Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH

“JALUR REMPAH PADA MASA PRA AKSARA”

Guru Pembimbing : Rahmawati S.Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 16


Ramadani
Rizky Muhtasib

KELAS X 1

MAN 1 TANJUNG JABUNG BARAT


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada


Allah Swt. Atas berkat rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Rasa syukur
yang tak terhingga ini kita wujudkan dengan selalu menggali kemampuan dan
mempersembahkan yang terbaik bagi bangsa dan negara, khususnya dalam bidang
pendidikan. Karena dengan pendidikan yang baiklah akan tercetak generasi penerus
bangsa yang tangguh, cerdas dan religius. Berpegang dari hal tersebut, kami
berusaha untuk mewujudkan semua cita-cita anak bangsa dengan membuat
makalah tentang “Jalur Rempah Pada Masa Pra Aksara”
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca
guna menjadi acuan agar saya bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Kami mengucapkan terima kasih karena sudah membaca makalah kami. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan kemajuan pendidikan di tanah air.

Kuala Tungkal, Agustus 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tentang Jalur Rempah .............................................. 2
B. Jalur Rempah Pada Masa Pra Aksara ..................................................... 3
C. Kegunaan Jalur Rempah Untuk Kesejahteraan Masa Depan ................. 6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................. 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nenek moyang bangsa Indonesia sejak 4.500 tahun lalu meninggalkan
warisan tak ternilai, yaitu Jalur Rempah Nusantara sendiri menjadi titik nol dari
semua tata niaga rempah dunia, mulai dari pala, cengkih, dan cendana di bagian
timur Nusantara hingga lada, merica, kemenyan, dan kapur barus di belahan
barat Nusantara.
Selain itu, karena rempah-rempah Nusantara, dunia mengalami kemajuan
teknologi pelayaran dan maritim dunia, yang melahirkan era penjelajahan
samudra. Lebih daripada itu, di setiap simpul Jalur Rempah terjadi perjumpaan
lintas suku bangsa yang menghasilkan pertukaran budaya, agama, politik,
ekonomi, dan kesenian. Dengan demikian. Jalur Rempah ikut mengubah
peradaban dunia.
Meskipun demikian. warisan berharga tersebut terancam hilang dari
memori bangsa. Dunia, mungkin termasuk kita, lebih mengenal Jalur Sutra yang
dirintis bangsa Tiongkok daripada Jalur Rempah yang dirintis bangsa sendiri.
Padahal, rempah-rempah (Nusantara) merupakan komoditas utama yang
diperdagangkan di Jalur Sutra.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Gambaran Umum Tentang Jalur Rempah?
2. Bagaimana Jalur Rempah Pada Masa Pra Aksara?
3. Bagaimana Kegunaan Jalur Rempah Untuk Kesejahteraan Masa Depan?

C. Tujuan
1. Mengetahui Bagaimana Gambaran Tentang Jalur Rempah
2. Mengetahui Bagaimana Jalur Rempah Pada Masa Pra Aksara
3. Mengetahui Bagaimana Kegunaan Jalur Rempah Untuk Kesejahteraan Masa
Depan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tentang Jalur Rempah


Jalur Rempah (Spice Route) adalah jaringan niaga rempah-rempah yang
menghubungkan antara belahan barat dan timur dunia, yang dimulai dari
wilayah timur Nusantara, melintasi ujung barat Sumatra, India, Sri Lanka, Mesir
Afrika timur, Afrika selatan, Madagaskar, kemudian daratan Timur Tengah
(Asia Barat). Mediterania, hingga Eropa. Perjalanan melewati jalur ini
menempuh jarak lebih dari 15.000 kilometer. Sebagaimana namanya, rempah
utama yang diperdagan meliputi lada, merica, kayu manis, pala, dan cengkih.
Jalur Rempah merupakan jaringan niaga tertua da peradaban manusia,
warisan nenek moyang kita sejat tahun yang lalu. Jalur ini dibangun jauh
sebelum Dipasti (Tiongkok) merintis Jalur Sutra (abad ke-3 SM) melalui dar di
Asia Tengah hingga Eropa.
Pada masa praaksara, wilayah yang dilintasi Jalu Rempah membentang
sampai Sri Lanka, India, Afrilen dan Madagaskar. Nenek moyang kita juga
membaw rempah ke Asia Tenggara. termasuk ke Camps (Vietnam dan Kamboja
sekarang). Hal ini terbukti dari penemuan benda-benda logam dari Dong Son
(Vietnam) di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Nenek moyang bangsa Indonesia itu adalah ras Australomelanesoid yang
datang ke Nusantara tahun 2500 SM (4.500 tahun yang lalu). Diperkirakan,
mereka datang dari Asia bagian tenggara setelah sebelumnya bermigrasi dari
Laut Tengah dan menetap di India (Restu Gunawan, dkk: 2013). Sumber lain
menyebutkan, mereka adalah gelombang pertama bangsa Melayu Austronesia
(bangsa Proto-Melayu) yang datang ke Nusantara dari Yunnan (Tiongkok)
melalui dua jalur (barat dan timur) pada 1500 SM. Meskipun demikian, dari
bukti arkeologis yang ada, mereka diperkirakan sudah mendiami Nusantara
sejak tahun 2500 SM. Migrasi ke tempat yang jauh melintasi lautan tidak terlepas
dari revolusi baru dalam sejarah peradaban, yaitu penemuan perahu layar dan
kemampuan memahami arah angin dan ilmu perbintangan (astronomi).

2
Rempah Nusantara sudah masuk ke pasar Tiongkok cojak abad II SM (131
SM), seabad sebelum terbentuknya Jalur Sutra. Dari Tiongkok, rempah melewati
Asia Tengah, terus ke Mediterania, lalu ke Eropa. Komoditas utama yang
diperdagangkan di Jalur Sutra adalah rempah (juga kemenyan) Nusantara, bukan
sutra. Sutra sendiri lebih banyak dipakai sebagai alat tukar berbagai komoditas,
termasuk rempah. Jadi, ramainya Jalur Sutra sejak abad ke-3 SM sebagian besar
dipengaruhi lalu lintas perdagangan rempah. Rempah Nusantara lebih diminati
karena lebih lengkap, bermutu, dan harganya lebih terjangkau dibandingkan
rempah-rempah India dan Sri Lanka (hanya memiliki lada dan kayu manis).
Itulah sebabnya, menurut sejarawan A.G. Frank (1998), Jalur Sutra tidak lain
adalah Jalur Rempah.

B. Jalur Rempah Pada Masa Pra Aksara


1. Bukti Arkeologis
Kemampuan berlayar nenek moyang Indonesia sejak 4.500-5.000 tahun
yang lalu ditunjukkan melalui gambar perahu layar dan manusia dengan
senjata terselip di pinggang di situs Liang Kacamata (Kalimantan Selatan).
Mereka adalah kelompok manusia berbahasa Austronesia, yang masuk ke
pedalaman Kalimantan melalui jalur sungai menggunakan perahu rakit dan
dayung. Dalam perkembangan selanjutnya, dayung sebagai penggerak perahu
mulai digabungkan dengan penggunaan layar sehingga perahu bergerak lebih
cepat.
Ada pula lukisan perahu serta lukisan penari dan gendang logam di batu
di situs Here Sorot Entapa di Kisar, Maluku. Di situs tersebut juga ditemukan
gendang Dong Son dari Vietnam utara dan Tiongkok barat daya era +2.500
tahun yang lalu. Penemuan ini menunjukkan, pada +2.500-3.500 tahun yang
lalu (Zaman Logam), nenek moyang bangsa Indonesia telah berlayar hingga
ke Vietnam, membarter pala dan cengkih dengan gendang dan kebutuhan
pokok.
Di galeri Mesir. terdapat lukisan yang menggambarkan ekspedisi kapal
besar yang diprakarsai Ratu Hatshepsut (berkuasa 1503-1482 SM). Di bawah
lukisannya, tertera huruf Hieroglif yang menjelaskan kapal itu membawa

3
pulang berbagai jenis tanaman dan bahan wewangian untuk pemujaan. Di
Terga, sebuah situs kuno di Mesopotamia (sekarang Suriah), ditemukan
jambangan berisi cengkih di gudang dapur rumah sederhana tahun 1721 SM.
Selain itu, di dalam lubang hidung Ramses II (1224 SM) ditemukan lada
hitam sebagai bahan pengawetan mumi. Rempah-rempah tersebut diyakini
dibawa oleh para pelaut-pelaut Nusantara.
Sementara itu, manik-manik kaca, karnelian, dan gerat dari Arikamedu
(India selatan) banyak ditemukan di Karangagung (Sumatra Selatan), situs
Buni dan Paten (Jawa Barat), dan situs Sembiran (Bali). Benda-benda
diperkirakan berasal dari tahun 600 SM-200 M. Di Seririt. Buleleng, Bali,
ditemukan cermin perunggu (se bekal kubur) dari zaman Dinasti
Han/Tiongkok (tahun 8 (Kurniawan, 2014). Kemungkinan besar, benda-
benda tersebut ditukar dengan rempah-rempah.

2. Bukti Tulis
Sejak abad ke-5 SM. perdagangan di antara bangsa Romawi Persia,
India, dan Tiongkok mulai berkembang, tetapi tidak reguler Perdagangan
dilakukan melalui jalur daratan di Asia Tengah. Penggunaan jalur laut yang
menghubungkan Laut Tengah. Laut Merah. Teluk Persia, Tiongkok, India,
dan Jepang baru dimulai sejak abad ke-2 SM. Rempah Nusantara belum
dikenal.
Sumber tertulis India dari abad ke-3 SM berulang kali menyebut "Jawa"
sebagai asal rempah-rempah. Kitab Petunjuk Pelaut ke Lautan Erythrea
(nama kuno Yunani untuk Samudra Hindia) menyebut kapal rempah-rempah
dari arah timur.
Meskipun demikian, sampai permulaan abad Masehi, India berfokus
pada perdagangan emas. Dalam perkembangannya, terjadi kekacauan besar
di Asia Tengah, pemasok utama emas India. India sempat mengimpor emas
dari Romawi, tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena segera dilarang
oleh Kaisar Vespasianus (69-79 M). India kemudian mencari sumber emas
dan mitra niaga yang baru.

4
Berdasarkan informasi dalam kitab-kitab sastra India, sumber emas
yang baru tersebut ada di Nusantara. Itulah cikal-bakal pelayaran ke
Nusantara. Dalam perjalanan waktu, India menyadari emas yang dimaksud
dalam kitab-kitabnya itu adalah rempah. Selain lada dan kayu manis,
ditemukan juga cengkih. pala, kayu cendana, kapur barus, kemenyan, dan
berbagai hasil hutan. Kitab Ramayana (tahun 200 M) juga menyebutkan
sumber kayu gaharu dan cendana berad di daerah timur Nusantara.
Sejak abad-abad pertama Masehi. kontak dagang Nusantara dengan
India berkembang. India menawarkan teks untuk dibarter dengan rempah.
Rempah-rempah Nusantai pun membanjiri pasar Romawi. Romawi ketika itu
tengan menikmati Pax Romana, yang meningkatkan permintaan ato rempah.
(Catatan: Pax Romana adalah periode panjang yang relatif damai dan minim
ekspansi militer selama 206 tahun (27 SM-180 M).
Rempah dikirim ke wilayah-wilayah Kekaisaran Romawi, baik oleh
pelaut-pelaut India maupun secara langsung oleh pelaut-pelaut Nusantara.
Penulis berkebangsaan Romawi bernama Gaius Plinius Secundus alias Pliny
the Elder (23/2479 M) dalam catatan perjalanannya menyebutkan tentang
para pelaut pemberani dari timur yang datang membawa kayu manis dengan
menggunakan perahu sederhana. Perahu ini sedemikian sederhana sehingga
Plinius mengatakan mereka bukan digerakkan oleh layar, melainkan oleh
semangat dan keberanian. Plinius sendiri menyebutkan daerah itu "Etiopia".
tetapi dia meyakini tanaman tersebut merupakan endemik Asia Tenggara.
Membanjirnya rempah Nusantara di wilayah-wilayah Kekaisaran
Romawi diperjelas melalui peta "Guide to Geography" (abad ke-1 M) yang
dibuat astronom Alexandria (Mesir). Claudius Ptolomaeus. Dalam peta
tersebut, Ptolomaeus menulis nama sebuah kota bernama Barus. Tempat ini
merupakan kota pelabuhan kuno sumber kapur barus, komoditas yang diburu
pelaut Yunani-Romawi, Mesir, Arab, Tiongkok, dan Hindustan pada masa
itu.
Kontak dagang dengan India semakin intens saat memasuki abad V M.
Informasi dalam kitab Raghuvamsa yang ditulis Kalidasa sekitar tahun 400

5
M menyebutkan sumber rempah berupa lavanga (cengkih) di wilayah
Dvipantara (Nusantara). Kemungkinan besar, sekitar masa tersebut, kapal-
kapal pelaut India sudah sering lalu-lalang ke dan dari Nusantara untuk
mendapatkan rempah-rempah.
Bagaimana dengan Tiongkok? Hingga abad I M. Tiongkok masih
berfokus pada perdagangan melalui darat dengan Timur Tengah (Asia Barat).
Perdagangan jalur darat dengan Asia Tenggara memang sudah dibuka melalui
Funan, tapi itu dilakukan sejauh terkait dengan Asia Barat.
Kontak dagang dengan Nusantara baru dimulai sejak abad II M. Berita
Tiongkok menyebutkan utusan Raja Bian dari Kerajaan Jawa (Yediao)
berkunjung ke Tiongkok (131 M). Berita dari Dinasti Han (abad III M)
menyebutkan tentang kewajiban bagi para pejabat tinggi yang hendak
menghadap kaisar untuk mengulum cengkih untuk menghilangkan bau mulut.
Sumber lain menyebutkan cengkih (chi shelting hsiang) dari mo wu (Maluku)
yang digambarkan berbentuk seperti paku.
Adanya kontak dengan Tiongkok juga dibuktikan dengan catatan
perjalanan ke Jawa (Yeh-po-ti/She-po) melalui laut dari dua pendeta Buddha,
yaitu Fa Hsien (413 M) dan Gunavarman (antara 424-453 M). Dalam berita
Tiongkok lainnya, disebutkan tentang kunjungan dari utusan dari Ho-lo-tan,
sebuah negeri di She-po (Jawa) pada 430 M. Sejak saat itu. Tiongkok
mendapat pasokan rempah Nusantara secara berkala, meski
dalam jumlah terbatas.

C. Kegunaan Jalur Rempah Untuk Kesejahteraan Masa Depan


Menjadikan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia dan rujukan kekuatan
diplomasi budaya untuk meneguhkan Indonesia sebagai poros maritim dunia
adalah sesuatu yang membanggakan. Namun, tidak cukup dengan itu. Tujuan
lain menghidupkan Jalur Rempah adalah untuk mengingatkan kembali kepada
generasi muda tentang bagaimana Jalur Rempah membentuk bangsa, negara,
dan peradaban Indonesia. Bukan untuk terjebak dalam romantisme sejarah,
menghidupkan Jalur Rempah pada saat ini kita maknai sebagai revitalisasi nilai
budaya rempah dan bagaimana. memanfaatkannya pada masa kini dan masa

6
depan. Kita berharap melalui rempah lahir berbagai kreativitas dan inovasi yang
pada akhirnya akan menghadirkan kembali kejayaan masa lalu bangsa Indonesia
pada masa sekarang dan mendatang.
Memori Jalur Rempah diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan
kebanggaan kolektif akan jati diri bangsa, sekaligus memperkuat kembali rajutan
kebhinekaan Indonesia melalui interaksi budaya antardaerah yang telah
dibangun sejak ribuan tahun lalu. Waktu telah membuktikan bahwa perjumpaan
orang- orang di pelabuhan, misalnya, menjadi kesempatan bagi pertukaran
informasi, pengetahuan, tradisi, dan seni, bahkan dalam jangka panjang bisa
mengubah karakter individu atau kelompok yang saling berjumpa. Kita saksikan
pada saat ini, bagaimana masyarakat pada titik-titik Jalur Rempah, seperti Aceh,
Kepulauan Riau, Medan, Jakarta, Semarang, dan beberapa kota lainnya terlihat
menjadi begitu kosmopolitan.
Lebih jauh lagi. menghidupkan Jalur Rempah pada masa sekarang juga
diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat agar terlibat aktif dalam
melestarikan. mengembangkan, dan memanfaatkan warisan budaya Jalur
Rempah sebagai modal mensejahterakan kehidupan jasmani dan rohani
masyarakat yang terlibat di dalamnya. Dalam hal ini, segenap lapisan dari
berbagai generasi secara bersama berusaha menempatkan kebudayaan sebagai
penghela (driver) dan pemungkin (enabler) pembangunan berkelanjutan dan
upaya mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat Indonesia.
Setiap individu, kelompok, dan institusi bisa terlibat aktif dan memilih peran
sesuai porsinya masing-masing dalam menghidupkan Jalur Rempah.
Menghidupkan Jalur Rempah adalah sebuah Gerakan Rekonstruksi dan
Revitalisasi Budaya dalam dimensi yang luas sehingga mampu menggerakkan
kesadaran seluruh elemen untuk merawat warisan kebhinekaan, mewujudkan
kesejahteraan rakyat, dan juga memperkuat diplomasi budaya bangsa Indonesia
di antara bangsa-bangsa dunia.
Narasi Jalur Rempah perlu disusun bersama dengan menggunakan sudut
pandang kelndonesiaan yang berorientasi dunia. Kenyataan sejarah bahwa
kejayaan Jalur Rempah yang pernah hadir sejak 4.500 tahun lalu adalah bagian

7
dari jalur perdagangan dan jalur budaya umat manusia. Karena itu diperlukan
pendekatan multidisiplin karena Jalur Rempah tidak bisa hanya dimaknai dari
sudut pandang sejarah, arkeologi, bahasa dan budaya saja.
Jalur Rempah pada masa sekarang harus diwujudkan secara kolektif,
menyentuh berbagai aspek kehidupan yang belum tersentuh sebelumnya. Jalur
Rempah bisa memberikan perspektif yang unik sebagai pintu masuk untuk
berkontribusi dalam memperkaya upaya menjawab tantangan kontemporer,
seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, pengentasan kemiskinan,
kesetaraan, dan berbagai tantangan lainnya. Jalur Rempah bukan semata
warisan, Jalur Rempah adalah masa depan kita.

BAB III
PENUTUP

8
A. Kesimpulan
Jalur Rempah (Spice Route) adalah jaringan niaga kuno yang
menghubungkan belahan barat dan timur dunia melalui Nusantara, India, Sri
Lanka, Afrika Timur, Afrika Selatan, Madagaskar, hingga ke Eropa. Jalur ini
merupakan jalur perdagangan rempah-rempah seperti lada, merica, kayu manis,
pala, dan cengkih. Jalur Rempah merupakan jaringan niaga tertua yang telah ada
sebelum Jalur Sutra yang dijalani oleh Tiongkok. Rempah Nusantara memiliki
popularitas yang tinggi karena lebih lengkap, bermutu, dan harganya lebih
terjangkau dibandingkan dengan rempah-rempah dari India dan Sri Lanka.
Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa nenek moyang Indonesia
telah memiliki kemampuan berlayar dan berdagang rempah-rempah sejak 4.500-
5.000 tahun yang lalu. Mereka menggunakan perahu layar dan dayung, dan telah
melakukan perdagangan dengan wilayah seperti Vietnam, Mesir, dan India.
Temuan artefak seperti gendang, manik-manik, dan gerat juga menunjukkan
perdagangan rempah-rempah dengan wilayah lain. Hal ini menegaskan bahwa
perdagangan rempah telah menjadi bagian penting dari budaya nenek moyang
Indonesia sejak zaman prasejarah.
Perdagangan di antara bangsa Romawi, Persia, India, dan Tiongkok mulai
berkembang sejak abad ke-5 SM, tetapi perdagangan reguler baru menggunakan
jalur laut melalui Laut Tengah, Laut Merah, Teluk Persia, Tiongkok, India, dan
Jepang dimulai pada abad ke-2 SM. Rempah Nusantara belum dikenal pada saat
itu. Namun, bukti tertulis dari India pada abad ke-3 SM sudah menyebutkan
"Jawa" sebagai asal rempah-rempah. Perdagangan rempah Nusantara dengan
India dan Romawi meningkat pada abad-abad pertama Masehi, dengan rempah-
rempah Nusantara membanjiri pasar Romawi. Kontak dagang dengan Tiongkok
baru intensif sejak abad ke-2 M, meskipun ada kontak sejak abad ke-1 M. Sejak
saat itu, Tiongkok mendapatkan pasokan rempah Nusantara secara berkala,
meskipun dalam jumlah terbatas.
Menghidupkan Jalur Rempah adalah suatu upaya membanggakan untuk
menjadikannya sebagai warisan dunia dan rujukan kekuatan diplomasi budaya
bagi Indonesia. Tujuan lainnya adalah untuk mengingatkan generasi muda

9
tentang peran Jalur Rempah dalam membentuk bangsa dan peradaban Indonesia
serta revitalisasi nilai budaya rempah untuk dimanfaatkan pada masa sekarang
dan masa depan. Memori Jalur Rempah diharapkan dapat memperkuat
kesadaran kolektif akan jati diri bangsa dan memperkuat kebhinekaan Indonesia.
Selain itu, menghidupkan Jalur Rempah di masa sekarang juga diharapkan dapat
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam melestarikan dan
mengembangkan warisan budaya ini untuk mensejahterakan kehidupan
masyarakat yang terlibat di dalamnya. Menghidupkan Jalur Rempah adalah
gerakan rekonstruksi dan revitalisasi budaya yang luas dengan tujuan untuk
memperkaya upaya menjawab tantangan kontemporer dan menjadikan Jalur
Rempah sebagai bagian masa depan Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai