Anda di halaman 1dari 13

MENDESKRIPSIKAN TOKOH NKRI YANG MENUMPAS

PEMBERONTAKAN PRRI DAN PERMESTA

Mata pelajaran : Sejarah

Guru pengajar :Pak Yoyo Sugiono, S.Pd

Oleh

Stanislaus Alva Jufinto X SIJA 2 (32)

Wilda Akmalia Nurusshaffa X SIJA 2 (34)

Zaidan Adli Anandra X SIJA 2 (35)

Zhafirah Ahira Salwa X SIJA 2 (36)

KELAS X SIJA 2

SMKN 26 JAKARTA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan hikmat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penugasan Mendeskripsikan Tokoh Pada
Pemberontakan PRRI dan Permesta.

Tujuan dari pembuatan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok Bapak
Yoyo Sugiono pada mata pelajaran Sejarah. Selain memenuhi nilai tugas Kelompok, makalah ini
juga bertujuan menambah wawasan tentang Tokoh Pada Pemberontakan PRRI dan Permesta
bagi para pembaca serta penulis.

Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung kami dengan cara
membagi pengetahuannya sehingga saya dapat menjadikannya referensi dalam menyelesaikan
makalah ini.

Dengan kerendahan hati, kami sebagai penulis memohon maaf jika ada kesalahan atau
ketidaksesuaian dalam penulisan kata serta kalimat. Pada dasarnya makalah ini tidaklah
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangatlah kami harapkan.

Jakarta, 9 Maret 2021

Absen No. 32 - 36

2
DAFTAR ISI

Judul………………………………………………………………………..………. 1

Kata Pengantar……………………………………………………………………..... 2

Daftar Isi…………………………………………………………………….…….... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………..….. 4
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………... 4
C. Tujuan……………………………………………………………………………. 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Jalannya Pemberontakan PRRI/Permesta………………………………………... 6
B. Jendral Gatot Subroto dalam mempertahankan NKRI dari pemberontakan
PRRI/Permesta…………………………………..…………………...……………8
C. Peran Letkol Slamet Riyadi dalam mempertahankan NKRI dari pemberontakan
PRRI/Permesta…………………………………..……………………………..… 9
D. Peran Kolonel Maludin Simbolon dalam mempertahankan NKRI dari
pemberontakan PRRI/Permesta…………………………………..
……………………………... 10
E. Peran Letkol Agus Prasmono dalam mempertahankan NKRI dari pemberontakan
PRRI/Permesta…………..…………………………………………..………….. 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan………………………………………………………………….......12
B. Saran……………………………………………………………………………..13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tanggal 15 Februari 1956, meletus Pemberontakan PRRI/PERMESTA.


Achmad Husein memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PPRI) dengan Syarifuddin Prawiranegara sebagai perdana menteri Proklamasi
PPRI segera mendapat sambutan di Indonesia Bagian Timur. Pada tanggal 17 Februari
1958, Letkol D.J. Somba dengan Pemerintah Pusat mendukung sepenuhnya PRRI.
Gerakan di Sulawesi ini dikenal dengan gerakan Piagam Perjuangan Semesta atau
Perjuangan Semesta atau PERMESTA.
Dengan diproklamasikannya PRRI dan PERMESTA di Sumatera, pemerintah
memutuskan untuk tidak membiarkan permasalahan tersebut berlarut-larut dan segera
menyelesaikannya dengan kekuatan senjata

B. Rumusan Masalah
1. Jalannya Pemberontakan PRRI/Permesta
2. Jendral Gatot Subroto dalam mempertahankan NKRI dari pemberontakan
PRRI/Permesta
3. Peran Letkol Slamet Riyadi dalam mempertahankan NKRI dari pemberontakan
PRRI/Permesta
4. Peran Kolonel Maludin Simbolon dalam mempertahankan NKRI dari pemberontakan
PRRI/Permesta
5. Peran Letkol Agus Prasmono dalam mempertahankan NKRI dari pemberontakan
PRRI/Permesta

4
C. Tujuan
1. Menjelaskan Jalannya pemberontakan PRRI/Permesta
2. Menjelaskan Peran Jendral Gatot Subroto dalam mempertahankan NKRI dari
pemberontakan PRRI/Permesta
3. Menjelaskan Peran Letkol Slamet Riyadi dalam mempertahankan NKRI dari
pemberontakan PRRI/Permesta
4. Menjelaskan peran Kolonel Maludin Simbolon dalam mempertahankan NKRI dari
pemberontakan PRRI/Permesta
5. Menjelaskan Peran Letkol Agus Prasmono dalam mempertahankan NKRI dari
pemberontakan PRRI/Permesta

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jalannya Pemberontakan PRRI/Permesta


Sebelum lahirnya PRRI, telah terjadi diskursus antara pusat dengan daerah. Pada
Bulan November 1956, berkumpul di Padang sekitar 600 pejuang eks-divisi Banteng.
Dari pertemuan tersebut mereka membicarakan tentang tuntutan perbaikan dalam tentara
AD dan pemimpin negara. Pertemuan tersebut menyebabkan terbentuknya dewan-dewan
di Sumatera dan Sulawesi. Pada awalnya, dewan-dewan tersebut dibentuk dalam rangka
mengatasi situasi perpolitikan Indonesia yang semakin mengarah pada perpecahan. Selain
itu, pembentukan dewan-dewan tersebut juga ditujukan untuk mengimbangi parlemen
dalam rangka memajukan pembangunan daerah yang masih tertinggal sehingga lebih
terarah. Dewan-dewan yang di bentuk antara lain :

1. Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kol Simbolon di sumatera Utara.


2. Dewan Banteng di sumatera tengah dipimpin oleh Ahmad Husein
3. dewan garuda di Sumatera selatan dipimpin oleh dhlan Djambek.
4. Dewan Manguni di Sulawesi yang dipimpin oleh Kol. Ventje Sumual.

Dewan-dewan tersebut menuntut adanya perimbangan keuangan antara pusat dan


daerah, terutama dalam melaksanakan eksploitasi hasil bumi. Namun dengan adanya
berbagai sebab seperti yang telah di uraikan di atas, maka dalam perkembangannya
bersifat agresif dan bertindak mencari kesalahan pusat. Hal tersebut terkait pula dengan
pemberhentian Kol. Simbolon. Pemecatan tersebut terkait dengan keterlibatannya dalam
peristiwa penyelundupan di Teluk Nibung.
Melalui dewan gajah tersebut, Kol. Simbolon menentang pemerintah pusat yaitu
dengan pernyataan:

1. Melepaskan hubungan sementara dengan pemerintah pusat

6
2. Mulai tanggal 22 Desember 1956 tidak lagi mengakui Kabinet Djuanda.
3. Mulai tanggal 22 Desember 1956 mengambil alih pemerintahan di wilayah tertera
da n tetorium I’

Melalui pengumuman tersebut maka resmilah bahwa PRRI berjalan di Sumatera


Utara. Pada tanggal 24 Desember 1956 mengeluarkan keputusan melalui Keputusan
Presiden No.200/1956 yang menyatakan bahwa karesidenan Sumatera Timur dan
Tapanuli, serta semua perairan yang mengelilingnya dinyatakan dalam darurat perang
(SOB).
Kericuhan juga terjadi di Sulawesi. Pada akhir Februari 1957, Panglima TT-VII
Letkol Ventje Sumual mengadakan ”pertemuan pendapat dan ide” dengan para Staffnya.
Pertemuan tersebut melahirkan konsepsi yang isinya antara lain disebutkan bahwa
penyelesaian keamanan harus segera dilaksanakan agar pembangunan semesta segera
dapat dimulai.
Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pertemuan di kantor Gubernur Makasar
yang dihadiri oleh tokoh militer dan sipil pada tanggal 2 Maret 1957. Pertemuan tersebut
melahirkan Piagam Perjuangan Semesta [Permesta] yang ditandatangani oleh 51 tokoh
masyarakat Indonesia Timur. Wilayah gerakan tersebut meliputi kepulauan Nusa
Tenggara dan Maluku.untuk melancarkan program kerja Permesta, maka Kol. Ventje
Sumual menyatakan bahwa daerah Indonesia Timuur dalam keadaan bahaya [SOB=Staat
Van Oorlog en Bleg]. Seluruh pemerintahan daerah diambil alih oleh militer untuk
menjaga ketenteraman rakyat dan demi terlaksananya cita-cita Piagam Perjuangan
Permesta.
Diantara dewan-dewan di daerah terdapat kerjasama dan saling berhubungan.
Para pemimpin pemberontakan di Sumatra mengadakan pertemuan di Sungai Dareh
sekitar 109 kilo meter arah Timur, Padang, pada tanggal 9-10 Januari 1958. Dalam
pertemuan tersebut, telah dilakukan pertemuan yang dihadiri Letkol Ahmad Hussein,
Kolonel Simbolon, Letkol Ventje Sumual, Letkol Barlian, Kolonel Zulkifli Lubis,
Sumitro Djojohadikusumo, Syafruddin Prawira Negara, Mohammad Natsir dan
Burhanuddin Harahap. Pertemuan itu mengamanatkan forum perwira pembangkang ini
untuk aktif mencari senjata di luar negeri dan untuk mematangkan rencana

7
pemberontakan, serta membicarakan soal rencana pemberian ultimatum kepada
pemerintah pusat dan pembentukan negara secara terpisah dari RI jika ultimatum tersebut
tidak dipenuhi dalam waktu 5×24 jam. Isi Ultimatum tersebut antara lain: di bidang
pemerintahan dituntut agar pemerintah memberikan Otonomi yang luas kepada daerah.
Pada bidang pembangunan menuntut agar pemerintah melakukan perbaikan radikal di
segala bidang, sedangkan di bidang militer, dewan Banteng menuntut supaya dibentuk
komandan utama di Sumatera Utara.

B. Peran Jendral Gatot Subroto dalam mempertahankan NKRI dari pemberontakan


PRRI/Permesta

Jenderal TNI (Purn.) Gatot Subroto (lahir di Sumpiuh, Banyumas, Jawa Tengah,
10 Oktober 1907 – meninggal di Jakarta, 11 Juni 1962 pada umur 54 tahun) adalah tokoh
perjuangan militer Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan juga pahlawan nasional
Indonesia. Ia dimakamkan di Ungaran, kabupaten Semarang

Selama memimpin, Gatot Subroto dikenal sebagai pemimpin yang disiplin, tegas,
berani, dan membela kaum yang tertindas. Maka, pada tahun 1953, ketika terjadi
kerusuhan di istana negara akibat tuntutan rakyat atas pembubaran parlemen ditolak,
Gatot Subroto yang dituduh sebagai dalang kerusuhan tersebut langsung mengundurkan
diri dari jabatannya sekaligus dari dinas militer. Namun, ia kembali dipanggil pemerintah
untuk duduk dan menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) pada
tahun 1956. Melalui tangannya, ia berhasil melumpuhkan pemberontakan PRRI/
Permesta yang ada di Sumatera dan Sulawesi Utara.

Pada tanggal 11 Juni 1962, Gatot Subroto meninggal di usia 54 tahun. Pangkat
terakhir yang disandangnya adalah Letnan Jenderal. Ia adalah penggagas akan perlunya
sebuah akademi militer gabungan (Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut)
untuk membina para perwira muda. Gagasan tersebut diwujudkan dengan pembentukan
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia pada tahun 1965.

8
Melengkapi pangkatnya, seminggu setelah ia dimakamkan di desa Mulyoharjo, Ungaran,
Jawa Tengah, gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional menurut Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No.283 tanggal 18 Juni 1962 disematkan kepadanya.[

C. Peran Letkol Slamet Riyadi dalam mempertahankan NKRI dari pemberontakan


PRRI/Permesta
Menjelang proklamasi 1945 Slamet Riyadi melarikan sebuah kapal kayu milik
jepang untukmelakukan perlawanan terhadap Jepang. Setelah diangkat sebagai
Komandan Batalyon ResimenI Divisi X ia berhasil menggalang para pemuda,
menghimpun kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks Peta/Heiho/Kaigun dan
merekrutnya dalam kekuatan setingkat Batalyon,yang disiapkan untuk mempelopori
perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang.

Slamet Riyadi kemudian diangkat menjadi komandan Batalyon XIV dibawah


divisi IV. PanglimaDivisi IV adalah Mayor Jenderal Soetarto dan divisi ini dikenal
dengan nama Divisi penembahanSenopati. Batalyon XIV merupakan kesatuan militer
yang dibanggakan. Pasukannya terkenaldengan sebutan anak buat “Pak Met”. Selama
agresi Belanda II, pasukannya sangat aktifmelakukan serangan gerilya terhadap
kedudukan militer Belanda, pertempran demi pertempuranmembuat sulit pasukan
Belanda dalam menghadapi taktik gerilya yang dijalankan Slamet Riyadi.Namanya mulai
disebut-sebut karena hampir di setiap perlawanan di kota Solo selalu beradadalam
komandonya. Sewaktu pecah pemberontakan PKI Madiun. Batalyon Slamet
Riyadisedang berada di luar kota Solo, yang kemudian diperintahkan secara langsung
oleh GubernurMiliter II – Kolonel Gatot Soebroto untuk melakukan penumpasan ke arah
Utara, berdampingandengan pasukan lainnya, operasi ini berjalan dengan gemilang.

Pada tanggal 10 juli 1950, Letnan Kolonel Slamet Riyadi, ditugaskan dalam
operasi penumpasanRMS di Maluku dan Andi Azis di Sulawesi Selatan bersama
Panglima TT VII – KolonelKawilarang. Dalam tugas inilah ia gugur muda dalam usia 23
tahun. Ia tertembak di depanbenteng Victoria setelah berusaha merebutnya.

9
D. Peran Kolonel Maludin Simbolon dalam mempertahankan NKRI dari
pemberontakan PRRI/Permesta
Sebelum menjadi tentara, Maludin Simbolon adalah seorang guru sekolah. Ia
tamatan salah satu sekolah guru zaman kolonial, Christelijke Hollandsch Inlandsche
Kweekschool di Kartasura. Setelah kakaknya, Johan Simbolon, disiksa hingga tewas oleh
serdadu Jepang karena dituduh mata-mata, Maludin mendaftarkan diri ikut latihan
perwira tentara sukarela (Gyugun). Pada 1946, ia mengepalai Divisi Satu Sumatera di
Palembang. Sejak 1950, Simbolon adalah panglima Tentara Teritorium I/Bukit Barisan
yang bermarkas di Medan.
Simbolon bergabung dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI), dan mengumumkan pemutusan hubungan wilayah militer Sumatera Utara
dengan pemerintahan pusat tanggal 22 Desember 1956 di Medan. Kabinet Ali
Sastroamidjojo di Jakarta pada malam hari itu juga mengadakan rapat darurat, dan pada
pagi harinya Presiden Soekarno mengumumkan pencopotan Maludin dari posisinya dan
menunjuk wakilnya Letkol, djamin Gintings untuk mengamankan situasi. Selain itu juga
disebutkan bahwa Letkol. Abdul Wahab Makmoer akan menjadi pengganti selanjutnya
apabila Letkol. Gintings tidak berhasil bertindak.
Jakarta mengirimkan pasukan payung yang diterjunkan di Medan untuk
mendukung pasukan Djamin Gintings, sehingga pasukan yang setia pada Maludin
mundur menghindari pertempuran ke utara Medan, lalu melanjutkan Balige, Tapanuli
Tengah. Selanjutnya, Maludin dan pasukan yang loyal kepadanya kemudian melanjutkan
perlawanan secara bergerilya, dan berkoordinasi dengan kekuatan PRRI lainnya di bawah
Letkol. Achmad Husein di Bukittinggi. Tidak hanya Medan, pemerintah pusat juga
menerjunkan pasukan payung dan melakukan pendaratan pasukan dari laut di Palembang
dan Padang, untuk secara efektif menguasai kota-kota pusat perlawanan PRRI di
Sumatera tersebut.
Pada tanggal 27 Juli 1961, Maludin Simbolon bersama pasukannya “Divisi Pusuk
Buhit” menyerahkan diri secara resmi kepada Panglima Kodam II, Letkol. Manaf Lubis,
di Balige, dengan demikian mengakhiri perlawanannya terhadap pemerintah pusat. Pada
tahun 2000, Maludin Simbolon meninggal dunia di usia 84 tahun.

10
E. Peran Letkol Agus Prasmono Husein dalam mempertahankan NKRI dari
pemberontakan PRRI/Permesta

Pada era 1950-an, komandan tentara di daerah punya potensi menjadi warlord
atau setidaknya menjadi orang yang ditakuti sipil, salah satunya Ahmad Husein. Gusti
Asnan menyebutnya sering bertindak di luar kontrol.

“Parada Harahap menyaksikan kesebelasan Batalyon Harimau Kuranji pimpinan


Ahmad Husein bertanding, dan bermain kasar, segera Harahap menulis ke surat
kabarnya. Berita itu terbaca oleh Ahmad Husein dan membuatnya berang," tulis Asnan.
Harahap kemudian dihajar dan ditahan atas perintah Husein.

Sebagai komandan resimen di daerah bekas Divisi Banteng, Husein menjadi salah
satu orang penting di Sumatra Barat. Namanya, seperti disebut Asnan, pernah muncul
sebagai calon Gubernur Sumatra Tengah yang diusulkan oleh Nahdlatul Ulama (NU)--
organisasi yang tidak mengakar di Sumatra Barat.

Husein yang sangat berpengaruh di kalangan tentara di Sumatra Barat, segera


menjadi bagian dari tokoh oposisi yang tidak puas kepada pemerintah pusat. Ia pun
identik dengan Dewan Banteng, yang seperti dewan-dewan lainnya, menuntut otonomi
daerah. Setelah Kolonel Maludin Simbolon berhenti sebagai Panglima TT Bukit Barisan,
ia segera mendatangi Ahmad Husein untuk mengajaknya bergabung dengan PRRI.

Keterlibatannya dalam PRRI membuat Ahmad Husein dipecat dari ketentaraan. Ia


selanjutnya menjadi tahanan militer hingga kejatuhan Sukarno. Ahmad Husein
menyatakan bahwa ia bertanggung jawab atas tindakannya bergabung dengan PRRI.
Setelah bebas dari tahanan, ia menjadi pengusaha dan aktif sebagai Wakil Direktur PT
Konsultasi Pembangunan. Selain itu, ia juga pernah menjadi Direktur PT Taliabu Timber,
Direktur Utama PT Toarco dan PT Nusco. Ahmad Husein pernah tinggal di Jalan
Pembangunan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Seperti banyak bekas tokoh PRRI dan
Permesta, Ahmad Husein tampak tidak keberatan dengan pembangunan nasional yang
dijalankan oleh Presiden daripada Soeharto.

11
Pada 28 November 1998, tepat hari ini 22 tahun lalu, Ahmad Husein wafat di
Jakarta dan dimakamkan di kampung halamannya. Ia dimakamkan dengan upacara
militer yang dipimpin oleh Panglima Kodam Bukit Barisan Mayor Jenderal Izmed
Yuzairi Chaniago--kawan Prabowo Subianto dan Kivlan Zein, yang juga menantunya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Terjadinya suatu peristiwa tidak lepas dari hal-hal yang telah terjadi sebelumnya,
seperti yang telah diketahui bahwa dalam disiplin ilmu sejarah berlaku hukum kausalitas
atau sebab-akibat. Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas
dari berbagai factor yang menyebabkannya. Factor politis dan ekonomis sangat berperan
sebagai penyebab dari pemberontakan ini. Posisi militer sebagai opsan pemerintah
berusaha mengambil alih kekuasaan sipil setelah melihat berbagai kekurangan dalam
berbagai kebijakannya.
Kondisi yang dianggap ”sentralistik” oleh daerah menyebabkan hubungan antara
pusat dan daerah menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat
antara daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa kebijakan pemerintah tidak
sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat menganggap bahwa daerah kurang
mampu dalam melaksanakan tugasnya. Gerakan PRRI/Permesta merupakan gejolak
daerah yang berusaha melakukan koreksi terhadap kondisi bangsa yang morat-marit.

12
B. Saran

Dari penjelasan di atas, kita sebagai Bangsa Indonesia dapat mengambil pelajaran
dari Peristiwa Pemberontakan PRRI/PERMESTA. Kita sebagai bangsa yang baik patut
melanjutkan perjuangan para pahlawan yang telah memerdekakan Bangsa Indonesia ini
dengan lebih giat belajar, serta menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

https://www.coursehero.com/file/58106912/PEMBERONTAAN-PERMESTAdocx/

https://sejarah-tni.mil.id/2017/03/18/jenderal-gatot-soebroto/

https://brainly.co.id/tugas/14828783

https://gmba-maguwo.org/2014/08/12/ignatius-slamet-riyadi-teladan-dari-solo/

https://tirto.id/sejarah-prri-para-kolonel-pembangkang-menentang-jakarta-cBT8

https://id.wikipedia.org/wiki/Maludin_Simbolon

https://tirto.id/sejarah-prri-para-kolonel-pembangkang-menentang-jakarta-cBT8

13

Anda mungkin juga menyukai