DEMOKRASI
Dosen Pengajar :
Disusun oleh :
KELOMPOK 1
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
FAKULTAS HUKUM
Segala puji dan syukur, kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Pengantar Ilmu Politik dengan
judul “Demokrasi”.
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pengantar Ilmu Politik serta mengajak mahasiswa dan seluruh masyarakat untuk
mengetahu apa itu demokrasi, sejarah serta perkembangan demokrasi dari jaman orde lama
ke baru serta demokrasi pada masa kini.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Teguh
Satya Bhakti, S.H., M.H. selaku dosen Pengajar mata kuliah Pengantar Ilmu Politik semoga
dengan tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
Demokrasi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Makalah ini masih terbatas dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan Makalah ini.
Penulis,
KELOMPOK I
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Demokrasi ?
2. Apa itu Demokrasi Konstitusional ?
3. Bagaimana sejarah Demokrasi pada abad ke-19 dan abad ke-20 ?
4. Bagaimana perkembangan Demokrasi di Asia ?
5. Apa saja ciri-ciri Demokrasi dan contoh Demokrasi di Indonesia ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Demokrasi Konstitusional
Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah yang
demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan
bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan atas
kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi; maka dari itu sering disebut
pemerintah berdasarkan konstitusi (constitutional government).
2.2.1 Pengertian Demokrasi konstitusional
Demokrasi konstitusional atau demokrasi liberal adalah sistem politik yang
menganut kebebasan individu. Secara konstitusional hak-hak individu dari
kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi konstitusional, keputusan-keputusan
mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian
besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-
pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-
hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Demokrasi konstitusional pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan
oleh penggagas teori kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan
Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang Dingin, istilah demokrasi konstitusional
bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat. Pada zaman
sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan
demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.
4
Pasal IV Aturan Peralihan itu menentukan bahwa sebelum Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
Dewan Pertimbangan Agung (DPA) terbentuk, maka Presiden dengan
bantuan sebuah komite nasional (kemudian lebih dikenal dengan Komite
Nasional Indonesia Pusat/KNIP) melakukan kekuasaan pada lembaga-
lembaga tersebut. Hal ini berarti bahwa kekuasaan hanya bertumpu pada
satu pihak (Presiden), dan secara faktual tidak sejalan dengan paham
demokrasi.
2. Masa Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru juga menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi
yang harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Semula rezim Orde
Baru menampilkan langgam politik yang demokratis. Tetapi setelah itu,
sejak tahun 1969 dan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1971, rezim ini pun
menjadi otoriter dengan selalu mengatakan dirinya bersikap konstitusional
berdasarkan UUD 1945. Rezim ini akhirnya diruntuhkan oleh gerakan
rakyat (yang dimotori oleh mahasiswa) dalam apa yang disebut dengan
Gerakan Reformasi dan mencapai puncaknya pada tanggal 21 Mei 1998
ketika Soeharto tidak dapat mengelak dari tuntutan untuk berhenti dari
jabatannya sebagai Presiden.
2.3 Sejarah Perkembangan Demokrasi pada abad ke-19 dan abad ke-20
5
2.3.1 Demokrasi Konstitusional Abad ke-19 : Negara Hukum Klasik
6
5. Unsur-unsur Rule of Law dalam arti yang klasik yang dikemukakan oleh A.
V. Dicey dalam Introduction to the Law of the Constitution mencakup :
a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya
kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti
bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the
law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh
undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.
Kedua perumusan itu dirumuskan dalam suasana yang masih dikuasai oleh
gagasan bahwa negara dan pemerintahan hendaknya tidak campur tangan
dalam urusan warga negaranya, kecuali dalam hal yang menyangkut
kepentingan umum, seperti misalnya bencana alam, hubungan luar negeri,
dan pertahanan negara. Negara hanya mempunyai tugas pasif, yakni baru
bertindak apabila hak-hak manusia dilanggar atau ketertiban dan keamanan
umum terancam. Konsepsi negara hukum tersebut adalah sempit, maka dari
itu sering disebut ”Negara Hukum Klasik”.
Dalam abad ke-20, terutama sesudah Perang Dunia II, telah terjadi
perubahan perubahan sosial dan ekonomi yang sangat besar. Perubahan-
perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain banyaknya kecaman
terhadap ekses-ekses dalam industrialisasi dan sistem kapitalis; tersebarnya
faham sosialisme yang menginginkan pembagian kekayaan secara merata serta
kemenangan dari beberapa partai sosialis di Eropa, seperti di Swedia dan
Norwegia. Pengaruh aliran ekonomi yang dipelopori ahli ekonomi Inggris John
Maynard Keynes (1883-194).
Gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga
negara baik di bidang sosial maupun di bidang ekonomi (staatsonthouding dan
laissez faire) lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah
bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif
mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. Dewasa ini dianggap bahwa
demokrasi harus meluas mencakup dimensi ekonomi dengan suatu sistem yang
7
menguasai kekuatan-kekuatan ekonomi dan yang berusaha memperkecil
perbedaan sosial dan ekonomi, terutama perbedaan-per- bedaan yang timbul
dari distribusi kekayaan yang tidak merata. Negara semacam ini dinamakan
negara kesejahteraan (welfare state) atau negara yang memberi pelayanan
kepada masyarakat (social service state).
Pada dewasa ini negara-negara modern mengatur soal-soal pajak, upah
minimum, pensiun, pendidikan umum, asuransi, mencegah atau mengurangi
pengangguran dan kemelaratan serta timbulnya perusahaan- perusahaan raksasa
(anti-trust), dan mengatur ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak diganggu
oleh depresi dan krisis ekonomi. Karena itu pemerintah dewasa ini mempunyai
kecenderungan untuk memperluas aktivitasnya.
Sesuai dengan perubahan dalam jalan pikiran ini, perumusan yuridis
mengenai negara hukum klasik seperti yang diajukan oleh A. V. Dicey dan
Immanuel Kant pada abad ke-19 juga ditinjau kembali dan dirumuskan kembali
sesuai dengan tuntutan abad ke-20, terutama sesudah Perang Dunia II.
International Commission of Jurists yang merupakan suatu organisasi ahli
hukum internasional dalam konferensinya di Bangkok tahun 195 memper- luas
konsep mengenai Rule of Law, dan menekankan apa yang dinamakannya the
dynamic aspects of the Rule of Law in the modern age. Dianggap bahwa, di
samping hak-hak politik, hak-hak sosial dan ekonomi juga harus diakui dan
dipelihara, dalam arti bahwa harus dibentuk standar-standar dasar sosial dan
ekonomi. Penyelesaian soal kelaparan, kemiskinan, dan pengangguran.
Merupakan syarat agar supaya Rule of Law dapat berjalan dengan baik.
Pemerintah mempunyai tugas untuk mengadakan pembangunan ekonomi,
sedangkan nasionalisasi dan land reform sering perlu diadakan, dan tidak
bertentangan dengan Rule of Law. Untuk bisa menyelenggarakan ini perlu ada
kekuasaan administratif yang cukup kuat. Diakui bahwa—terutama di negara-
negara baru—untuk dapat mencapai keuntungan-keuntungan ekonomi dan
sosial bagi individu, beberapa tindakan campur tangan dalam hak-hak individu
menjadi tak terelakkan lagi. Hanya saja, campur tangan semacam itu tidak boleh
lebih dari yang semestinya diperlukan dan harus tunduk pada jaminan-jaminan
yang diberikan oleh Rule of Law.
8
Dikemukakan bahwa syarat - syarat dasar untuk terselenggaranya
pemerintah yang demokratis di bawah Rule of Law ialah :
1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain menjamin
hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and
impartial tribunals).
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan kewarganegaraan (civic education).
10
A. Pakistan
Ketika lahir pada tahun 1947 Pakistan terdiri atas dua bagian, Pakistan Barat
dan Pakistan Timur yang satu sama lain terikat karena persamaan agama yaitu
agama Islam. Tetapi kedua bagian terpisah secara geograis oleh wilayah India
sepanjang 1.00 km dan juga berbeda dalam hal kebudayaan, bahasa, tingkat
pendidikan, dan sebagainya. Pakistan Timur dalam bahasa dan kebudayaannya
berorientasi kepada Bengal, sedangkan Pakistan Barat kepada Punjab. Pakistan
Timur lebih banyak penduduknya, tetapi mayoritas pegawai negeri. Sementara itu,
banyak perwira Angkatan Darat berasal dari,Pakistan Barat. Selain itu, Pakistan
Barat lebih pesat kemajuan ekonominya sehingga Pakistan Timur merasa
dianaktirikan di semua bidang.
Tidak lama sesudah tercapainya kemerdekaan, pelopor kemerdekaan
Mohammad Ali Jinnah meninggal dan kematiannya pada tahun 1951 disusul
dengan terbunuhnya Liaquat Ali Khan. Meninggalnya kedua pemimpin ini sangat
memengaruhi perkembangan politik selanjutnya, karena pemimpin-pemimpin lain
tidak memiliki,kewibawaan di tingkat nasional. Di samping itu partai politik yang
dalam masa pra-kemerdekaan telah memelopori berdirinya Pakistan sebagai negara
terpisah dari India, Muslim League, kehilangan popularitas, terutama di bagian
timur. Dengan demikian Pakistan mengalami krisis kepemimpinan dan keadaan
instabilitas politik. Hal ini terasa waktu menghadapi masalah penyusunan undang-
undang dasar baru. Baru pada tahun 1945, sesudah konstituante yang dilantik pada
tahun 1947 dibubarkan dan diganti oleh konstituante baru, suatu undang- undang
dasar baru dapat diterima dengan baik. Tetapi hal ini pun tidak dapat mengakhiri
instabilitas politik, sehingga pada tahun 1958 tentara turun tangan dengan
membatalkan Undang - Undang Dasar 1945 yang berdasarkan sistem parlementer
dan membubarkan kabinet, dewan perwakilan rakyat baik di pusat maupun di
kedua provinsi, serta partai-partai politik. Jenderal Ayub Khan mengambil alih
pimpinan negara sebagai presiden revolusioner dengan suatu kabinet presidensial.
Pada tahun 190 diadakan referendum, di mana Ayub Khan dipilih sebagai presiden
dengan diberi tugas untuk menyusun undang-undang dasar baru.
11
Presiden Ayub Khan berpendapat bahwa sistem parlementer kurang cocok
untuk Pakistan yang 80% rakyatnya masih buta huruf. Ia juga mengecam sistem
parlementer karena telah membuka kesempatan bagi pemimpin- pemimpin partai
untuk memperkaya diri dan memperkuda rakyat. Karena itu ia menganggap
struktur perlu dirombak dan diganti dengan suatu sistem yang memenuhi beberapa
syarat :
1. Mudah dimengerti oleh rakyat yang buta huruf dan hidup di daerah pedesaan.
2. Memberi kesempatan kepada semua rakyat termasuk lapisan yang paling
bawah untuk secara aktif memikirkan serta memutuskan masalah sosial dan
politik yang menyangkut daerahnya sendiri di dalam batas-batas
kemampuannya. Dengan demikian ia dapat menghindarkan diri dari pengaruh
pemimpin-pemimpin partai. Soal-soal nasional dipercayakan kepada seorang
presiden untuk diselesaikan.
3. Menyusun pemerintahan yang kokoh yang tidak diombang-ambingkan oleh
dewan perwakilan rakyat.
B. Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut.
Selama 25 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita
hadapi ialah bagaimana, dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya,
mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi di samping membina suatu kehidupan
sosial dan politik yang demokratis. Pada pokoknya masalah ini berkisar pada
penyusunan suatu sistem politik di mana kepemimpinan cukup kuat untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi serta nation building, dengan partisipasi
rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktator, apakah diktator ini bersifat
perorangan, partai, ataupun militer.
Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat di
bagi dalam empat masa, yaitu :
1. Masa Republik Indonesia I (1945-1959), yaitu masa demokrasi
(konstitusional) yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai dan
yang karena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlementer.
12
2. Masa Republik Indonesia II (1959-195), yaitu masa Demokrasi Terpimpin
yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional
yang secara formal merupakan landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek
demokrasi rakyat.
3. Masa Republik Indonesia III (195-1998), yaitu masa Demokrasi Pancasila
yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem
presidensial.
4. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang), yaitu masa Reformasi yang
menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi terhadap
praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indonesia III.
13
2.6 Bentuk - Bentuk Demokrasi Dan Contohnya
A. Jenis-Jenis Demokrasi
1. Demokrasi Langsung. Contoh : Ikut mencoblos saat pemilu atau pilkada, dan
memilih secara langsung ketua kelas.
2. Demokrasi Perwakilan. Contoh : Pembuatan undang-undang yang diwakili
oleh anggota DPR
B. Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat dibagi 3 :
1. Referendum Wajib. Contoh : Pemungutan suara pemisahan Timor-Timur, dan
persetujuan yang diberikan oleh rakyat terhadap pembuatan UUD.
2. Referendum Tidak Wajib. Contoh : Peranan partai politik tidak begitu
menonjol tetapi kehendak rakyat dapat diketahui secara langsung dalam
demokrasi.
3. Referendum Konsultatif. Contoh : Rayat sendiri kurang memahami tentang ini
maka pada saat materi UU rakyat hanya diminta persetujuan.
C. Demokrasi berdasarkan titik perhatian atau prioritas :
1. Demokrasi Formal. Contoh : adanya keberadaan lembaga-lembaga perwakilan
rakyat.
2. Demokrasi Material. Contoh : Mungkin keberadaan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat hanya sebagai simbol saja, dan hanya mementingkan
kepentingan negara saja dibandingkan rakyat.
3. Demokrasi Campuran. Contoh : Rakyat memilih wakil di DPRD kemudian
wakil itu dikontrol oleh rakyat dengan sistem referendum.
D. Demokrasi berdasarkan prinsip ideologi :
1. Demokrasi Liberal. Contoh : Dalam demokrasi ini adanya sistem multi partai
dan Demokrasi ini telah mendorong untuk lahirnya partai-partai politik.
2. Demokrasi Rakyat adalah Demokrasi dimana rakyat yang menentukan saat ada
masalah penting. Contoh : Pada saat pemilihan presiden dan wakil Presiden
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga negara, Demokrasi konstitusional atau demokrasi liberal adalah sistem politik
yang menganut kebebasan individu. Secara konstitusional hak-hak individu dari
kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi konstitusional, keputusan-keputusan
mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar
bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar
keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti
tercantum dalam konstitusi.
15
Ciri kekuasaan ialah adanya pembagian dan pemisah kekuasaan, Ciri tanggung
jawab ialah adanya tanggung jawab dari pihal yang sudah dipilih untuk ikut dalam
pelaksaan suatu sistem demokrasi, Dan bentuk - bentuk demokrasi terdiri dari Jenis-
Jenis Demokrasi, Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari
rakyat, Dan Demokrasi berdasarkan titik perhatian atau prioritas.
3.2 Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17