan dari Belgia untuk efisiensi demi kekuasaan).
konsistensinya dalam menulis, selain sangat Yang menarik, halaman 236 buku Rantja
DIA LOG
LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia 97
tika hendak membangun. Soedjatmoko men Bahkan, dalam buku Rantjangan Dasar
definisikan itu sebagai sebuah “krisis ke Undang2 Pembangunan-Nasional-Semes-
budayaan.” Kebudayaan kita tidak mampu ta-Berentjana Delapan Tahun 1961-1969
membentuk dan membangun birokrasi yang dikatakan, “Tjara berfikir setjara ilmiah/ra
berwibawa dan berotoritas serta diperparah sionil ini merupakan sesuatu jang baru bagi
dengan merajalelanya korupsi. Karena itu, kita di Indonesia karena sebelumnja kebu
ide mengenai scientific management dan co dajaan kita lebih menekankan pada soal2
rak manager menjadi sangat penting. Ide itu spirituil. Tjara berfikir rasionil ini adalah ha
masuk dan bercokol sangat kuat pada tahun sil kehidupan kebudajaan di Barat, dimana
1950-an. Ia merupakan salah satu cara untuk telah tertjapai harmoni antara tjara berfikir
melegitimasi, yang dapat dilihat dalam bera setjara rasionil itu dengan dasar2 kehidupan
gam investasi dan pengembangan pendidik kebudajaan bangsa2 Barat itu” (hal. 1024).
an manager—lembaga administrasi negara, Dengan kata lain, Indonesia tidak harus
lembaga khusus, dan lain-lain yang mem mengikuti tipe atau corak modernisasi ala
bina manager militer dan manager sipil. Barat, tetapi sebaiknya berusaha meraya
Sedikit mengenai “Revolusi Soekarno” kan “posisi” irasionalitas kebudayaan kita.
periode 1957-1965 yang merupakan eks Memang agak kontroversial karena yang
perimen negara Indonesia. Sebagaimana hendak dibangun adalah membatasi klaim-
diketahui, Dewan Perancang Nasional, De klaim para ahli. Begitu pula ide mengenai
wan Perusahaan, Banas, Retooling, Indok pembangunan partisipatoris. “Dengan ter
trinasi, dan lain-lain itu merupakan sebuah bentuknja Dewan Perantjang Nasional kita
reorganisasi ekonomi dan kehidupan warga memasuki taraf baru dalam tata-tjara pem
seputar negara yang paling masif sejak ke bangunan negara dan bangsa. Ini berarti,
merdekaan. Revolusi Soekarno bisa dilihat bahwa pengalaman dimasa jang lalu dengan
sebagai usaha membuka negara dan mem pembuatan rentjana pembangunan tidak
bentuk partisipasi warga lewat kekaryaan boleh terulang lagi satu plan pembangunan
dengan menempatkan politisi di depan se jang tidak lagi mendjadi plan-nja massa, tapi
bagai pemimpin rakyat, sedangkan para hanja merupakan satu plan akademis belaka
ahli dan manajer di belakang. Revolusi jang tidak difahami oleh sebagian besar Rak
Soekarno juga dapat dilihat sebagai upaya jat Indonesia” (Rantjangan Dasar Undang2
untuk menyelesaikan ambivalensi intelektu Pembangunan-Nasional-Semesta-Beren
alisme antara kaum ahli dan kaum politisi; tjana Delapan Tahun 1961-1969, Buku ke-
bagaimana mengintegrasikan mereka dalam I, Pokok2 Pembangunan Nasional Semesta
sebuah negara Demokrasi Terpimpin. Itu Berentjana, Djilid 1: Pendahuluan, hal. 56).
jawaban Soekarno mewakili otoritas kaum Pembangunan di Indonesia pada 1955
politisi tentang bagaimana mengontrol para adalah pembangunan lima tahun pertama
ahli. Dalam beragam tulisan, baik yang di karya para ahli di bawah Sumitro Djojo
tulis Soekarno maupun Roeslan Abdulgani, hadikusumo. Namun, yang hendak dieks
tampak sangat jelas posisi ambivalen Soekar perimentasikan oleh Demokrasi Terpimpin
no terhadap kaum intelektual. “Pemerin adalah bagaimana caranya membentuk
tahan oleh para ahli bukanlah pengganti de rancangan nasional dengan melibatkan
mokrasi. Pemerintahan yang baik tidak bisa massa. “… adalah para non-profesional jang
menggantikan pemerintahan sendiri. Lagi mentjiptakan dan meneruskan Gerakan Na
pula, pola berpikir seperti itu menunjukkan sionalis Indonesia jang terbukti mampu me
kurangnya keyakinan dalam kebaikan dan mimpin negara untuk mengguntjang ikatan
kecerdasan rakyat” (Roeslan Abdulgani, Be- kolonialisme…. Tidak ada alasan mengapa
berapa Persoalan Demokrasi dan Ekonomi, orang seperti itu mendjadi kurang berha
hal. 19). sil dalam tugas melandjutkan Revolusi”
DIA LOG
LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia 99
(Roeslan Abdulgani, “The Lesson of Indo contoh dan model pembangunan yang sahih.
nesia’s Experience of Planning”, dalam Poli- Akan tetapi, pada akhir tahun 1960-an, pem
tik dan Ilmu [Djakarta: BP Prapantja, 1962], bangunan ekonomi Soviet sudah tidak mung
hal.159). Sekali lagi, itu menegaskan bahwa kin tumbuh lebih cepat daripada Barat. Di In
kita tidak sebaiknya dan sepenuhnya dikua donesia sendiri ada semacam proses transisi
sai oleh para ahli. dari managerialism ke ide-ide liberalisme—
Konteksnya adalah “revolusi kaum ma dan neoliberalisme setelah tahun 1970-an.
najer.” Sebenarnya, pendidikan teknis dan Hal tersebut juga mengakibatkan perubahan
keahlian pada tahun 1950-an adalah hasil dalam hal pengelolaan bantuan asing. De
dari tradisi ketatanegaraan yang diperkenal ngan kata lain, fokus utama tahun 1950-an
kan usai Perang Dunia Ke-2. Ide-ide baru dan 1960-an adalah memperkuat posisi ahli
mengenai scientific management dan moder di dalam negara, sedangkan tren sejak tahun
nisasi itu diimpor ke Indonesia pada tahun 1970-an adalah penguatan masyarakat sipil di
1950-an. Ilmu manajemen menjadi pana luar negara. Sekali lagi, selain pupusnya Uni
cea bagi permasalahan bangsa. Dari sudut Soviet sebagai model pembangunan, dibuk
pandang intelektual-ahli yang tampak jelas tikan dengan berakhirnya teori modernisasi.
adalah kekhawatiran sangat besar akan Demokrasi Terpimpin adalah eksperimen
massa, yang kelak terwujud dalam konteks tata kelola negara berdasarkan ide-ide scien-
Orde Baru. Pada gilirannya, pandangan tific management yang memungkinkan kon
scientific management mendorong perubah trol lebih kuat kaum ahli yang kelak menjadi
an dari negara hukum ke “negara adminis basis Orde Baru.
tratif” (managerial state). Hal itu penting Tradisi LP3ES dan mungkin tradisi ba
dalam konteks Negara Orde Baru. Basisnya nyak Ornop lainnya di Indonesia bukan
bukan negara hukum, melainkan negara ad tradisi yang baru muncul pada tahun 1970-
ministratif. Revolusi Soekarno adalah gerak an. Itu adalah bagian dari perjalanan sangat
an yang “anti-kaum-ahli” atau bagaimana panjang sejarah Indonesia, termasuk yang
membatasi “intelektual-teknik.” Eksperimen berlangsung pada periode 1950-1960-an.
Demokrasi Terpimpin diwujudkan sebagai LP3ES adalah bagian dari tradisi yang lebih
eksperimen manajerial. Uniknya, Soekarno menekankan partisipasi dan model pemba
yang cenderung anti-kaum ahli, tetap me ngunan alternatif. Dengan kata lain, ke
makai manajerialisme sebagai corong atau berlanjutan tradisi intelektual akar-rumput
cara untuk melihat tanpa perlu kehilangan menuju pada menguatnya model modernisasi
posisi politis; ada ambivalensi dalam De dan dualitas “ahli” dan “intelektual rakyat”
mokrasi Terpimpin. Di satu sisi membatasi akan terus ada karena saling membutuhkan.
gerak para ahli, tetapi di sisi lain memberi Pasca-Orde Baru, LP3ES selamanya relevan
mereka posisi kunci. karena kita butuh intelektual semacam ini.
Pada tahun 1950-an ada beragam posisi Kita tetap membutuhkan intelektual tanding
intelektual, mulai dari intelektual Muslim an yang berada pada aras akar-rumput.
hingga intelektual beraliran komunis. Na
mun, secara umum mereka terbelah dua Wijayanto
antara intelektual di dalam kekuasaan dan Farabi Fakih menegaskan bahwa dualitas
intelektual di luar kekuasaan. Saya menye atau pergumulan intelektual yang berada di
but intelektual seperti itu masing-msing se dalam kekuasaan dan akar-rumput meru
bagai “Ahli” dan “Politisi.” Mereka berada pakan realitas sejarah yang berlangsung se
di dalam tradisi gerakan yang berbeda dan jak negeri ini belum merdeka. Pada dekade
secara tradisional mencari posisi di luar berikutnya, terutama sejak awal tahun 1970-
negara. “Ideologi” manajerial tahun 1950-an an, LP3ES tampil dengan lebih menekan
dan 1960-an menjadikan Uni Soviet sebagai kan pembangunan dari akar-rumput. Dari
DIA LOG
100 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
situ kita dapat melihat dan menarik benang aktivitas lembaga selama 10 tahun. Namun,
merah. Setelah kembali ke masa Orde Lama sejak tahun 2000, tidak ada funding yang
dan setelah membahas LP3ES pada masa bersifat permanen atau benar-benar multi-
Orde Baru, Fajri Siregar sebagai pembi year, sehingga LP3ES harus sangat dan lebih
cara terakhir akan memberi penjelasan dan kreatif dalam mencari dana. Jejaring yang
jawaban tentang bagaimana kemudian peran telah terbentuk dengan berbagai lembaga
LP3ES pada masa Reformasi. donor internasional selama lebih dari tiga
dekade kemudian cenderung mengecil dan
Fajri Siregar menjadi statis karena tidak diaktifkan. Se
Saya membahas mentara itu, kehadiran berbagai Ornop baru
bagaimana LP3ES yang turut meramaikan aktivitas masyara
m e n g h a d a p i kat sipil tidak ubahnya seperti kompetitor
tantangan di era dalam persaingan meraih sumber daya. Jeja
pasca-Orde Baru. ring yang ada menjadi minim arti di tengah
Diawali dengan gelanggang yang terus meluas dengan aktor
kondisi LP3ES ke yang semakin variatif.
mudian menarik Dalam 20 tahun terakhir bisa dibilang
nya ke gambar periode yang paling menantang bagi LP3ES
lebih besar, yaitu untuk mempertahankan relevansinya, output-
perubahan masya nya, dan posisinya sebagai “rumah intelek
rakat sipil, ke tual” di Indonesia. Seperti tadi dikatakan,
mudian kembali lagi ke situasi LP3ES saat dengan menelisik dan melihat LP3ES kita
ini. Saya memakai LP3ES sebagai “lubang bisa memahami adanya perubahan dalam
intip” untuk memahami gambar yang lebih masyarakat sipil. Perubahan paling signifi
besar dalam masyarakat sipil pasca-1998. kan adalah perkembangan masyarakat sipil
Sebagaimana diketahui, LP3ES sejak tahun itu sendiri dari segi jumlah organisasi. Saya
2000 tengah memasuki periode yang cukup pernah mewawancarai salah satu rekan dari
menantang dibanding tiga dekade sebelum Institute for Research and Empowerment
nya. Sejumlah tantangan internal membuat (IRE) Yogyakarta, “Kebayang nggak sih
LP3ES harus pindah lokasi kantor dari Slipi Mas sebenarnya bagi aktivis 1998 apa yang
yang sedemikian strategis dan dikenal banyak akan terjadi dengan masyarakat sipil pasca-
orang karena berada di pusat perlahan-lahan 1998?” Dia menjawab, “Tidak terbayang…
bergeser ke Pejaten, Jakarta Selatan. Kemu Saya waktu itu membayangkan bahwa di
dian kembali bergeser makin jauh ke Cinere, siplin berpikir dan bertindak itu akan mun
Depok. Dalam wujud material, lokasi kantor cul dan peran negara itu bisa makin kuat…
yang bergeser dari Slipi ke Cinere, seolah dan ia itu demokratis ketika masuk alam Re
menyerupai gerak mundur sebuah lembaga formasi, tapi ternyata kan nggak. Kebebasan
yang berada di sentra (pusat) ke periferi. Pun itu meluas dan seperti makin tidak bisa
secara simbolis kita bisa melihat ada sesuatu dikontrol. Itu yang di luar imajinasi saya.”
yang terjadi di tubuh organisasi itu, baik dari Sebagian besar aktivis 1990-an memang ti
sisi pengaruh maupun apakah ia “masih” dak dapat membayangkan apa yang akan
ada; seolah mewakili hilangnya LP3ES dari terjadi pada tahun 2010, karena perubahan
benak publik. yang sangat drastis dari segi jumlah organi
Salah satu tantangan terbesar yang di sasi masyarakat sipil yang membuat arena
hadapi LP3ES adalah soal pendanaan. Pak “permainan” pun kian meluas.
Ismid Hadad mengatakan bahwa sejak 1971 LP3ES yang dahulu cukup dominan,
sampai 1981, LP3ES sepenuhnya didanai kini harus bersaing dengan banyak lembaga.
dengan sistem pendanaan yang menjamin Jumlah lembaga donor pun kian banyak.
DIA LOG
LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia 101
lah sektor berdasarkan jenis pekerjaan. Ada iklim, riset mendasar yang banyak diker
semacam pembagian kerja di masyarakat jakan LP3ES pada tahun 1970-an dan 1980-
sipil. Produksi pengetahuan menjadi tidak an, sekarang tidak terlalu diinginkan oleh
berkelanjutan dan dikerjakan sepotong-se lembaga donor. Karena itu, kita hanya bisa
potong, sehingga tidak berhasil menjadi bergerak secara kritis di sektor tertentu dan
sebuah body of work, rangkaian produksi pe tidak bisa “bermain” lagi di wacana besar.
ngetahuan yang utuh. Sementara itu, pilihan Konsekuensinya adalah fragmentasi kemu
yang perlu dipertimbangkan oleh lembaga dian spesialisasi. Satu lembaga spesialisasi
yang secara tradisional menjadi “rumah in dalam isu anti-korupsi, sedangkan lembaga
telektual” LP3ES adalah melakukan adapta- lain ahli di bidang mainstreaming gender.
si, reposisi dan regenerasi. Poin “adaptasi” Hal tersebut membuat produksi ilmu seperti
dihadapi oleh LP3ES dan lembaga lain seje terpotong-potong dan tersekat-sekat.
nis yang ada sejak Orde Baru. Kompetisi di LP3ES sesungguhnya memiliki banyak
antara mereka kian meningkat. Agenda dan modalitas sejak berkiprah di era Orde Baru.
permintaan riset menjadi makin beragam. Modalitas pertama adalah kemampuan un
Poin “reposisi” juga menarik karena LP3ES tuk mengerjakan riset dengan spesialisasi
menggambarkan diri sebagai critical coun- khusus, seperti quick count. Kapasitas itu
terpart, tetapi ada lembaga lain yang menye terbangun sejak medio 1990, saat LP3ES
but LP3ES sebagai think tank. Intinya, sejak belum memiliki kompetitor sepadan dalam
1998, sangat banyak Ornop yang “kebingung melakukan survei skala besar. Pada Pemilu
an” dengan pilihan posisinya mau seperti 1999, LP3ES menjadi satu-satunya lembaga
apa. Apakah mau atau tidak duduk satu meja resmi yang melakukan quick count. Namun,
dengan pemerintah? Berikutnya adalah soal menjelang abad ke-21, pasar quick count
“regenerasi.” Setelah 1998 muncul generasi dan survei politik menjadi ultra kompetitif.
baru mahasiswa dengan corak berpikir berbe Integritas LP3ES harus dibayar mahal de
da dibanding Angkatan 1966 dan Angkatan ngan melorotnya posisi lembaga ini dalam
1998. Karena itu, Ornop perlu menetapkan persaingan dengan para pollster yang men
agenda yang jelas hendak merekrut peneliti jamur sejak Pemilu 2004.
muda seperti apa? Setidaknya ada beberapa poin penting
Sekali lagi, pada era Reformasi, ilmu-ilmu yang dapat diambil dari pengalaman LP3ES,
sosial kritis tidak terlalu diinginkan atau ti dan lembaga sejenis, untuk memahami per
dak dicari oleh pemberi donor. Hal yang tak ubahan masyarakat sipil sejak 1998. Per-
bisa dimungkiri, critical social knowledge tama, dominannya mekanisme pasar se
(ilmu sosial kritis) membutuhkan resources. bagai kaidah pengaturan kerja masyarakat
LP3ES yang menerbitkan buku dan Jurnal sipil. Alih-alih membangun solidaritas dan
Prisma harus punya dana yang memadai jejaring yang semakin kuat dengan kelom
untuk biaya cetak, membayar gaji dan hono pok-kelompok akar-rumput, sebuah Ornop
rarium, dan sebagainya. Pada era Orde Baru, justru baru dianggap berhasil ketika mampu
hal itu taken for granted, sedangkan kini memenuhi berbagai permintaan yang datang
jauh lebih sulit karena adanya persaingan dari pemberi dana. Sejak 1998, pemberi dana
yang lebih tajam di antara sesama Ornop. bisa datang dalam berbagai bentuk, meski
Lembaga donor menghendaki Ornop “aka umumnya masih berupa lembaga donor in
demik” seperti LP3ES lebih banyak melaku ternasional. Merekalah yang lebih mampu
kan riset kebijakan-pragmatis dalam bentuk menentukan agenda masyarakat sipil, meski
rekomendasi kepada pemerintah. Karena para pelakunya terkadang masih menyang
banyaknya permintaan untuk melakukan kal fakta tersebut.
riset pendek dan pragmatis, misalnya, ri Yang kita lihat setelah 1998 adalah le
set tentang reforma agraria atau perubahan mahnya fungsi negara—dalam konteks
DIA LOG
LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia 103
masyarakat sipil—dan menguat serta domi Sebelumnya, sebagai alumni Fakultas Hu
nannya lembaga donor. Di dalam tubuh ma kum UGM tahun 1968, saya hijrah ke Tebu
syarakat sipil pun ada sejumlah tegangan, Ireng, Jombang, bergabung bersama men
seperti profesionalisme versus keterlibatan diang Abdurrahman Wahid. Akhir 1981,
masyarakat sipil. Misalnya, sejauh mana bisa saya bergabung ke Perkumpulan Keluarga
turun ke bawah membangun akar-rumput, Berencana Indonesia (PKBI) dan kemudian
tetapi pada saat yang sama duduk satu meja terjun ke dunia politik sebagai anggota DPR
dengan Bappenas atau lembaga-lembaga pada 1998 “mewakili” suara LSM yang tetap
pemerintah lainnya. Ada tegangan tertentu kritis. Bagi saya, LP3ES merupakan sebuah
yang harus dinegosiasi—tidak semuanya ha kancah pelatihan kerja sangat berarti yang ti
rus dikerjakan oleh Ornop di era Reformasi. dak hanya memperluas cakrawala pergaulan
Itu akan berdampak pada kemampuannya para ilmuwan, tetapi juga memotivasi setiap
beradaptasi untuk menghasilkan pengeta orang untuk maju dan peduli terhadap peran
huan. Bahkan, pengetahuannya sendiri bisa masyarakat sipil dari waktu ke waktu. Lima
sangat terfragmen dan agak rentan. Singkat tahun belakangan ini, adaptasi, reposisi, dan
kata, LP3ES adalah salah satu aktor dalam regenerasi, memang telah menjadi pekerjaan
masyarakat sipil yang terus-menerus mem rumah dan tantangan LP3ES. Mudah-mu
besar. Saya sendiri sangat bersyukur. Pada dahan regenerasi saat ini dapat diteruskan
2005, saya yang baru masuk kuliah menemu dan mohon koreksi atau rekomendasi yang
kan Catatan Seorang Demonstran dan men konkret agar LP3ES dapat menarik di ka
jadi tahu ada lembaga yang bernama LP3ES. langan ilmuwan di masa sekarang dan masa
Dari situ, saya selalu menyimak semua pu akan datang.
blikasinya. Barangkali bukan hanya generasi
saya, tetapi generasi sesudahnya pasti akan Said Fadhlain (Dosen Universitas Teuku
sangat mengapresiasi kerja-kerja LP3ES. Umar, Aceh)
Saya ingat kata-kata orangtua saya ketika
Wijayanto merantau dari Aceh, “ummatan washatan,
Saya beri kesempatan tiga orang untuk dia hidup di tengah-tengah, jangan terlalu
merespons, mengomentari, atau bertanya. mencintai dan jangan terlalu membenci.
Para narasumber akan menanggapi sekaligus Hampir setiap sore saya ke CSIS naik metro
closing statement. mini, tetapi saya tetap dengan LP3ES yang
punya warna sama sekali berbeda. Di LP3ES
Suratno (Pemerhati Masalah Sosial) kental warna keindonesiaannya. Saya ber
Sejauh mana independensi LP3ES, baik harap LP3ES kembali tampil di tengah-te
pada era Orde Baru maupun pada era Refor ngah paradoks keilmuwan yang didukung
masi. Bagaimana cara untuk bergabung ke oleh banyak praktisi hebat.
LP3ES? Apa saja hak dan kewajiban ang
gota LP3ES? Konsep apa saja yang telah Fajri Siregar
dirumuskan LP3ES berkait karakter bangsa Saya mengatakan dalam esai saya berjudul
yang hingga kini masih diseminarkan atau “LP3ES di Era Intelektual dengan ‘I’ Kecil:
ditulis dalam bentuk buku ataupun jurnal. 1998-Sekarang”, bahwa LP3ES sekarang
Bagaimana sikap LP3ES terhadap isu bang berada di alam intelektual yang sangat ber
kitnya komunis? beda dengan Orde Baru. Intelektualitas yang
senantiasa patut dibangun dan sebenarnya
Abdullah Syarwani didambakan publik adalah intelektualitas
(Anggota Pengurus Bineksos) dengan “I” besar: Intelektualitas yang men
Selama 10 tahun pertama sejak 1972 sam dekati kecendekiaan. Intelektualitas yang
pai 1981 saya aktif terlibat di dalam LP3ES. mampu menarik kita untuk melihat gambar
DIA LOG
104 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
besar dan tidak terpaku pada debat kusir. bergerak di masyarakat sipil dan produksi
Namun, realita yang dihadapi semua orang pengetahuan menghadapi tantangan yang
di era Reformasi adalah realita pasar yang sama. Akan tetapi, hanya segelintir organi
menghendaki intelektualitas dengan “i” ke sasi yang memiliki pengalaman lima puluh
cil: intelektualitas yang menyerupai pertu tahun dalam berkarya sebagai fondasi untuk
kangan. Para ahli politik menjadi ahli poll- berimajinasi mengenai intelektual masa de
ing, ahli sosiologi menjadi pelaku market pan. LP3ES adalah salah satunya.
research, dan antropolog tidak menjadi ahli
apa-apa. Sementara itu, pakar komunikasi Farabi Fakih
baru dihargai keahliannya ketika mampu Di masa depan, LP3ES tetap memiliki
mengartikan data media sosial ke dalam relevansi jika mampu mempertahankan
bahasa sehari-hari. Sedangkan lembaga ri semacam engagement grassroot-nya. LP3ES
set baru memiliki arti di hadapan pemerin membuka ruang agar ada engagement dan
tah ketika berhasil mencitrakan diri sebagai suara-suara akar-rumput bisa lebih didengar.
think tank, dan sebagainya. Kalau engagement itu bisa terus-menerus
Era yang sedang kita hidupi selama 20 dipertahankan, permasalahan bangsa di
tahun terakhir ini, baik dari jenis riset mau masa depan akan makin banyak yang bisa
pun wacananya, memang cenderung sangat terselesaikan. Konteksnya, makin banyak
pragmatis. Tarikan untuk mengerjakan riset yang dibutuhkan intelektual untuk bekerja
kebijakan itu memang baik karena mem mengatasi masalah “ambruknya” lingkung
beri sejumlah masukan kepada pemerintah, an atau hal-hal yang menjadi tantangan be
tetapi kemudian yang agak neglected dari sar di abad ke-21. Kita berada dalam masa
riset-riset dasar itu kembali ke agak teoretis transisi, era berakhirnya neoliberalisme,
yang merefleksikan apa yang sedang terjadi karena akan ada model pembangunan baru
di Indonesia. LP3ES sudah paling benar di yang ditawarkan oleh Tiongkok. Jadi, sekali
tengah-tengah keduanya dari yang saya li lagi itu seperti kembali ke masa lalu. LP3ES
hat secara historis sejak tahun 1970 sampai jelas akan menjadi salah satu lembaga sangat
sekarang. LP3ES mampu melakukan kedua penting yang mencoba menganalisis perubah
nya: setelah membahas agenda-agenda besar an untuk membantu masyarakat dan negara
kemudian membumikan pembangunan eko melihat perubahan yang makin menantang
nomi alternatif bersifat bottom up sampai ke di abad ke-21.
soal pengembangan pesantren.
Jadi, di era sekarang pun LP3ES bisa ber Julia Suryakusuma
buat banyak, mengerjakan riset kebijakan Saya setuju dengan closing statement Fajri
maupun riset-riset besar dengan membahas dan Farabi. Saya “divorced” dari LP3ES
kembali teori atau soal-soal yang relevan pada 1991. Setahun belakangan saya diajak
atau mencari pertanyaan yang cenderung bergabung kembali dan sangat excited saat
lebih filosofis. Pada era Orde Baru, LP3ES tahu bahwa LP3ES muncul lagi. Mungkin
dicari orang karena kampus tidak bisa menye ada semacam romantisisme dari zaman
diakan tempat-tempat kritis itu. Bahkan, dahulu waktu saya masih terlibat dengan
sampai sekarang sebagian besar kampus LP3ES, bagaimana besarnya peran Prisma
tidak bisa memberikan dan menyediakan dan LP3ES buat saya secara pribadi. Perta
ruang bagi pemikiran-pemikiran alternatif nyaan pokok adalah “bagaimana Prisma
dan kritis. Berbagai realita itulah yang per tetap relevan dalam konteks dewasa ini de
lu dinavigasi LP3ES untuk sekian tahun ngan masyarakat yang makin konservatif.”
ke depan, dan seterusnya. Memang bukan Tadi tidak satu pun orang menyebut pande
hanya LP3ES saja yang menghadapi tantang mi Covid-19 yang mengubah begitu banyak
an tersebut. Hampir semua organisasi yang hal dalam kehidupan kita. Ada sisi positif
DIA LOG
LP3ES dan Dinamika Sejarah Intelektual di Indonesia 105
DIA LOG
Prisma
Prisma ST O
U PRI K VK IETAI
Artikel ini mengulas perkembangan diskursus tentang 1965 dengan menganalisis lebih
dari 300 skripsi, tesis, dan disertasi tentang Peristiwa 1965 yang ditulis oleh mahasiswa
di berbagai universitas di Jawa periode 1970-2019. Hasil penelusuran menemukan bah-
wa tidak hanya terjadi peningkatan jumlah karya tugas akhir tentang 1965 pasca-Re-
formasi, tetapi sebaran universitas, topik, dan studi kewilayahan juga berkembang se-
cara signifikan. Pada masa Orde Baru, lebih dari dua pertiga karya tugas akhir tentang
Peristiwa 1965 diproduksi oleh mahasiswa Universitas Indonesia, sedangkan sejak 2000
dua pertiga-nya ditulis oleh mahasiswa dari universitas di Jawa Tengah, Yogyakarta,
dan Jawa Timur. Topik dari karya tugas akhir tersebut juga bergeser dari sebelumnya
mengikuti perspektif anti-komunis yang diproduksi negara menjadi karya yang memper-
tanyakan konstruksi anti-komunisme, menganalisis organisasi Kiri secara lebih men-
dalam, dan berbicara tentang korban. Terkait kewilayahan, studi tentang Peristiwa 1965
di Jakarta dan Jawa Barat sangat minim. Bahkan, studi yang mengambil wilayah Jawa
Tengah hanya berfokus pada Surakarta, Salatiga, Yogyakarta, dan Semarang. Sementara
studi di Jawa Timur tersebar di berbagai wilayah dengan kasus-kasus kekerasan yang
terkenal: Madiun 1948, kekerasan di Kediri dan Jombang, Banyuwangi, serta Operasi
Trisula Blitar Selatan.
Kata Kunci: Gerakan 30 September, karya tugas akhir, kekerasan massal, penelitian, universitas
SURVEI
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia tentang “1965” 107
Jess Malvin, The Army and the Indone- nisme dan Partai Komunis Indonesia yang
sian Genocide: Mechanics of Mass Murder sudah bubar sejak lama masih terus hidup
(2018); Saskia Wieringa dan Nursyahbani dan menghantui politik lokal dan nasional.1
Katjasungkana, Propaganda and the Geno- Poster atau bendera-bendera anti-komunis
cide in Indonesia: Imagined Evil (2020); bermunculan di berbagai lokasi perdesaan
Vincent Bevins, The Jakarta Method: Jawa pada awal tahun 2000-an. Para peng
Washington’s Anticommunist Crusade and unjuk rasa anti-komunis mengancam acara
the Mass Murder Program that Shaped Our pertemuan yang diselenggarakan oleh para
World (2020); John Roosa, Buried Histories: mantan tahanan politik. Politikus-politikus
The Anticommunist Massacres of 1965-1966 nasional pun secara berkala mengeluarkan
in Indonesia (2020); Douglas Kammen dan pernyataan kemarahan atas terbitnya buku-
Katherine McGregor (eds.), The Contours buku yang ditulis oleh putra-putri bekas
of Mass Violence in Indonesia, 1965-68 anggota PKI (misalnya, Ribka Tjiptaning,
(2012); dan Katherine McGregor, Jess Mal Aku Bangga jadi Anak PKI, 2002). Selama
vin, dan Annie Pohlman (eds.), The Indone- masa kampanye Pemilu Presiden 2014,
sian Genocide of 1965: Causes, Dynamics para pendukung mantan jenderal yang juga
and Legacies (2018); serta sejumlah besar menantu Soeharto, Prabowo Subianto, me
artikel dalam jurnal dan bab-bab buku. Sejak nyebar berbagai tuduhan bahwa ayah dari
1998, hasil tulisan dan kemunculan cendekia calon presiden Joko Widodo adalah orang
Indonesia yang menulis tentang 1965 me Tionghoa dan bahwa keluarganya berafi
ningkat secara dramatis, terutama buku- liasi dengan PKI. Lima tahun kemudian,
buku penting yang ditulis oleh Hermawan ketika sekali lagi mencalonkan diri sebagai
Sulistyo, Palu Arit di Ladang Tebu (2000); presiden, Prabowo Subianto menuduh Joko
Harsutejo, G30S: Sejarah yang Digelapkan Widodo memiliki “tampang Boyolali”, yang
(2003); John Roosa, Ayu Ratih, dan Hilmar dimaksudkan bahwa Joko Widodo adalah
Farid, Tahun yang Tak Pernah Berakhir orang kampung buruk rupa, dan secara tidak
(2004); I Ngurah Suryawan, Ladang Hitam langsung mengaitkan Presiden Joko Widodo
di Pulau Dewata (2007); Baskara Wardaya, pada suatu daerah basis PKI yang sangat
Truth Will Out (2009); Asvi Warman Adam, kuat hingga tahun 1965. Tak lama setelah
Melawan Lupa, Menepis Stigma (2006); itu, sebuah organisasi massa di Makassar
Asvi Warman Adam, 1965: Orang-orang di melakukan razia terhadap toko buku Grame
Balik Tragedi (2009); Amurwani Dwi Les dia dan menyita buku-buku tentang PKI dan
tariningsih, Gerwani: Kisah Tapol Wanita komunisme. Tindakan itu mungkin terlihat
di Kamp Plantungan (2011); serta sejum seperti insiden tersendiri, tetapi jika disatu
lah memoar. Di samping karya-karya yang kan ia adalah bagian dari tema-tema politik
diterbitkan oleh para cendekia yang bekerja militer dan Islam yang muncul berulang-
di dalam maupun luar Indonesia, terdapat ulang di Indonesia era pasca-Suharto. Hantu
arus ketiga cendekia yang jarang tercatat, komunisme tetap berkuasa mengintimidasi
namun layak menerima perhatian kita: me dan, barangkali lebih penting lagi, menarik
ningkatnya jumlah skripsi S-1, tesis S-2, dan garis serta mengonsolidasikan daerah-daerah
disertasi S-3 yang ditulis oleh mahasiswa di pemilihan. Dalam konteks itulah keterbuka
sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
Peningkatan jumlah kesarjanaan Indone
sia dengan topik 1965 itu tentu saja tidak Lihat, misalnya, Stephen Miller, “Zombie Anti-Commu
1
terjadi di ruang hampa. Berakhirnya rezim nism? Democratization and the Demons of Suharto-Era
Politics in Contemporary Indonesia”, dalam Katherine
Orde Baru Suharto pada 1998 telah membu McGregor, Jess Melvin, dan Annie Pohlman (eds.), The
ka pintu gerbang bagi kemunculan para ke Indonesian Genocide of 1965 (Cham, Switzerland: Pal
sarjanaan baru tersebut, namun hantu komu grave Macmillan, 2018), hal. 287-310.
TO
S UR
PVI KE I
108 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Tabel 1. Karya Tugas Akhir tentang PKI, 1965, dan Kekerasan Masssal Berdasarkan Tahun
langsung kekerasan terhadap kaum Kiri dari peristiwa di seputar 1965 menyusul lengser
perspektif peran yang dilakukan oleh ang nya Soeharto pada 1998. Demokratisasi di
gota sebuah pesantren di daerah perdesaan, ikuti dengan kebebasan pers yang jauh lebih
bukan dari perspektif korban.2 Pada tahun besar. Surat kabar dan majalah secara terbuka
1990-an, jumlah karya tugas akhir tentang melaporkan pelanggaran hak asasi manusia
1965 naik empat kali lipat dibanding dekade yang terjadi di masa lalu, inisiatif organisasi-
sebelumnya, meski mungkin hal ini lebih organisasi nonpemerintah (ornop) melakukan
mencerminkan sikap dosen tertentu dan po lobi mewakili mantan tahanan politik, liputan
sisi politik perguruan tinggi tertentu (Uni tentang riset-riset baru yang meneliti peris
versitas Indonesia, Jakarta/Depok; Univer tiwa 1965-66, penemuan kuburan-kuburan
sitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya; massal, serta nasib para mantan tahanan poli
dan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) tik. Para penerbit merespons keterbukaan
daripada tingkat keseluruhan minat maha politik tersebut dengan menerbitkan kembali
siswa terhadap sejarah komunisme di Indo karya-karya besar tokoh-tokoh Kiri yang
nesia atau sejarah kekerasan yang menjadi sejak lama dilarang, memunculkan karya-
landasan berdirinya Orde Baru.3 Sama sep karya terjemahan baru buku-buku Marxis
erti tahun 1980-an, satu-satunya karya tu serta menerbitkan puluhan buku (sering kali
gas akhir yang memfokuskan pembahasan merupakan karya terjemahan) tentang 1965.
pada kekerasan dibingkai dalam konteks Merebaknya terbitan di pelbagai media dan
peran yang dimainkan organisasi Islam atau usaha penerbitan itu membantu merangsang
kelompok-kelompok mahasiswa melawan rasa ingin tahu di kalangan mahasiswa dan
kaum Kiri. keterbukaan baru di pihak dosen dan pejabat
Tidak mengherankan jika terjadi pening universitas tentang tindakan pendirian Orde
katan drastis minat mahasiswa terhadap Baru. Bersamaan dengan itu, jumlah karya
tugas akhir (skripsi, tesis, disertasi) tentang
Lihat, Yusron Hanani, “Partisipasi Pesantren Tempurejo
2 1965 naik menjadi 73 pada dekade pertama
Walikukun dalam Penumpasan G30S/PKI di Ngawi”, abad ke-21 dan menjadi 194 pada dekade
Skripsi S-1, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, berikutnya (lihat, Tabel 1).
Surabaya, 1986. Walaupun sebagian besar (85%) karya
3
Kendati di luar cakupan esai ini, perlu disebutkan bebera
pa orang Indonesia yang telah menulis tesis S-2 maupun
tugas akhir tentang 1965 dihasilkan setelah
disertasi S-3 tentang 1965 di universitas luar negeri: 1998 tetap berasal dari perguruan tinggi
Iwan Sudjatmiko, Harvard University PhD, 1992; Her negeri, terdapat pergeseran geografis yang
mawan Sulistyo, Arizona State University PhD, 1997; signifikan dalam hal lokasi. Selama Orde
Budiawan, National University of Singapore MA, 2003;
Vanessa Hearman, Melbourne University PhD, 2012;
Baru, lebih dari dua pertiga karya tugas
Dahlia Setiawan, UCLA PhD, 2014; dan Grace Lek akhir yang diketahui tentang 1965 ditulis di
sana, Leiden University PhD, 2020. Universitas Indonesia; sejak tahun 2000, dua
TO
S UR
PVI KE I
110 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Tabel 2. Karya Tugas Akhir Tentang 1965 Menurut Provinsi Tempat Universitas
pertiga dari semua karya tugas akhir tentang skripsi dengan judul “Nahdlatul Ulama sejak
1965 dihasilkan oleh sejumlah universitas di 1950 hingga 1965” ditempatkan dalam kate
Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur gori 1, Tokoh-tokoh dan Partai-partai Poli-
(lihat, Tabel 2).4 Dengan adanya pergeseran tik, sedangkan sebuah skripsi tentang konflik
itu, terjadi pula diversifikasi jenis universi antara Nahdlatul Ulama dan PKI sejak 1960
tas tempat karya tugas akhir tersebut ditulis hingga 1965 ditempatkan dalam kategori 5,
– termasuk banyaknya perguruan tinggi lapis Politik Sebelum 1 Oktober 1965.
kedua dan universitas swasta – serta disiplin Contoh tumpang-tindih lainnya, sebuah
ilmu yang dipelajari si mahasiswa. karya tugas akhir tentang gerakan mahasiswa
masa awal berdirinya Orde Baru ditempat
kan dalam kategori 8, Gerakan Mahasiswa,
Karya Tugas Akhir Berdasarkan sedangkan satu karya tugas akhir tentang Ke
satuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)
Topik dimasukkan dalam kategori 9, Dinamika Ke-
kerasan. Mengingat tumpang-tindih tersebut
Yang paling menarik adalah topik yang ditu serta sifat pengklasifikasian yang seadanya,
lis mahasiswa dan bagaimana pergeserannya pembaca disarankan untuk melihat data yang
dari waktu ke waktu. Untuk kebutuhan anali ada menurut klaster (dari kiri ke kanan) yang
sis, kami membuat 14 kategori umum (lihat, mencakup politik dan kaum Kiri sebelum
Tabel 3), namun kami perlu mengingatkan 1965 (topik 1-6), produksi kekerasan setelah
bahwa berdasarkan judul dan sinopsisnya peristiwa 1 Oktober 1965 (topik 3 dan 7-9),
saja kebanyakan karya tugas akhir tersebut akibat penghancuran PKI bagi korban dan
bisa ditempatkan dalam lebih dari satu kate identitas-identitas yang lebih luas (topik
gori. Dua contoh berikut akan membantu 10-12), dan skripsi/tesis/disertasi yang me
menggambarkan sulitnya klasifikasi seder munculkan representasi 1965 dalam seni dan
hana dan logika yang kami gunakan. Sebuah media (topik 12-14).
Pada tahun 1970-an dan 1980-an, seperti
4
Di luar Jawa, Universitas Sam Ratulangi di Manado ma telah disebutkan, karya tugas akhir tentang
sih melarang mahasiswanya menulis skripsi, tesis, diser 1965 yang jumlahnya masih sedikit berfokus
tasi tentang komunisme atau peristiwa 1965. pada tumbangnya Soekarno dan berdirinya
SU
TORV
P IEKI
S
Tabel 3. Skripsi, Tesis, dan Disertasi mengenai “1965” Menurut Topik
TOUR
PVI KE I
DASAWARSA
Jumlah
Korban dan
HAM
Gerakan
mahasiswa
Militer
Indonesia
Dinamika
kekerasan
Seni, sastra,
filem
Studi media
massa
Konflik
agraria
PKI dan
onderbouw
Figur, partai,
hubungan LN
Gerakan 30
September
Dampak sosial
dan budaya
Pemberontakan
1926 & 1948
Politik sebelum
Oktober 1965
Ingatan dan penulisan
sejarah
1970-1979 - - 1 - - - - 1 - - - - - - 2
1980-1989 3 - 1 - 1 - - - 1 1 - - - - 7
1990-1999 4 3 - 1 4 2 - 3 6 1 1 2 1 - 28
2000-2009 7 13 6 3 9 3 2 - 13 9 5 3 - - 73
2010-2019 11 19 2 6 16 9 4 5 21 18 19 10 38 15 193
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia tentang “1965”
TOTAL 25 35 10 10 30 14 6 9 41 29 25 15 39 15 303
111
112 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
SU
TORV
P IEKI
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia tentang “1965” 113
TO
S UR
PVI KE I
114 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Surabaya. Karya tugas akhir mahasiswa di yang paling umum tersedia adalah buku atau
perguruan-perguruan tinggi tersebut cende artikel jurnal, tetapi bisa juga sebuah film
rung berfokus pada hak asasi manusia dan atau bahkan cerita sanak kerabat. Sangat
pengalaman para tahanan politik serta per lah penting bagi mahasiswa untuk mencari
tanyaan-pertanyaan seputar ingatan dan pe di luar literatur sekunder dan berpikir lebih
nulisan serta pengajaran sejarah. kreatif mencari sumber-sumber primer yang
akan memberikan titik akses baru, perspektif
baru, dan yang paling penting membangkit
Rekomendasi untuk Penelitian kan pertanyaan-pertanyaan baru. Media mas
sa Indonesia, khususnya surat kabar, sangat
Selanjutnya kurang terwakili dalam 300-an skripsi, tesis,
dan disertasi yang kami kumpulkan itu. Be
Persyaratan bahwa semua mahasiswa S-1 berapa skripsi, tesis, dan disertasi menggali
harus menulis skripsi merupakan sesuatu lebih dalam surat kabar-surat kabar Kiri yang
yang agak terlalu membebani dan memper terbit sebelum 1965, tetapi hanya satu yang
panjang waktu kelulusan yang tidak perlu. mengulik surat kabar milik Angkatan Da
Yang paling sial adalah menempatkan ma rat sebagai pusat analisis.6 Angkatan Darat
hasiswa di bawah kehendak para dosen dan memang memberedel banyak surat kabar di
dekan yang sangat antusias memanfaatkan awal Oktober 1965 dan mengontrol dengan
otoritas masing-masing dan bahkan terlibat ketat yang boleh atau tidak boleh diterbitkan
dalam “pemerasan.” Namun demikian, sela setelahnya, namun banyak yang masih bisa
ma persyaratan tersebut tetap diberlakukan, dipelajari dari pers, khususnya surat kabar-
mahasiswa S-1 di universitas-universitas In surat kabar daerah. Mahasiswa dapat men
donesia akan terus mencari topik-topik yang cari dan memeriksa daftar koran Indonesia
mereka minati dan berharap belajar lebih yang terbit antara tahun 1965 dan 1967 yang
banyak. Dengan latar seperti itu, kami ber disusun oleh Roger Paget.7 Banyak di antara
maksud menawarkan beberapa pemikiran
terkait arah penelitian tentang 1965 bagi
mahasiswa di masa depan. Lihat, Arif Pradono, “Sang Bayi Sudah Mati” (Rekayasa
6
Dilihat dari sisi penampilan, titik awal Persetujuan Penghancuran PKI di Harian Berita Yudha
berangkat bagi banyak mahasiswa yang hen [1965])”, Tesis S-2, Universitas Paramadina, Jakarta,
2013.
dak menulis skripsi tentang 1965 adalah soal Roger K Paget, “Indonesian Newspapers 1965-1967”,
7
ketersediaan bahan dan sumber. Barangkali dalam Indonesia, No. 4, Oktober 1967, hal. 170-210.
SU
TORV
P IEKI
Grace L dan Douglas K, Karya Tugas Akhir Mahasiswa Indonesia tentang “1965” 115
koran tersebut tersedia di Perpustakaan Na sih ada kecenderungan kuat untuk menulis
sional, Jakarta, dan beberapa dapat ditemu tentang 1965 di daerah-daerah yang relatif
kan di perpustakaan-perpustakaan provinsi terkenal—Semarang dan bekas Karesiden
di Bandung, Semarang, dan Surabaya (serta an Surakarta di Jawa Tengah serta Madiun,
di sejumlah provinsi luar Jawa). Sebagian Kediri, Situbondo, dan Blitar di Jawa Timur.
di antaranya bisa diakses secara daring me Banyak daerah di Jawa tetap terabaikan.
lalui Center for Research Libraries.8 Maha Jawa Barat masih merupakan terra nullius,
siswa dapat juga memanfaatkan publikasi kawasan yang tak dimiliki siapa pun. Walau
dan dokumentasi resmi. Penelusuran di per pun tingkat pembunuhan di Jawa Barat jauh
pustakaan provinsi atau bahkan di perpus lebih sedikit dibandingkan wilayah lain, ada
takaan kabupaten mungkin saja akan mene semacam kebutuhan mendesak untuk mem
mukan buku, pamflet, dan sumber-sumber pelajari bentang Cirebon-Indramayu-Subang
lain yang secara langsung berkait dengan di pesisir utara, Banten di bagian barat, dan
peristiwa 1965 serta karya-karya departe basis kuat Darul Islam di dataran tinggi
men tenaga kerja, pertanian, badan perta Garut dan Tasikmalaya. Di Jawa Tengah,
nahan, dan Badan Pusat Statistik. Di luar studi tentang 1965 di kawasan segitiga De
sumber tertulis, studi yang energik mungkin mak-Kudus-Pati masih sangat minim. Seba
juga dapat memanfaatkan hasil wawancara gaimana diketahui, Resimen Para Komando
dan sejarah lisan. Kendati berjalannya waktu Angkatan Darat (RPKAD) beroperasi di ka
telah mengurangi saksi-saksi langsung peris wasan itu serta wilayah pesisir Pekalongan-
tiwa 1965-1966, hasil wawancara dengan Tegal dan hampir seluruh Banyumas. Di
pensiunan pejabat, mantan kepala desa, serta Jawa Timur, sedikit yang diketahui tentang
kerabat yang kehilangan anggota keluarga, aktor dan peristiwa di Madura serta terlalu
dapat memberikan “jendela” untuk mengeta sedikit yang diketahui tentang 1965 di ka
hui pengalaman hidup langsung saat itu serta bupaten-kabupaten wilayah selatan, seperti
warisan yang ditinggalkannya. Di jalur lain, Tulungagung, Trenggalek, dan Pacitan. Stu
mahasiswa dapat mempertimbangkan untuk di demografis terbaru oleh Siddarth Chandra
menggali cerita lisan yang saling bertentang memunculkan beberapa pertanyaan baru
an terhadap suatu peristiwa atau peristiwa tentang perbedaan tingkat kekerasan di dae
yang sama di satu lokasi. rah pesisir dan dataran tinggi Jawa serta ke
Bidang kedua yang dapat dimanfaatkan mungkinan pelarian kaum Kiri dari beberapa
oleh mahasiswa yang hendak melakukan daerah (khususnya, Madura, Pasuruan, dan
penelitian tentang 1965 adalah yang dise Probolinggo) dan temuannya yang membuat
but secara menjengkelkan oleh para ilmu penasaran bahwa kabupaten-kabupaten di
wan politik sebagai “pemilihan kasus.” pesisir selatan Jawa Timur mendadak meng
Hal itu terutama berlaku untuk pemilihan alami pertambahan jumlah penduduk.9 Per
lokasi yang akan dipelajari. Sebagaimana hatian khusus pada peta yang dibuat Chandra
ditunjukkan Tabel 4, hanya setelah ber dan sebaran geografis skripsi, tesis, dan di
akhirnya Orde Baru, mahasiswa Indonesia sertasi tentang kabupaten-kabupaten tertentu
(dan juga cendekia asing) mulai menaruh pada Tabel 4 dapat mendorong para peneliti
perhatian serius pada dinamika lokal ke
kerasan massal terhadap politik kaum Kiri
tahun 1960-an. Namun demikian, bahkan di Lihat, misalnya, Siddarth Chandra “New Findings on
9
Jawa Tengah dan Jawa Timur, lokasi terbe the Indonesian Killings of 1965-1966”, dalam The Jour-
nal of Asian Studies, Vol. 76, No 4, November 2017, hal.
sar dalam melakukan studi-studi lokal, ma 1059-1086, tentang Jawa Timur; dan Siddarth Chandra
“The Indonesian Killings of 1965-1966: The Case of
Central Java”, dalam Critical Asian Studies, Vol. 51, No.
8
Dapat diakses di https://www.crl.edu/ 3, Juli 2019, hal. 307-330.
TO
S UR
PVI KE I
116 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
untuk bergerak melampaui ranah yang sudah Hijau, dan pencanangan serta pelaksanaan
dikuasai dan sering dikunjungi. Melakukan program keluarga berencana, bahkan trans
hal itu bukan hanya membantu mengisi lebih migrasi. Beberapa landasan studi diakronik
banyak titik-titik pada peta, tetapi juga akan telah tersedia dengan terbitnya artikel yang
mengungkapkan dinamika lokal yang sela ditulis Hilmar Farid pada 2005, “Indonesia’s
ma ini diabaikan.10 Original Sin,” namun sedikit yang telah diker
Jika sejauh ini saran kami untuk topik- jakan untuk melanjutkan agenda ini.11
topik di masa depan berfokus pada aktor pun Ada pula kebutuhan untuk menjawab
cak dan serangan terhadap kaum kiri, sebenar pertanyaan “apa selanjutnya?”, terutama
nya sama pentingnya untuk memperluas pada isu rekonsiliasi dan stigmatisasi yang
pandangan kita pada dampak jangka panjang masih terus berlanjut terhadap mantan kaum
aksi-aksi Angkatan Darat, perampasan oleh Kiri. Kendati sudah banyak skripsi, tesis, dan
negara, serta rezim yang muncul. Sistem kla disertasi, tentang seni, sastra, dan media (ter
sifikasi yang diperkenalkan Komando Ope masuk kegiatan internasional seperti Interna
rasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban tional People’s Tribunal dan film-film Joshua
(Kopkamtib) pada Oktober 1965 menjadi Oppenheimer12) selama dekade terakhir, ter
landasan bagi pembersihan pegawai negeri dapat kecenderungan untuk memperlakukan
dan aparat keamanan. Namun, sampai saat karya-karya tersebut sebagai produk budaya,
ini tidak ada pemeriksaan sungguh-sungguh sambil menghindari isu yang tidak nyaman
tentang bagaimana “pembersihan” orang- tentang bagaimana karya-karya itu berkon
orang Kiri atau dicurigai sebagai Kiri, atau tribusi pada (atau mungkin bahkan meng
bagaimana proses rekrutmen pegawai baru gagalkan) upaya rekonsiliasi. Sejajar dengan
dilakukan serta bagaimana lembaga-lembaga lintasan itu, mahasiswa mungkin ingin meng
tersebut dibangun ulang. Guru sekolah negeri gali lebih dalam pengajaran sejarah tentang
dan satuan pertahanan sipil (Hansip) sangat 1965 dan barangkali juga bagaimana hal ini
lah penting dan dapat dijadikan topik yang diperbandingkan dengan periode kontrover
menarik untuk studi-studi lokal. Mahasiswa sial lainnya di masa lalu Indonesia. Walau
juga dapat mempertimbangkan menggeser pun jumlah karya tugas akhir tentang 1965
fokus perhatian dari satu periode tertentu ke ditulis oleh mahasiswa jurusan pendidikan
analisis diakronik yang dapat “menangkap” sejarah (dua puluh sembilan skripsi) cukup
bagaimana serangan terhadap kaum Kiri itu signifikan, namun hanya satu yang secara
telah membuka jalan bagi penerapan pel langsung memeriksa persepsi guru tentang
bagai kebijakan baru pertanahan dan hak topik kontroversial itu.
kepemilikan, pengenalan teknologi Revolusi Grace Leksana dan Douglas Kammen l
skripsi, tesis, atau disertasi yang ditulis di universitas- and Capitalist Expansion, 1965-66”, dalam Inter-Asian
universitas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Cultural Studies, Vol. 6, No. 1, Maret 2005, hal. 3-16.
daerah lain berada di luar cakupan tinjauan ini, penting Film The Act of Killing ditayangkan kali pertama pada
12
untuk dicatat bahwa masih ada perguruan tinggi negeri 2012 dan The Look of Silence pada 2014.
SU
TORV
P IEKI
Prisma
Prisma A R T I K E L Fachru Nofrian Bakaruddin, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona 117
Ekonomi-Politik Indonesia
Pasca-Korona
Tulisan ini membahas tentang dampak pandemi Covid-19 terhadap perubahan ekonomi
dengan ekonomi-politik sebagai isu utama. Sebagaimana diketahui, dampak virus Korona
terhadap ekonomi dapat dikatakan sebagai dampak eksogen. Data memperlihatkan bahwa
dampak tersebut sangat signifikan. Hal itu seperti membalikkan ekonomi yang selama ini
mengabaikan faktor eksogen dan lebih mengedepankan faktor endogen dalam rangka sta-
bilitas. Akibatnya, ekonomi menggunakan faktor stabilitas sebagai eksponen utama eko-
nomi-politik. Krisis itu seperti memutar balik bahwa pada kenyataannya ekonomi bersifat
unstable. Pada saat terjadi krisis, ekonomi-politik stabilitas terlihat kurang siap mengha-
dapi pandemi dengan mengorbankan banyak hal. Tulisan ini juga ingin mengusulkan bahwa
ekonomi-politik pasca-pandemi adalah ekonomi politik instabilitas. Untuk itu, teori dan ke-
bijakan mesti beradaptasi di masa depan.
S
benarnya melambat jika dibandingkan de
aat ini, ekonomi Indonesia dan interna ngan akhir periode 2018. Gambar 1 menun
sional menghadapi tantangan amat jukkan tingkat pertumbuhan tahun 2018
berat yang tak pernah terduga. Tidak sebesar 5,17 persen menjadi 5,02 persen
ada yang mengatakan di dunia ini bahwa pada 2019. Di tengah pelambatan, Indonesia
akan terjadi bencana berupa pandemi virus mesti menghadapi krisis seperti “serangan
korona. Krisis tersebut datang bukan kare fajar” yang datang tanpa informasi intelijen
na lupa dan juga bukan kesalahan prediksi. yang cukup. Tingkat pertumbuhan menjadi
Tidak peduli negara dengan ekonomi yang negatif 2,07 persen pada tahun 2020. Semua
tengah berlari kencang ataupun yang sedang orang berkeluh kesah. Mereka yang kaya
menjalankan business as usual, virus koro pun, termasuk para pemegang kekuasaan,
na menyerang dan tak dapat dihindari. Data menjerit ketakutan terhadap terganggunya
BPS memperlihatkan bahwa pertumbuhan kesehatan. Begitu dahsyat penderitaan sek
pada 2019 naik dari Rp 3.782.627 miliar tor kesehatan yang selama ini diabaikan
pada kuartal pertama menjadi Rp 3.964.191 demi kepentingan ekonomi.
miliar pada kuartal kedua dan Rp 4.067.227 Pertumbuhan ekonomi memiliki bebera
DA
B IU
RAK
T LIUK
O EGL
118 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
-0,00
-1,00
-2,00
-3,00
01/01/2011 01/01/2013 01/01/2015 01/01/2017 01/01/2019
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, dalam https://insights.ceicdata.com/
Untitled-insight/myseries (diakses 11 November 2021).
7,00
5,00
3,00
1,00
-1,00
-3,00
01/01/2011 01/01/2013 01/01/2015 01/01/2017 01/01/2019
Pemerintah Rumah Tangga Pengeluaran untuk Konsumsi
pa sumber yang sudah bukan menjadi ra berarti manusia berhenti mengonsumsi, me
hasia publik. Selama ada konsumsi, maka lainkan pengeluaran untuk konsumsi men
selama itu pula ekonomi tumbuh. Data BPS jadi lebih sedikit. Tingkat konsumsi rumah
dalam Gambar 2 memperlihatkan tingat tangga mengalami kenaikan dari sebesar
konsumsi pada masa pandemi ini mengala 5,14 persen menjadi 5,18 persen, sedangkan
mi pelambatan dari sebesar 5,10 persen pada konsumsi pemerintah mengalami pelam
2018 menjadi sebesar 4,92 persen pada akhir batan dari sebesar 4,82 persen menjadi 3,26
periode 2019. Itu menjelaskan penurunan persen. Pada masa pandemi korona tahun
tingkat pertumbuhan. Namun, hal itu bukan 2020, tingkat konsumsi rumah tangga turun
A
DRI AT ILKOEGL
Fachru Nofrian Bakaruddin, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona 119
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
-2,00
-4,00
-6,00
01/01/2011 01/01/2013 01/01/2015 01/01/2017 01/01/2019
14,00
9,00
4,00
-1,00
-6,00
-11,00
-16,00
01/01/2011 01/01/2013 01/01/2015 01/01/2017 01/01/2019
menjadi negatif 2,67 persen dan konsumsi pandemi dari sebesar 6,68 persen menjadi
pemerintah juga turun menjadi sebesar 1,94 4,45 persen pada akhir 2019. Pelambatan
persen—tidak mencapai negatif karena ha berlanjut akibat pandemi menjadi nega
rus mengantisipasi pemulihan ekonomi. tif 4,95 persen pada akhir 2020. Dengan
Sumber utama pertumbuhan lainnya demikian, bisa dikatakan, usaha memang
adalah investasi. Membeli mesin untuk pro tetap dapat berjalan, namun tanpa investasi.
ses produksi merupakan bagian dari investa Para investor pasti bertanya-tanya apakah
si. Data BPS dalam Gambar 3 menunjukkan masih mungkin memperoleh penghasilan di
bahwa investasi bergerak melambat sebelum saat pandemi. Logika ekonomi terlihat de
DA
B IU
RAK
T LIUK
O EGL
120 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
ngan adanya pilihan untuk berinvestasi atau bahwa akan terjadi kelangkaan. Pengalam
menahan. Bagi pemerintah, dana yang ada an Krisis 1997 menjelaskan menurunnya
tentunya harus dialokasikan pada pencegah kredibilitas ekonomi dalam negeri di mata
an pandemi dan pemulihan. Tidak mung internasional berdampak pada kredibilitas
kin ada untung, bahkan harus menerima pembayaran dan sistem perbankan nasional.
kerugian. Situasi berubah dari optimalisasi Ketidaktersediaan barang akibat pelambatan
keuntungan menjadi kerugian yang efektif. impor tentu akan mengakibatkan inflasi.
Padahal, permintaan masih tetap ada meski Walaupun impor mengalami kenaikan,
terkendala oleh jarak dan waktu. Investasi tetapi hal ini tidak diimbangi oleh kenaikan
di beberapa sektor justru menjanjikan, misal ekspor yang justru mengalami pelambatan.
nya, pada pembuatan vaksin. Namun, hal Data BPS dalam Gambar 5 memperlihat
tersebut bukannya tanpa risiko. kan tingkat pertumbuhan ekspor sebesar
Di bidang perdagangan internasional, 6,51 persen pada tahun 2018 dan melam
impor sebelum pandemi mengikuti tren bat menjadi negatif 0,86 persen pada akhir
peningkatan. Indonesia memiliki pangsa 2019. Pelambatan dilanjutkan oleh adanya
pasar yang besar. Tidak semua komoditas pandemi tahun 2020 menjadi negatif sebesar
dapat diproduksi oleh ekonomi domestik. 7,70 persen. Hal tersebut dapat diperkirakan
Bahkan, bukan tidak mungkin ada yang be membebani perekonomian dalam negeri,
ranggapan bahwa semua komoditas tidak khususnya neraca pembayaran. Dengan
diproduksi oleh ekonomi domestik. Data demikian, double hit menghantam ekonomi
BPS dalam Gambar 4 memperlihatkan pada Indonesia karena di satu sisi impor menurun
tahun 2018, impor tumbuh sebesar 12,14 dan di sisi lain ekspor melambat.
persen sebelum turun menjadi negatif 7,39 Pada periode yang sama, Data BPS dalam
persen pada 2019. Pada masa pandemi, im Gambar 6 memperlihatkan tingkat kesempat
por turun sebesar 14,71 persen. Dilihat dari an kerja mengalami kenaikan, tetapi diiringi
perspektif negara mitra, juga terjadi penu oleh risiko pengangguran. Tingkat kesem
runan impor. Logika ekonomi mengatakan patan kerja untuk (own account worker) me
16,00
11,00
6,00
1,00
-4,00
-9,00
01/01/2011 01/01/2013 01/01/2015 01/01/2017 01/01/2019
A
DRI AT ILKOEGL
Fachru Nofrian Bakaruddin, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona 121
Pekerja keluarga/tak
51449,00
dibayar
Pekerja bebas di
41449,00 nonpertanian
21449,00
Berusaha dibantu buruh
tetap/buruh dibayar
DA
B IU
RAK
T LIUK
O EGL
122 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
5191,00
Konstruksi
191,00
01/01/2015 01/01/2018 01/01/2021
lebih jelas tentang ekonomi pada masa pan Lantas bagaimana dengan pengangguran
demi dan pergerakannya. Jam kerja terke dan kemiskinan? Data BPS dalam Gambar
san menyusut, meskipun banyak pekerjaan 8 memperlihatkan tingkat pengangguran
dilakukan hingga larut malam akibat peng menunjukkan kenaikan pada masa pandemi
gunaan aplikasi yang kurang terorganisasi. dari sebesar 7,05 juta orang menjadi 9,77
Menggunakan ukuran jam kerja per ming juta orang pada 2020. Kenaikan tersebut cu
gu, Data BPS memperlihatkan jam kerja kup signifikan mendekati sepuluh juta orang.
seminggu pada tahun 2018 sebesar 43 jam Namun demikian, tingkat pengangguran ter
dan turun menjadi 42 jam seminggu pada hitung sudah naik sebelum pandemi. Pada
2019. Jumlah itu turun menjadi 39 jam per 2018, tingkat pengangguran sebesar 7,00
minggu pada 2020. Di sektor pertanian, juta orang. Perlu dicatat, tingkat itu cukup
jam kerja turun dari 36 jam seminggu tahun tinggi jika dilihat dari jangka panjang yang
2019 menjadi 35 per minggu pada 2020. berada pada kisaran di bawah 5 juta orang.
Di sektor pertambangan, jam kerja juga tu Seiring dengan pengangguran, tingkat ke
run dari 46 jam menjadi 43 jam seminggu. miskinan mengalami kenaikan dari 24,7 juta
Sementara itu, sektor manufaktur turun dari orang menjadi 27,5 juta orang. Angka itu
44 jam menjadi hanya 40 jam seminggu. Di turun dari 25,7 juta orang pada 2018. Per
sektor utilitas turun dari 44 menjadi 43 jam lu pula dicatat bahwa jumlah orang miskin
seminggu. Begitu pula dengan sektor kons mengalami penurunan sejak tahun 2011.
truksi, meski sudah turun sejak tahun 2016. Itu merupakan berita baik bagi tingkat kese
Sedangkan sektor ritel turun dari 48 menjadi jahteraan. Tingkat kemiskinan yang menu
45 jam per minggu. Semua sektor mengala run seharusnya berbanding terbalik dengan
mi penurunan. tingkat kesejahteraan.
A
DRI AT ILKOEGL
Fachru Nofrian Bakaruddin, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona 123
32,00
12061397,00
31,00
11061397,00
30,00
10061397,00
29,00
9061397,00 28,00
Orang/Juta
8061397,00 27,00
7061397,00
26,00
6061397,00 25,00
5061397,00 24,00
4061397,00 23,00
08/01/1997 07/01/2003 06/01/2009 05/01/2015
Dengan demikian, kita dapat melihat persen. Utilisasi pada sektor manufaktur
bahwa konsumsi, investasi, dan perdagang mengalami peningkatan selama pandemi dari
an mengalami penurunan terlepas dari tren 61 menjadi 68 persen. Namun, sebelum pan
menurun pada periode sebelum pandemi. demi tahun 2019 adalah 75 persen, sehingga
Sedangkan kesempatan kerja cenderung mengalami pelambatan. Ditarik jangka pan
variatif dengan makin tingginya kerentanan jang dari tahun 2015 dan 2004 mengalami
pengangguran. Jam kerja mengalami pe peningkatan dari sekitar 70 persen. Hampir
nyusutan, sementara kemiskinan meningkat seluruh sektor manufaktur meningkat selama
pada era pandemi. pandemi, kecuali sektor pupuk, kimia, dan
Berbeda dengan tren tersebut, Data BPS produk karet. Sektor jasa utilitas mengalami
dalam Gambar 9 memperlihatkan tingkat penurunan.
kapasitas utilisasi justru banyak mengalami Meskipun utilitasasi kapasitas mening
kenaikan selama masa pandemi. Utilisasi kat, namun profit secara makro turun relatif
di sektor pertanian, peternakan, kehutanan kurang signifikan. Estimasi profit pada masa
dan perikanan justru naik dari 67 menjadi pandemi adalah sebesar Rp 12 ribu triliun ta
76 persen dari 2020 hingga 2021. Meski me hun 2019 turun menjadi Rp 11,7 ribu triliun
ngalami kenaikan, bila ditarik ke belakang tahun 2020. Dibandingkan dengan tahun
tahun 2015 mengalami penurunan dari sebe 2018 sebesar Rp 10,9 ribu triliun, maka ta
sar 77 persen. Ditarik lebih jauh lagi dari hun 2019 tersebut meningkat cukup mode
2004, utilisasi di sektor ini meningkat dari rat. Secara jangka panjang, data tersebut me
rata-rata 70 persen. Sektor berikutnya adalah ningkat secara signifikan sejak tahun 1991.
pertambangan dan galian yang mengalami Salah satu penjelasan mengapa profit turun
kenaikan dari 66 menjadi 73 persen, sebe sedangkan utilitasasi meningkat adalah bia
lum turun ke 68 persen pada periode yang ya yang dikeluarkan menjadi lebih besar
sama. Ditarik hingga 2004, maka sektor ini pada era pandemi. Berbeda dengan profit,
mengalami penurunan dari sebelumnya 78 tingkat upah juga mengalami kenaikan mes
DA
B IU
RAK
T LIUK
O EGL
124 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Utilisasi Kapasitas
88,00
83,00
78,00
73,00
68,00
63,00
58,00
12/01/2015 02/01/2017 04/01/2018 06/01/2019 08/01/2020
Manufaktur
Pertambangan dan Galian
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
424567,00
374567,00
Utang Eksternal: Swasta
324567,00
Utang Eksternal: Pemerintah
dan Bank Sentral
274567,00
Utang Eksternal
224567,00
174567,00
09/01/2019 05/01/2020 01/01/2021
ki lebih lambat. Sebelum pandemi, tingkat jika dilihat dari tahun 2018 yang mencapai
upah sebesar Rp 3,78 ribu triliun dan cen angka Rp 4,0 ribu triliun. Hal itu diakibat
derung stagnan pada 2020 sebesar Rp 3,80 kan jumlah kesempatan kerja yang menurun,
ribu triliun. Sayangnya, tingkat upah turun tetapi tingkat upah mengalami kenaikan se
A
DRI AT ILKOEGL
Fachru Nofrian Bakaruddin, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona 125
1603816,00
Bukan Pajak: Bagian Laba
1403816,00 BUMN
Bukan Pajak: Sumber Daya
1203816,00 Alam
Bukan Pajak
1003816,00
403816,00
Pajak
203816,00
Pajak: Pajak Dalam Negeri:
Pajak Penghasilan (PPh)
3816,00
01/01/2000 01/01/2007 01/01/2014
DA
B IU
RAK
T LIUK
O EGL
126 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
8113,00
6113,00
4113,00
2113,00
113,00
-1887,00
-3887,00
-5887,00
-7887,00
09/01/2015 11/01/2016 01/01/2018 03/01/2019 05/01/2020
adalah dari sumber daya alam dan perusa keseluruhan berjumlah 2,6 miliar dolar AS
haan negara sebesar Rp 97 triliun dan Rp 66 mengalami perbaikan dibandingkan tahun
triliun pada tahun 2020. Penerimaan non-pa 2018 minus sebesar 7,1 juta dolar AS. Meski
jak sumber daya alam turun dibandingkan mengalami peningkatan, secara jangka pan
tahun 2018 sebesar Rp 180 triliun, begitu jang turun dari sebesar 30 miliar dolar AS
pula dengan profit dari BUMN sebesar Rp pada 2010. Komposisi neraca pembayaran
80 triliun pada tahun 2019. Penerimaan nega berupa neraca perdagangan barang memper
ra bukan pajak mengalami kenaikan setelah lihatkan surplus dari defisit 228 juta dolar
2015, tetapi masih lebih rendah dibanding AS pada 2018 menjadi 28 juta dolar AS pada
kan tahun 2014, sedangkan penerimaan dari 2020. Namun demikian, neraca perdagangan
BUMN mengalami kenaikan sejak 2014 jasa masih menghadapi defisit yang membe
secara moderat. Kenaikan signifikan profit sar dari minus 6,5 miliar dolar AS pada ta
BUMN terjadi antara tahun 2018 dan 2019. hun 2018 menjadi minus 9,7 juta dolar AS.
Net capital inflow ditandai dengan adanya Sementara itu, primary income masih meng
arus investasi (FDI), baik yang baru atau hadapi defisit, sedangkan secondary income
pun reinvestasi. Data BPS dalam Gambar sudah surplus.
12 memperlihatkan kenaikan sebelum pan Indikator moneter lainnya yang penting
demi sebesar 30 miliar dolar AS pada 2019. terkait dengan jumlah uang beredar dan pen
Angka itu naik dari sebelumnya 4,5 miliar ciptaan uang adalah kredit. Data BPS dalam
dolar AS pada 2016, setelah turun dari 25,1 Gambar 14 memperlihatkan tingkat kredit di
juta dolar AS pada 2014. Secara jangka pan Indonesia mengalami kenaikan sebagaimana
jang, tahun 2014 merupakan inflow tertinggi ditunjukkan oleh kredit bank komersial men
sepanjang sejarah ekonomi Indonesia. Arus jadi sebesar Rp 66,496 triliun pada 2020 dari
modal terkait dengan neraca pembayaran sebelumnya sebesar Rp 64,987 triliun pada
(lihat Gambar 13).. Neraca pembayaran In tahun 2019. Secara jangka panjang jumlah
donesia secara keseluruhan mengalami per itu naik secara signifikan jika dibandingkan
baikan secara moderat. Pada tahun 2020, tahun 2003 sebesar Rp 4.825 triliun. Porsi
A
DRI AT ILKOEGL
Fachru Nofrian Bakaruddin, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona 127
27835,00
17835,00
7835,00
2165,00
-12165,00
-22165,00
-32165,00
01/01/2010 01/01/2013 01/01/2016 01/01/2019
Bank-bank Komersial
5358424,00
4358424,00
3358424,00
2358424,00
1358424,00
09/01/2019 02/01/2020 07/01/2020 12/01/2020 05/01/2021
kredit terbesar adalah pada barang modal kisaran 9-10 persen. Kredit usaha perdesaan
diikuti konsumsi dan investasi. Sementara mengalami kenaikan dari Rp 106 triliun pada
itu, tingkat suku bunga cenderung turun dari 2019 menjadi Rp 113,8 triliun. Sementara
kisaran 10-11 persen menjadi 8-9 persen. itu, kredit untuk UMKM mengalami penu
Perlu dicatat bahwa sektor perikanan tu runan pada era pandemi menjadi Rp 1.032
run menjadi 9 diikuti kenaikan masih pada triliun (Juli 2021) dari Rp 1.035 triliun (Juni
DA
B IU
RAK
T LIUK
O EGL
128 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
3,00 1,00
11/01/2019 04/01/2020 09/01/2020 02/01/2021 07/01/2021
2021), naik dari Rp 1.006 triliun (Januari Covid-19, tingkat inflasi sebesar 3,2 persen.
2021). Angka itu turun dari sebelum pande
mi Covid-19 yang mencapai Rp1.046 triliun
(Maret 2020). Secara jangka panjang naik
dari Rp 360 triliun pada tahun 2011. Ekonomi-Politik Stabilitas
Data BPS dalam Gambar 15 menunjuk
kan tingkat suku bunga mengalami penu Sebelum pandemi, stabilitas menjadi kata
runan menjadi 3,5 persen pada 2021 (2 Ma kunci dalam ekonomi. Hal tersebut dapat
ret-5 Oktober) dari 3,75 persen pada 2021 (4 dianggap wajar karena Indonesia pernah
Desember-25 Januari 2021). Tingkat suku mengalami krisis moneter tahun 1998 yang
bunga Bank Indonesia mengalami penurunan meruntuhkan perekonomian. Sebagaimana
dari sebelumnya sebesar 4 persen, masih pada diketahui, banyak industri di sektor perban
periode yang sama era pandemi tahun 2020 kan dan non-keuangan yang mengalami
(29 Juli-12 November 2021). Sebelum pan kebangkrutan. Tentu saja hal tersebut ber
demi, tingkat suku bunga mengalami penu dampak pada tenaga kerja. Peristiwa terse
runan terendah sebesar 6 persen pada 2018 but seperti tidak terduga, meski sudah ada
(3 Desember-12 Juli). Angka itu naik dari yang mencoba untuk menjelaskannya. Gejo
4,25 persen pada gtahun 2017. Tingkat suku lak tersebut terjadi tanpa diiringi oleh resesi
bunga terkait dengan tingkat inflasi. Tingkat ekonomi, yaitu pelambatan pertumbuhan dua
inflasi inti YoY (year on year) mengalami periode berturut-turut. Padahal, adanya rese
kenaikan pada era pandemi dari 1,2 persen si dianggap sebagai penjelasan teknis sebe
(April 2021) menjadi 1,3 persen (September lum krisis. Kejadian tahun 1998 menunjuk
2021). Pada periode sebelumnya, tingkat in kan bahwa stabilitas merupakan istilah kunci
flasi mengalami penurunan dari 2,8 persen dalam ekonomi yang selama ini diabaikan.
(April 2020) menjadi 1,6 persen (Desember Karena itu, stabilitas menjadi orientasi atau
2020). Pada 2019, tahun sebelum pandemi politik ekonomi utama sejak tahun 1998.
A
DRI AT ILKOEGL
Fachru Nofrian Bakaruddin, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona 129
Kebijakan yang berorientasi stabilitas men Pemerintah menaikkan jumlah utang dalam
jadi arah baru bagi ekonomi yang kemudian rangka kesempatan kerja penuh demi sta
diadopsi oleh otoritas moneter, seperti Bank bilitas dan pemerintah menjadi defisit demi
Indonesia. menjaga stabilitas. Semakin meningkat jum
Kebijakan pada masa pandemi memper lah utang, maka makin besar risiko defisit.
lihatkan jumlah utang yang kian mening Kecenderungan lainnya terkait perpajak
kat. Data di atas menunjukkan tingkat utang an. Sebagai instrumen fiskal, pajak merupa
yang semakin cepat. Pemerintah memerlu kan sumber utama penerimaan negara selain
kan pembiayaan untuk mengatasi kebutuhan penerimaan dari non-pajak. Data memper
penanganan pandemi Covid-19. Di sisi lain, lihatkan bahwa penerimaan dari pajak ber
tingkat utang juga sudah mengalami kenaik sumber terutama dari pajak penghasilan dan
an sebelum pandemi. Tren tersebut tampak pajak pertambahan nilai. Pemerintah tentu
jelas dan merupakan konsekuensi dari pem berupaya keras menaikkan penerimaan dari
bangunan infrastruktur yang masif. Padahal, pajak melalui berbagai strategi, misalnya,
belajar dari krisis tahun 1998, salah satu extra effort dan tax amnesty. Hal itu berbeda
penyebabnya adalah jumlah utang yang cu dengan industri dan konsumen yang tentu
kup tinggi. Namun demikian, situasi setelah nya lebih memiliki kecenderungan pengu
dan sebelum tahun 1998 memang berbeda. rangan pajak. Sebelum pandemi, industri
Periode yang pertama mengadopsi nilai tu dan konsumen menjadi objek pajak yang tu
kar yang mengambang, sedangkan periode rut memberikan kontribusi pada penerimaan
sebelumnya menganut nilai tukar tetap. Ke pajak yang semakin naik. Hal ini masih ter
bijakan itu dianggap menguras devisa dan kait dengan rencana ekonomi pemerintah
merontokkan nilai tukar rupiah terhadap dalam pembangunan yang masif membutuh
dolar Amerika Serikat. Kebijakan ini diang kan anggaran sangat besar. Pengenaan pajak
gap mampu mengimbangi tingkat utang dan pendidikan dan sembako mewah merupakan
tetap menjaga kestabilan. Diharapkan, kebi salah satu karakteristik ekonomi-politik yang
jakan stabilitas dapat menciptakan kesempat diterapkan pada masa sebelum pandemi. Se
an kerja penuh dan mempercepat pertumbuh lain itu, pandemi Covid-19 secara apriori
an. akan menurunkan kemampuan ekonomi dan
Data lainnya adalah terkait pergerakan penerimaan perpajakan. Adanya pajak akan
defisit anggaran pemerintah. Pada masa pan mempercepat pertumbuhan meskipun masih
demi, defisit tentu semakin bertambah dan menjadi perdebatan. Pada titik itu, muncul
untuk itu diperlukan antisipasi dengan mem dilema antara stabilitas dan hasil penerimaan
buat peraturan dan kebijakan yang memper pajak untuk pertumbuhan.
bolehkan defisit melebihi tiga persen hingga Kondisi ekonomi makro juga tidak
tahun 2023. Kebijakan itu sendiri merupak terlepas dari investasi yang dikeluarkan
an pelajaran dari krisis sebelumnya pada ta pemerintah. Pada masa pandemi, investasi
hun 1997, ketika pemerintah mengucurkan mengalami pelambatan. Namun, pada masa
banyak bantuan yang pada akhirnya muncul sebelum pandemi, investasi dapat dikatakan
persoalan terkait legalitas bantuan tersebut. naik dengan tajam seiring rencana pemba
Sebagaimana diketahui, kebijakan defisit ngunan dan percepatan pertumbuhan. Ke
merujuk pada kebijakan internasional, yaitu naikan investasi pada akhirnya akan mem
penyatuan Uni Eropa yang mematok defisit beri kemudahan bagi ketahanan ekonomi
di angka tersebut demi alasan stabilitas. De dan stabilitas. Dengan semakin banyaknya
ngan demikian, strategi atau instrumen de investasi, cadangan devisa akan makin ba
fisit menjadi salah satu instrumen demi alas nyak di satu sisi dan dapat membiayai pemba
an stabilitas. Jika dikaitkan dengan utang, ngunan yang pada akhirnya diharapkan me
maka ada korelasi antara utang dan defisit. ningkatkan kesempatan kerja dan stabilitas.
DA
B IU
RAK
T LIUK
O EGL
130 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Dengan demikian, kita bisa melihat kesem ngan peningkatan beberapa sektor industri.
patan kerja dan stabilitas sangat terkait dan Fluktuasi sebelum pandemi memperlihatkan
mendominasi ekonomi-politik sebelum pan upaya ekonomi-politik untuk tercapainya
demi. Tantangan utama pada masa pandemi kemajuan dalam industri primer dan manu
tentu sangat besar dan untuk itu pemerintah faktur serta tersier. Ekonomi-politik ter
memberikan dana pemulihan ekonomi me hadap peningkatan tersebut tecermin dalam
lalui BUMN dengan memangkas anggaran peningkatan kapasitas di sektor industri
lainnya. Hal itu juga demi terjaganya stabili tertentu. Upaya mengoptimalisasi tampak
tas dibandingkan pertumbuhan. berkurang pada sektor pertambangan, meski
Dari sisi moneter, lalu lintas moneter yang angkanya masih cukup tinggi. Apa sebetul
terjadi berdasarkan kebijakan yang tidak nya yang terjadi pada industri itu dari sisi
terlepas dari kepentingan bank sentral tetapi ekonomi-politik? Upaya peningkatan utili
juga pemerintah. Logikanya, kebijakan in sasi kapasitas juga diiringi oleh ekspektasi
stitusi moneter juga memperlihatkan kecen naiknya tingkat pertumbuhan yang diharap
derungan berbagai kepentingan yang tidak kan oleh pemerintah. Di sisi lain, ekspektasi
terlepas dari orientasi stabilitas. Berbagai keynesian juga berharap tercapai, sehingga
program dikeluarkan sebagai upaya untuk tercapai kestabilan sebagaimana yang di
mengatur kredit, obligasi, pasar moneter, inginkan oleh pengusaha, yaitu realisasi
inflasi, suku bunga, dan nilai tukar. Sumber kapasitas yang semestinya.
utama efektivitas moneter tersebut adalah Data lainnya memperlihatkan keterkaitan
stabilitas. Meskipun seakan-akan efek dari antara kestabilan dan ekspektasi pengusaha,
kebijakan, tetapi di belakang hal tersebut yaitu tingkat profit. Adanya tingkat pertum
tentu ada kepentingan otoritas. Adanya pan buhan merupakan alasan lain bagi pelaku
demi tentu akan menurunkan tingkat kredit. usaha untuk mempertahankan kapasitas
Namun, pada kenyataannya, data kredit tahun pada kisaran 60-80 persen. Hal demikian
2020 lebih besar dibandingkan data tahun menandakan bahwa angka permintaan di
2019 dan sebelumnya. Tujuan utama kredit Indonesia masih cukup besar, meski per
adalah penyaluran uang yang “memuat” tumbuhan melambat negatif pada masa
ekspektasi pemerintah, pengusaha, dan per pandemi. Peningkatan kapasitas tersebut di
bankan. Ekspektasi pemerintah, kredit dapat harapkan dapat memenuhi permintaan yang
melengkapi instrumen fiskal dalam rangka ada sehingga, sebagaimana ditunjukkan oleh
penciptaan demand. Di sisi lain, pengusaha data, tingkat profit masih bisa meningkat
dan perbankan memiliki ekspektasi yang meski sedikit melambat. Namun, berbeda
sama, yaitu bergeraknya industri dan likuidi dengan investasi yang melambat pada masa
tas yang kian bertambah. Kebijakan pendal sebelum pandemi, investasi pada masa pan
aman moneter tentu diharapkan dapat men demi bukan berita baik bagi kestabilan atau
jadi fasilitator demi tercapainya ekspektasi sebaliknya karena melambat hingga nega
kebijakan tersebut. tif, meski tingkat kapasitas dan profit tetap
Di dalam persaingan, ekonomi-politik tinggi. Para pelaku mungkin cenderung me
juga terlihat tidak menentu selama pan nyimpan uangnya pada masa pandemi. Data
demi korona. Sebagaimana terlihat, tingkat mengenai tingkat tabungan memperlihatkan
utilisasi kapasitas dalam industri primer, adanya kenaikan pada masa pandemi.
sekunder, dan tersier selama pandemi dan Sesuai dengan data, ekonomi-politik ter
dibandingkan dengan sebelum pandemi cu kait dengan urusan internasional juga me
kup fluktuatif dan variatif. Upaya pemerin nentukan dinamika ekonomi. Data menun
tah beserta pelaku industri untuk menahan jukkan bahwa peran internasional cukup
laju pelambatan ekonomi selama pandemi besar ditandai oleh neraca perdagangan dan
dapat dikatakan cukup berhasil ditandai de arus investasi yang makin dinamis. Neraca
A
DRI AT ILKOEGL
Fachru Nofrian Bakaruddin, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona 131
pembayaran sering kali dijadikan rujukan yang tinggi memperlihatkan upaya negara
untuk integrasi internasional. Pemerintah se untuk menggenjot pertumbuhan. Pemerin
lama ini meyakini bahwa perdagangan inter tah tentu mengharapkan adanya kenaikan
nasional, khususnya impor, sangat penting. pendapatan untuk menyerap kesempatan
Di balik perdagangan tersebut, keterbukaan kerja. Ekonomi-politik kestabilan menjadi
menjadi vitalitas utama penggerak ekono dominan dalam penerapan kebijakan ke
mi pertumbuhan. Syarat dari perdagangan tenagakerjaan di Indonesia, baik pada masa
tersebut adalah nilai tukar dan tingkat in pandemi maupun sebelum pandemi. Pada
flasi yang stabil. Karena itu, kita bisa me masa pandemi, adanya bantuan pemerintah
lihat bahwa ekonomi-politik stabilitas juga tentu merupakan upaya untuk mengantisi
sebagai panglima ekonomi, baik pada masa pasi turunnya permintaan akibat pelambatan
pandemi maupun sebelum pandemi. Di balik pendapatan.
argumen keterbukaan, ada argumen stabili
tas sebagai fundamental ekonomi. Kita bisa
melihat peran bank sentral yang cukup ak Pasca-Korona: Ekonomi-Politik
tif membeli dan menjual mata uang melalui
serangkaian operasi moneter untuk mem Unstable World?
perkuat cadangan devisa dan kestabilan nilai
tukar dan tingkat harga. Apa yang akan terjadi pascapandemi Covid-
Tenaga kerja merupakan salah satu sum 19? Pandemi sudah memberikan pelajaran
ber pertumbuhan, baik dari sisi penawaran besar bagi dunia. Setiap orang di Planet Bumi
maupun permintaan. Dari sisi penawaran, ini mungkin tidak pernah membayangkan
produktivitas tenaga kerja memberikan kon akan adanya pandemi yang menyerang se
tribusi yang penting terhadap kemajuan eko cara masif. “Serangan” virus korona itu dim
nomi, sedangkan dari sisi permintaan, tenaga ulai pada Desember 2019 dan dinyatakan se
kerja memberikan kontribusi melalui penge cara resmi oleh Pemerintah Indonesia pada
luaran untuk konsumsi. Semakin banyaknya Maret 2020. Pada awalnya, krisis yang ber
pengangguran dan rendahnya kesempatan asal dari Wuhan, China, itu banyak ditemui
kerja merupakan indikator yang tidak baik di negara-negara utara, termasuk Uni Eropa.
bagi kemajuan ekonomi. Baik pengusaha Yakin dengan pandangan bahwa wabah itu
dan pemerintah maupun tenaga kerja meng tidak akan menjalar ke Indonesia, pemerin
akui dan sepakat akan hal tersebut. Namun tah baru bertindak pada pertengahan Maret
demikian, terkait upah dan jam kerja tentu 2020. Saat itu, sebagian besar negara sudah
nya merupakan inti dari proses tarik-menarik menyusun dan menggelar berbagai kebi
perekonomian. Tenaga kerja berkepentingan jakan. Bahkan, beberapa di antara mereka
untuk memiliki upah yang tinggi dan jam menghentikan aktivitas perekonomian se
kerja yang sedikit, sedangkan pengusaha hari-hari. Besaran krisis itu terasa sangat
sebaliknya: upah yang rendah dan jam kerja kuat menghentikan aktivitas sosial manusia
yang banyak. Berbagai kebijakan pada masa sebagai makhluk sosial yang berinteraksi se
pandemi memperlihatkan kecenderungan cara langsung.
tingkat upah yang semakin meningkat, teru Salah satu dampak pandemi terhadap
tama upah minimum kabupaten. Di sisi lain, ekonomi adalah terganggunya mobilitas
jam kerja juga memperlihatkan peningkatan, individual dan sosial. Lebih jauh lagi, mo
terlebih lagi setelah diundangkannya Un bilitas sebagai vitalitas utama perekonomian
dang-Undang Cipta Kerja. Kebijakan tingkat “terhenti” karena banyak orang tidak berani
upah minimum yang selalu naik memperli untuk keluar rumah untuk berangkat ke kan
hatkan peran negara untuk menjaga batas so tor dan sekolah ataupun untuk melakukan
sial terendah, sedangkan kebijakan jam kerja aktivitas lainnya. Pada awalnya, baik peme
DA
B IU
RAK
T LIUK
O EGL
132 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
rintah maupun organisasi produksi atau cara resmi “kerja dari rumah” (WfH) atau
organisasi masyarakat masih menjalankan “kerja dari kantor” (WfO) secara bergilir.
rutinitas seperti biasa. Setidaknya ada dua Sebagian besar instansi dan ruang publik
hipotesis yang mencuat di Indonesia saat itu, juga berhenti dan ditutup. Gerak dan mo
yaitu virus Covid-19 tidak akan berkembang bilitas dibatasi. Bahkan, diberlakukan sanksi
di negara tropis dan adanya herd-immunity. hukum terhadap siapa pun yang melanggar.
Kedua hipotesis itu seolah menegaskan bah Ada semacam korelasi antara semakin tinggi
wa virus korona tidaklah berbahaya. Selain mobilitas maka semakin tinggi pula jumlah
itu, muncul anggapan bahwa korona adalah terdampak korona.
virus influenza biasa yang dapat diobati se Sebagaimana diketahui, orang Indone
cara alami; cukup minum obat antiflu dan sia yang terdeteksi dan terpapar virus koro
istirahat total. Anggapan tersebut kurang na adalah dua orang warga Depok, Jawa
tepat karena berbagai alasan. Salah satunya Barat, pada 1 Maret 2020. Itu merupakan
adalah variabel virus korona yang sangat kasus pertama yang diakui secara resmi oleh
bervariatif dan relatif, sehingga bergantung pemerintah. Berikutnya, kasus meningkat
pada metabolisme individu itu sendiri. Dalam dengan cepat menjadi 109.936 orang pada
rangka penanganan virus itu, berbagai pihak 1 Agustus 2020, sebelum akhirnya menjadi
mencoba mengembangkan formula, baik 735.124 orang pada 30 Desember 2020.
dalam maupun luar negeri, dengan berbagai Pada 1 Juni 2021, jumlah terpapar meningkat
metode. menjadi 1.826.527 orang. Pada 1 November
Pandemi Covid-19 yang menghantam 2021, jumlah terpapar 4.073.831 orang
mobilitas berlanjut menyerang kinerja per memperlihatkan peningkatan eksponensial
ekonomian. Semakin banyak korban, maka terutama sejak 18 Juni 2021, setelah hari
semakin besar awan gelap yang menyelimuti raya lebaran, ketika jumlah terpapar sebesar
masyarakat. Kabar baiknya, pemerintah ma 1.963.266 orang. Tradisi mudik menjadi
sih dapat mengelola keadaan untuk tidak salah satu alasan kenaikan tersebut, namun
berubah menjadi kepanikan massal. Ma alasan lainnya adalah kebijakan yang masih
syarakat juga berupaya untuk tenang dan sa berorientasi pada ekonomi dibandingkan ke
ling membantu. Walaupun masyarakat tidak sehatan. Hingga periode tersebut, pemerin
panik dan berusaha saling mengingatkan, tah belum menerapkan kebijakan lockdown
Covid-19 tetap tidak dapat menenangkan diri atau penghentian aktivitas publik. Pada Juni
nya sendiri. Sistem kerja pun mulai berubah 2021, pemerintah menerapkan lockdown se
dari work from office menjadi work from cara bertahap, mulai dari bulanan dan per
home. Pelbagai aplikasi meeting dalam jari panjangan mingguan. Pada Oktober 2021,
ngan (online) pun berkembang pesat, teruta setelah kurva terpapar Covid-19 melambat,
ma aplikasi zoom, gmeet, webex dan skype. pemerintah menurunkan Pemberlakuan
Ketergantungan pada internet kian mening Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)
kat. Masyarakat bekerja menggunakan inter di Jakarta dari level 4 ke level 3 dan sejak
net, membeli logistik menggunakan internet, awal November menjadi level 1. Kebijakan
sekolah pun menggunakan internet. Selain tersebut memberikan kepastian, baik kepada
itu, komoditas masker dan desinfektan serta masyarakat dan pekerja maupun pengusaha.
vitamin C semakin berkembang pesat mem Kepastian menjadi tampak jelas sehingga
perlihatkan perilaku konsumsi masyarakat. proses produksi dapat disesuaikan. Peristiwa
Sementara itu, sektor strategis dan vital ma itu memperlihatkan bahwa dalam situasi
sih dibuka dengan menggunakan shift proses yang tidak stabil, kepastian terkait strategi
produksi terus berjalan. Intensitas dampak diperlukan. Itu juga menunjukkan bahwa
korona semakin terasa ditandai dengan ke ketegasan pihak otoritas dimungkinkan
bijakan pemerintah yang menerapkan se dalam situasi yang tidak stabil. Sebelumnya,
A
DRI AT ILKOEGL
Fachru Nofrian Bakaruddin, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-Korona 133
seperti tidak dapat dipisahkan antara kepas masyarakat berpenghasilan rendah. Alo
tian dan ketidakstabilan karena ekonomi- kasi dana tersebut akan direalisasikan untuk
politik stabilitas masih menjadi perspektif “program keluarga harapan” sebesar Rp 37,4
perekonomian. triliun, kartu sembako Rp 43,6 triliun, diskon
Ekonomi-politik penanganan krisis aki listrik dengan anggaran sebesar Rp 6,9 trili
bat pandemi Covid-19 termasuk yang paling un, bantuan sosial tunai non-Jabodetabek Rp
sulit untuk diterapkan. Setidaknya ada dua 32,4 triliun, bantuan sosial sembako Jabode
alasan. Pertama, kekhawatiran terganggunya tabek Rp 6,8 triliun, BLT dana desa Rp 31,8
stabilitas ekonomi yang memang diterapkan triliun, kartu prakerja Rp 20 triliun, logistik
sejak 1967, saat pemerintah mengadopsi termasuk pangan dan sembako Rp 25 triliun.
trilogi pembangunan, yakni pertumbuhan, Anggaran itu patut diapresiasi, meski perlu
stabilitas, dan pemerataan pendapatan. Se dicermati sejauh mana penerapannya. Acap
iring dengan waktu, hierarki tersebut berge kali persoalan data dan penyimpangan men
ser. Pemerintah terus-menerus mengatakan jadi isu yang lebih diperhatikan dan seakan
pertumbuhan, sedangkan Bank Sentral menjadi hambatan bagi pencairan. Anggaran
mengedepankan stabilitas sehingga seakan itu bersumber pada realokasi anggaran dari
ada dua tujuan yang berbeda. Dalam prak kementerian dan lembaga lainnya, sehingga
tik, berbagai kebijakan seperti nilai tukar, banyak terjadi pemotongan anggaran. Selain
tingkat suku bunga, mata uang elektronik, itu, anggaran tersebut berasal dari pelebar
penyelamatan perbankan, dan sebagainya an defisit anggaran yang berimplikasi pada
tampak seperti lebih “menyelamatkan” sta peningkatan monetary financing. Selain per
bilitasi dibandingkan pertumbuhan. Ketika lindungan sosial, anggaran lain yang disiap
terjadi pandemi Covid-19, perangkat yang kan adalah anggaran kesehatan (Rp 214,96
ada tidak siap menghadapi ketidakstabilan. triliun), program prioritas (Rp 117,94 tri
Kedua, berbagai prinsip mikro seperti ke liun), UMKM dan korporasi (Rp 162,40 tri
hati-hatian, sistem perekrutan, sistem pe liun), serta insentif usaha (Rp 62,83 triliun).
nilaian, birokrasi dan prosedur sudah meng Pemerintah memberikan laporan yang cukup
acu pada administrasi mikro dan bukan pada lengkap terkait kemajuan penyerapannya
manajemen makro yang semakin mempersu yang sudah mencapai 58,3 persen.1
lit alokasi anggaran untuk penanganan kri Yang menarik di sini adalah selain jum
sis. Dampak paling jelas adalah lambatnya lahnya yang cukup besar, juga cara penya
pencairan bantuan dan besaran yang terlihat lurannya yang berbeda. Misalnya, penyalur
kurang masuk akal. Salah satu poin pent an melalui Kementerian BUMN, bukan
ing ekonomi pada masa pandemi adalah melalui Kementerian Keuangan. Karena itu,
program pemulihan ekonomi, yang seolah- kebijakan tersebut bisa saja dikatakan tidak
olah lebih penting dibandingkan dengan sta konservatif. Namun, perlu dicatat bahwa hal
bilitas. Akibatnya, berbagai peraturan yang tersebut bukan berarti tidak ada kesempat
semula dipasang dengan alasan stabilitas an untuk berinvestasi. Bagaimanapun juga,
menjadi dibuka dan memungkinkan pening rasionalitas ekonomi mengatakan orien
katan anggaran pengeluaran dalam rangka tasi profit di setiap kesempatan. Penerapan
penciptaan permintaan: government as the PCR, penggunaan aplikasi untuk penyaluran
last-lender for demand. dana dan berbagai persyaratannya yang juga
Data yang dikeluarkan oleh Kementerian menggunakan aplikasi kian memungkinkan
Keuangan Republik Indonesia memperlihat
kan bahwa program pemulihan telah menga
lokasikan anggaran sebesar Rp 203,9 triliun
untuk program perlindungan sosial dan Rp Lihat, https://www.kemenkeu.go.id/media/15149/program-
1
DA
B IU
RAK
T LIUK
O EGL
134 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
untuk berinvestasi, terutama untuk peru tik. Adanya raksasa besar perusahaan digi
sahaan dalam industri digital. Di belakang tal dan sistem digital saja, misalnya, dengan
industri tersebut tidak dapat dipisahkan dari mata uang digital dan berbagai aplikasi cen
kapitalisme global dengan berbagai industri derung menyebabkan ketidakstabilan. Faktor
besar sebagai pemilik sahamnya. Hal terse lain selain pandemi adalah perubahan iklim
but memungkinkan penjelasan karakteristik dan geopolitik, seperti keluarnya Inggris dari
krisis akibat pandemi di era kapitalisme digi Uni Eropa, atau migrasi besar-besaran dari
tal yang berbeda dengan krisis sebelumnya. Timur Tengah. Semua itu kian menampak
Selama ini, digitalisasi dianggap bisa sema kan ketidakstabilan dan semakin tidak re
kin memberikan kepastian, tetapi dengan levannya ekonomi-politik yang berorientasi
melihat struktur kapital bukan tidak mungkin pada stabilitas. Karena itu, ke depan bukan
justru semakin memungkinkan terjadinya sekadar tantangan terhadap instabilitas,
ketidakpastian. Hal itu terutama bagi negara tetapi juga kenyataan yang mesti dipertim
berkembang yang masih memerlukan modal bangkan oleh ekonomi dan pengambilan ke
dari luar termasuk untuk pembiayaan utang bijakan sehingga mesti ada perubahan arah
dan pemenuhan kebutuhan ekonomi domes ekonomi-politik yang lebih realistis. l
A
DRI AT ILKOEGL
Prisma
Prisma K R I TDonny
I KDanardono,
& KReproduksi
O M Kapitalistik
E N TRuangA Kota
R dan Perlawanan dari Pinggiran 135
dan pinggiran Semarang. Kedua wilayah itu Para petani STKS tak menjual hasil
senantiasa berhubungan, namun eksploitatif. panen, tetapi membagikannya ke seluruh
Wilayah perkotaan mengeksploitasi lingku anggota STKS, ke warga sekitar sesuai
ngan dan masyarakat di wilayah pinggiran. kebutuhan nyata mereka. Dengan cara itu,
Rupanya penolakan mereka terhadap pan STKS mengubah hubungan antara manusia
dangan dualisme Cartesian itu tidak hanya dan lahan (lingkungan) yang komodifikasi
dalam bentuk penerapan istilah “Semarang menjadi hubungan yang non-komodifikasi.
Coret”, tetapi juga dalam cara pandang para Dengan kata lain, mereka tak melekatkan
petani STKS ini terhadap hubungan antara nilai ekonomis (manfaat) pada lahan, tetapi
manusia dengan lingkungan. Dengan me menganggap lahan sebagai pembentuk mak
ngutip Murray Bookchin, Bosman dan Eka na hidup mereka sebagai manusia. Itu se
menulis: babnya, melalui lahan, para anggota STKS
dapat membentuk berbagai pengetahuan:
wal permasalahannya, demikian Bookchin,
A dari pengetahuan bercocok-tanam, politik
adalah pandangan Cartesian yang secara bi pangan, koperasi, hukum agraria, lingkung
ner melihat bahwa manusia terpisah dari alam an sampai feminisme (hal. 43).
(dalam konteks ini non-manusia). Pemaham Jadi, bisa dikatakan, karena para petani
an seperti itu membuat manusia memandang STKS tak melihat lahan dari segi manfaat
sesuatu di luar dirinya sebagai unit yang (utilitarianisme), maka terbentuklah hubung
harus dipetakan, dikontrol, didominasi, dan an timbal-balik antara mereka dengan lahan
dieksploitasi untuk keberlangsungan hidup tersebut Pada saat mengerjakan lahan dan
manusia maupun akumulasi kekayaan. (…) menyuburkan lahan, pada saat itu juga lahan
Manusia dominatif di satu sisi dan alam (non- tersebut memberi mereka bahan pangan dan
manusia) tersubordinasi di sisi lain (hal.33). berbagai pengetahuan. Begitulah bagaimana
mereka mereproduksi identitas sebagai peta
Serikat Tani Kota Semarang yang lahir ni dan manusia dalam kaitan organik dengan
pada 19 Mei 2020―saat wabah Covid-19― lahan.
bukan beranggotakan para petani profesional.
Anggota STKS adalah mahasiswa, peneliti,
akademisi, pekerja seni, pewiraswasta, dan Hubungan Organik: Perem
ibu rumahtangga (hal. 40). STKS melakukan
urban-farming seperti yang umum dilaku
puanAdat dan Desa Melawan
kan oleh warga berbagai perumahan di Kota Krisis Ekologi-Sosial
Semarang di masa wabah Covid-19 itu.
Namun, bila warga perumahan melaku Strategi perlawanan para petani STKS di
kan urban-farming di wadah pot atau dalam wilayah pinggiran terhadap reproduksi kapi
bentuk hidroponik, karena keterbatasan la talisme di perkotaan seperti itu mirip dengan
han, para petani STKS melakukannya di atas yang pernah dilakukan oleh para perempuan
tanah. Memang itu bukan lahan hak milik adat dan perdesaan di Nusa Tenggara Timur
mereka. Itu adalah lahan-lahan milik peru (NTT). Seperti halnya “Semarang Coret”,
sahaan properti, komunitas atau perorangan. wilayah adat dan perdesaan, baik di NTT
Sebelum mereka manfaatkan tanah-tanah itu maupun bukan di provinsi ini, juga meru
untuk bercocok tanam, semua merupakan pakan wilayah pinggiran.
lahan-lahan tak produktif, seperti resapan Saya menuliskan perlawanan perem
air yang ditumbuhi ilalang, lintasan jog- puan adat dan perdesaan NTT terhadap re
ging yang mangkrak, lahan dalam sengketa produksi kapitalisme yang merambah ke
kepemilikan dan kebun menganggur (hal. lingkungan mereka itu dalam artikel “Kete
39-40). gangan Ruang Privat dan Publik dalam Pe
KRITIK & KOMENTAR
Donny Danardono, Reproduksi Kapitalistik Ruang Kota dan Perlawanan dari Pinggiran 137
dengan padi yang mereka tanam. Gagal pa nyatakan: “Seharusnya pemerintah mendu-
nen itu juga memunculkan berbagai masalah kung pangan lokal ini, karena ketergantung
sosial, seperti anak-anak yang harus berhenti an orang pada beras hanya berujung pada
sekolah, orangtua bertengkar, dan kehidupan bantuan raskin (beras untuk orang miskin)
menjadi lebih buruk. dan membuat warga malas dan manja. Me-
Melihat hal itu Siti Rofi’ah mengum lepaskan kebun berarti melepaskan hidup.”
pulkan ibu-ibu untuk arisan beras. Melalui Begitulah bagaimana Siti Rofi’ah dan
arisan ini, setiap bulannya, ibu-ibu dan ke kelompok ibu-ibu arisan membebaskan
luarganya selalu kecukupan beras. Mereka warga desanya dan desa-desa sekecamatan
bahkan bisa menjual kelebihannya untuk dari krisis ekologi-sosial. Mereka telah me
mendapatkan uang tambahan. Kemudian nyelamatkan krisis pangan di rumahtangga
atas persetujuan mereka, sebuah LSM mem (ruang privat) masing-masing dengan meng
berikan pendampingan dengan program-pro ubah cara kerja para pria dan perempuan di
gram kerja yang menghasilkan uang. LSM kebun dan sawah (ruang publik), dan juga
itu juga mengajari mereka membuat pupuk mengganti padi dengan jagung, umbi, pi
organik dan pupuk kandang. Pupuk organik sang, dan sorgum. Perubahan-perubahan
dan pupuk kandang itu digunakan untuk demikian akhirnya mengikis krisis ekologi-
sawah mereka dan sebagian mereka jual. Pu sosial di desa tersebut. Ibu-ibu itu membuat
puk organik tak membunuh musuh-musuh ruang privat dan ruang publik terkait.
alami dari berbagai hama itu.
Siti Rofi’ah kemudian berjalan ke gu
nung-gunung untuk mencari sorgum merah, Penutup
hitam, dan putih. Selama ini, menurutnya,
warga desa menganggap sorgum sebagai Dari kisah petani STSK, Mama Aleta Baun
tanaman liar. Dia tak ingin warga desanya dengan perempuan penenun kain adat, dan
bergantung pada beras sebagai makanan po Siti Rofiah dengan para ibu-ibu arisan itu,
kok, yang membuat mereka makin tergan kita memperoleh pelajaran bahwa efektivi
tung perusahaan-perusahaan agroindustri tas dan daya tahan perlawanan terhadap re
benih padi varietas unggul, pupuk kimia, produksi kapitalisme yang menimbulkan kri
dan pestisida yang telah menimbulkan krisis sis ekologi-sosial hanya akan efektif jika para
ekologi-sosial di desanya, yaitu matinya mu pelawan menjalin hubungan organik dengan
suh alami para hama, munculnya hama baru, lahan. Perlawanan yang tak mengakar pada
gagal panen, dan kemiskinan. lahan (lingkungan) akan mudah kehilangan
Sejak itu, warga desanya dan desa-desa arah dan dipatahkan. Mungkinkah kita me
di kecamatan lain kembali berkebun untuk ngaitkan lagi manusia perkotaan dengan ta
menanam jagung, umbi-umbian, pisang, dan nah secara organik?
sorgum. Tentang hal itu, Siti Rofi’ah me Donny Danardono l
PARA PENULIS
140 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021
Donny Danardono, lahir di Malang, Jawa Timur, 17 Maret. Saat ini me
ngajar di Program Studi Ilmu Hukum dan Program Magister Lingkungan
dan Perkotaan (PMLP) Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Menjalani pendidikan formal di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Malang, dan meraih gelar Sarjana Hukum (1988) dari universitas ini serta
melanjutkan pendidikan dan meraih gelar MHum (1999) dari Sekolah
Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta. Menerbitkan sejumlah tulisan
dalam buku dan artikel jurnal tentang etika lingkungan, etika kepedu
lian, kajian gender, filsafat hukum, dan filsafat ruang. Bersama Antonius
Cahyadi menyunting buku bertajuk Sosiologi Hukum dalam Perubahan
(2009); menulis artikel berjudul “Critical Legal Studies: Posisi Teori dan
Kritik”, dalam majalah Kisi Hukum (Vol.14, No. 1, 2015); bersama Mar
tijn Eickhoff, Tjahjono Rahardjo, dan Hotmauli Sidabalok, menulis ar
tikel “The Memory Landscapes of ‘1965’ in Semarang”, dalam Journal
of Genocide Research (Vol. 19, No. 4, 2017); dan lain-lain. Selain dosen
tetap, kini menjabat Ketua Program Magister Lingkungan dan Perkotaan
(PMLP) Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Vedi R Hadiz adalah Direktur Asia Institute dan Guru Besar Kaji
an Asia di University of Melbourne, Australia. Meraih gelar Sarjana
Ilmu Politik (1987) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Indonesia dan gelar Doktor (1996) dari Murdoch Univer
sity, Australia. Direktur the Society for Political and Economic Studies
(SPES), Jakarta, awal tahun 1990-an ini, banyak menulis buku, antara
lain, Islamic Populism in Indonesia and the Middle East (Cambridge
University Press 2016) dan Localising Power in Post-Authoritarian In-
donesia: A Southeast Asia Perspective (Stanford University Press 2010),
Kekuasaan: Ekonomi Politik Indonesia Pasca-Soeharto (2005); bersa
ma Richard Robison, Reorganising Power in Indonesia: The Politics of
Oligarchy in an Age of Markets (2004); Workers and the State in New
Order Indonesia (1997); Politik, Budaya dan Perubahan Sosial (1992),
serta menyunting beberapa buku, antara lain, Empire and Neoliberalism
in Asia (2006) dan, bersama Daniel Dhakidae, Social Science and Power
in Indonesia (2005). Selain itu, banyak menulis artikel dalam berbagai
jurnal ilmiah internasional, seperti International Political Science Re-
view, Critical Sociology, Third World Quarterly, Journal of Develop-
ment Studies, Journal of Contemporary Asia, Critical Asian Studies,
Pacific Review dan Development and Change. Pada 2017, Redaktur
Senior Jurnal Prisma ini dikukuhkan sebagai salah satu Fellow di Aka
demi Ilmu-ilmu Sosial Australia.
PARA PENULIS
146 Prisma, Vol, 40, No. 4, 2021