Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SEJARAH

“SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN


EKONOMI MASA DEMOKRASI PARLEMENTER
(1950-1959)”

Disusun Oleh :
Muhammad Rifky Efendy
XII IPS 2
SMAN 1 Parung

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat serta karunia-Nya penyusun
dapat menyelesaikan makalah sejarah yang berjudul “SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK
DAN EKONOMI MASA DEMOKRASI PARLEMENTER”. Makalah ini dibuat buat untuk
menyelesaikan tugas sejarah serta untuk menambah wawasan tentang sejarah. Saya berharap
semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi siswa lain yang ingin membuat makalah
yang berkaitan dengan Sistem Ekonomi Indonesia serta memberikan informasi yang berguna
bagi semua orang yang ingin mengetahui sejarah sitem perekonomian di Indonesia. Saya
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam proses
pembuatan makalah ini. Saya menyadarai sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Saya berharap adanya kritik, saran
dan usulan yang membangun untuk makalah yang akan dibuat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
ini dapat dipahami dan bermanfaaat bagi pembaca.

Bogor, 02 Desember 2018

Muhammad Rifky E

2
DAFTAR ISI
Cover……….................................................................................................1

Kata pengantar..............................................................................................2

Daftar isi.......................................................................................................3

Bab I PENDAHULUAN............................................................................4

A. Latar belakang........................................................................................4

B. Materi Bab 2….......................................................................................5

Bab II PEMBAHASAN.............................................................................6

A. Pembahasan Materi..................................................................................6

Bab III PENUTUP.....................................................................................22

A. Kesimpulan.............................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paham liberal pertama kali muncul di Perancis saat Napoleon Bonaparte
berkuasa. Paham ini selanjutnta meluas pada wilayah wilayah yang dikuasai oleh
Napoleon Bonaparte.
Latar belakanh pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal tak lain karena
adanya revolusi Perancis yang disebabkan tindakan semena mena terhadap rakyat
kecil. Revolusi Perancis ini mengusung semboyan Liberte atau kebebasan, egolite
atau persamaan dan fraterinte atau persaudaraan.
 Revolusi Perancis
Revolusi Perancis yang menjadi latar belakang pelaksanaan sistem politik
demokrasi liberal di beberapa negara terjadi pada 1789 hingga 1871. Revolusi
Perancis ini dipicu oleh pajak yang terlalu tinggi yang dibebankan kepada rakyat
kecil, jumlah utang negara yang semakin banyak, uang yang dihambur hamburkan
oleh permaisuri raja, dan adanya pengarug dari luar yakni kemerdekaan Amerika
Serikat atas pendudukan Inggris.
 Paham Liberal
Paham Liberal yang berkembang di Perancis disebut sebut sebagai paham
liberal yang sesunggguhnya. PAham liberal merupakan suatu paham kebebasan
yang mneghapus kekuasaan absolut di Eropa. Paham liberal ini memiliki prinsip
bahwa setiap orang atau negara memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya
sendiri, bebas melakukan usaha apapun, dan bebas bertindak.
Pada awalnya, paham liberal Belanda yang jatuh ke dalam kekuasaan
Napoleon BOnaparte. Kemudia paham itu meluas ke beberapa negara lainnya
termasuk ke Indonesia. Dalam hal ini, Belanda yang memperkenalkan paham
liberal ke Indonesia. Dampaknya terasa saat para penanam modal asing mereka di
Indonesai. Selanjutnya, di Indonesia muncul perbudakan, kerja rodi, dan
kapitalisme.
Latar belakang pelaksanaan sistem politik demokrasi liberan yang berasal
dari revolusi Perancis gaungnya terdengar ke berbagai wilayah.TAk hanya di
Indonesia, sejumlah negara di kawasan Asia pun lantas menjadi penganut paham
liberal seperti Hongkong, Maysia, Singapura, Myanmar, adn Kamboja.

4
Negara besar seperti Amerika pun menganut paham liberal ini. Selain
Amerika, beberapa negara di benua Amerika yang menganut paham ini antara
lainnya. Sedangkan di Eropa, negara penganut paham liberal antara lain Perancis,
Jerman, Yunani, Italia, Austria, Finlandia, Denmark, dan sederat negara besar
lainnya.

B. Materi Bab 2
I. Perkembangan politik masa demokrasi liberal
1. Sistem pemerintahan
2. Sistem kepartaian
3. Pemilihan umum 1955
II. Mencari sitem ekonomi nasional
1. Pemikiran ekonomi nasional
2. Sistem ekonomi liberal
III. Nilai-nilai yang dikembangkan
1. Kesadaran dan pluralisme
2. Sikap yang jujur dan pikiran yang sehat
3. Demokrasi membutuhkan kerjasama
4. Demokrasi membutuhkan sikap kedewasaan
5. Demokrasi membutuhkan pertimbangan moral

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Materi
I. Perkembangan politik masa demokrasi liberal
1. Sistem pemerintahan
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi
demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui
perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan
Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut
sistem kabinet parlementer di Indonesia. Kemudian munculah pergantian Perdana
Menteri selama 7 kali dan hal tersebut sangat mempengaruhi perpolitikan di
Indonesia.
Konstituante diberikan tugas untuk membuat undang-undang dasar yang baru
sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa
membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi
tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk
kembali pada UUD 1945. UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik
Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia,
dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus
1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat
sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan
menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante
secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru sampai
berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945.
Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan
Konstituante.

1. Kabinet Natsir (27 April 1951 – 3 April 1952)

Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir
(Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang
dipimpin Masyumi, di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen
tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai.
Kabinet ini merupakan kabinet dimana tokoh-tokoh terkenal duduk di dalamnya,
seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Asaat, Ir. Djuanda, dan Prof. Dr.
Soemitro Djojohadikoesoemo, sehingga kabinet ini merupakan Zaken Kabinet.
Program - program dari Kabinet Natsir, di antaranya meliputi :

6
- Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.
- Mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta
membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat.
- Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
- Menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas
anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat.
- Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya.
- Mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi
pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat.
- Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha
meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat
Keberhasilan yang pernah dicapai Kabinet Natsir :
- Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke
ekonomi nasional
- Indonesia masuk PBB
- Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya
mengenai masalah Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Pada penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi
bentuan itu diselewengkan penggunaannya sehingga tidak mencapai sasaran.
- Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan
buntu (kegagalan).
- Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya kekuasaan kabinet Natsir :
Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam
menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI
menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI
menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Kabinet
Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)


Setelah jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik
Djojosukatro (PNI) dan Soekiman Wijosandjojo (Masyumi) sebagai formatur dan
berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal
dengan nama Kabinet Sukiman (Masyumi) - Suwirjo (PNI) yang dipimpin oleh
Sukiman.
Adapun program-program Kabinet Sukiman sebagai berikut :
- Bidang keamanan, menjalankan tindakan – tindakan yang tegas sebagai negara
hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.

7
- Sosial – ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan
memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga
mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
- Mempercepat persiapan – persiapan pemilihan umum.
- Di bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri secara bebas – aktif
serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
- Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat
buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian
pertikaian buruh.
Hasil yang dicapai :
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Kabinet Natsir.
Hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya,
seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman,
selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia
Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai
pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada
Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA
terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan
memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang
telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih
condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok
barat.
- Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada
setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
- Masalah Irian barat belum juga teratasi.
- Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya
tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Kejatuhan Kabinet Soekiman merupakan akibat dari ditandatanganinya
persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada
Indonesia atas dasar Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan
tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan
dengan prinsip dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif. Muncul
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka
menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman
dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.

3. Kabinet Wilopo (3 Aptil 1952 – 3 Juni 1953)


Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik
Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur,
namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah

8
bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan
Perdana Mentari Wilopo, sehingga terbentuklah Kabinet Wilopo. Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli
dalam biangnya.
Program Kabinet Wilopo, antara lain :
- Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante,
DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan
kemakmuran, pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
- Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar
negeri yang bebas-aktif menuju perdamaian dunia.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-
barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
- Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak
terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya
besar untuk mengimport beras.
- Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam
keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi
dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
- Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk
menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang
dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya.
Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang
berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel
Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD
kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga
menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan
adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam
memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul
demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu
TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar
parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah mosi tidak percaya
dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan
mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira
angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
- Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di
Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan
pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah
perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama
masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap
miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk
mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa
izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya

9
terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung
Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para
petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat
Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli – 12 Agustus 1955)


Setelah mundurnya Kabinet Wilopo, terbentuk kabinet baru, yaitu Kabinet Ali
Sastroamidjojo. Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Sedangkan,
Masyumi menjadi partai oposisi.
Program – program Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yaitu :
- Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan
Pemilu.
- Pembebasan Irian Barat secepatnya.
- Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
- Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil :
- Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.
- Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan,
seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
- Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya
kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan
dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD
mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya
mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD
menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak
menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika
terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi
yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak
melakukan serah terima dengan KSAD baru.
- Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang
menunjukkan gejala membahayakan.
- Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
- Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan
untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti
oleh partai lainnya.

10
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada
presiden.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agsutus 1955 – 3 Maret 1956)


Setelah jatuhnya Kabinet Ali, sebagai gantinya Wakil Presiden Dr. Muh. Hatta
menunjuk Mr. Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai formatir kabinet.
Kejadian ini baru pertama kali di Indonesia, formatir kabinet ditunjuk oleh Wakil
Presiden sebagai akibat dari kepergian Soekarno naik Haji ke Mekkah. Kabinet ini
terbentuk pada tanggal 11 Agustus 1955, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
141 Tahun 1955 tertanggal 11 Agustus 1955 dan mulai bekerja setelah dilantik
tanggal 12 Agustus 1955 dengan dipimpin oleh Burhanuddin Harahap.
Kabinet Burhanuddin Harahap adalah merupakan kabinet koalisi yang terdiri atas
beberapa partai, bahkan hamper merupakan Kabinet Nasional, sebab jumlah partai
yang tergabung dalam koalisi kabinet ini berjumlah 13 partai. Tetapi karena masih
ada beberapa partai yang sebagai oposisi tidak duduk dalam kabinet seperti PNI
dan beberapa partai lainnya, maka kabinet ini termasuk kabinet koalisi.
Program – program Kabinet Burhanuddin Harahap, yaitu :
- Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
- Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
- Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
- Perjuangan pengembalian Irian Barat
- Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil yang dicapai :
- Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat
70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi.
Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI,
NU, Masyumi, dan PKI.
- Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda.
- Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan
oleh polisi militer.
- Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
- Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH
Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Setelah hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR
diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap
mengundurkan diri, menyerahkan mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk
kabinet baru berdasarkan hasil pemilihan umum. Sebenarnya kabinet ini

11
seandainya terus bekerja tidak apa-apa selagi tidak ada mosi tidak percaya dari
parlemen. Tetapi secara Etika politik demokrasi parlementer, kabinet ini dengan
sukarela menyerahkan mandatnya, setelah berhasil melaksanakan Pemilu baik
untuk anggota DPR maupun konstituante.

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)


Ali Sastroamidjoyo diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada
tanggal 20 Maret 1956. Kabinet yang terbentuk merupakan hasil koalisi 3 partai
yaitu PNI, Masyumi, dan NU dengan dipimpin oleh Ali Sastroamidjoyo.
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut :
- Perjuangan pengembalian Irian Barat
- Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-
anggota DPRD.
- Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
- Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
- Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah :
- Pembatalan KMB,
- Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan
politik luar negeri bebas aktif,
- Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil yang dicapai :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian
KMB pada tanggal 3 Mei 1956.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
- Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah
pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di
Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan
Manguni di Sulawesi Utara.
- Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya.
- Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah
yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha
nasional.
- Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar
Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan

12
PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas
demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi (Januari 1957), membuat kabinet
hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden pada tanggal
14 Maret 1957.

7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 5 Juli 1959)


Kabinet Djuanda/Kabinet Karya resmi dilantik tanggal 9 April 1957. Kabinet
ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang tidak berdasarkan atas dukungan
dari parlemen karena negara dalam keadaan darurat, namun tetap terdiri dari para
pakar yang ahli dalam bidangnya. Kabinet ini dibentuk karena Kegagalan
konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950.
Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik denga dipimpin oleh Ir.
Djuanda.
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet
Karya, programnya yaitu :
- Membentuk Dewan Nasional
- Normalisasi keadaan Republik Indonesia
- Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
- Perjuangan pengembalian Irian Jaya
- Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah,
perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta
keuangan yang sangat buruk.
Hasil yang dicapai :
- Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda,
yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini
menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan
daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
- Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan
menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden
sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi
terpimpin.
- Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di
berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan
daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
- Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis
dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
- Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah
semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi
terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.

13
- Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
- Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah
tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini
menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan
negara.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
2. Sistem kepartaian
Partai politik merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-
anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Paska
proklamasi kemerdekaan, pemerintahan RI memerlukan adanya lembaga
parlemen yang berfungsi sebagai perwakilan rakyat sesuai dengan amanat UUD
1945. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tanggal 3 November 1945
pemerinitah mengeluarkan maklumat pembentukan partai.mDiantara partai-partai
tersebut adalah :

Nama Partai Pimpinan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)


Tanggal Berdiri
Dr. Sukirman Wiryosanjoyo 7 November 1945
Partai Nasional Indonesia Partai Sosialis Indonesia (PSI) Partai Komunis Indonesia
(PNI) Sidik Joyosukarto 29 Amir Syarifuddin 20 (PKI) Mr. Moh. Yusuf 7
Januari 1945 November 1945 November 1945
Partai Buruh Indonesia (PBI) Partai Rakyat Jelata (PRJ) Partai Kristen Indonesia
Nyono 8 November 1945 Sutan Dewanis 8 November
1945
(Parkindo) Ds. Probowinoto 10 Partai Rakyat Sosialis (PRS)
November 1945 Sutan Syahrir 20 November
1945
Persatuan Marhaen (Permai) JB Assa 17 Desember 1945
Indonesia
Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI) IJ Kassimo 8 Desember 1945
Nama Partai Pimpinan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)
Tanggal Berdiri
Dr. Sukirman Wiryosanjoyo 7 November 1945
Partai Nasional Indonesia Partai Sosialis Indonesia (PSI) Partai Komunis Indonesia
(PNI) Sidik Joyosukarto 29 Amir Syarifuddin 20 (PKI) Mr. Moh. Yusuf 7
Januari 1945 November 1945 November 1945

14
Partai Buruh Indonesia (PBI) Partai Rakyat Jelata (PRJ) Partai Kristen Indonesia
Nyono 8 November 1945 Sutan Dewanis 8 November
1945

Sistem kepartaian yang dianut pada masa demokrasi liberal adalah multi
partai. pembentukan partai politik ini bertujuan untuk mudah dapat mengukur
kekuatan perjuangan kita dan untuk mempermudah meminta tanggung jawab
kepada pemimpin-pemimpin barisan perjuangan.
Partai-partai politik yang tidak memegang jabatan dalam kabinet dan
tidak memegang peranan penting dalam parlemen sering melakukan oposisi yang
kurang sehat dan berusaha menjatuhkan partai politik yang memerintah. Hal
inilah yang menyebabkan pada era ini sering terjadi pergantian kabinet. Kondisi
inilah yang mendorong Presiden Soekarno mencari solusi untuk membangun
kehidupan politik Indonesia yang akhirnya membawa Indonesia dari sistem
demokrasi liberal menuju demokrasi terpimpin.

3. Pemilihan umum 1955

Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di


Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai
pemilu Indonesia yangpaling demokratis.
Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang
kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini,
anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di
daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung
aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan
Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan
kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil
golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat
pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap.

15
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai
politik dan individu,
2. Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia
mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi 57
kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama 45 kursi
DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia 39 kursi
DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia
(2,89 persen).
Partai-partai lainnya, mendapat kursi di bawah 10. Seperti PSII (8),
Parkindo (8), Partai Katolik (6), Partai Sosialis Indonesia (5). Dua partai mendapat
4 kursi (IPKI dan Perti). Enam partai mendapat 2 kursi (PRN, Partai Buruh, GPPS,
PRI, PPPRI, dan Partai Murba). Sisanya, 12 partai, mendapat 1 kursi (Baperki, PIR
Wongsonegoro, PIR Hazairin, Gerina, Permai, Partai Persatuan Dayak, PPTI,
AKUI, PRD, ACOMA dan R. Soedjono Prawirosoedarso).
Pemilu 1955 tidak dilanjutkan sesuai jadwal pada lima tahun berikutnya,
1960. Hal ini dikarenakan pada 5 Juli 1959, dikeluarkan Dekrit Presiden yang
membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945.
Kemudian pada 4 Juni 1960, Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu
1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan
pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak melalui Dekrit 5 Juli 1959
membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang
semua anggotanya diangkat presiden.

II. Mencari sitem ekonomi nasional

1. Pemikiran ekonomi nasional


Pemikiran ekonomi pada 1950an pada umumnya merupakan upaya
mengembangkan struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian
nasional. Upaya membangkitkan perekonomian sudah dimulai sejak kabinet
pertama di era demokrasi parlementer, Kabinet Natsir.

16
Perhatian terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi dicurahkan
oleh Soemitro Djojohadikusumo. Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi
Indonesia pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru. Oleh karena
itu, pemerintah hendaknya membantu dan membimbing para pengusaha dengan
bimbingan konkret dan bantuan pemberian kredit.
Gagasan Soemitro kemudian dituangkan dalam program Kebinet Natsir
dalam wujud pencanangan Rencana Urgensi Perekonomian(RUP) yang sering
disebut dengan Plan Soemitro. Wujud dari RUP tersebut kemudian dicanangkan
Program Benteng. Program ini antara lain mencadangkan impor barang – barang
tertentu bagi kelompok bisnis pribumi, serta membuka kesempatan bagi para
pedagang pribumi membangun bisnis modal di bawah perlindungan pemerintah.
Dalam pelaksanaan program benteng tersebut, muncul sebuah masalah
yaitu penyalahgunaan pemberian lisensi impor. Mereka yang menerima lisensi
bukanlah orang – orang yang memiliki potensi kewirausahaan yang tinggi, namun
orang – orang yang mempunyai hubungan khusus dengan kalangan birokrat yang
berwenang mendistribusikan lisensi dan kredit. Bahkan ada yang
menyalahgunakan maksud pemerintah tersebut untuk mencari keuntungan yang
cepat dengan menjual lisensi import yang dimilikinya. Penyelewengan lain dalam
program benteng ini adalah adanya perusahaan milik cina yang mendaftarkan diri
dengan atas nama orang Indonesia peribumi. Orang Indonesia hanya digunakan
untuk memperoleh lisensi, pada kenyataannya yang menjalankan lisensi tersebut
adalah perusahaan keturunan Cina. Perusahaan yang lahir dari kerja sama tersebut
dikenal sebagai perusahaan Ali-Baba.
Pemerintah melakukan usaha lain untuk meningkatkan pengusaha
pribumi, yaitu melalui gerakan asaat. Gerakan ini memberikan perlindungan
khusus bagi warga negara Indonesia Asli dalam segala aktivitas di bidang
perekonomian. Ternyata kebijakan pemerintah ini memunculkan reaksi negative.
Pemerintah melakukan upaya perbaikan jangka pendek dengan
mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi deficit anggaran. Menteri
keuangan , Syarifudin Prawiranegara mengambil kebijakan memotong uang
dengan memberlakukan nilai setengahnya untuk mata uang yang mempunyai
nominal Rp.2,50 keatas.
Upaya pembangunan ekonomi nasional juga diwujudkan melalui program
pembangunan rencana lima tahun, 1956 – 1960 yang disiapkan oleh BPN. Tujuan

17
dari rencana ini adalah mendorong kepentingan umum dan jasa pada sector public
yang hasilnya diharapkan mampu mendorong penanaman modal dalam sector
swasta.
Usaha pembangunan ekonomi nasional lainnya dijalankan dengan
kebijakan nasionalisasi perusahaan – perusahaan asing. Nasionalisasi ini berupa
tindakan pancabutan hal milik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih
sebagai hal milik pemerintah Indonesia.

2. Sistem ekonomi liberal


Sesudah pengakuan kedaulatan, Indonesia menanggung beban ekonomi
dan keuangan sebagai akhibat ketentuan – ketentuan KMB : beban utang luar
negeri sebesar Rp 1.500 juta dan utang dalam negeri sebersar Rp . 2800 juta .
Struktur ekonomi yangb diwarisi berat sebelah.Ekspor masih tergantung kepada
beberapa jenis hasil perkebunan. Produksi barang – barang ekspor ini dibawah
produksi sebelum perang dunia II.
Masalah jangka pendek yang harus diselesaikan oleh pemerintah adalah
mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi kenaikan biaya hidup,
sedangkan masalah panjangnya adalah pertambahan jumlah penduduk dan tingkat
hidup rendah. Beban berat ini merupakan konsekuensi dari pengakuan kekuasaan.
Defisit pemerintahan pada waktu itu Rp 5,1 miliar. Defisit ini sebagian berhasil
dikurangi dengan pinjaman pemerintah,yaitu dengan cara melakukan tindakan
keuangan pada tanggal 20 Maret 1950. Jumlah yang didapat dari pinjaman wajib
sebesar Rp 1,6 miliar. Kemudian, dengan kesepakatan Sidang Mentri Uni
Indonesia-Belanda, diperoleh kredit sebesar Rp. 200.000.000,00 dari negeri
Belanda . Pada tanggal 13 Maret di bidang perdagangan diadakan usaha untuk
memajukan ekspor dengan sistemsertifikat devisa. Tujuan pemerintah adalah untuk
merangsang ekspor. Nilai tukar rupiah dari Rp 3,80 per 1 $, menjadi Rp 7,60 untuk
setiap 1 $ untuk ekspor, dan Rp 11,40 setiap 1$ untuk impor. Sistem ini
memberikan penghasilan yang besar kepada para eksportir dalam rupiah sehingga
mereka dapat membayar lebih tinggi kepada produsen.
Karena pecahnya perang Korea, ekpor RI pada kuartal kedua meningkat
menjadi 187% pada bulan April 1950, dan 243% pada bulan Mei 1950, atau
jumlah$115 juta. Disamping usaha- usaha tersebut pemerintah juga berusaha
mendapatkan kredit dari luar negeri. Kredit ini dimaksudkan untuk pembangunan

18
prasarana ekonomi. Misi Menteri Kemakmuaran Ir. Juanda dari Amerika Serikat
berhasil mendapatkan kredit dari Exim Bank of Washington sejumlah $
100.000.000. Dari jumlah tersebut direalisasikan $52245.000. Jumlah ini
ditentukan untuk membangun proyek – proyek pengangkutan automotif,
pembangunan jalan,telekomunikasi, pelabuhan , kereta api, dan perhubungan
udara.
Sejak tahun 1951penerimaan pemerintah mulai berkurang disebabkan
oleh menurunnya volume perdagangan Internasional. Indonesia sebagai negara
yang sedang berkembang tidak memiliki banyak barang – barang ekspor lainya
kecuali perkebunan. Perkembangan ekonomi Indonesia tidak menuju ke arah yang
stabil, bahkan sebaliknya. Pengeluaran pemerintah semakin meningkat akibat tidak
stabilnya situasi politik ( perluasan program pemerintah, biaya untuk operasi-
operasi keamanan dalam negeri ), adalah sebab utama dari defisit. Disamping itu,
pemerintah sendiri tidak berhasil meningkatkan produksi dengan menggunakan
sumber- sumber yang masih ada untuk meningkatkan pendapatan nasional.Kecuali
itu, kelemahan pemerintah lainnya adalah poltik keuangannya tidak dibuat di
Indonesia tapi dirancang di Nederland. Jadi, sebab-sebab terjadinya instabilitas
tidak semata – mata terletak pada perluasan program,tetapi dipengaruhi juga oleh
dua faktor di atas. Hal ini adalah akibat dari politik kolonial Belanda. Pemerintah
Belanda tidak mewariskan ahli – ahli yang cukup sehingga usaha untuk mengubah
sistem ekonomi kolonoal ke ekonomi nasional tidak menghasilkan perubahan yang
drastis.
Pada tahun berikutnnya Pemerintah berusaha keras untuk meningkatkan
penghasilan negara.Kebijakan moneter ditinjau kembali sesudah pada akhir tahun
1951 Indonesia menasionaliskan De javache Bank. Usaha pemerintah adalah
menurunkan biaya ekspor dan melakukan tindakan penghematan. Defisit pada
tahun 1952 telah meningkat menjadi 3 miliar rupiah.Pada mulanya, pemerintah
tidak pernah meminta DPR untuk mengesahkan anggaran belanja. Barulah tahun
1952 rencana anggaran belanja dimintakan persetujuan DPR.
Karena defisit ini, ada kecenderungan untuk mencetak uang baru, yang
menimbulkan tendensi inflasi. Kecenderungan inflasi secara tidak langsung
menghambat produksi karena naiknya rupiah. Sejak tahun 1953 defisit anggaran
belanja pemerintah sebesar Rp 3047 juta dan peredaran uang berujumlah Rp 7,6
miliar.

19
Defisit yang terus menerus adalah akibat kebijakan bujeter pemerintah
yang mempunyai dua kelemahan yaitu :
1. Tidak terdapat kontinuitas dalam penerimaan karena penerimaan hanya
tergantung pada pajak – pajak tidak langsung. Besar kecilnya penerimaan ini
tergantung kepada perkembangan perdagangan luar negeri.
2. Current Expedictures (pengeluaran yang sedang berjalan) meningkat akibat
perluasan program pemerintah, meluasnya birokrasi dan perkerjaan – pekerjaan
yang tidak efisien.
Kebijakan yang ditempuhkemudian oleh pemerintah (Kabinet Natsir)
adalah melaksanakan industrialisasi, yang dikenal sebagai Rencana Sumitro.
Sasarannya ditekankan terutama pada pembangunan industri dasar, seperti
pendirian pabrik semen,pemintalan, karung, dan percetakan.Kebijakan ini diikuti
pula dengan usaha peningkatan produksi, pangan, perbaikan prasarana, dan
penambahan modal asing.
Pada masa Kabinet Ali Satroamidjojo I,pemerintah membentuk Biro
Perancang Negara dengan tugas merancang pembangunan jangka panjang, karena
pemerintah yang terlebih dahulu lebih menekankan pada program jangka pendek,
sehingga hasil belum bisa dirasakan oleh masyarakat. Masa kerja tiap-tiap kabinet
terlalu singkat dan programnya selalu berganti – ganti mengakibatkan tidak
terdapat stabilitas politik. Tidak adanya stabilitas politik ini merupakan faktor bagi
kemerosotan ekonomi, inflasi dan lambatnya pelaksanaan pembangunan. Biro ini
dipimpin oleh Ir. Djuanda yang kemudian diangkat menjadi Menteri Perancang
Nasional. Pada bulan Mei 1956 biro ini menghasilkan Rancangan Pembangunan
Lima Tahun (RPLT) (1956-1961). Rancangan Undang- Undang tentang Rencana
Pembangunan ini disetujui oleh DPR pada tanggal 11 November 1958, yang
mempunyai daya surut sampai 1961. Akibat situasi politik dan ekonomi, Garis –
garis Besar Rencana Pembangunan Lima Tahun kemudian terpaksa diubah
menjadi prioritas dan sasarannya pada tahun 1957 sesudanh diadakan Musyawarah
Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT ini diperkirakan Rp 12,5
miliar, didasarkan harapan bahwa harga dan upah buruh tidak berubah selama lima
tahun. Akan tetapi , karena adanya depresi di Amerika Serikat dan EropaBarat
pada akhir 1957 dan awal 1958, pendapatan negara menjadi mundur, karena harga
ekspor barang mentah merosot. Demikian pula perjuangan pembebasan Irian Barat
yang mendorong pemerintah untuk melaksanakan tindakan nasionalisasi

20
perusahaan – perusahaan milik Belanda di Indonesia pada bulan Desember 1958,
turut pula mempengaruhi. Faktor politik lainnya yang memberatkan pelaksanaan
RPLT adalah ketegangan antara pusat dan daerah, serta adanya barter gelap yang
bertendensi melaksanakan pembanngunan.
Ketegangan antara pusat dan daerah ini dapat diredakan untuk sementara
waktu dengan diadakannya Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap).
Djuanda yang sementara itu telah menjadi perdana menteri memberikan
kesempatan kepada Munap untuk mengubah rencana pembangunan itu agar
pembangunan yang menyeluruh dalam jangka panjang.Namun, pelaksanaan
pembangunan ini dihambat oleh kesulitan administratif, khususnya penentuan
prioritas . Ketegangan politik yang timbul tidak dapat diredakan lagi dan akhirnya
pecah pemberontakan PRRI/Permesta. Untuk menumpas pemberontakan ini
diperlukan biaya besar. Akibat langsungnya adalah meningkatnya defisit dan
ekspor menunjukan tren menurun.Persentase defisit dari tahun 1959 adalah 20%
pada tahun 1960 meningkat menjadi 100%. Sementara itu, ketegangan politik
antara Indonesia dan Belanda juga memuncak menuju konfrontasi senjata.

III. Nilai-nilai
1. Aktif menggunakan ide, gagasan, dan pikiran
2. Harus memmiliki motivasi untuk maju dan berkembang untuk lebih dewasa
3. Mengembangkan kepekaan terhadap lingkungan
4. Mengembangkan derajat kesehatan jasamani dan rohani
5. Memahami perasaannya sehingga dapat memahami perasaan orang lain
6. Mempunyai kemauan untuk belajar berorganisasi melalui wadah yang ada di
sekolah
7. Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi
8. Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

21
Kebijakan ekonomi Indonesia pada masa ini merupakan upaya untuk menggantikan
struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Di dalam sistem
perekonomian Indonesia pada masa demokrasi liberal, banyak sekali pengaruh buruknya bagi
perekonomian Indonesia, namun berbagai upayapun juga dilakukan untuk memperbaikinya.
Bercermin dari sejarah ini, Indonesia haruslah menjadi negara yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

http://gudanganantulisanisti.blogspot.com/2017/12/heloo.html

22
https://www.academia.edu/15244675/MAKALAH_SEJARAH_sistem_demokrasi_parlement
er?auto=download

https://www.slideshare.net/NeshaMutiara1/sistem-dan-struktur-politik-dan-ekonomi-masa-
demokrasi-parlementer-76293965

http://flatozet.blogspot.com/2015/10/sistem-pemerintahan-pada-masa-demokrasi.html

23

Anda mungkin juga menyukai