Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SEJARAH

Pemberontakan Republik Maluku Selatan


(RMS)

Oleh :
1. Achmad Malikur Rizal (01)
2. Anggun Afrix Rozana (06)
3. Kinanti (18)
4. Yuliana Ismawati (34)

Kelas XII Mipa 1

SMA NEGERI 1 BALUNG

TAHUN PELAJARAN 2019/20120


DAFTAR ISI

1. Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
2. Bab 1 Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2
a. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
b. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2
c. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .2
3. Bab 2 Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
a. Latar Belakang Terbentuknya Republik Maluku Selatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
b. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
c. Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .4
d. Peran Belanda dalam Pembentukan RMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
e. Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .7
4. Bab 3 Penutup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .8
a. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .8
5. Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah salah satu dari negara bagian bentukan
Belanda yang digunakan untuk mengancam integrasi Indonesia. Terbukti pada tanggal 25
April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh sekelompok orang
mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah Dr. Christian
Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur. Pemberontakan
RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin memisahkan diri dari Negara
Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang terpisah dari wilayah
RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang mantan jaksa agung NIT ini, juga pernah
terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Akan tetapi, setelah upayanya untuk melarikan
diri, akhirnya dia berhasil meloloskan diri dan pergi ke Maluku. . Pemberontakan Andi
Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan yaitu, mereka tidak puas
terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI).
Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang merasa bahwa
status mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB. Setelah meproklamasikan
kemerdekaan Republik Maluku Selatan (RMS) mereka menunjuk J.H. Mahutu sebagai
presiden pertama RMS dan Albert Wairisal sebagai perdana menteri. Sementara
menterinya terdiri atas Soumokil, D.J. Gazperz, J. Toule, S.J.H. Norimarna, J.B.
Pattriradjawane, P.W. Rokollo, H.F. Pieter, A. Nanlohy, J.A. Manusama, dan Z.
Pesuarissa.

2. Rumusan Masalah
1) Apakah RMS itu?
2) Siapa saja yang memprakarsai pemberontakan tersebut?
3) Bagaimana pemerintah Indonesia penumpasan pemberontakan tersebut?
4) Bagaimana peran belanda dalam pembentukan RIS?

3. Tujuan
Untuk memberikan infomasi tentang pemberontakan yang terjadi di Maliku
Selatan, seperti penjelasan tentang RMS, penyebab pemberontakan itu terjadi, siapa saja
tokon yang ikut andil dalam pemberontakan tersebut. Dan juga bagaimana pemerintah
Republik Indonesia menyelesaikan pemberontakan yang juga dicurigai terdapat orang
luar yang ikut andi dalam pemberontakan tersebut.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Terjadinya Republik Maluku Selatan
Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan
yaitu, mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik
Indoneisa (NKRI). Pemberontakan yang mereka lakukan mengunakan unsur KNIL yang
merasa bahwa status mereka tidak jelas dan tidak pasti setelah KMB. Keberhasilan
anggota APRIS mengatasi keadaan yang membuat masyarakat semakin bersemangat
untuk kembali ke pangkuan NKRI. Namun, dalam usaha untuk mempersatukan kembali
masyarakat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi beberapa hambatan yang
diantaranya terror dan intimidasi yang di tujukan kepada masyarakat, terlebih setelah
teror yang dibantu oleh anggota Polisi yang telah dibantu dengan pasukan KNIL bagian
dari Korp Speciale Troepen yang dibentuk oleh seorang kapten bernama Raymond
Westerling yang bertempat di Batujajar yang berada di daerah Bandung. Aksi teror yang
dilakukannya tersebut bahkan sampai memakan korban jiwa karena dalam aksi terror
tersebut terjadi pembunuhan dan penganiayaan. Benih Separatisme-pun akhirnya muncul.
Para biokrat pemerintah daerah memprovokasi masayarakat Ambon bahwa
penggabungan wilayah Ambon ke NKRI akan menimbulkan bahaya di kemudian hari
sehingga seluruh masyarakat diingatkan untuk menghindari dan waspada dari ancaman
bahaya tersebut.
Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap
parlemen NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan
akhirnya kabinet NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan
pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) menyebabkan
berakhirnya Negara Indonesia Timur. Akan tetapi Soumokil bersama para anggotanya
tidak akan menyerah untuk melepaskan Maluku Tengah dari wilayah Negara Kesatuan
Republik Indoneisa. Bahkan dalam perundingan yang berlangsung di Ambon dengan
pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan supaya daerah Maluku Selatan
dijadikan sebagai daerah yang merdeka, dan bila perlu seluruh anggota dewan yang
berada di daerah Maluku Selatan dibunuh. Namun, usul tersebut ditolak karena anggota
dewan justru mengusulkan supaya yang melakukan proklamasi kemerdekaan di Maluku
Selatan tersebut adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J.
Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata.

2. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku


Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan
untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum
diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang
beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara
Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil
mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu,

3
sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang buruk oleh
Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan berdirinya
Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert Wairisal
sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J.
Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th.
Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.
Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS
untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950,
Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9
Mei, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson
diangkat sebagai panglima tertinggi di angkatan perang tersebut. Untuk kepala staf-nya,
Soumokil mengangkat sersan mayor Pattiwale, dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor
Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya
mengikuti system dari KNIL.

3. Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS


Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini
dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim
misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni Dr. Leimena.
Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil. Selanjutnya misi perdamaian
yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para pendeta, politikus, dokter, wartawan pun
tidak dapat bertemu langsung dengan pengikut Soumokil.
Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya
pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan
mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang
kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan
Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer,
penumpasan pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan
pada tanggal 15 Juli 1950, pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik
Maluku Selatan sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan militer yang
diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah Ambon, dan pada tanggal 3
November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai termasuk benteng Nieuw
Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh pasukan militer tersebut.
Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini
membuat perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan. Pada tanggal
4 sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat pemerintahan RMS
beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram. Pada tahun 1952, J.H
Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS tertangkap di pulau Seram,
Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya melarikan diri ke Negara Belanda.
Setelah itu, RMS kemudian mendirikan sebuah organisasi di Belanda dengan
pemerintahan di pengasingan (Government In Exile).

4
Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya
dimajukan ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi sanksi hukuman
tehadap :

a. J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun


b. Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman
5 Tahun
c. D.J Gasper,  menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 4 ½ Tahun
d. J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 4 ½
Tahun 5.G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman
selama 5 ½ Tahun
e. Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi hukuman selama 4 ½
Tahun
f. J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi hukuman selama
5 ½ Tahun.
g. D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi hukuman selama 5
½ Tahun
h. Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi hukuman
selama 3 Tahun
i. F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi hukuman selama 4
Tahun
j. T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 7
tahun
k. D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di jatuhi hukuman
selama 10 Tahun
l. Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan yang
berada di pulau Seram sampai akhirnya ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963.
Pada Tahun 1964, Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama persidangan Soumokil
berlangsung, meskipun ia bisa berbahasa Indonesia, namun pada saat itu ia selalu
memakai Bahasa Belanda, sehingga pada saat persidangan di mulai, hakim mengutus
seorang penerjemah untuk membantu persidangan Soumokil. Akhirnya pada tanggal
24 April 1964, Soumokil akhirnya dijatuhi hukuman mati. Eksekusi pun dilaksanakan
pada tanggal 12 April 1966 dan berlangsung di Pulau Obi yang berada di wilayah
kepulauan Seribu di sebelah Utara Kota Jakarta.

Sepeninggal Soumokil, sejak saat itu RMS berdiri di pengasingan di Negeri


Belanda. Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama. Ia menjadi presiden RMS
pada tahun 1966-1992, selanjutnya digantikan oleh Frans Tutuhatunewa sampai tahun
2010 dan kemudian digantikan oleh John Wattilete.

5
4. Peran Belanda dalam Pembentuka RMS
Oleh karena kemerdekaan RMS yang di Proklamirkan oleh sebagian besar rakyat
Maluku, pada tanggal 24 April 1950 di kota Ambon, ditentang oleh Pemerintah RI
dibawah pimpinan Sukarno - Hatta, maka Pemerintah RI meng-ultimatum semua para
aktifis RMS yang memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan untuk
menyerahkan diri kepadda pemerintah RI, sehingga semua aktifis RMS itu ditangkapi
oleh Pasukan2 Militer yang dikirim dari Pulau Jawa.
Karena adanya penangkapan yang dilakukan oleh militer Pemerintah RI, maka
para pimpinan teras RMS tersebut, ber-inisiatif untuk menghindar sementara ke Negeri
Belanda, kepindahan para pimpinan RMS ini mendapat bantuan sepenuhnya dari
Pemerintah Belanda pada saat itu. Dengan adanya kesediaan bantuan dari Pemerintah
Belanda untuk mengangkut sebagian besar rakyat Maluku dengan biaya sepenuhnya dari
Pemerintah Belanda, maka sebagian besar rakyat di Maluku yang beragama kristen,
memilih dengan kehendaknya sendiri untuk pindah ke Negeri Belanda. Pada waktu itu,
Ada lebih dari 15.000 rakyat Maluku yang memilih pindah ke negeri Belanda.
Pindahnya sebagian rakyat maluku ini, oleh Pemerintahan Sukarno-Hatta,
diissukan sebagai "PENGUNGSIAN PARA PENDUKUNG RMS", lalu dengan dalih
pemberontakan, pemerintah RI menangkapi para Menteri RMS dan para aktifisnya, lalu
mereka dipanjarakan dan diadili oleh pengadilan militer RI, dengan hukuman berat
bahkan dieksekusi Mati.
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan,
seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS
di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali.
Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tidak bisa berpangku tangan menyaksikan
semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap
seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa
Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan
Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS
membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi
peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan
kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh
Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis
RMS di Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah
Belanda menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan
teror ini dilakukan karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan
sepenuh hati memberikan dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press
Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga
sipil di gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok
sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya
merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka.
Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun

6
1975. Ada juga kelompok sempalan yang tidak dikenal yang pada tahun 1977
menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan di saat yang sama juga menyandera 50
orang di sebuah kereta api. Sejak tahun 80an hingga sekarang aktivitas teror seperti itu
tidak pernah dilakukan lagi.

5. Dampak dari Pemberontaka RMS di Maluku


Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang
berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut juga
dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS, seperti
kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975 kelompok ini pernah
merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api tersebut.
Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan,
diadakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23 orang
ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis tersebut dilakukan, mereka
tidak menerima penangkapan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan hukum yang
berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan
Tinggi Maluku  karena melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang yang
diduga sebagai propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut. Aksi
pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun 2004, ratusan pendukung
RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini,
sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan akibat dari
penangkapan tersebut, terjadilah sebuah konflik antara sejumlah aktivis RMS dengan
Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tidak cukup dengan aksi tersebut, Anggota RMS kembali menunjukkan
keberadaannya kepada masyarakat Indonesia. Kali ini mereka tidak segan-segan untuk
meminta pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY (Susilo Bambang
Yudhoyono) dan menangkapnya atas kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan
terhadap 93 aktivis RMS. Peristiwa paling parah terjadi pada tahun 2007, dimana pada
saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang menghadiri hari Keluarga Nasional
yang berlangsung di Ambon, Maluku. Ironisnya, pada saat penari Cakalele masuk ke
dalam lapangan, mereka tidak tanggung-tanggung untuk mengibarkan bendera RMS di
hadapan presiden SBY. Salah satu tersangka aksi gerakan separatis itu, Simon Siaya
orang yang mengibarkan bendera tersebut dan presiden transisi RMS. Dalam kasus itu,
para tersangka diancam dengan pidana makar, yakni Pasal 106 juncto Pasal 110 Ayat (1)
dan Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman
hukuman penjara di atas enam tahun.

7
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka
pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur
(saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah
Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS
ditumpas tuntas pada November 1950 lewat kekuatan senjata.
Pada 14 Juli 1950 Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos
penting RMS. Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan
Ambon, juga menguasai perairan laut Maluku Tengah, memblokade dan menghancurkan
kapal-kapal pemerintah.
Pemberontakan ini berhasil digagalkan secara tuntas pada bulan November 1950,
sementara para pemimpin RMS mengasingkan diri ke Belanda adalah Prof. Johan
Manusama. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan
para Birokrat di Ambon berjalan lancar membuat pemerintahan Sukarnosehingga
mengeluarkan perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya,
sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda
sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti
perjuangan RMS.

8
DAFTAR PUSTAKA

 http://www.nafiun.com/2014/03/peristiwa-pemberontakan-republik-maluku-selatan-rms.html?
m=1
 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Republik_Maluku_Selatan
 http://dianhariyani.blogspot.com/2016/11/republik-maluku-selatan-rms_9.html?m=1
 http://ourlz.blogspot.com/2013/05/makalah-sejarah-pemberontakan-rms.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai