Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERADABAN KOTA MOHENJO DARO DAN HARAPPA

Diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan

Dosen Pengampu:

Dr. Mohamad Zaenal Arifin Anis, M.Hum.

Fitri Mardiani, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 4

ELLA NOOR APRIANI (2010111220030)

MITA LESTARI (2010111220026)

MUHAMMAD ALIANNOR (2010111310005)

RUDY PRASETYO (2010111210020)

KELAS A1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa juga kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, karena beliau lah yang telah membawa
umat manusia dari zaman yang gelap menuju zaman yang terang benderang yang diterangi
oleh Iman, Islam, dan Ihsan. Makalah ini berjudul “Peradaban Kota Mohenjo Daro dan
Harappa” yang disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan.

Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 18 September 2021

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2

A. Peradaban Lembah Sungai Indus............................................................................ 2


B. Penduduk Pertama Lembah Sungai Indus............................................................... 3
C. Tata Kota Peradaban Sungai Indus.......................................................................... 6
D. Kebudayaan Lembah Sungai Indus dan Perkembangan Agama Hindu.................. 10
E. Faktor penyebab Kemunduran Peradaban lembah sungai Indus............................. 10

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 12

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 12
B. Saran........................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Mohenjo Daro dan Harappa merupakan sebuah kota yang menjadi sisa-sisa
peninggalan Bangsa Dravida yang telah mendiami wilayah lembah Sungai Indus sejak 3000
SM. Sungai Indus merupakan sungai yang berbatasan dengan negara Pakistan. Sebagai mana
telah dikatakan sebelumnya lembah Sungai Indus merupakan wilayah asal nenek moyang
suku bangsa India, yaitu Bangsa Dravida. Kota Mohenjo Daro dan Harappa masing-masing
berpenduduk 40.000 jiwa, sehingga menjadi kota terbesar di dunia kala itu. Jalan-jalannya
dirancang secara grid (berjarak) membentuk blok-blok rumah mewah beratap datar dengan
sumur air bersih dan pipa got pembuangan. Penduduknya dapat membaca dan menulis, walau
sekarang kita tidak mengerti bahasanya. Tidak diketahui apa yang terjadi dengan kedua kota
ini hingga 1700 SM, penduduk kota dan peradaban megah ini sirna.

B. Rumusan Masalah.
1) Bagaimana peradaban Lembah Sungai Indus ?
2) Bagaimana penduduk pertama Sungai Indus ?
3) Bagaimana bentuk perkotaan Mahenjo Daro dan Harappa ?
C. Tujuan.

Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan tentang peradaban lembah Sungai Indus.
Mulai dari Bangsa Dravida yang menjadi penduduk pertamanya hingga ke pembahasan
pokoknya yaitu Kota Mahenjo Daro dan Harappa.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peradaban Lembah Sungai Indus.

Sungai Indus merupakan sungai besar yang mengalir di wilayah barat India yang
berbatasan dengan negara Pakistan. Peradaban Lembah Sungai Indus berada di sepanjang
Sungai Indus yang merupakan wilayah asal nenek moyang suku bangsa India, yaitu Bangsa
Dravida. India merupakan negara yang memiliki sejarah peradaban tinggi. Sehingga banyak
didatangi oleh para arkeolog terkenal, salah satunya adalah Sir John Hubert Marshal yang
merupakan seorang arkeolog berkebangsaan Inggris yang menggungkapkan adanya kota
kuno Harappa dan Mohenjo Daro pada awal abad ke-20. Peradaban kuno itu berada di tepi
aliran dua sungai besar yaitu, Sungai Indus yang masih ada hingga sekarang dan Sungai
Sarasvati yang mungkin telah kering pada akhir 1900 SM. Para ahli meyakini bahwa pusat
peradaban Mohenjo Daro terletak di lembah sungai Indus yang berada di timur sungai,
tepatnya di provinsi Sindu Pakistan dan kota Harappa di provinsi Punjabi India. Berdasarkan
penanggalan karbon-14, keberadaan kedua kota ini seharusnya antara tahun 2000 sampai
3000 SM.

Munculnya kedua peradaban ini lebih awal dibanding Kitab Weda, karena saat itu
bangsa Arya belum sampai ke India. Tahun 1500 SM suku Arya baru menjejakkan kaki di
bumi India kuno. Asal mula peradaban India berasal dari kebudayaan sungai India, yang
mewakili dua kota peninggalan kuno yang paling penting dan paling awal dalam peradaban
sungai India yaitu Mohenjo Daro dan Harappa yang didiami oleh penduduk Bangsa Dravida.
Kedua kota ini diperkirakan hilang pada tahun 1750 SM, kira-kira dalam kurun waktu 1000
tahun ke belakang di daerah aliran sungai India tidak pernah ada kota yang demikian
megahnya.

Secara geografis, letak peradaban wilayah India kuno merupakan salah satu negara di
Asia Selatan. Bagian Utara berbatasan dengan pegunungan Himalaya dan Hindu Kush,
sebelah Barat berbatasan dengan Pakistan, dititik Selatan berbatasan dengan Samudera
Hindia, dan sebelah Timur berbatasan dengan Myanmar dan Bangladesh. Sekarang wilayah
bisa dilihat di peta yang meliputi negara India, Nepal, Pakistan, dan Afghanistan.

2
Peta Sungai Indus

Pada bagian utara sungai Indus terdapat sebuah celah antara Himalaya dan Hindu Kush yang
dikenal dengan nama Celah Kaiber (Khyber Pass). Celah ini merupakan jalan masuk bagi
bangsa-bangsa pendatang yang bermigrasi dan menetap di India. Dari celah ini pulalah lahir
peradaban di India sebagai Asimilasi kebudayaan antara bangsa asing dengan bangsa aslinya.
Diantaranya peradaban lembah Sungai Shindu dan lembah Sungai Gangga.

B. Penduduk Pertama Lembah Sungai Indus.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, penduduk pertama yang mendiami


lembah sungai Indus adalah Bangsa Dravida. Mereka adalah bangsa yang pertama kali
membangun peradaban Mohenjodaro dan Harappa. Bangsa dravida merujuk pada orang yang
menuturkan bahasa pada rumpun bahasa Dravida, kebanyakan penutur bahasa tersebut dapat
ditemui di Asia Selatan. Bahasa Dravida yang paling dikenal adalah Tamil, Telugu, Kannada,
dan Malayam. Bangsa Dravida tergolong ke dalam ras australoid dengan bibir tebal, kulit
hitam, hidung pesek, berbadan tegap, dan rambut ikal. Mereka dapat ditemui disebagian India
tengah, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, Afganistan, dan Iran. Bangsa Dravida sudah
menetap dan tinggal di lembah Indus dengan bercocok tanam sesuai keadaan alam di sekitar
lembah yang subur dan dialiri sungai.

3
Ras Australoid merupakan golongan dari Bangsa Dravida yang menjadi penduduk
pertama lembah sungai Indus

Berdasarkan sejarahnya, lambat-laun lembah Indus menjadi ramai dengan jumlah


penduduk diperkirakan mencapai 30-40 ribu orang. Jumlah populasi sebanyak itu terbagi
menjadi dua wilayah, yaitu wilayah administratif dan wilayah kota. Kedua wilayah ini
dibatasi oleh pagar tinggi besar yang dilengkapi menara dan sistem saluran air bawah tanah.
Terdapat beberapa hasil temuan dari penggalian yang dilakukan oleh Sir John Hubert
Marshal sejak 1925 di bekas kota Mohenjo Daro, antara lain:

 Meterai-meterai berhuruf, diduga sebagai sarana menghindarkan bahaya.


 Bangunan bekas rumah yang sudah memiliki pintu, ukuran batu bata yang sama, dan
ditemukan pendopo. Peneliti juga menemukan kolam renang yang berukuran besar, yang
dianggap sebagai kolam renag yang disucikan untuk dewa-dewi. Ditemukan pula
bangunan bekas perairan yang sudah tertata rapi, atau sistem drainase kota. Mereka
sudah menggunakan alat-alat dari batu dan tembaga, hal ini memperkuat bahwa warga
masyarakat sudah mengenal dan menggunakan api.
 Terdapat perhiasan yang menunjukkan keindahan berupa gelang dan yang lainnya,
terbuat dari emas dan perak.
 Mereka sudah mengenal binatang peliharaan seperti anjing dan kerbau.

Beberapa hasil temuan Sir John Hubert Marshal seperti struktur kota, meterai, kolam
renang (kiri), perhiasan dari perak dan emas (kanan).

4
Sedangkan, dari penggalian di Harappa (daerah Punjab, sekitar 600 km utara kota
Mohenjodaro) ditemukan antara lain:

 Arca-arca yang telah memiliki nilai seni berkualitas tinggi.


 Ukiran-ukiran kecil terbuat dari Terracotta dengan berbagai bentuk.
 Penghuni kota Harappa telah mengenal memasak, terbukti adanya peninggalan alat
dapur terbuat dari tanah liat, periuk-periuk, dan pembakaran batu bata.
 Arca-arca yang melukiskan manusia, lembu menyerang harimau, lembu bertanduk
satu, dan binatang angan angan yang disucikan. Arca-arca ini menunjukkan tingginya
teknologi peradaban masyarakat Harappa.

Salah satu patung (Terracotta) yang diukir seperti bentuk wanita telanjang dengan dada
terbuka yang memberi makna bahwa ibu merupakan sumber kehidupan.

Dari hasil penemuan di kota-kota tersebut, dapat dipahami beberapa hal antara lain:

 Bangunan perkotaan sudah tertata dengan rapi. Ciri kota adalah jalan lurus, rumah
menghadap ke jalan, dan kota bersih.
 Bangsa Dravida sudah hidup menetap mengikuti pemerintahan aturan, bercorak
kesukuan, dan mata pencaharian mereka dengan bertani.
 Sudah mengenal kepercayaan agama keibuan.
 Peradaban bangsa Dravida disebut pula peradaban pra-Hindu.

Penguburan jenazah tampaknya mempunyai bermacam cara, tergantung pada suku bangsa. Di
Mohenjodaro, tidak adanya kuburan Seolah-olah menunjukkan kebiasaan membakar jenazah.
Kemudian, abu jenazahnya ditempatkan di dalam tempayan khusus. Namun adakalanya
tulang-belulang yang tidak dibakar disimpan dalam tempayan pula. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa di Harappa, terdapat kebiasaan menguburkan jenazah.

5
Objek yang paling umum dipuja-puja oleh orang-orang di Lembah Sungai Indus
adalah tokoh “Mother Goddess”, yaitu tokoh semacam ibu pertiwi yang banyak dipuja orang
di daerah Asia Kecil. Tokoh ini digambarkan seperti lukisan kecil pada periuk belanga serta
pada meterai maupun jimat-jimat. Dewi-dewi yang lain tampaknya juga digambarkan dengan
bentuk tokoh bertanduk dan berpadu dengan pohon suci pipala.

Seorang dewa yang bermuka tiga dan bertanduk dijumpai lukisannya pada salah
sebuah meterai batu dengan sikap duduk dikelilingi binatang. Tokoh ini disamakan dengan
tokoh Siwa-Mahadewa pada zaman berikutnya. Dugaan ini diperkuat oleh penemuan gambar
lingam yang merupakan lambang Siwa. Namun, tidak dapat dipastikan apakah wujud-wujud
pada meterai tersebut menjadi objek pemujaan atau tidak.

C. Tata Kota Peradaban Sungai Indus.

Sebagaimana disebut, peradaban Lembah Sungai Indus merupakan peradaban dari


dua kota terbesar dan tertua di zaman itu, yakni kota Mohenjo Daro dan Harappa. Berikut
merupakan ulasan singkat mengenai tata kota kedua kota peradaban Lembah Sungai Indus
tersebut.

1. Kota Mohenjadaro

Kota Mohenjodaro sering disebut “Metropolis Kuno di Lembah Indus”, hal ini karena
merupakan kota terbesar (sekitar 100 hektar) di wilayah peradaban Hindustan pada tahun
2600-an SM. Kota ini bukanlah sebuah pusat kerajaan karena tidak ditemukannya makam
ataupun bekas istana Raja di kota Mohenjo Daro. Yang ada adalah kuburan dari kalangan
elite kota. Ada kemungkinan bahwa kota Mohenjo Daro merupakan sebuah pusat
administratif dari wilayah di dalam sebuah kerajaan. Sedangkan, arti dari kata “Mohenjo
Daro” adalah "Bukit orang mati”. Nama ini diberikan karena letak kota berupa bukit-bukit,
dan saat ini hanya berupa reruntuhan seperti sebuah kota mati.

Berikut adalah sistem tata kota di kota Mohenjo Daro:

1) Sistem Tata Kota

Kota Mohenjo Daro dapat dikatakan telah memiliki kebudayaan tinggi dalam bidang
arsitektur. Hal ini dibuktikan dengan adanya penataan massa bangunan kota yang sangat rapi
dan teratur. Penataan massa bangunan yang diterapkan dalam kota Mohenjo Daro adalah

6
konsep organisasi grid (berjarak). Konsep ini dapat dilihat pada penataan kawasan
perumahan modern maupun apartemen yang tiap rumah tertata sangat rapi dan berada di jalur
lurus.

2) Fasilitas Kota

Dari segi fasilitasnya, secara garis besar, kota Mohenjo Daro dibagi dua berdasarkan
fungsinya. Bagian timur kota (Lower Town) merupakan wilayah yang digunakan sebagai
perumahan penduduk. Sedangkan, bagian lain dari kota (Citadel) merupakan sebuah kawasan
pusat kota Mohenjo Daro.

Pada bagian Lower Town (letaknya rendah), terdapat sistem jaringan jalan yang
membentang dari utara hingga selatan dan timur hingga barat. Jalanan ini membagi beberapa
petak tanah menjadi blok-blok (kotak-kotak) yang merupakan tempat perumahan penduduk
berada. Keadaan ini menjadikan kota Mohenjo Daro sangat rapi dan teratur sehingga mudah
dalam melakukan pengawasan. Perumahan di Mohenjo Daro memiliki tipe yang berbeda-
beda, ada yang berukuran besar dan ada pula yang berukuran kecil, sesuai dengan kebutuhan
dan status sosial pemiliknya. Para ahli menyatakan bahwa beberapa rumah dahulunya
merupakan bangunan dua lantai, dengan tangga yang terbuat dari batu bata. Setiap rumah
memiliki ruang pemandian dan sistem drainase yang teratur.

Sumber air bersih yang ada di Mohenjodaro berupa sumur, di dalam ruangan rumah
yang pengaliran ke ruangan lain menggunakan pipa berbahan tanah liat. Sedangkan, sarana
pembuangan air kotor menggunakan saluran air yang berada di tepi jalan perumahan. Saluran
ini terhubung dengan rumah penduduk sehingga air kotor dari sisa penggunaan di dalam
rumah dapat langsung mengalir ke saluran air kota.

Sedangkan, bagian Citadel (disebut pula sebagai kuil kota, yang letaknya lebih tinggi dari
Lower Town) yang merupakan pusat kota terdapat beberapa fasilitas perkotaan. Beberapa
fasilitas tersebut adalah:

 The Great Bath, berupa bangunan yang menyerupai kolam berukuran 12 x 7 m


dengan material berupa batu bata. Kedalaman kolam ini sekitar 2,4 m dengan tangga
yang terbuat dari batu bata untuk turun hingga dasar kolam. Di sekitarnya, berupa
beranda dengan alas batu bata. Beberapa pendapat menyatakan bahwa bangunan
kolam ini digunakan sebagai tempat melakukan ritual keagamaan berupa pemandian
(pensucian badan). Pendapat ini didukung dengan penemuan artefak berupa batuan

7
yang mirip dengan batu gosok untuk mandi. Dalam kepercayaan Hindu, ritual
pemandian seperti ini merupakan salah satu ritual untuk penyucian jiwa dan raga
pengikutnya. Kemungkinan besar, ritual pemandian yang dilakukan di The Great
Bath merupakan sebuah tradisi dari agama Hindu.
 The Granary, yaitu bangunan yang digunakan oleh penduduk kota Mohenjodaro
sebagai tempat penyimpanan hasil pangan (hasil panen) yang digunakan untuk
menyuplai kebutuhan penduduk.
 Assembly Halls, yaitu bangunan dengan area terbuka yang cukup luas (seperti
lapangan).
3) Sistem Konstruksi

Bahan bangunan yang digunakan pada perumahan penduduk maupun bangunan fasilitas kota
terbagi menjadi dua jenis, yakni batu bata lumpur (mud bricks) dan batu bata kayu (wood
bricks). Batu bata lumpur terbuat dari lumpur endapan yang banyak terdapat di lembah
sungai Indus. Sedangkan, batu bata kayu (wood bricks) terbuat dari kayu yang dikeringkan
dengan cara dibakar. Daya tahan batu bata yang digunakan di Mohenjodaro memiliki
keawetan yang lebih baik dan lebih lama dibanding batu bata yang digunakan oleh penduduk
Mesopotamia. Sedangkan, material yang digunakan sebagai penutup atap adalah pohon kayu
yang disusun menjadi atap datar.

2. Kota Harappa

Harappa adalah sebuah kota kuno yang berada di bantaran Sungai Ravi, Provinsi
Punjabi, timur laut Pakistan. Letaknya berada di 35 km sebelah tenggara Kota Sahiwal.
Menurut penelitian dengan cara penentuan usia karbon yang dilakukan para arkeolog, kota
Harappa dibangun dan dihuni antara tahun 3300-1600 SM dengan luas kota kurang lebih 25
km persegi. Pada masa kejayaannya, 40.000 orang menjadi penduduk kota Harappa, sebuah
jumlah penduduk yang sangat besar pada masa itu. Bahkan, bisa dikatakan dengan jumlah
penduduk sebesar itu, populasi kota ini lebih banyak dibanding populasi penduduk kota
London pada abad pertengahan. Berikut adalah sistem tata kota Harappa:

1) Kondisi Kota

Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, kota Harappa dibagi menjadi dua bagian
berdasarkan pada fungsi masing-masing, yakni:

8
 Bagian pemerintahan, adalah area yang terdapat kantor pemerintahan kota. Adanya
pagar tembok yang tinggi di sekeliling gedung tinggi merupakan simbol kekuasaan
dan kewibawaan Raja (atau pemimpin kota). Bagian ini terpisah dan memiliki jarak
cukup jauh terhadap bagian administratif.
 Bagian administratif, digunakan sebagai permukiman penduduk kota Harappa.
Bagian ini memiliki jalur jalan raya yang membentuk pola grid, yakni jalan-jalan
yang ada saling bersilangan membentuk kotak-kotak kosong di tengahnya. Di kedua
sisi jalan, terdapat banyak sekali rumah tempat tinggal, toko, dan tempat pembuatan
tembikar. Jarak antarbangunan sangat dekat sehingga tata kota terlihat sangat padat.
Saluran air kota yang digunakan sebagai pembuangan air dibangun di bawah tanah
menggunakan bahan batu bata.

Kota Harappa hilang menjadi kota mati sekitar tahun 1750 SM. Beberapa faktor yang
mengakibatkan penduduknya meninggalkan kota Harappa diperkirakan adalah adanya invasi
yang dilakukan oleh bangsa Arya ke daerah peradaban Hindustan pada sekitar tahun itu. Pada
tahun itu hingga 1000 tahun setelahnya, tidak ada pembangunan kota dengan peradaban
tinggi lagi di wilayah tersebut. Puing-puing bekas bangunan yang masih berada di kota
Harappa tampak sangat teratur dalam penataannya. Puing-puing tersebut terbuat dari bahan
yang sama, yakni batu bata tanah liat. Kondisi masa lalu memperlihatkan bahwa sistem tata
kota yang diterapkan di kota Harappa sudah sangat maju dengan adanya teknik penataan kota
seperti masa sekarang, yakni adanya pola jalan raya dan adanya saluran air bawah tanah.

2) Penggalian Kota

Penemuan kota Harappa bersamaan dengan penemuan kota lain di kawasan peradaban
Lembah Hindustan berawal pada tahun 1870-an oleh peneliti dari Inggris. Pada awal abad ke-
20, Sir John Marshall menggali dan meneliti kembali kota Harappa dan kota Mohenjodaro.
Dari hasil penelitian itu, dapat diambil teori bahwa kedua kota tersebut memiliki tingkat
aktivitas penduduk Yang tinggi dengan jumlah penduduk sekitar 30.000-40.000 jiwa. Hingga
saat ini, penggalian dan penelitian yang dilakukan para arkeolog terhadap kota-kota di
kawasan peradaban Lembah Hindustan masih terus dilanjutkan.

9
D. Kebudayaan Lembah Sungai Indus dan Perkembangan Agama Hindu

Hinduisme muncul sekitar tahun 1800 BCE (Before Common Era/Sebelum Era
Umum) di India, tetapi dasar berdirinya tidak pasti. Riwayat yang diketahui paling dini
terdapat pada peradaban Lembah Sungai Indus. Kata Hinduisme sendiri berasal dari bahasa
Sanskerta untuk Sungai Indus, Siddhu, oleh bangsa Persia Kuno diucapkan sebagai “Hindu”.
Tidak lama sebelumnya, kata itu digunakan untuk menyebut semua bangsa India pada
umumnya. Tetapi, sekarang, kata itu hanya digunakan untuk menyebut pengikut hinduisme.
Jadi, peradaban lembah sungai Indus merupakan tempat Lahirnya agama Hindu atau
hinduisme.

E. Faktor penyebab Kemunduran Peradaban lembah sungai Indus

Beberapa teori menyatakan bahwa Jatuhnya Peradaban Mohenjo Daro-Harappa


disebabkan oleh kekeringan yang diakibatkan oleh musim kering yang amat hebat dan lama.
Mungkin juga, dikarenakan bencana alam berupa gempa bumi ataupun gunung meletus.
Sebab, letaknya berada di bawah kaki gunung. Wabah penyakit juga bisa dijadikan salah satu
alasan punahnya peradaban Mohenjo Daro-Harappa. Tetapi, satu hal yang amat
memungkinkan menjadi penyebab runtuhnya peradaban tersebut, yaitu adanya serangan dari
luar yang diduga berasal dari bangsa Arya. Mereka menyerbu, lalu memusnahkan seluruh
kebudayaan bangsa yang berbicara bahasa Dravida ini.

Dari berbagai pendapat, mungkin pendapat terakhir itulah yang dapat


dipertanggungjawabkan. Faktanya, menurut sebuah sumber, peradaban Lembah Indus
mengalami kemunduran pada milenium kedua Sebelum Masehi, dan nyaris lenyap pada 1500
SM ketika bangsa-bangsa nomaden, khususnya bangsa Arya, menyerbu daerah barat laut
India. Diduga, bangsa yang melakukan penyerbuan itu adalah bangsa yang berbahasa Arya,
sedangkan yang diporakporandakan adalah bangsa yang berbicara bahasa Dravida. Hal ini
sesuai dengan yang disebutkan pada kitab Weda. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa
bangsa yang dikalahkan itu ialah Dasyu atau yang tidak berhidung. Dugaan tersebut
didasarkan pada anggapan bahwa orang-orang yang mereka taklukkan adalah orang-orang
yang tidak suka berperang. Hal ini bisa dilihat dari teknologi persenjataan yang kurang baik,
misalnya dari kualitas ujung tombak maupun pedang mereka.

10
Bukti bukti yang lain adalah adanya kumpulan tulang belulang manusia yang terdiri
atas anak-anak dan wanita. Tulang-tulang tersebut berserakan di sebuah ruangan besar dan di
tangga-tangga yang menuju tempat pemandian umum ataupun jalanan umum. Bentuk dan
sikap fisik yang menggeliat mengindikasikan adanya serangan, apalagi jika melihat bagian
tulang leher yang terbawa ke bagian kepala, ketika kepala itu terlepas dari tubuh. Sejak 1500
SM, peradaban Mohenjo Daro-Harappa runtuh, tidak lama setelah bangsa Arya memasuki
wilayah India lewat Iran. Sejak itu, dimulailah masa baru dalam perkembangan kebudayaan
India di bagian utara. Tentang runtuhnya kebudayaan Lembah Sungai Indus, dapat diajukan
beberapa teori, antara lain:

 Didaerah Punjab, ditemukan air berkadar garam cukup tinggi, yang diduga sebagai
penyebab runtuhnya bangunan permukiman.
 Ahli geografi N. Daldjoeni menduga telah terjadi penebangan liar di lereng Himalaya,
berakibat terjadi erosi dan berhasil menimbun berbagai kota Lembah Indus. Akibat
selanjutnya adalah musnahnya permukiman beserta peradabannya.
 Sungai Indus berulang banjir, berakibat sejumlah kota di tepi Sungai Indus terendam,
kemudian tertimbun lumpur.
 Dari penggalian bangunan perkotaan yang berlapis tujuh di tempat yang sama, serta
ditemukan sejumlah kerangka jenazah yang berserak dengan berbagai ukuran. Hal ini
menunjukkan pernah terjadi pembantaian. Diduga bahwa penyebabnya adalah
masuknya bangsa berbahasa Sanskerta.

Setelah itu, terjadilah percampuran kebudayaan antara bangsa Dravida dan bangsa Arya.
Hasil percampuran tersebut yang pada akhirnya membentuk kebudayaan India.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Mohenjodaro dan Harappa merupakan suatu peradaban yang pertama kali mendiami
wilayah lembah sungai Indus. Peradaban ini dibangun oleh Bangsa Dravida yang tergolong
ke dalam ras Australoid dan bisa dikatakan juga sebagai nenek moyang orang India. Sir John
Hubert Marshal yang merupakan seorang arkeolog berkebangsaan Inggris yang
menggungkapkan adanya kota kuno Harappa dan Mohenjo Daro pada awal abad ke-20. Ia
juga berhasil menemukan berbagai macam peninggalan dari kedua kota tersebut seperti arca,
perhiasan, sampai fasilitas kuno yang digunakan sebagai tempat pemandian suci. Peradaban
lembah sungai Indus bisa dibilang sebagai tempat Lahirnya agama Hindu atau hinduisme.
Penyebab runtuhnya peradaban Mohenjo Daro dan Harappa, yaitu adanya serangan dari luar
yang diduga berasal dari bangsa Arya. Mereka menyerbu, lalu memusnahkan seluruh
kebudayaan bangsa yang berbicara bahasa Dravida. Berdasarkan faktanya, menurut sebuah
sumber, peradaban Lembah Indus mengalami kemunduran pada milenium kedua Sebelum
Masehi, dan nyaris lenyap pada 1500 SM ketika bangsa-bangsa nomaden, khususnya bangsa
Arya, menyerbu daerah barat laut India. Diduga, bangsa yang melakukan penyerbuan itu
adalah bangsa yang berbahasa Arya, sedangkan yang diporakporandakan adalah bangsa yang
berbicara bahasa Dravida. Setelah itu, terjadilah percampuran kebudayaan antara bangsa
Dravida dan bangsa Arya. Hasil percampuran tersebut yang pada akhirnya membentuk
kebudayaan India.

B. Saran.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak sekali
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun agar penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang
telah diperbuat dan juga demi kesempurnaan makalah berikutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aizid, Rizem. 2018. Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia. Noktah: Yogyakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai