Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH

TEMA: PEMBERONTAKAN REPUBLIK MALUKU


SELATAN (RMS)

DISUSUN OLEH:

HEISEL STEVEN

NAOMI GRACETIRA

MENOV VELA OKTA BETAZA

ONIE AUSTHY

JERI ARIANTO JUNI JALUNG

RYAN KURNIAWAN

YULIANA SENNI

SMA NEGERI 8 MALINAU

Jl. Cipta Utama RT VI Kuala Lapang Kec. Malinau Barat

Kalimantan Utara
KATA PENGANTAR

Syalom, assalamualaikum warrahmatulahi wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana dalam kesempatan ini
kami dapat membuat sebuah makalah yang berjudul RMS (Republik Maluku Selatan) dimana
makalah ini memberikan kita sebuah informasi mengenai sejarah bangsa Indonesia dan Sejarah
dimana masa penjajahan berlangsung, kami juga bersyukur dapat mengerjakan sebuah makalah
ini dengan tepat waktu, atas bantuan dari teman-teman dan rekan-rekan yang sudah tergabung
didalam kelompok penyusunan makalah ini. Dengan ini rasa hormat kita kepada bangsa kita
dapat kita lakukan dalam kehiudupan kita sehari-hari. Dapat kita lihat pula dari kejadian ini, kita
sudah mengetahui betapa sedihnya para pejuang yang telah merebut kembali bangsa dan negara
kita walaupun mengorbankan nyawa mereka sendiri, oleh karena itu kita sebagai generasi muda
bangsa Indonesia harus lebih mengoptimalkan apa yang telah kita rasa dan kita nikmati sekarang
ini, tanpa adanya para pejuang itu kita tidak akan dapat merasakan yang seperti sekarang ini.

Marilah kita bersama berjuang untuk menjadi penerus bangsa dan negara yang bermutu
untuk dimasa yang akan mendatang, dan menjadi pemuda millenieal yang bertanggung jawab
dan memiliki jiwa nasionalisme bagi bangsa dan negara kita sendiri.

Terima kasih atas bantuan yang telah dilakukan dalam membentuk dan mebuat sebuah
makalah yang bermanfaat bagi kita semua.

Wasssalamualaikum warrahmatulahi wabarakatuh,


salam sejahtera untuk kita semua.
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

1.2.RUMUSAN MASALAH

1.3.TUJUAN

1.4.MANFAAT

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1.PENGERTIAN RMS

2.2.AWAL MULA KERUSUHAN RMS

2.3.DOKUMEN PEMBERONTAKAN RMS DI MALUKU

2.4.TANGGAPAN PARA JURNALISTIK TENTANG PEMBERONTAKAN RMS

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang


Sejak masa kemerdekaan sampai sekarang sebagian daerah di Indonesia  pernah
mengalami gangguan keamanan. Gangguan itu ada yang dapat diselesaikan oleh aparat
keamanan/pemerintah daerah setempat, tetapi ada  pula yang harus diselesaikan oleh bantuan
aparat keamanan yang datang dari  daerah lain (di BKO kan) ataupun bantuan dikirim dari
pemerintah pusat.
Gangguan itu baik kecil maupun besar seperti antara lain pemberontakan PKI Komunis
Muso di Madiun, pemberontakan DI/TII Kartosuwirjo di Jawa Barat, pemberontakan DI/TII
Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, pemberontakan DI/TII Daud Bereureh di Aceh, Gerakan
Negara Papua Merdeka di Irian Jaya (Papua) Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat,
Pemberontakan Permesta di  Sulawesi, Pemberontakan RMS di Maluku dan seterusnya.
Persatuan Indonesia adalah salah satu sila dari Pancasila. Yang artinya dapat dijabarkaan
sebagai berikut:
a. Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik (Pasal 1 UUD 45)
b.    Bendera Negara Indoensia ialah Sang Merah Putih (Pasal 35 UUD 45)
c.     Negara Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan UUD alinea IV)
Dalam artian seluruh warga Negara Indonesia wajib untuk menjaga persatuaan negaranya
tanpa pengecualian. Maka dari itu saya akan membicarakan tentang pemberontakan yang telah
dilakukan organisasi GAM dan RM
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis merumuskan dan membatasi masalah
yang akan dibahas pada karya ilmiah ini, antara lain:
1. Apa itu pemberontakan?
2. Siapa saja pemberontak-pemberontak yang pernah melakukan aksinya di negeri ini?
3. Apa motif pemberontakan tersebut?
1.3. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian kali ini adalah:
Untuk mengetahui pemberontakan
Untuk mengetahui apakah dengan mempelajari sejarah kita dapat mencegah dan menanggulangi
pemberontakan
1.4. Manfaat
Makalah ini menambah wawasan tentang pemberontakan-pemberontakan yang pernah
terjadi di negeri ini khususnya Pemberontakan Maluku Selatan. Selain itu, dengan mempelajari
sejarah segala aktivitas pemberontakan dapat dicegah dan ditanggulangi, sehingga masyarakat
tidak lagi berhadapan dengan para pemberontak dalam kehidupannya. Akhirnya terwujudlah
masyarakat yang aman.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian RMS


Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25
April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu
Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS
dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada
November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda
Pemerintah RMS yang pertama dibawah pimpinan dari J.H. Manuhutu, Kepala Daerah
Maluku dalam Negara Indonesia Timur (NIT).
Setelah Mr. dr. Chris Soumokil dibunuh secara illegal atas perintah Pemerintah
Indonesia, maka dibentuk Pemerintah dalam pengasingan di Belanda dibawah pimpinan Ir.
[Johan Alvarez Manusama], pemimpin kedua [drs. Frans Tutuhatunewa] turun pada tanggal 24
april 2009. Kini mr. John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Tagal serangan dan anneksasi illegal oleh tentara RI, maka Pemerintah RMS -
diantaranya Mr. Dr. Soumokil, terpaksa mundur ke Pulau Seram dan memimpin guerilla di
pedalaman Nusa Ina (pulau Seram). Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi
hukuman mati oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12
April 1966.

2.2. Awal mula Kerusuhan RMS


Dalam bulan september 2011 Jendral Kivlan Zen purn. mengaku dalam wawancara
dengan Global Post bahwa KERUSUHAN AMBON sebebnarnya REKAYASA dari para elit
militer dan elit politik di Jakarta. Instruksi mereka kepada Jendrl Kivlan Zen itu untuk
mendestabilisasi Maluku sescara politik dan ekonomis.
Dalam skenario ini RMS dimempersalahkan dengan sengaja dan kambinghitamkan.
Mereka memakai kalimat-kalimat seperti:
"Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai
kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan
mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas
tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang
tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.", Padahal
Jendral Kivlan Zen sendiri sekarang mengaku secara terbuka bahwa itu semua permainan elit
politik Jawa dan elit militer Jawa. RMS dan umat Kristen dengan sengaja dikambinghitamkan,
sedangkan tidak bersalah.
Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke
tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur
Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun
sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba
para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para
penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi, disiksa dan dianiyaya. Dipukul
babakbelur oleh DENSUS 88 atas perintah Presiden SBY sendiri. Sebagian yang mencoba
melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat. Pada saat ini (30 Juni 2007) insiden ini
sedang diselidiki.
TAPOL yang terbanyak di Indonesia pada saat ini terdapat di Maluku dan Papua. Hal ini
menodah wajah NKRI sebagai demokrasi, sebab di negara-negara demokratis lain-lain didunia
orang tidak dijatuhkan hukuman 15 tahun penjara hanya tagal menaikkan lambang negara yang
terlarang
2.3.Dokumen Pemberontakan RMS di Maluku
Bahwa perjuangan kemerdekaan Maluku lewat proklamasi Republik Maluku Selatan
(RMS) itu tidak akan merugikan hak hidup bangsa manapun juga, termasuk pemerintah Belanda
dan pemerintah RI(Ketua Eksekutif "Missi Rakyat Maluku", D Sahalessy dalam suratnya kepada
BJ Habibie dan Jenderal Wiranto).
Pernyataan di atas, merupakan materi surat resmi yang dikirim dari kantor 'pemerintahan
pengasingan RMS' di De Klenckestraat 42, 9404 KW Assen-The Netherlands (telp 31592
352141), tertanggal 15 November 1998. Tembusan surat tersebut dikirimkan pula kepada
Komnas HAM di Jakarta, Kementerian Luar Negeri Belanda di Den Haag, EIR-International di
New York dan sejumlah instansi internasional terkait serta dewan mahasiswa di Indonesia.
Dokumen surat yang diungkap pula oleh mantan Kastaf Kodam VIII/Trikora Jayapura,
Brigjen TNI (Purn) Rustam Kastor -- ini, secara jelas dan 'jantan' menyatakan keinginannya
untuk pisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Misalnya, di awal suratnya, D
Sahalessy menulis sbb:...Atas kewajiban kami selaku Ketua Pelaksana Missi Rakyat Maluku dan
Pejuang Kemerdekaan yang mendambakan Kemerdekaan dan Kedaulatan Nusa dan Bangsa
Maluku, kami hadapkan 'Surat Pergembalaan' ini kehadapan Bapak-bapak.
Demi ketergantungan hidup manusia kepada Tanah Airnya dan Masyarakat Adatnya
masing-masing, maka Pancasila dan Undang-undang Dasar '45, antara lain menegaskan bahwa
"kemerdekaan adalah hak setiap bangsa, maka setiap sistem penjajahan haruslah dihapuskan dari
atas muka bumi, karena hal itu tidak sesuai dengan keadilan dan prikemanusiaan". Atas
pernyataan ini, kami anjurkan agar Bapak-bapak menggarisbawahi "kekeliruan-kekeliruan" yang
dilakukan Pemerintah RI dan ABRI di Maluku di luar sampaipun di tanah air Jawa sejak Juni
1950 hingga detik saat ini.
Yang cukup menarik untuk dicermati, surat yang disampaikan kepada pemerintah RI -
setahun sebelum terjadinya aksi pembantaian terhadap umat Islam di Kota Ambon, Idul Fitri, 19
Januari 1999 - itu, juga mengajukan lima tuntutan yang mesti dipenuhi, yakni:
- Agar tindakan-tindakan eksploitasi dan Jawanisasi di Maluku dan lain-lain kepulauan di
luar tanah Jawa dihentikan
- Agar tulang-belulang dari putra-putri Maluku yang terbunuh selama invasi militer RI di
Maluku (1950-1967) itu dapat dikumpulkan untuk dimakamkan dalam suatu Taman
Makam Pahlawan,
- Agar tulang-belulang dari Mr. Doktor Christian Soumokil (Bapak Kebangsaan dan
Pahlawan Keadilan Maluku) yang dibunuh secara rahasia oleh ABRI di pengasingan
pada tanggal 12 April 1966 itu dapatlah dikumpulkan untuk dimakamkan di Maluku
Tanah Air kami,
- Agar semua usaha menuntut kemerdekaan Maluku lewat konstitusi Republik Maluku
Selatan (RMS) di Maluku janganlah ditindas atau dapatlah dibantu oleh ABRI,
- Agar tindakan-tindakan polarisasi yang dilakukan lewat intelek Maluku golongan
aparatip yang memfrustasikan perjuangan kemerdekaan Maluku di dalam maupun di luar
negeri itu, dihentikan.

Selain surat tersebut, bukti-bukti awal yang menunjukkan terjadinya pemberontakan


RMS di Ambon-Maluku, juga dapat diketahui dari dokumen 'bocoran'-nya - faksi lain di
RMSyang menamakan dirinya sebagai "Presidium Sementara RMS Ambon."
Pada tangal 14 November 1998, presidium tersebut mengeluarkan "Surat Perintah Tugas"
No. 01/PS.04.1/XI/98, yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal
Presidium, masing-masing bernama O. Patarima, SH dan Drs. Ch. Patasiwa. Isi surat tugas
berupa perintah kepada D Pattiwaelappia (jabatan Ketua Komisi Bidang Komunikasi), A
Pattiradjawane (Ketua Komisi Bidang Hukum) dan S. Saiya (Staf Komisi Bidang Komunikasi),
untuk melaksanakan missi perjuangan RSM.
Kepada ketiga orang tersebut, diberi tugas dan wewenang sbb:
  Melakukan upaya-upaya diplomasi dan pendekatan dengan warga masyarakat Maluku di
perantauan dalam rangka konsolidasi kekuatan dan penggalangan persatuan,
  Mengadakan koordinasi dengan tokoh-tokoh intelektual tertentu di kota atau daerah tujuan untuk
membentuk perwakilan presidium atau pun organisasi perjuangan yang memungkinkan sesuai
dengan kondisi setempat,
 Berusaha menghimpun dana secara sukarela dari warga setempat untuk mendukung kebutuhan
pembiayaan program perjuangan,
 Melaporkan hasil pekerjaan secara berkala guna keperluan pengendalian dan evaluasi.
Surat tugas juga menyebutkan daerah tujuan yakni Jakarta, Surabaya, dan kota-kota
tertentu di Pulau Jawa. Juga, ditentukan soal keberangkatannya yakni mulai 16 November s.d.
media Desember 1998.
Bersamaan dengan keluarnya surat tugas, Presidium Sementara RMS di Ambon membuat
pula surat pengantar bernomer 02/PS.05.1/XI/98, perihal "Permohonan Bantuan", dilengkapi
lampiran sebanyak sepuluh daftar. Isi surat diawali dengan kalimat antara lain:Pertama-tama,
terimalah salam kebangsaan dan pekik perjuangan kita "Mena Moeria".
Selanjutnya, ditulis:
Kami merasa mendapat kehormatan untuk menjumpai Bapak, Ibu dan semua saudara
segandong yang sementara ini berada di Tanah Perantauan, untuk menyampaikan
perkembangan terakhir yang sedang terjadi di kalangan rakyat dan masyarakat Maluku dewasa
ini.
Secara singkat boleh kami katakan bahwa tingkat kesabaran dan daya tahan rakyat
dalam menghadapi kondisi perekonomian maupun situasi politik yang dikendalikan dari Pusat
(Jakarta), sudah berada pada titik yang sangat rawan. Bahwa demi untuk mencegah terjadinya
tindakan lepas kontrol yang dapat membahayakan diri, keluarga maupun masyarakat banyak,
kami terpaksa telah mengambil tanggungjawab kolektif tadi dan menyusun sebuah program
perjuangan sesuai dengan kemampuan kami yang sangat terbatas.
Dalam rangka itulah kami sungguh memerlukan support, baik moral maupun material
terutama dari Bapak/Ibu yang memiliki kelebihan berkat Tuhan. Demikian dengan susah payah
kami telah mengutus tiga orang teman ini, sambil mengharapkan uluran tangan Bapak/Ibu
semua. Kami percaya bahwa semua saudara segandong di rantau tidak akan sampai hati
membiarkan kami berjalan sendirian sebab 'potong di kuku rasa di daging'. Semoga Tuhan tetap
menjaga dan memelihara kita semua dengan kelimpahan berkat Sorgawi. Amatooo...
Dari Ambon, Presidium Sementara Republik Maluku Selatan (RMS) pada 14 November
1998 mengeluarkan 'Seruan' yang ditujukan kepada warga Maluku di Belanda.
Seruan yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekjen Presidium Sementara RMS,
masing-masing O Patarima, SH dan Drs. Ch. Patasiwa itu, diawali dengan kalimat:
"Kepada Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air, putra-putri Maluku yang
sementara berdiam di negeri Belanda."
Terimalah salam kebangsaan dan pekik perjuangan kita "Mena Moeria",
Dengarlah seruan kami dari jauh, dari Maluku, Tanah Tumpah Darah Kita: Saat ini,
rakyat Maluku di Tanah Air sudah tidak sabar lagi untuk merdeka, Kebencian rakyat terhadap
Pemerintah Indonesia sudah mencapai puncaknya,
Untuk sementara, kami harus mengambil tanggungjawab memimpin dan mengarahkan
perjuangan di Tanah Air agar supaya tidak berjalan sendiri-sendiri, yang nanti bisa menyusahkan
banyak orang,
Kami sangat mengharapkan dukungan dan bantuan saudara-saudara dari negeri Belanda
dalam menyokong perjuangan ini agar kiranya dapat berjalan lancar dan sukses dalam waktu
yang tidak terlalu lama,
Sesungguhnya perjuangan ini adalah tanggungjawab setiap anak Maluku, di mana pun
berada. Karena itu, janganlah biarkan kami sendiri, Kami percaya bahwa nasib masa depan anak
cucu kita ada di Tanah Air Maluku tercinta.
Pada akhir "Seruan", ditulisnya kalimat sbb:
"Biar Hujan Emas di Negeri Orang, Tidak Sama Hujan Batu di Negeri Sendiri." Semoga Tuhan
senantiasa melimpahkan berkat dan perlindungan kepada kita, sampai bertemu nanti di Tanah
Air.
Bukti-bukti awal yang mengarah pada kesimpulan terjadinya gerakan pemberontakan
RMS pada akhir tahun 1998, juga ditemui oleh pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI) di Den Haag. Dalam laporan khususnya yang disampaikan oleh Kantor Atase Pertahanan
(Athan) KBRI Den Haag tertanggal 18 Desember 1998 -- ditandatangani Athan KBRI, Kol. Laut
(E) Ir. Wahyudi Widajanto, MSc -- diungkapkan antara lain: Adanya informasi ihwal mulai
tumbuhnya "embrio" kelompok RMS di Indonesia, khususnya di Jakarta.
Selain itu, juga diungkap: Berita yang dimuat oleh Harian Belanda "Rotterdam
Dagbland" (Selasa, 11 Januari 2000) yang intinya menyebutkan bahwa Pemerintah RMS di
pengasingan mempersiapkan diri untuk mengambil alih kekuasaan di daerah Maluku Selatan.
Pernyataan ini disampaikan oleh Presiden RMS, F.LJ Tutuhatuwena. Dia mengatakan, bahwa
upaya yang ditempuh adalah dengan membentuk suatu struktur organisasi yang dapat mengambil
alih kekuasaan dari Jakarta.
Diinformasikan pula bahwa saat ini di Maluku telah berada beberapa puluh penganut dan
simpatisan RMS yang diharapkan dapat merealisasikan cita-cita mereka. Skenario yang mereka
inginkan adalah pengambilalihan kekuasaan tanpa kekerasan dengan memanfaatkan krisis
ekonomi dan politik di dalam negeri saat ini.
Untuk itu, telah dibentuk suatu kabinet bayangan dengan tugas menjaga agar kehidupan
masyarakat Maluku terus berjalan normal apabila pemerintah di Jakarta jatuh. Tugas berikutnya
adalah melucuti dan membubarkan tentara Indonesia yang masih berada di Maluku.
Hingga kini bantuan dari masyarakat Maluku di Belanda adalah bantuan nasihat dan
keuangan, dan belum ada permintaan bantuan senjata dari Maluku. Selanjutnya, pada 19
Desember 1998 yang akan datang di Barneveld, Belanda akan diselenggarakan pertemuan antara
RMS dengan Badan Persatuan Maluku sebagai pendukung RMS dengan tujuan untuk
membicarakan rencana aktivitas apa yang akan ditempuh selanjutnya.
Dalam kaitannya dengan SK Menkeh RI No. M. 01.iZ.01.02 tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Pembebasan Keharusan Memiliki Visa Bagi Wisatawan Asing, pihak Athan KBRI
Den Haag menganalisisnya: sebagai sesuatu yang dimanfaatkan oleh kelompok RMS untuk
menyusupkan kaki tangannya -- yang notabene mereka kemungkinan besar tidak terdaftar
sebagai anggota kelompok RMS -- ke Indonesia untuk berkunjung. Selanjutnya, mereka itu
"menghilang" di tanah air dengan memanfaatkan kelemahan pengawasan kita di tanah air.
Orang-orang inilah yang kemungkinan besar merupakan pioner tumbuhnya kembali kelompok
RMS di Indonesia.
Athan KBRI Den Haag juga menyimpulkan:
Kelompok RMS secara jelas telah semakin serius, terorganisir serta terencana dalam upaya-
upaya mewujudkan cita-citanya dengan memanfaatkan situasi krisis ekonomi dan politik di
dalam negeri akhir-akhir ini.
Pergerakan simpatisan dan aktivis RMS di Den Haag ini benar-benar memperoleh
perhatian yang optimal dari KBRI Den Haag. Dalam kawat khususnya -- bernomer
147/div.12/98 -- yang dikirimkan kepada Menlu, Menko Polkam, Mendagri,
Menhankam/Pangab dan Menkeh, KBRI Den Haag melaporkan perihal pokok-pokok hasil
pertemuan RMS di Barneveld pada 19 Desember 1998.
Disebutkannya:
Pertemuan dihadiri oleh 8 organisasi masyarakat Maluku termasuk 'badan persatuan'
yang berhaluan keras dan merupakan pendukung utama RMS. pertemuan telah membentuk suatu
struktur organisasi yang dinamakan 'Kongres Nasional Maluku' dengan tujuan utama mendukung
dan memiliki tugas politik dan peralihan kekuasaan.
2.4. Tanggapan Para Jurnalistik Tentang Pemberontakan RMS
"Pemerintahan RMS" dalam pengasingan akan memberikan senjata kepada organisasi-
organisasi di Maluku yang diharapkan akan ikut serta dalam pengambilalihan kekuasaan apabila
Pemerintah Indonesia jatuh.
Menteri Urusan Umum RMS, J.W Wattilete yang diharapkan akan menggantikan
"Presiden RMS" Tutuhatunewa kepada pers mengatakan bahwa perebutan kekuasaan dengan
senjata merupakan jalan terakhir kalau dengan cara damai tidak berhasil.
Kalau kelompok-kelompok di Maluku minta bantuan senjata akan ditanggapi dengan
serius. Kesempatan semacam ini tidak akan terulang lagi dan harus dimanfaatkan.
Soal keseriusan para aktivis dan simpatisan RMS mewujudkan cita-citanya, sebenarnya
kian jelas dengan terjadinya berbagai peristiwa pancingan yang dilakukan dengan cara mengusir
suku Bugis Buton Makassar (BBM) yang sudah hidup puluhan tahun di Ambon dan sekitarnya.
Hal itu terjadi pada media November 1998  atau satu bulan sebelum 19 Januari 1999
(Idul Fitri Berdarah) di Kampung Hative Besar Ambon. Di basis pemberontak RMS itu, ratusan
orang Islam yang berlatarbelakang BBM diusir, dibunuh dan seluruh rumahnya dibakar habis.
Di tengah-tengah aksi penyerangan tersebut, umat Islam menemukan sejumlah dokumen
pemberontakan RMS. Sayangnya, dokumen diserahkan begitu saja oleh umat Islam kepada
aparat keamanan, tanpa sempat terlebih dulu mem-foto-copy.
Demikian halnya, dalam setiap peristiwa pertempuran antara pemberontak RMS dengan
masyarakat setempat, di antara mereka kerapkali meneriakkan yel-yel seperti "Hidup RMS",
"Hidup Israel", "Anda Memasuki Wilayah RMS-Israel", atau salam kebangsaan RMS yang
berbunyi "Mena Moeria Menang".
Jauh-jauh hari sebelum itu, sebenarnya pihak berwajib di Ambon sudah "mengendus"
gerakan pemberontak RMS. Pada tahun 1989, Korem 174/Patimura yang komandannya waktu
itu adalah Kol. Inf. Rustam Kastor berhasil membongkar jaringan organisasi RMS di Kota
Ambon yang mempunyai rencana besar. Antara lain adanya rencana membangun kekuatan
bersenjata di Pulau Seram.
Menurut Rustam Kastor, seorang mantan perwira menengah TNI AD, yakni Letkol Inf
(Purn) Ony Manuhutu (Jakarta) dilibatkan untuk menuntaskan rencana sekaligus memimpin
kekuatan bersenjata di lapangan. Dalam kaitan ini, gudang senjata TNI milik Lantamal di
Ambon siap diserbu dan dibongkar untuk diambil senjata serta amunisinya. Untuk itu, sudah
disiapkan dukungan dari seorang bintara penjaga gudang amunisi tersebut.
Persiapan pemberontakan juga tampak dari ditemukannya senapan jenis karaben beserta
sejumlah amunisi di sebuah gereja tua pada benteng Amsterdam, di Desa Hila Kaitetu. Kepada
penulis yang mengunjungi lokasi tersebut (Maret 1999), sejumlah saksi mata mengatakan,
penemuan itu sebenarnya tak diduga tatkala terjadi bentrokan antara pemberontak RMS dengan
masyarakat setempat.
Usaha penggalanan dana dan senjata untuk pemberontakan RMS, juga diakui oleh
Presiden RMS di pengasingan yaitu Dokter Tutuhatunewa (76). Dia mengakui mengucurkan
dana perang ke Maluku. Meski tak bersedia menyebut jumlah dana yang disampaikannya ke
Ambon-Maluku, tapi dana itu sudah diserahkan kepada kelompok tertentu (Tempo edisi 26
Desember 1999).
Selain itu, Tempo juga menyebutkan pada Agustus 1999 aparat keamanan menemukan
uang sejumlah Rp 500 juta dari lima penumpang Kapal Bukit Siguntang yang berlabuh di
Pelabuhan Ambon. Uang tersebut dikemas dalam ratusan amplop dengan tertulis nama
organisasi "Satu Bantu Satu, Maluku-Netherland". Menurut keterangan Imam Besar Mesjid Al
Fatah Ambon, KH Abdul Aziz Arby, Lc., organisasi tersebut diduga punya hubungan dengan
sebuah organisasi di daerah Ciledug, Jakarta.
Sejumlah nara sumber penulis di Ambon dan Maluku Utara menyebutkan, gerakan RMS
diduga kuat memperoleh dukungan dari pihak Yahudi Israel. Disebutkannya, dalam internet
beberapa waktu lalu, sempat ada situs RMS yang menampilkan artikel terbitan Israel yakni
United Israel Bulletin (UIB). Buletin itu mengungkapkan harapan RMS untuk mendapat
dukungan dari Israel.
Koresponden UIB di PBB, David Horowitsdalam terbitan musim panas 1997 menulis:
mayoritas pendukung RMS memang dekat dengan Yahudi-Israel. Selama beberapa kali
peringatan hari kemerdekaan RMS di Maluku, bendera Israel bersama emblem AS dan Belanda
dipadukan dengan emblem RMS.
RMS juga punya hubungan dengan gerakan serupa di Timtim. Buktinya, di situs Djangan
Lupa Maluku: dapat dijumpai naskah proklamasi RMS yang dibacakan pada tahun 1950 dan
ditandatangani JH Manuhutu serta A Wirisal.
Salah satu berita yang menarik yang dirilis UIB selain tentang persahabatan RMS dan
Israel juga artikel itu mengungkapkan hubungan antara RMS dan pergerakan di Timtim yang
dipimpin Jose Ramos Horta. Menurut David Horowits, ketika Horta menerima Nobel, saat itu
salah satu menteri RMS, Edwin Matahelumual mengirim surat kepada Horta.
Pada harian De Volkskrant (edisi 12 Januari 2000) dilaporkan di halaman depan, RMS
mengumpulkan dana dari orang-orang Maluku di Belanda. Dana itu untuk membeli senjata guna
membantu "saudara-saudara Kristen" di Maluku.
Melalui jaringan internasional, tulis harian De Volkskrant, dana yang terkumpul tersebut akan
dibelikan senjata yang selanjutnya dikirim ke Maluku Tengah melalui Filipina Selatan.
Harian Brabants Dagblad (edisi 17 Desember 1999) memberitakan pertemuan lima wakil
pemerintahan RMS di pengasingan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Mengutip ketua
delegasi, Otto Matulessy, harian itu menyatakan, Presiden Abdurrahman Wahid menghendaki
partisipasi masyarakat Maluku di Belanda, terutama pemerintah pengasingan RMS, untuk
membantu membangun Maluku.
Kita tentunya menjadi 'bingung' mengetahui sikap Abdurrahman Wahid yang menerima
perwakilan RMS tersebut. Ya, sama 'bingung'-nya kita dengan tidak adanya pernyataan resmi
dari pemerintahan Abdurrahman Wahid-Megawati untuk menyebutkan ihwal terjadinya
pemberontakan RMS di Ambon-Maluku. Bukankah fakta-fakta sudah jelas dan bukti-bukti awal
sudah ada yang bisa disimpulkan perihal terjadinya suatu pemberontakan RMS?
Sikap pemerintah dalam kasus Ambon-Maluku ini benar-benar "aneh bin ajaib" sekaligus
diskriminatif. Ketika terjadi kasus peledakan mesjid Istiqlal dan terungkapnya kasus kelompok
AMIN di Bogor, pemerintah begitu mudahnya menyatakan ada gerakan untuk mendirikan negara
Islam sekaligus mengganti dasar negara Pancasila. Padahal bukti-buktinya tidak ada.

Sedangkan dalam kasus Ambon-Maluku, pemerintah "diam seribu bahasa". Bahkan umat
Islam yang melakukan penumpasan terhadap para pemberontak RMS, justru disalahkan.
Laporan-laporan temuan dokumen pemberontakan RMS baik yang disampaikan umat Islam
maupun aparat keamanan level lapangan ternyata tidak digubris.
Bahkan opini yang kemudian dilontarkan serta ditumbuh suburkan ke publik adalah
rumor tentang adanya campur tangan "Cendana" beserta kroni-kroninya, oknum TNI/Polri, dan
kalangan status quo.
Para pengamat yang semestinya berpikir objektif dan proporsional, ternyata tak jauh
berbeda dengan perilaku elit politik. Mereka menyoroti persoalan Ambon-Maluku dari perspektif
rumors. Kalaupun ada, sekadar menengoknya dari segi sosiologi, ekonomi, sosial, pendidikan
dan politik seperti rebutan jabatan di struktur pemerintahan.Substansi kualitatif analisis dan
asumsi pengamat seperti soal kesenjangan sosial ekonomi, itu pada dasarnya hanyalah 'muatan'
yang menumpangi akar masalah sesungguhnya dalam kasus Ambon-Maluku.
Ya, tak jauh bedanya dengan asumsi kasus pembantaian terhadap umat Islam di Poso,
Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. Saat itu bahkan hingga kini, di tengah masyarakat
'tersebar' asumsi adanya kesengajaan oknum militer untuk mengacaukan situasi, lalu ketika
masyarakatnya mengungsi, maka mereka pun melakukan penjarahan seperti kayu ebonit atau
kayu hitam. Padahal kenyataannya berdasarkan fakta di lapangan tidaklah demikian. Jika pun
ada yang berbuat semacam itu, sekadar oknum dan jumlahnya pun sedikit.
Yang semestinya dilihat oleh para pengamat, elit politik atau pejabat pemerintahan adalah
fakta di lapanganalias di tengah konflik tersebutyakni adanya 'benang merah' pemberontakan
RMS, baik di Ambon, Tual (Maluku Tenggara), Maluku Utara, dan Poso.
Adanya rencana dan realisasi sistematis penyebaran "virus pemberontakan RMS", diakui pula
oleh Ketua Forum Komunikasi Kerukunan Antar Umat Beragama Maluku Utara, Abdul Gani,
MA.
Dikemukakannya, jauh-jauh hari sebelum terjadinya kasus pembantaian terhadap umat
Islam oleh komunitas pemberontak RMS di Tual, Ternate, dan Halmahera (Maluku Utara),
sejumlah tokoh Islam di MUI sudah mengingatkan masyarakat setempat karena saat itu, ada
beberapa fenomena 'aneh tapi nyata' yang berkaitan dengan 'pemanasan' situasi di tengah
masyarakat yang sebelumnya sudah rukun.
Di Tual (Maluku Tenggara), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara), umpamanya, mulai
didatangi para pengungsi asal Ambon. Di antara pengungsi itu, ternyata ada sejumlah provokator
dari kalangan RMS. Mereka menyebar isu adu domba dan menumbuhsuburkan fitnah kepada
umat Islam, yang sebenarnya masih ada hubungan darah seperti yang terjadi di daerah
Halmahera (Tobelo, Galela, Kao, Malifut, Ternate, dan sekitarnya). Nyatanya, benar, beberapa
saat kemudian terjadilah aksi kerusuhan dan pembantaian terhadap umat Islam.
Sebaliknya, ada fakta yang menunjukkan tidak semua daerah di Ambon bisa terkena
"virus pemberontakan RMS". Ini bisa disaksikan langsung di daerah Wayame -- dekat Poka
(tempat pembantaian terhadap umat Islam pada Juli 1999) -- di lokasi itu hidup rukun umat Islam
dan umat Kristen. Hingga kini mereka tetap akrab, tidak saling menyerang. Bila malam hari,
mereka sama-sama berjaga-jaga di pos keamanan lingkungan (kamling).
Di tengah malam yang cukup dingin itu, terkadang di pos-pos kamling mereka
menyanyikan lagu-lagu pujian agamanya, sedangkan umat Islamnya 'tenang-tenang' saja
bersenandung shalawat badar atau nasyid islami. Tak ada pertengkaran. Bahkan di daerah itu ada
sebuah mesjid dan beberapa gereja, yang masih utuh. Bila hari Jumat atau Minggu tiba, warga
setempat pergi ke mesjid dan yang lainnya pergi ke gereja.
Mengapa mereka bisa rukun? Menurut tokoh Islam setempatyang juga anggota DPRD
Maluku ustadz H Muhammad Kasuba, MA, di Wayame ada sejumlah tokoh Kristen yang
dikenal sebagai pendeta. Mereka membuat kesepakatan dan menyatakan tidak mau melakukan
pembantaian terhadap umat Islam yang notabene jumlahnya sangat minim di daerah terebut
karena menyadari kekeliruannya bila mengikuti ajakan para provokator pemberontakan RMS.
Meski berkali-kali dibujuk rayu, para tokoh Kristen dan warga Kristen di daerah itu menolak
bergabung dengan para pemberontak RMS.
Fakta-fakta lapangan yang tak terbantahkan ini, ironisnya dianggap 'angin lewat' saja.
Bukti-bukti awal yang mengarah pada kesimpulan terjadinya pemberontakan RMS, sama sekali
tidak diperhitungkan dan di-cuekin terus-terusan oleh pemerintah.
Hampir semua pejabat pemerintah RI sekarang menderita 'sariawan' stadium berat,
sehingga tidak bisa membuat pernyataan jujur bahwa di Ambon dan Maluku telah terjadi
tindakan subversif atau makar dari sejumlah orang yang ingin mendirikan Republik Maluku
Sarani atau Republik Maluku Selatan (RMS).
Sungguh,dunia memang boleh saja terbalik, namun kebenaran tidak bisa dibalikkan. Para
elit politik boleh berakrobat membalikan akar masalah di Ambon-Maluku, tapi tetap saja
'masalahnya' tak akan selesai.
Karenanya, cepat atau lambat, kebenaran terjadinya pemberontakan RMS di Ambon-
Maluku akan terungkap. Ya, setidaknya bila pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) kelak dipimpin oleh orang-orang yang jujur, menegakkan shalat, ber-akhlaqul karimah,
pikirannya sehat dan tidak terkooptasi oleh musuh-musuh Islam.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kasus seperti ini pasti juga pernah dialami oleh Negara lain. Memang kasus ini sudah
pernah ada tapi harus selalu ditangani atau diselesaikan dengan hati – hati karena bisa menyerang
sistem vital pemerintahan. Tetapi bantuan badan hukun internasional maka kasus seperti ini
dapat didamaikan. Negara kita memang cenderung rawan terjadi hal seperti ini karena
pemahaman dan penerapan Pendidikan Pancasila semakin menurun.
Diharapkan bagi pembaca untuk memahami dengan cepat apa yang sedang terjadi di
Negara kita ini. Tujuanya mungkin agar kita bisa membantu semampu kita karena tanpa disadari
kita juga adalah calon pemimpin – pemimpin bangsa. Mohon maaf apabila ada salah kata atau
yang tidak sepadan dengan pemikiran masing pembaca. Apabila ada yang kurang mohon
ditambahkan. Sekian Terima Kasih.

DAFTAR PUSTAKA

www.wikipedia.orgThaib, Dahlan. 1994. Pancasila Yuridis Ketatanegaraan(Edisi Revisi), UPP


AMP YKPN, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai