Anda di halaman 1dari 8

I

Ancaman Disintegrasi
Bangsa
MUSFIROH
RACHMAWATI
XII-3 MIPA
Apa itu disintegrasi
bangsa ? V

Memudarnya kesatupaduan antar golongan dan kelompok


yang ada dalam suatu bangsa yang bersangkutan.

Indonesia memiliki beragam suku, budaya, bahasa, adat


dan tradisi, serta agama. Menurut data Indonesia memiliki
±17.504 pulau, ±1.340 suku, +270jt penduduk. Tidak heran
jika Indonesia memiliki perbedaan yang signifikan, tetapi
kita dipersatukan oleh semboyan "Bhinneka tunggal Ika"
berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Faktor-faktor penyebab disintegrasi bangsa
1.    Berkembangnya ideologi – ideologi yang sangat
bertentangan dengan Pancasila seperti Ideologi
komunisme, Ideologi leninisme, Ideologi marxisme, dan
Ideologi neoliberalisme.
2.    Adanya golongan – golongan maupun kelompok
masyarakat yang tidak mengikuti aturan baik aturan
daerah dan negara secara benar dan baik.
3.    Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap para
pemimpin dan pengelola negara.
4.    Norma – norma yang sebelumnya berlaku di
masyarakat, menjadi sudah tidak berfungsi lagi
sebagaimana mestinya untuk mencapai cita – cita rakyat.
5.    Kurangnya sanksi yang tegas bagi para pelanggara
aturan daerah dan negara.
6.    Setiap tindakan yang dilakukan masyarakat sudah
tidak berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 lagi.
7.    Menurunya sikap toleransi dan tenggang rasa antar
masyarakat.
8.    Terciptanya suasana politik yang tidak kondusif dan
tidak sehat sehingga memecah belah rakyatnya.
9.    Meningkatknya sikap apatisme dan egoisme.
10. Terjadinya ketidakmerataan baik di bidang
pembangunan, pendidikan, dsb.
Konflik kenegaraan /
sistem pemerintahan

Salah satu contoh konflik yang bisa menjadi ancaman disintegrasi bangsa adalah munculnya PRRI dan PERMESTA.
PRRI merupakan sebuah singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia. Sedangkan PERMESTA
singkatan dari Perjuangan Rakyat Semesta.
Pergerakan ini terjadi di Sulawesi dan Sumatera, karena angkatan darat yang ada di Sulawesi dan Sumatera,
merasa tidak diperlakukan adil dalam hal kesejahteraan. Mereka merasa kalau angkatan darat di Jawa jauh lebih
sejahtera dan makmur. Oleh karena itu mereka mulai mendirikan dewan-dewan sendiri.
Dewan-dewan ini juga memiliki pemimpinnya masing-masing, di antaranya
Dewan Banteng di Sumbar dipimpin oleh Kolonel Achmad Husein
Dewan Gajah di Medan dipimpin oleh Maludin Simbolon
Dewan Manguni di Manado dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual
Dewan Garuda di Sumsel dipimpin oleh Letkol Barlian
Dewan-dewan ini pun disatukan oleh Letkol Achmad Husein pada 15 Februari 1958, bersama Syafruddin
Prawiranegara sebagai Perdana Menteri Sumatera Barat. Kabar mengenai pemberontakan PRRI ini pun menyebar
ke berbagai daerah Sulawesi lainnya. Hal inilah yang memulai gerakan dukungan dari masyarakat yaitu PERMESTA.
Respon dari Pemerintah Pusat adalah dengan melakukan operasi militer. Operasi militer yang pertama itu
ditujukan untuk meredam PRRI, dan operasi ini bernama Operasi 17 Agustus, dipimpin oleh Letkol Achmad Yani,
mencegah ancaman disintegrasi bangsa ini.
Konflik ideologi

Salah satu konflik ideologi di Indonesia terjadi 3 tahun setelah proklamasi kemerdekaan. Terjadi
pemberontakan PKI Madiun. Awalnya, ancaman itu muncul setelah Amir Syarifuddin diberhentikan
dari kursi perdana menteri Soekarno – Hatta. Amir merupakan perdana menteri ekonomi kedua
Republik Indonesia.
Amir Syarifuddin merasa kecewa dengan penurunannya sehingga ia membuat Front Demokrasi
Rakyat yang isinya adalah partai-partai komunis di Indonesia. Tiga partai yang bergabung dalam FDR
adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Buruh Indonesia
(PBI).
Tujuan Amir Syarifuddin membentuk FDR adalah untuk menjatuhkan kabinet Mohammad Hatta.
Sementara Musso yang memimpin PKI madiun, ingin mendirikan Negara Sosialis Indonesia yang
berpusat di Madiun. Untuk mencegah pemberontakan yang terus berlanjut, pemerintah pun
mengirim angkatan bersenjata ke Madiun, dan terjadilah pertempuran. Perbedaan ideologi antara
komunisme dan pancasila menjadi pemicu dari konflik ini.
Konflik kepentingan

Salah satu bentuk dari konflik ini adalah pemberontakan Republik Maluku Selatan atau RMS. Latar
belakang dari konflik ini karena adanya penolakan masyarakat Maluku, terhadap terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka menolak jika Negara Indonesia Timur, bergabung
ke dalam NKRI.
Namun banyak masyarakat dari Indonesia bagian timur lainnya yang memilih untuk bergabung
dengan NKRI. Akibatnya, masyarakat Maluku lebih memilih untuk mendirikan negara mereka sendiri,
yaitu Republik Maluku Selatan. Pemberontakan ini terjadi pada 25 April 1950, dipimpin oleh Mr. Dr.
Christiaan Robbert Steven Soumokil. Chris Soumokil ini merupakan mantan Jaksa Agung Negara
Indonesia Timur
Untuk bisa mengkondisikan RMS ini, pemerintah Indonesia pun mengirimkan Dr. J. Leimena untuk
bisa berunding dengan Soumokil. Namun, usaha ini tidak berhasil. Langkah selanjutnya yang diambil
oleh NKRI adalah mengirimkan Kolonel Alex Kawilarang bersama pasukannya dalam sebuah usaha
untuk menaklukkan RMS. Pada tahun 1963 Soumokil berhasil ditangkap di pulau Seram dan dijatuhi
hukuman mati.dan mengakhiri RMS.
Bagaimana cara
mengatasinya ?

1) Hukum di Indonesia harus tegas demi


menjaga persatuan ( integrasi ), serta
3) Hukum di Indonesia harus berdasarkan
tidak menimbulkan perpecahan
Pancasila dan tidak untuk mementingkan
( disintegrasi ) wilayah dan ideologi.
golongan ataupun pribadi melainkan demi
2) Upaya integrasi nasional harus
kepentingan negara.
dijalankan semaksimal mungkin dan
4) Meningkatkan rasa nasionalisme.
dilakukan oleh setiap warga negara.
5) Keadilan harus dijunjung tinggi, tidak
ada penyalahgunaan hukum ataupun
penindasan.
6) Toleransi antar agama, suku, dan ras
harus ditingkatkan.
THANKS
FOR
ATTENTION
2017/5/14

Anda mungkin juga menyukai