DISUSUN OLEH:
HEISEL STEVEN
NAOMI GRACETIRA
ONIE AUSTHY
RYAN KURNIAWAN
YULIANA SENNI
Kalimantan Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana dalam kesempatan ini
kami dapat membuat sebuah makalah yang berjudul RMS (Republik Maluku Selatan) dimana
makalah ini memberikan kita sebuah informasi mengenai sejarah bangsa Indonesia dan Sejarah
dimana masa penjajahan berlangsung, kami juga bersyukur dapat mengerjakan sebuah makalah
ini dengan tepat waktu, atas bantuan dari teman-teman dan rekan-rekan yang sudah tergabung
didalam kelompok penyusunan makalah ini. Dengan ini rasa hormat kita kepada bangsa kita
dapat kita lakukan dalam kehiudupan kita sehari-hari. Dapat kita lihat pula dari kejadian ini, kita
sudah mengetahui betapa sedihnya para pejuang yang telah merebut kembali bangsa dan negara
kita walaupun mengorbankan nyawa mereka sendiri, oleh karena itu kita sebagai generasi muda
bangsa Indonesia harus lebih mengoptimalkan apa yang telah kita rasa dan kita nikmati sekarang
ini, tanpa adanya para pejuang itu kita tidak akan dapat merasakan yang seperti sekarang ini.
Marilah kita bersama berjuang untuk menjadi penerus bangsa dan negara yang bermutu
untuk dimasa yang akan mendatang, dan menjadi pemuda millenieal yang bertanggung jawab
dan memiliki jiwa nasionalisme bagi bangsa dan negara kita sendiri.
Terima kasih atas bantuan yang telah dilakukan dalam membentuk dan mebuat sebuah
makalah yang bermanfaat bagi kita semua.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.2.RUMUSAN MASALAH
1.3.TUJUAN
1.4.MANFAAT
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1.PENGERTIAN RMS
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Sedangkan dalam kasus Ambon-Maluku, pemerintah "diam seribu bahasa". Bahkan umat
Islam yang melakukan penumpasan terhadap para pemberontak RMS, justru disalahkan.
Laporan-laporan temuan dokumen pemberontakan RMS baik yang disampaikan umat Islam
maupun aparat keamanan level lapangan ternyata tidak digubris.
Bahkan opini yang kemudian dilontarkan serta ditumbuh suburkan ke publik adalah
rumor tentang adanya campur tangan "Cendana" beserta kroni-kroninya, oknum TNI/Polri, dan
kalangan status quo.
Para pengamat yang semestinya berpikir objektif dan proporsional, ternyata tak jauh
berbeda dengan perilaku elit politik. Mereka menyoroti persoalan Ambon-Maluku dari perspektif
rumors. Kalaupun ada, sekadar menengoknya dari segi sosiologi, ekonomi, sosial, pendidikan
dan politik seperti rebutan jabatan di struktur pemerintahan.Substansi kualitatif analisis dan
asumsi pengamat seperti soal kesenjangan sosial ekonomi, itu pada dasarnya hanyalah 'muatan'
yang menumpangi akar masalah sesungguhnya dalam kasus Ambon-Maluku.
Ya, tak jauh bedanya dengan asumsi kasus pembantaian terhadap umat Islam di Poso,
Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. Saat itu bahkan hingga kini, di tengah masyarakat
'tersebar' asumsi adanya kesengajaan oknum militer untuk mengacaukan situasi, lalu ketika
masyarakatnya mengungsi, maka mereka pun melakukan penjarahan seperti kayu ebonit atau
kayu hitam. Padahal kenyataannya berdasarkan fakta di lapangan tidaklah demikian. Jika pun
ada yang berbuat semacam itu, sekadar oknum dan jumlahnya pun sedikit.
Yang semestinya dilihat oleh para pengamat, elit politik atau pejabat pemerintahan adalah
fakta di lapanganalias di tengah konflik tersebutyakni adanya 'benang merah' pemberontakan
RMS, baik di Ambon, Tual (Maluku Tenggara), Maluku Utara, dan Poso.
Adanya rencana dan realisasi sistematis penyebaran "virus pemberontakan RMS", diakui pula
oleh Ketua Forum Komunikasi Kerukunan Antar Umat Beragama Maluku Utara, Abdul Gani,
MA.
Dikemukakannya, jauh-jauh hari sebelum terjadinya kasus pembantaian terhadap umat
Islam oleh komunitas pemberontak RMS di Tual, Ternate, dan Halmahera (Maluku Utara),
sejumlah tokoh Islam di MUI sudah mengingatkan masyarakat setempat karena saat itu, ada
beberapa fenomena 'aneh tapi nyata' yang berkaitan dengan 'pemanasan' situasi di tengah
masyarakat yang sebelumnya sudah rukun.
Di Tual (Maluku Tenggara), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara), umpamanya, mulai
didatangi para pengungsi asal Ambon. Di antara pengungsi itu, ternyata ada sejumlah provokator
dari kalangan RMS. Mereka menyebar isu adu domba dan menumbuhsuburkan fitnah kepada
umat Islam, yang sebenarnya masih ada hubungan darah seperti yang terjadi di daerah
Halmahera (Tobelo, Galela, Kao, Malifut, Ternate, dan sekitarnya). Nyatanya, benar, beberapa
saat kemudian terjadilah aksi kerusuhan dan pembantaian terhadap umat Islam.
Sebaliknya, ada fakta yang menunjukkan tidak semua daerah di Ambon bisa terkena
"virus pemberontakan RMS". Ini bisa disaksikan langsung di daerah Wayame -- dekat Poka
(tempat pembantaian terhadap umat Islam pada Juli 1999) -- di lokasi itu hidup rukun umat Islam
dan umat Kristen. Hingga kini mereka tetap akrab, tidak saling menyerang. Bila malam hari,
mereka sama-sama berjaga-jaga di pos keamanan lingkungan (kamling).
Di tengah malam yang cukup dingin itu, terkadang di pos-pos kamling mereka
menyanyikan lagu-lagu pujian agamanya, sedangkan umat Islamnya 'tenang-tenang' saja
bersenandung shalawat badar atau nasyid islami. Tak ada pertengkaran. Bahkan di daerah itu ada
sebuah mesjid dan beberapa gereja, yang masih utuh. Bila hari Jumat atau Minggu tiba, warga
setempat pergi ke mesjid dan yang lainnya pergi ke gereja.
Mengapa mereka bisa rukun? Menurut tokoh Islam setempatyang juga anggota DPRD
Maluku ustadz H Muhammad Kasuba, MA, di Wayame ada sejumlah tokoh Kristen yang
dikenal sebagai pendeta. Mereka membuat kesepakatan dan menyatakan tidak mau melakukan
pembantaian terhadap umat Islam yang notabene jumlahnya sangat minim di daerah terebut
karena menyadari kekeliruannya bila mengikuti ajakan para provokator pemberontakan RMS.
Meski berkali-kali dibujuk rayu, para tokoh Kristen dan warga Kristen di daerah itu menolak
bergabung dengan para pemberontak RMS.
Fakta-fakta lapangan yang tak terbantahkan ini, ironisnya dianggap 'angin lewat' saja.
Bukti-bukti awal yang mengarah pada kesimpulan terjadinya pemberontakan RMS, sama sekali
tidak diperhitungkan dan di-cuekin terus-terusan oleh pemerintah.
Hampir semua pejabat pemerintah RI sekarang menderita 'sariawan' stadium berat,
sehingga tidak bisa membuat pernyataan jujur bahwa di Ambon dan Maluku telah terjadi
tindakan subversif atau makar dari sejumlah orang yang ingin mendirikan Republik Maluku
Sarani atau Republik Maluku Selatan (RMS).
Sungguh,dunia memang boleh saja terbalik, namun kebenaran tidak bisa dibalikkan. Para
elit politik boleh berakrobat membalikan akar masalah di Ambon-Maluku, tapi tetap saja
'masalahnya' tak akan selesai.
Karenanya, cepat atau lambat, kebenaran terjadinya pemberontakan RMS di Ambon-
Maluku akan terungkap. Ya, setidaknya bila pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) kelak dipimpin oleh orang-orang yang jujur, menegakkan shalat, ber-akhlaqul karimah,
pikirannya sehat dan tidak terkooptasi oleh musuh-musuh Islam.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kasus seperti ini pasti juga pernah dialami oleh Negara lain. Memang kasus ini sudah
pernah ada tapi harus selalu ditangani atau diselesaikan dengan hati – hati karena bisa menyerang
sistem vital pemerintahan. Tetapi bantuan badan hukun internasional maka kasus seperti ini
dapat didamaikan. Negara kita memang cenderung rawan terjadi hal seperti ini karena
pemahaman dan penerapan Pendidikan Pancasila semakin menurun.
Diharapkan bagi pembaca untuk memahami dengan cepat apa yang sedang terjadi di
Negara kita ini. Tujuanya mungkin agar kita bisa membantu semampu kita karena tanpa disadari
kita juga adalah calon pemimpin – pemimpin bangsa. Mohon maaf apabila ada salah kata atau
yang tidak sepadan dengan pemikiran masing pembaca. Apabila ada yang kurang mohon
ditambahkan. Sekian Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA