TENTANG
" DEMOKRASI LIBERAL "
MAKALAH INI DIAJUKAN SEBAGAI PERSYARATAN UNTUK
MEMENUHI NILAI SEMESTER VI KELAS XII
DISUSUN OLEH :
RAFILAN JELITA
XII MIA 2
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Sejarah Indonesia kelas XII pada
tahun ajaran 2023/2024 yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Diharapkan dengan
adanya makalah ini,mampu menambah wawasan kepada pembaca. Sebagai bagian hidup yang
integratif, kritik dan saran perbaikan sangat kami harapkan demi kelengkapan dan
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penulisan makalah dapat dibuat dengan sebaik-
"DEMOKRASI LIBERAL" ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa ,dan kekurangan pasti milik
kita sebagai manusia. Semoga Makalah "DEMOKRASI LIBERAL" ini dapat bermanfaat bagi
kita semuanya.
Penulis
ii
MOTTO
( Amsal 19:21 )
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
MOTTO...................................................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................2
C. TUJUAN..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
1. PENGERTIAN DEMOKRASI LIBERAL...............................................................3
2. SEJARAH MASUKNYA DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA..................3
3. DAMPAK SOSIAL DARI DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA……....….4
4. SISTEM POLITIK PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA…..5
5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DARI DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA
.....................................................................................................................................10
6. AKHIR DARI DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA...................................12
BAB III PENUTUP.................................................................................................................13
KESIMPULAN...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa demokrasi Liberal di Indonesia berlangsung dari tahun 1950 hingga 1959.
Demokrasi Liberal juga disebut sebagai Demokrasi Parlementer memiliki ciri sebuah
negara yang dipimpin oleh perdana menteri bersama presiden yang menjabat sebagai
kepala negara. Pada masa Demokrasi Liberal, parlemen memiliki peran yang sangat
penting karena menjadi perpanjangan tangan dari rakyat yang ikut dalam perpolitikan
negara. Selain itu, kabinet diperbolehkan melakukan kritik kepada pemerintah apabila
tidak setuju terhadap kebijakan pemerintah.
Selama Indonesia berdiri, mulai 17 Agustus 1945 hingga 5 Juli 1959 Indonesia
menganut sistem Demokrasi Parlementer. Tokoh yang mempercayai sistem ini adalah
Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Menurut keduanya, dengan adanya partai politik
1
dapat menciptakan kondisi demokrasi sesungguhnya yakni dari rakyat, bagi rakyat dan
untuk rakyat.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang
berarti rakyat dan kratos atau cratein yang berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sementara liberalisme adalah
sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada
pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa demokrasi liberal adalah sistem politik yang
menganut kebebasan individu. Secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan
pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas diberlakukan
pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada
pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan
hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Demokrasi liberal pertama kali
dikemukakan pada abad pencerahan oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas
Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau.
3
Sejarah masuknya demokrasi liberal di Indonesia melibatkan serangkaian
peristiwa yang kompleks sepanjang abad ke-20. Periode awalnya dapat ditelusuri
kembali ke masa kolonial Belanda, di mana pemikiran demokrasi liberal mulai
mempengaruhi sebagian besar intelektual Indonesia. Namun, demokrasi liberal baru
benar-benar mulai berakar setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Salah satu tonggak penting dalam sejarah demokrasi liberal Indonesia adalah
periode demokrasi parlementer pada awal kemerdekaan. Namun, stabilitas politik yang
rapuh dan ketidakstabilan ekonomi pada masa itu menyebabkan peralihan ke bentuk
pemerintahan yang lebih otoriter.
Sejak itu, Indonesia telah bergerak menuju demokrasi liberal yang lebih mapan,
dengan kebebasan politik yang lebih besar, proses pemilihan umum yang teratur, dan
kebebasan pers yang semakin meningkat. Meskipun tantangan masih ada, seperti
korupsi dan ketimpangan sosial, Indonesia tetap berkomitmen untuk memperkuat nilai-
nilai demokrasi liberal dalam sistem politiknya.
Dampak sosial dari demokrasi liberal di Indonesia telah meliputi berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Pertama-tama, demokrasi liberal telah memberikan ruang yang
lebih besar bagi partisipasi politik masyarakat, memungkinkan warga negara untuk
terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik melalui pemilihan umum dan
kegiatan politik lainnya. Hal ini telah meningkatkan kesadaran politik dan keterlibatan
aktif warga negara dalam pembangunan negara.
Selain itu, demokrasi liberal juga telah memberikan perlindungan terhadap hak
asasi manusia, termasuk kebebasan berpendapat, berkumpul, dan beragama. Hal ini
memungkinkan masyarakat Indonesia untuk lebih bebas menyuarakan pendapat,
mengkritik pemerintah, dan mengorganisir diri untuk memperjuangkan hak-hak
mereka.
Demokrasi liberal juga telah memberikan ruang yang lebih besar bagi pluralisme
dan keberagaman budaya di Indonesia. Dengan adanya kebebasan berekspresi,
4
masyarakat memiliki kesempatan untuk mempertahankan dan merayakan keberagaman
budaya, agama, dan suku di Indonesia tanpa takut akan represi atau diskriminasi.
Di samping presiden, terdapat juga lembaga legislatif yang terdiri dari Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPR merupakan
badan legislatif utama yang bertugas membuat undang-undang, mengawasi pemerintah,
dan mewakili kepentingan rakyat. Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum setiap
lima tahun sekali. DPD, di sisi lain, mewakili kepentingan daerah dan memiliki peran
dalam pembahasan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah.
Hasil Konferensi Meja Bundar pada 2 November 1949 di Den Haag melahirkan
terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah itu, diangkatlah
Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan perdana menteri yang pertama, dan dibentuk
pula kabinet. Namun, pada Agustus 1950, RIS dibubarkan karena sebagian negara-
negara federal Belanda membubarkan diri dan menginginkan kembali ke pengakuan
Republik Indonesia. Kemudian pada 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno
5
menandatangani rancangan UUD NKRI (RI dan RIS) yang kemudian lebih dikenal
dengan UUDS 1950 sehingga pada periode ini bentuk negara Indonesia yang semula
federal beralih pada bentuk negara kesatuan dimana kekuasaannya dipegang oleh
pemerintah pusat dan menganut sistem pemerintahan parlementer.
6
4.2.1. Program kerja:
4.2.1.1. Penerapan tindakan tegas untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
4.2.1.2. Memperjuangkan keamanan dan kesejahteraan rakyat dengan
memperbarui hukum agrarian untuk kesejahteraan petani.
4.2.1.3. Mempersiapkan segala usaha untuk pemilu.
4.2.1.4. Memperjuangkan Irian Barat dalam wilayah Indonesia.
4.2.2. Hasil kerja:
Banyaknya hambatan dalam kabinet Sukiman membuat hasil kerja
kabinet ini tidak maksimal. Hambatannya, antara lain kondisi keamanan
negara yang belum stabil, adanya perseteruan antar berbagai elemen
politik, dan adanya permasalah dengan politik luar negeri Indonesia.
4.2.3. Kegagalan:
Kegagalan kabinet ini, yaitu dalam penanganan masalah keamanan
dalam negeri, memihaknya Indonesia kepada blok barat dengan
menandatangani Mutual Security Act dengan pemerintah Amerika Serikat.
4.3. Kabinet Wilopo (19 Maret 1952-2 Juni 1953)
Wilopo mendapatkan suara mayoritas dalam parlemen sehingga dipilih
menjadi perdana menteri. Tugas poko Kabinet Wilopo adalah untuk
menjalankan Pemilu anggota parlemen dan Konstituante. Kabinet Wilopo
tidak berlangsung lama karena adanya kasus Peristiwa 17 Oktober 1952 dan
Peristiwa Tanjung Morawa. Krisis ekonomi, defisit kas negara, konflik
internal antara TNI dan parlemen serta gerakan separatisme memperkeruh
keadaan dimasa Kabinet Wilopo. Pada 2 Juni 1953, Kabinet Wilopo
menyerahkan kembali mandatnya kepada presiden.
4.3.1. Program kerja:
4.3.1.1. Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilu.
4.3.1.2. Meningkatkan taraf kemakmuran, pendidikan, dan keamanan rakyat.
4.3.1.3. Berusaha menyelesaikan masalah Irian Barat, memperbaiki
hubungan dengan Belanda, dan konsisten menjalankan politik luar
negeri yang bebas aktif.
4.3.2. Hasil kerja:
4.3.2.1. Munculnya sentimen kedaerahan akibat ketidakpuasan terhadap
pemerintah.
4.3.2.2. Adanya konflik di tubuh angkatan darat yang mengakibatkan
terjadinnya peristiwa 17 Oktober 1952.
4.3.2.3. Adanya peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Utara.
4.3.3. Kegagalan:
Dengan adanya hambatan tersebut, kabinet ini melahirkan mosi tidak
percaya dari kelompok oposisi pemerintah bernama Sarekat tani Indonesia
dan diakhiri dengan pengembalian mandat oleh Wilopo.
4.4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953-24 Juli 1955)
Kabinet Ali Sastroamidjojo I memiliki tugas yang sama dengan Kabinet
Wilopo yaitu melaksanakan Pemilu. Pada tanggal 31 Mei 1954, dibentuk
Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah. Pemilihan direncanakan pada 29
7
September (DPR) dan 15 Desember (Konstituante) 1955. Pada masa Kabinet
Ali Sastroamidjojo I keadaan ekonomi Indonesia memburuk yang disertai
korupsi. Nahdatul Ulama (NU) kemudian menarik diri dari kabinet yang diikuti
oleh partai lain. Pada akhirnya Kabinet Ali Sastroamidjojo I kewalahan dengan
keadaan yang terjadi sehingga mengembalikan mandatnya kepada presiden
pada 24 Juli 1955.
4.4.1. Program kerja:
4.4.1.1. Mempersiapkan penyelenggaraan pemilu yang rencananya diadakan
pada tengah tahun 1955.
4.4.1.2. Mengatasi gangguan keamanan dan pemberontakan di daerah.
4.4.1.3. Melaksanakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan turut
berperan dalam menciptakan perdamaian dunia.
4.4.2. Hasil kerja:
4.4.2.1. Disusunnya kerangka panitia pelaksanaan pemilu.
4.4.2.2. Suksesnya pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
4.4.2.3. Membaiknya hubungan dengan Cina.
4.4.3. Kegagalan:
4.4.3.1. Memperjuangkan Irian Barat ke dalam negara Indonesia.
4.4.3.2. Munculnya pemberontakan di berbagai daerah.
4.4.3.3. Masih berlanjutnya konflik di tubuh Angkatan Darat, yaitu dengan
mundurnya A. H. Nasution yang digantikan oleh Bambang Sugeng.
4.5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955-3 Maret 1956)
Kabinet Burhanuddin Harahap mampu melaksanakan Pemilu 1955 tanpa
mengubah waktu pelaksanaan. Kendati demikian, terdapat beberapa masalah
dimasa Kabinet Burhanuddin Harahap. Penyelesaian Irian Barat yang berlarut
– larut berakibat munculnya gelombang protes baik dari Soekarno maupun
partai lain. Pada akhirnya Kabinet Burhanuddin Harahap menyerahkan
mandatnya pada 3 Maret 1956.
4.5.1. Program kerja:
4.5.1.1. Memerintahkan polisi militer untuk menangkap Mr. Djody
Gondokusumo atas kasus korupsi di departemen kehakiman.
4.5.1.2. Melaksanakan pemilu secara baik, maksimal, dan secepat mungkin.
4.5.1.3. Mengangkat kembali A.H. Nasution sebagai KSAD pada 28 Oktober
1955
4.5.2. Hasil kerja:
4.5.2.1. Diselenggarakannya pemilu tahun 1955.
4.5.2.2. Dibubarkannya Uni Indonesia-Belanda.
4.5.2.3. Berhasil menentukan sistem parlemen Indonesia.
4.5.3. Kegagalan:
Banyak perseteruan antara pemenang pemilu yang meyebabkan
sidang parlemen menjadi deadlock.
4.6. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956-14 Maret 1957)
Kabinet Ali Sastroamidjojo II mengalami masalah yang sama pada kabinet
sebelumnya seperti persoalan Irian Barat, otonomi daerah, keuangan negara dan
8
lain – lain. Berakhirnya masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II dikarenakan tidak
selesainya permasalahan Irian Barat.
4.6.1. Program kerja:
4.6.1.1. Memperjuangkan masuknya Irian Barat ke Indonesia.
4.6.1.2. Mempercepat proses pembentukan daerah otonom di Indonesia.
4.6.1.3. Meningkatkan kesejahteraan kaum buruh dan pegawai negeri serta
menyehatkan dan menyeimbangkan anggaran belanja dan
keuangan negara.
4.6.1.4. Mengganti sistem ekonomi kolonial menjadi sitem ekonomi
nasional.
4.6.2. Hasil kerja:
4.6.2.1. Ditandatanganinya undang-undang pembatalan KMB oleh Presiden
Soekarno.
4.6.2.2. Beralihnya perusahaan Belanda menjadi milik warga Tionghoa.
4.6.2.3. Kepentingan Belanda diperlakukan sesuai dengan hukum yang
berlaku di Indonesia.
4.6.3. Kegagalan:
Munculnya sentimen anti-Cina dalam masyarakat, munculnya
kekecewaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, tidak stabilnya
kondisi pemerintah dengan banyaknya partai politik, dan munculnya
gerakan separatis di berbagai daerah.
4.7. Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya (9 April 1957-10 Juli 1959)
Kabinet Djuanda memberikan 5 program kerja yakni pembentuk dewan,
normalisasi keadaan Indonesia, membatalkan pelaksanaan KMB,
memperjuangkan Irian Barat, dan melaksanakan pembangunan. Salah satu
permasalahan di Kabinet Djuanda adalah Deklarasi Djuanda. Kebijakan ini
memberatkan beberapa negara sehingga Indonesia harus melakukan
perundingan dalam menyelesaikan permasalahan ini.
4.7.1. Program kerja:
4.7.1.1. Pembentukan dewan nasional.
4.7.1.2. Normalisasi keadaan Republik.
4.7.1.3. Memperjuangkan lancarnya pelaksanaan pembatalan hasil KMB.
4.7.1.4. Memperjuangkan kembali Irian Barat ke wilayah Indonesia.
4.7.1.5. Mempercepat dan mengintensifkan program pembangunan.
4.7.2. Hasil kerja:
4.7.2.1. Dibentuknya dewan nasional untuk menampung aspirasi rakyat yang
tergabung dalam nonpartai.
4.7.2.2. Pembersihan pejabta-pejabat yang melakukan korupsi.
4.7.2.3. Dilaksanakannya konsolidasi dengan daerah-daerah yang melakukan
pemberontakan dengan tujuan agar dapat menormalisasi keamanan
negara.
4.7.2.4. Ditetapkannya peraturan kelautan yang tertuang dalam Deklarasi
Djuanda tanggal 13 Desember 1957. Hal itu merupakan bukti
9
keberhasilan diplomasi Indonesia dalam memperjuangkan wilayah
teritorial laut Indonesia.
4.7.3. Kegagalan:
Terjadi banyak pemberontakan separatis di daerah-daerah.
5.1. KELEBIHAN
5.1.1. Memberikan kesempatan bagi partisipasi politik yang luas bagi seluruh
warga negara. Ini memungkinkan mereka untuk terlibat dalam proses
pengambilan keputusan politik melalui pemilihan umum, referendum, dan
berbagai bentuk partisipasi politik lainnya.Hak rakyat pada sistem
demokrasi liberal diutamakan, termasuk terkait suara atau pendapatnya.
Dengan begitu, pada sistem ini rakyat punya pengaruh penting yang
tentunya harus didengar oleh para pejabat pemerintahan.
5.1.2. Mendorong perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk kebebasan
berpendapat, beragama, dan berkumpul. Hal ini menciptakan lingkungan
yang lebih inklusif dan memungkinkan masyarakat untuk menyuarakan
pandangan mereka tanpa takut akan represi atau diskriminasi.
5.1.3. Memberikan ruang bagi pluralisme dan keberagaman budaya. Dengan
mengakui dan menghormati keragaman budaya, agama, dan suku,
demokrasi liberal menciptakan landasan yang kuat untuk pembangunan
masyarakat yang inklusif dan harmonis.Parlemen hadir sebagai wakil
rakyat yang tentunya musti mengawasi pemerintahan dengan baik. Dengan
begitu, individu di negara bisa terlindungi lantaran pengawasan selalu
dilakukan.
5.1.4. Mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Melalui
mekanisme seperti pemilihan umum dan kebebasan pers, masyarakat dapat
memantau dan mengevaluasi kinerja pemerintah, serta mengajukan
pertanggungjawaban atas tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan
kepentingan publik.
5.1.5. Memberikan ruang bagi inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan
memberikan kebebasan bagi warga negara untuk mengekspresikan ide-ide
mereka, berinovasi, dan berusaha, demokrasi liberal menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan inklusif.
5.1.6. Memberikan banyak kelebihan, termasuk partisipasi politik yang luas,
perlindungan terhadap hak asasi manusia, pengakuan terhadap
keberagaman budaya, transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta
ruang untuk inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan memperkuat
nilai-nilai ini, Indonesia dapat terus memperkuat fondasi demokrasi liberal
dalam sistem politiknya.Lembaga eksekutif dan legislatif Jakarta bisa
10
dengan cepat merumuskan kebijakan. Penyebabnya, kedua belah pihak
berada dalam naungan koalisi atau bahkan satu partai politik.
5.2. KEKURANGAN
5.2.1. Kabinet mudah bubar
Peristiwa ini dilihat dari silih bergantinya kabinet mulai tahun 1950-
1959. Penyebabnya adalah rakyat yang dapat bebas bersuara, termasuk
terkait opininya mengenai ketidakpercayaan terhadap kabinet.
Meskipun demokrasi liberal menawarkan kesempatan partisipasi
politik bagi semua warga negara, namun dalam kenyataannya, terdapat
ketidaksetaraan akses terhadap proses politik. Kelompok-kelompok
tertentu, seperti masyarakat pedesaan atau minoritas, mungkin menghadapi
kendala dalam mengakses informasi politik atau mengambil bagian dalam
proses politik.
5.2.2. Sulit berhasil mencapai tujuan
Keadaan yang meliputi demokrasi liberal adalah munculnya banyak
partai. Selain menguntungkan bagi peserta, persaingan ternyata juga malah
semakin sulit. Bahkan, bisa saja terjadi senggolan-senggolan
politik.Persaingan antarpartai dan perbedaan ideologi dapat memecah belah
masyarakat, mengurangi kerjasama lintas partai, dan mempersulit proses
pengambilan keputusan.
Demokrasi liberal rentan terhadap instabilitas politik, terutama jika
tidak ada mekanisme yang kuat untuk menyelesaikan konflik politik secara
damai. Pergantian pemerintahan yang sering atau perubahan kebijakan
yang drastis dapat mengganggu stabilitas politik dan pertumbuhan
ekonomi.
5.2.3. Parlemen disalahgunakan
Demokrasi liberal punya kekurangan lain ketika parlemen digunakan
sebagai ajang kaderisasi. Riwayat mereka yang pernah menjabat di sini
nantinya disalahgunakan untuk melamar di jabatan eksekutif lain, misalnya
menteri .Demokrasi liberal rentan terhadap manipulasi politik, terutama
melalui praktek-praktek seperti politik uang, kampanye negatif, dan
pembelian suara. Hal ini dapat merusak integritas pemilihan umum dan
mempengaruhi legitimasi pemerintah yang terpilih.
Meskipun demokrasi liberal memungkinkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pemerintahan, namun korupsi tetap menjadi masalah
yang serius di Indonesia. Korupsi dapat merusak integritas lembaga negara,
menghambat pembangunan ekonomi, dan mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap sistem politik.
Implementasi demokrasi liberal memerlukan institusi yang kuat dan
berfungsi dengan baik. Namun, di Indonesia, masih terdapat keterbatasan
dalam kapasitas institusi, termasuk kelemahan dalam penegakan hukum,
birokrasi yang lambat, dan kurangnya transparansi dalam administrasi
publik.
11
6. AKHIR DARI DEMOKRASI LIBERAL DI INDONESIA
Selama masa Demokrasi Liberal berlangsung keadaan Indonesia cenderung tidak stabil
sehingga berimbas pada segala aspek di Indonesia. Hal tersebut berimbas pada keputusan
Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Di dalam Dekrit 5 Juli
1959 berisi Dewan Konstituante dibubarkan dan kembalinya UUD 1945 sebagai konstitusi
negara. Hal ini sekaligus meninggalkan UUDS 1950 yang sebelumnya berlaku. Selain itu
dibentuk pula Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Melalui Dekrit 5 Juli 1959 secara resmi
Demokrasi Liberal berakhir dan dilanjutkan Demokrasi Terpimpin.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka masa demokrasi liberal atau
parlementer di Indonesia berakhir dan beralih pada demokrasi terpimpin.
12
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada akhir Desember 1949 secara hukum
internasional Indonesia memiliki prospek sebagai Negara yang dapat menentukan masa
depannya sendiri dan pada 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani rancangan
UUD NKRI yang dikenal dengan UUDS 1950 yang kemudian mulai diberlakukan tanggal 17
Agustus 1950.
Namun, kekacauan politik yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal tidak kunjung usai
hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 akibat kegagalan
konstituante dalam menetapkan UUD. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
menandakan berakhirnya masa Demokrasi Liberal dan berlakunya masa Demokrasi
Terpimpin.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://sma13smg.sch.id/materi/masa-demokrasi-liberal-di-indonesia-1950-1959/
https://brainly.co.id/tugas/1181097?utm_source=android&utm_medium=share&utm_campai
gn=question
http://awalilmu.blogspot.co.id/2015/12/masalah-ekonomi-masa-demokrasi-liberal-terpimpin-
upaya-mengatasi.html
14