Anda di halaman 1dari 22

Laporan Sejarah Indonesia

“Membandingkan Politik dan Ekonomi Demokrasi Liberal dan Demokrasi


Terpimpin ”

Oleh:

 Achmad Fathul Akbar (01)


 Aura Desyandria (04)
 Christopher Leonardo (05)
 Hardhika Propitadewa (13)
 Kania Putri (17)
 Mayang Indah (19)
 Neisa Luciarahma Rasyidi (24)
 Nuaraini Puspitaningrum (25)
 Reyhan Satya Wicaksana (28)
 Thareq Azzara Hamid (32)

SMA Negeri 1 Jember


XI MIPA 5
Jln. Letdjen Panjaitan no. 55 Sumbersari, Jember
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


"Demokrasi" adalah sebuah kata yang begitu sering diucapkan. Namun, makin
banyak ia dibahas makin terasa betapa sulit mencari contoh tentang negara yang
memenuhi tatanan demokrasi secara sempurna. Di Indonesia, pencarian terhadap
sosok demokrasi pun terus digelar, baik pada aras praktik sistem politik maupun
kajian akademik. Dalam aras akademik, sejumlah makalah dikupas habis-habisan
dalam berbagai seminar. Sementara itu, sejumlah buku, artikel pidato para pakar dan
politisi, telah pula diterbitkan dalam jurnal ilmiah, koran dan majalah.
Tetapi, berbeda dengan di negara-negara berkembang lainnya, semaraknya
perbincangan tentang sistem demokrasi di Indonesia bukan karena bangsa atau
pemerintahan di negeri ini tidak mengenal sistem demokrasi. Justru sebaliknya,
bangsa Indonesia pada aras implementasi sistem politik telah banyak memahami
varian-varian demokrasi di dunia. Beberapa di antaranya bahkan telah diujicobakan di
negeri ini: demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi parlementer, dan
demokrasi Pancasila. Namun berbagai varian demokrasi ini gagal memberikan
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang benar-benar berbasis pada nilai-
nilai dan kaidah demokrasi dalam arti yang sebenar-benarnya.

Setiap masa berlakunya sebuah era demokrasi, pemerintah memiliki kebijakan


tersendiri di dalamnya. Kebijakan-kebijakan tersebut tentunya memiliki perbedaan
satu dengan yang lainnya, karena hal tersebut bergantung kepada jenis demokrasi apa
yang sedang diterapkan dalam berekehidupan kewarganegaraan. Seperti pada masa
demokrasi terpimpin dan demokrasi liberal. Kedua era demokrasi ini hampir bertolak
punggung. Sistem liberal lebih bersifat bebas sedangkan terpimpin bersifat otorite,
sehingga kebijakan dibidang politik dan ekonomi yang berlaku tentunya berbeda.
Oleh karena itu, untuk mempermudah kegiatan pembelajaran, diperlukan usaha untuk
membandingkan kebijakan pada kedua sistem demokrasi yang pernah berlaku di
Indonesia ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja kebijakan politik dan ekonomi yang dijalankan pada masa
Demokrasi Terpimpin?
2. Apa saja kebijakan politik dan ekonomi yang dijalankan pada masa
Demokrasi Liberal?
3. Apakah terdapat perbedaan kebijakan antara Demokrasi Terpimpin dan
Demokrasi Liberal?
4. Manakah sistem demokrasi yang memiliki kebijakan paling sesuai dengan
kebutuhan ekonomi dan politik nasional?

1.3 Tujuan
1. Menambah literasi terkait perkembangan sistem demokrasi yang ada di
Indonesia
2. Mengetahui perbedaan kebijakan politik dan ekonomi pada masa Demokrasi
Terpimpin dan Liberal
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Politik Demokrasi Liberal

Demokrasi Liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang


menganut kebebasan individu.

Dalam hak-hak individu konstitusional dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi


liberal, keputusan mayoritas (perwakilan atau langsung) diterapkan di sebagian besar
wilayah kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan bahwa keputusan
pemerintah tidak melanggar kebebasan dan hak-hak individu sebagaimana tercantum
dalam konstitusi. Demokrasi liberal pertama kali diusulkan pada teori Pencerahan
kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke dan Jean-Jacques Rousseau.
Selama Perang Dingin, demokrasi liberal menjalankan bertentangan dengan Republik
Rakyat gaya komunisme. Dalam era saat ini demokrasi konstitusional umumnya
dibandingkan dengan demokrasi langsung atau partisipasi demokratis.

Pada tahun 1950 – 1959, pemerintahan Indonesia dalam sejarahnya pernah


berubah menjadi bentuk Republik Indonesia yang menganut demokrasi liberal
dengan sistem kabinet pemerintahan parlementer.

Demokrasi liberal yang sekarang ini dapat kita lihat dari contoh negara yang
masih menerapkan asas demokrasi liberaldalam sistem politiknya, seperti Amerika
Serikat, menjadi salah satu sejarah kelam politik Indonesia pada saat ini.
Pemberlakuan pemerintahan Indonesia pada tahun 1950 – 1959 tersebut mengalami
banyak gonjangan politik, ekonomi, dan sosial. Berikut beberapa keadaan politik
pada masa demokrasi liberal yang perlu diketahui.

1. Sistem Multipartai
Pada masa pemerintahan demokrasi liberal ada kebebasan individu
menjadikan salah satu dasar munculnya banyak partai di Indonesia yang
sebenarnya warisan dari penerapan partai tahun tahun sebelumnya. Sistem
kerpartaian ini diawali sejak lama ketika Presiden Soekarno mendirikan PNI
kemudiaan diikut dengan keputusan wakil Presiden Moh. Hatta mengesahkan
10 partai diantaranya seperti Masyumi, PNI, PSI, PKI, PBI, PRJ, Parkindo,
PRS, Permai,PKRI.
2. Pergantian Kabinet
Keadaan politik pada masa demokrasi liberal pertama dan yang paling mudah
dilihat adalah adanya banyak pergantian kabinet selama masa demokrasi
liberal dari tahun 1950 – 1959. Kabinet menjadi bagian dari sistem
pemerintahan parlementer yang ditetapkan. Selama masa demokrasi liberial
ada 7 kabinet yang pernah terbentuk diantaranya kabinet Natsir, kabinet
Sukiman, kabinet Wilopo, kabinet Alisostroamidjoyo I, kabinet Burhanuddin
Harahap, kabinet Alisostroamidjoyo II, kabinet Djuanda. Seringnya berganti
kabinet tersebut menjadikan strategi pemerintahan dan tujuan demokrasi
liberal tidak berjalan dengan baik karena setiap kabinet memiliki pemikiran
tersendiri.
3. Pemilu 1955

Meskipun terjadi banyak pergantian kabinet, pemerintah pada masa


Demokrasi Liberal berhasil menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu)
untuk pertama kali di Indonesia. Pemilu pertama ini dilaksanakan pada tahun
1955. Persiapan pelaksanaan pemilu dilakukan sejak masa Kabinet Ali
Sastroamidjojo I. Kabinet ini jatuh dan mengembalikan mandatnya kepada
Presiden pada tanggal 24 Juli 1955.

Setelah itu Kabinet Burhanuddin Harahap menggantikan kabinet Ali


Sastromaidjojo 1 dan tetap melanjutkan rencana pemilu yang telah
dipersiapkan sebelumnya dan tidak mengubah tanggal pelaksanaannya.

4. Kegagalan Konstituante
Keadaan politik lain yang terlihat dalam masa demokrasi liberal adalah
terjadinya banyak gesekan antar partai yang memiliki kepentingan masing
masing. Kondisi gesekan antar partai tersebut menjadi salah satu alasan
kegagalan konstituante dalam tugasnya. Konstituante yang ditugasi untuk
merumuskan UUD baru tidak mampu menjalankan tugasnya bukan karena
gesekan antar partai yang menimbulkan banyak perselisihan saja namun juga
karena adanya desakan yang kuat untuk kembali pada UUD 1945.
Konstituante akhirnya dibubarkan pada tahun 1959 melalui dekrit presiden
Soekarno pada saat itu.
2.2 Politik Demokrasi Terpimpin

Politik Dalam Negeri

a. Sistem pemerintahan yang diterapkan adalah Presidensial.

b. Presiden berposisi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan serta


tidak bertanggung jawab kepada parlemen/DPR.

c. Dalam melakukan pemerintahan, Presiden mendapat dukungan dari 3 kekuatan


besar, yakni Nasionalis, Agama, Komunis/ NASAKOM. Hal ini menciptakan
peluang bagi berkembangnya ideologi komunis.

d. Presiden Soekarno mengemukakan bahwa :

1.) Ajaran NASAKOM yakini, nasionalis, agama dan komunis.

 Ajaran ini digunakan oleh PKI untuk menyebarkan ideologi komunis.


 Ketua PKI D. N. Aidit berusaha menyebarluaskan beberapa cuplikan pidato
Presiden Soekarno sehingga seolah searah dengan gagasan dan cita-cita
politik PKI.
2.) Ajaran RESOPIM yakni, resolusi, sosialisme Indonesia, dan pimpinan nasional.
 Tujuannya adalah memperkuat kedudukan Soekarno.
 Pokok poin ajarannya adalah semua unsur kehidupan berbangsa dan bernegara
harus didapat melewati resolusi, dijiwai oleh sosialisme dan diambil kendali
oleh satu pimpinan nasional PBR atau panglima besar resolusi yakni Presiden
Soekarno.
 Dampaknya adalah, kedudukan lembaga tinggi dan tertinggi negara
ditentukan di bawah Presiden.

Politik Luar Negeri


Jejak proklamasi kemerdekaan politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif.
Namun, dalam demokrasi terpimpin, politik luar negeri Indonesia terjadi
penyimpangan. Pada Manipol USDEK ditegaskan bahwa, politik luar negeri,
Indonesia mempunyai tujuan untuk menghilangkan imperialisme dan mencapai
dasar-dasar bagi perdamaian dunia yang utuh dan abadi.
1. Politik konfrontasi Nefo & Oldefo
Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru yang memberi bagian dunia
menjadi 2 blok, yakni New Emerging Forces/NEFO dan Old Established
Forces/Oldefo. Nefo merupakan kumpulan negara sosialis yang dianggap progresif
dan negara yang sedang berkembang, termasuk juga negara yang baru merdeka atau
sedang memperjuangkan kemerdekaannya.

2. Politik mercusuar
Merupakan politik untuk mendapatkan kemegahan, keindahan dalam pergaulan
antarbangsa di dunia. Politik mercusuar dilaksanakan oleh Presiden Soekarno karena
berasumsi Indonesia sebagai mercusuar yang mampu menerangi jalan negara-negara
Nefo. Hal ini ditegaskan dengan:
 Membangun beberapa bangunan fenomenal yang perlu biaya miliaran rupiah.
 Mengadakan Games of the New Emerging Forces.

3. Konfrontasi dengan Malaysia


Pemerintah Indonesia berpendapat pembentukan Federasi Malaysia sebagai proyek
neokolonialisme Inggris yang dianggap membahayakan Indonesia dan negara-negara
Nefo. Kebijakan Presiden Soekarno, yaitu:
1.) Mempublikasikan Dwi Komando Rakyat/Dwikora pada 3 Mei 1964, yang berisi:
 Perhebat lagi ketahanan Revolusi Indonesia
 Menolong perjuangan rakyat Malaysia untuk terbebas dari Nekolim Inggris.
2.) Membangun Komando Operasi Tertinggi/Koti dan Komando Mandala
Selain itu dikarenakan kebijakan tersebut terdapat beberapa pelanggaran terhadap
UUD 1945 seperti:
1). Prosedur pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
karena anggota MPRS diangkat oleh Presiden, seharusnya dipilih melalui pemilu.

2). Prosedur pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), karena


lembaga ini anggotanya ditunjuk oleh Presiden dan diketuai oleh Presiden. Padahal,
tugas dari DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan memberi
usulan kepada pemerintah.

3). Prosedur pembentukan Dewan Permusyawaratan Rakyat Gotong Royong


(DPRGR), karena anggota DPRGR ditunjuk oleh Presiden dan DPR hasil pemilu
1955 justru dibubarkan oleh Presiden. Padahal, kedudukan DPR dan presiden adalah
seimbang. Presiden tidak dapat membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat
memberhentikan Presiden.

4). Penetapan manifesto politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN). Seharusnya GBHN disusun dan ditetapkan oleh MPR.

5). Pengangkatan presiden seumur hidup.

6). Penyimpangan politik luar negeri bebas aktif. Penyimpangan ini dilakukan dengan
melaksanakan politik poros yaitu membentuk Poros Jakarta-Peking, Jakarta-Phnom-
Phen-Hanoi-Peking-Pyongyang. Ini artinya Indonesia lebih memihak blok komunis
padahal Indonesia masuk negara anggota non blok.

2.3 Ekonomi Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal atau demokrasi kontitusional adalah sistem politik yang


menganut kebebasan individu. Secara umum, demokrasi liberal adalah salah satu
bentuk sistem pemerintahan yang berkiblat pada demokrasi. Liberal disini diartikan
sebagai perwakilan atau representatif. Jadi dapat disimpulkan bahwa, pengertian
demokrasi liberal adalah bentuk demorasi yang dalam pelaksanaannya melalui
perwakilan. Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan oleh penggagas teori
kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau pada
Abad Pencerahan. Demokrasi liberal di indonesia berlangsung pada tahun 1950-1959
Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas yaitu dari proses
perwakilan atau langsung diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan
pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah
tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam
konstitusi.
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi
parlementer-liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat dan masa ini disebut
Masa Demokrasi Liberal. Indonesia sendiri pada tahun 1950an terbagi menjadi 10
Provinsi yang mempunyai otonomi berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara
1950 (UUDS 1950) yang juga bernafaskan liberal. Dengan pelaksanaan konstitusi
tersebut, pemerintahan Republik Indonesia dijalankan oleh suatu dewan menteri
(kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR). Sistem multi partai pada masa demokrasi liberal mendorong untuk
lahirnya banyak partai-partai politik dengan ragam ideologi dan tujuan politik.
Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit presiden
mengenai pembubaran Dewan Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta
tidak berlakunya UUDS 1950 karena dianggap tidak cocok dengan keadaan
ketatanegaraan Indonesia.
Pada masa demokrasi liberal, perekonomian Indonesia masih jauh dari kata
baik dikarenakan Indonesia yang baru merdeka belum memiliki pengalaman dalam
mengelola keuangan negara dan disebabkan oleh banyaknya pemberontakan serta
gerakan sparatisme di daerah-daerah.

1. Pemikiran Ekonomi Nasional


Pada saat itu, sistem ekonomi kolonial masih mengakar kuat di Indonesia
yang mana pengusaha asing yang mendominasi perekonomian nasional khususnya
pengusaha Tionghoa. Atas kondisi tersebut, Soemitro Djojohadikusumo berusaha
menata perekonomian dengan menciptakan sistem ekonomi baru yang disebut Sistem
Ekonomi Nasional. Sistem ini mendorong pengusaha pribumi untuk maju dan
berkembang.

2. Permasalahan Ekonomi
Pada masa demokrasi liberal Indonesia mengalami berbagai permasalahan
ekonomi yang diantara penyebabnya adalah hasil dari Koferensi Meja Bundar.
Indonesia memiliki hutang yang sangat tinggi.
Permasalahan ekonomi yang terjadi diantaranya :
➤Masalah jangka pendek : pemerintah harus mengurangi jumlah uang yang beredar
dan mengatasi kenaikan biaya hidup.
➤Masalah jangka panjang : pertambahan penduduk tidak terkendali dan
kesejahteraan penduduk rendah.
Indonesia mengalami defisit dalam anggarannya karena pengeluaran yang semakin
membengkak akibat situasi politik yang tidak stabil.
Defisit yang dialami pemerintah dipengaruhi oleh :
➤Tidak adanya kontinuitas dalam penerimaan karena hanya bergantung pada pajak.
➤Penerimaan yang sedang berjalan meningkat akibat perluasan program pemerintah,
perluasan birokrasi, dan pekerjaan yang tidak efisien.

3. Kebijakan Mengatasi Masalah Ekonomi


a. Gerakan Benteng
Kebijakan ini dicetuskan oleh Soemitro Djojohadikusumo. Kebijakan ini
dimulai pada bulan April 1950 dengan tujuan mengubah sistem ekonomi kolonial
menjadi sistem ekonomi nasional. Inti kebijakan ini adalah memberikan bantuan
kepada kalangan pengusaha pribumi agar ikut berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi nasional.
b. Gunting Syafrudin
Pencetus gerakan ini adalah Syafrudin Prawiranegara yang menjabat sebagai
menteri keuangan. Kebijakan ini dilakukan dengan memotong nilai uang yang
bernilai Rp 2,5 ke atas hingga setengahnya. Kebijakan ini bertujuan mengatasi defisit
anggaran sebesar Rp 5,1 miliar.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank
De Javasche Bank pada masa kini adalah Bank Indonesia. Pada mulanya bank
ini berada dibawah kekuasaan modal asing. Oleh karena itu, bank tersebut
dinasionalisasi dengan tujuan untuk membantu lapisan masyarakat bawah untuk
mendapat pinjaman modal.
d. Pembentukan Biro Perancang Negara
Biro Perancang Negara dibentuk pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo I
dengan tugas merancang pembangunan negara jangka pendek yang diketuai oleh
Djuanda. Karena masa kerja kabinet yang terlalu singkat biro ini tidak dapat bekerja
maksimal.
e. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ini dicetuskan oleh Iskaq Tjokroadisurjo yang menjabat sebagai
menteri perekonomian pada kabinet Ali Sastroamidjojo I. Tujuan sistem ini adalah
mencitakan kerja sama antara pengusaha pribumi(Ali) dan pengusaha asing (Baba).
Namun Sistem ekonomi ALi-Baba tidak dapat berjalan dengan baik.
f. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
RPLT menrupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan Biro Perencanaan
Negara. Kebijakan ini direncanakan akan terlaksana pada tahun 1956-1961.
Baca Juga : Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa

2.4 Ekonomi Demokrasi Terpimpin

Sebelumnya negara Indonesia tidak menggunakan sistem demokras terpimpin.


Namun karena beberapa hal membuat bangsa Indonesia mengubah sistem
demokrasinya menjadi demokrasi terpimpin. Dengan penggunaan demokrasi ini
membuat sistem perekonomian Indonesia menjadi terpimpin. Maka dari itu
perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin merupakan bagian dari sistem
demokrasi yang digunakan. Demokrasi terpimpin ialah salah satu sistem demokrasi
Indonesia yang keputusan maupun pemikirannya berasal dari seorang raja. Dibawah
ini terdapat beberapa upaya untuk mengembangkan ekonomi Indonesia.
 Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin yang
pertama ialah membentuk badan perencana pembangunan nasional. Pada
tanggal 15 Agustus 1959 didirikan Dewan Perancang Nasional atau Depernas
untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan kekuasaan Kabinet Karya.
Depernas memiliki anggota sebanyak 50 orang dengan ketuanya ialah Moh.
Yamin. Organisasi ini memiliki beberapa tugas seperti melakukan penilaian
dalam menyelenggarakan pembangunan dan melakukan persiapan terencana
mengenai rancangan UU pembangunan nasional.

Dalam perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin dapat


mencapai Rancangan Dasar Undang Undang Pembangunan Nasional yang
bersifat sementara berencana dalam kurun waktu satu tahun. Pada tahap ini
berlangsung untuk tahun 1961 sampai 1969 melalui persetujuan MPRS
dengan dikeluarkannya Tap MPRS No. 1/MPRS/1960 pada tanggal 26 Juli
1960. Kemudian pada tanggal 1 Januari 1961 mulai diresmikan oleh Presiden
Soekarno. Dengan pembentukan organisasi ini membuat penyelesaian
masalah menjadi lancar dalam hal pembangunan proyek industri maupun
perencanaan prasarana. Depernas mengalami perubahan nama menjadi Badan
Perancang Pembangunan Nasional atau Bappenas pada tahun 1963. Namun
sekarang dipimin oleh Presiden Soekarno sendiri
.
 Pemotongan Nilai Uang
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya
ialah melaksanakan pemotongan nilai uang. Berdasarkan Perpu No. 2/1959
(diberlakukan tanggal 25 Agustus 1959) merupakan dasar pemerintah dalam
melakukan kebijakan sanering. Sanering tersebut memiliki beberapa tugas
seperti mengurangi jumlah uang yang telah beredar dalam masyarakat,
melakukan peningkatan nilai rupiah dengan tujuan memakmurkan rakyat
kecil, dan melakukan pembendungan dalam hal inflasi yang tinggi.
Berdasarkan upaya ini, pihak pemerintah mengumumkan hasil pemotongan
nilai uang yang berupa:
1. Uang kertas pecahan yang memiliki nilai Rp 500 diubah menjadi Rp 50.
2. Uang kertas pecahan yang memiliki nilai Rp 1000 diubah menjadi Rp 100.
3. Membekukan seluruh simpanan bank yang berjumlah lebih dari Rp 25.000

Upaya pemerintah ini tidak dapat mengubah perkembangan ekonomi masa


demokrasi terpimpin menjadi lebih baik. Bahkan upaya tersebut tidak bisa
mengurangi nilai kemerosotan ekonomi yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan tidak
semua pengusaha di negara Indonesia mematuhi ketentuan itu. Walaupun nilai
keuangan sudah diturunkan tetap saja rakyat tidak dapat membeli sembako bahkan
harga murah sekalipun karena mereka tidak mempunyai uang. Kemiskinan tersebut
disebabkan oleh :
 Pengubahan kebijakan keuangan menjadi Perpu No. 6 Tahun 1959 dengan
ketentuan nilai uang lembaran Rp 1000 maupun Rp 500 wajib untuk ditukarkan ke
bank dengan nilai uang Rp 100 maupun Rp 50 sebelum tanggal 1 Januari 1960.
 Pada tahun 1958 perusahaan dikuasai oleh Belanda dengan tidak disertai
pengalaman dan manajemen tenaga kerja yang handal.
 Kegiatan ekspor mengalami penurunan sehingga penghasilan negara juga
berkurang. Hal ini disebabkan oleh gangguan keamanan dalam mengatasi pergolakan
masing masing daerah.
 Melakukan usaha pembebasan Irian Barat dengan biaya yang cukup banyak
dalam menyelenggarakan Asian Games IV tahun 1962.

 Konsep Djuanda
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya ialah
melaksanakan konsep djuanda. Pemerintah mulai memikirkan rakyat dengan
melakukan usaha pembebasan Irian Barat dan penyelesaian kasus DI Jawa Barat
dengan cara rehabilitasi ekonomi. Pemikiran tersebut mulai direalisasikan setelah
keamanan nasional mulai membaik dan pulih kembali. Sebelumnya konsep ini diberi
nama konsep rehabilitasi ekonomi yang diketuai oleh Menteri Pertama Ir Djuanda.
Untuk hasil dari konsep tersebut diberi nama Konsep Djuanda. Sebelum terbitnya
konsep ini terdapat beberapa kritikan tajam dari PKI sehingga membuat konsep
tersebut mati. PKI menganggap konsep Djuanda terdapat kaitannya dengan pelibatan
negara Amerika Serikat, Yugoslavia, dan negara revisionis.

 Deklarasi Ekonomi
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin selanjutnya ialah
melaksanakan deklarasi ekonomi. Deklarasi ekonomi atau Dekon dibentuk pada
tanggal 28 Maret 1963 yang bertempat di Jakarta, dengan maksud menghasilkan
ekonomi nasional yang bebas imperialisme, memiliki sistem ekonomi yang bedikari
dan memiliki sifat demokratis. Dalam deklarasi tersebut disampaikan oleh Presiden
Soekarno. Dekon merupakan kondep dasar dalam melakukan pengembangan
ekonomi terpimpin di Indonesia. Dekon tersebut memiliki beberapa konsep seperti
berusaha untuk menghasilkan keadaan ekonomi nasional yang demokratis dan bersih
dari sifat kolonialisme maupun imperialisme, selanjutnya diikuti dengan konsep
ekonomi sosial. Didalamnya terdapat peraturan yang memiliki strategi mengambil
modal dari luar negeri, memberhentikan subsidi dan merealisasikan ongkos produksi.

Peraturan peraturan Dekon tersebut memiliki maksud untuk melaksanakan


perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin. Namun didalamnya terdapat
campur tangan dari pihak politik. Organisasi ini ditolak oleh PKI walaupun Aidit
telah terlibat dalam penyusunannya. PKI tidak segan segan menghantam empat belas
peraturan yang terdapat dalam Dekon. Bahkan PKI juga menuduh Djuanda
melakukan penyerahan diri terhadap pihak imperialis. Akhirnya peraturan tersebut
sengaja ditunda oleh Presiden Soekarno sampai bulan September 1963. Penundaan
tersebut disertai alasan untuk lebih berkonsentrasi dalam hal peyelesaian konfrontasi
dengan pihak Malaysia.

 Kenaikan Laju Inflasi


Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin yang terakhir ialah
melaksanakan kenaikan laju inflasi. Pendapatan negara yang tidak memadai disertai
anggaran belanja negara yang meningkat membuat kondisi ekonomi menjadi lebih
buruk. Namun Presiden Soekarno tetap berpendiri pada penghimpunan dana revolusi
meskipun devisa memiliki cadangan yang menipis. Dana yang diterapkan oleh
presiden berguna untuk biaya proyek mercusuar atau prestise politik dengan
melakukan pengorbanan terhadap ekonomi dalam negeri. Peningkatan laju inflasi di
dasari oleh :
 Pemerosotan nilai mata uang rupiah.
 Masalah masalah negara tidak dapat diatasi dengan pinjaman dari luar negeri.
 Pemerosotan penghasilan devisa negara dan penghasilan lainnya.
 Anggaran belanja negara semakin mengalami defisit besar.
 Tidak terdapat pengaruh manajemen perusahaan serta penertiban administrasi
untuk menyeimbangkan keuangan.
 Gagalnya upaya menyalurkan kredit baru dalam menyejahterakan rakyat.
 Tidak adanya keberhasilan dalam melakukan usaha likuidasi dalam pihak
swasta dan pemerintahan sebagai usaha mengawasi dan menghemat anggaran
belanja.
Upaya perkembangan ekonomi masa demokrasi terpimpin bahkan mengalami
kegagalan akibat pemerintah melakukan pelaksanaan proyek mercusuar sehingga
setiap tahun membutuhkan biaya yang cukup besar. Tidak hanya itu saja, pemerintah
juga tidak memiliki kemampuan politik dalam menekan pengeluaran yang terjadi.
Dengan begitu akan mengakibatkan dampak harga tinggi hampir mencapai 200
hingga 300% pada tahun 1965, masyarakat mengalami kehidupan yang terjepit,
lemahnya devisa yang berakibat pada pembatasan impor dan kegiatan ekspor, laju
inflasi tinggi, dan semakin habisnya cadangan emas serta devisa negara.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Politik Luar Negeri

1. Demokrasi terpimpin

Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin ditandai dengan usaha keras
Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di dunia internasional
melalui beragam konferensi internasional yang diadakan maupun diikuti Indonesia.
Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia adalah mencari dukungan atas usaha dan
perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Namun seiring
berjalannya waktu, status dan prestis menjadi faktor-faktor pendorong semakin
gencarnya Soekarno melaksanakan aktivitas politik luar negeri ini. Efek samping dari
kerasnya usaha ke luar Soekarno ini adalah ditinggalkannya masalah-masalah
domestik seperti masalah ekonomi. Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga
bersifat revolusioner.

Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan
Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom
(nasionalis, agama dan komunis) dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat
beraliansi untuk mengalahkan Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). Dari
sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik luar negeri Indonesia yakni condong
ke Blok komunis, baik secara domestik maupun internasional.

Namun, sedikitnya terdapat 5 hal yang dianggap sebagai penyimpangan daripada


sistem Demokrasi Terpimpin era Soekarno:

1. Indonesia membagi kekuatan politik dunia menjadi dua.

a) Nefo (New Emerging Forces), yaitu negara-negara baru penentang imperialisme


dan kapitalisme.

b) Oldefo (Old Established Forces), yaitu negara-negara Barat yang menganut


imperialisme dan kapitalisme.

2. Membentuk poros Jakarta-Peking.


Maksud poros ini adalah Indonesia menjalin persahabatan yang erat dengan Republik
Rakyat China, padahal pada waktu itu RRC merupakan blok komunis.

3. Indonesia melaksanakan Politik Mercusuar

Politik mercusuar adalah politik yang mengagungkan kemegahan Indonesia di mata


dunia luar, seperti:

a) Pembangunan Stadion Senayan Jakarta.

b) Penyelenggaraan pesta olahraga negara-negara Nefo di Jakarta yang disebut


Ganefo.

4. Indonesia Keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa

Penyebab utama Indonesia keluar dari PBB adalah diterimanya Malaysia sebagai
anggota Dewan Keamanan (DK) tidak tetap PBB. Saat Malaysia resmi menjadi
anggota DK tidak tetap PBB, Presiden Soekarno kemudian berpidato di depan Sidang
Umum PBB dengan judul “Membangun Dunia Kembali”. Pada saat itu PBB tetap
menerima Malaysia menjadi anggota DK. Atas dasar keputusan PBB tersebut, pada
tanggal 7 Januari 1965 dengan terpaksa Presiden Soekarno memutuskan Indonesia
keluar dari PBB. Secara resmi keluarnya Indonesia dari PBB dinyatakan oleh Menlu
Subandrio. Keputusan Soekarno dengan keluarnya Indonesia dari PBB, membuat
Indonesia semakin terkucil dari pergaulan internasional. Hal ini sangat merugikan dan
sangat disayangkan.

5. Konfrontasi dengan Malaysia

Presiden Soekarno menganggap bahwa Federasi Malaysia merupakan proyek Neo


Kolonialisme Imperialisme (Nekolim) Inggris yang sangat membahayakan revolusi
Indonesia. Oleh sebab itu, Soekarno ingin Indonesia harus mencegah berdirinya
Malaysia. Untuk mewujudkan cita-citanya, Presiden Soekarno mengumumkan Dwi
Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Setelah
dikeluarkannya Dwikora, dibentuklah suatu komando penyerangan yang diberi nama
Komando Mandala Siaga (Kolaga) di bawah pimpinan Marsekal Madya Oemar
Dhani.

Isi Dwi Komando Rakyat.

a) Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.

b) Bantulah perjuangan rakyat di Malaysia, Singapura, Serawak, dan Sabah untuk


menggagalkan negara boneka Nekolim Malaysia.

2. Demokrasi liberal

Pada masa cabinet Mohammad Hatta (Kabinet Republik Indonesia Serikat/ RIS)
politik luar negeri Indonesia di titik beratkan pada Negara Asia dan Negara Barat,
karena kepentingan Indonesia masih terkait dengan Eropa. Peranan hasil Indonesia
masih terpusat di negeri Belanda dan Eropa Barat.

Ø Pada masa Kabinet Sukiman, politik luar negeri Indonesia lebih cenderung
memihak Amerika Serikat. Terbukti dengan ditandatangani kerjasama ekonomi,
teknik, dan persenjataan antara Menteri Luar Negeri yakni Ahmad Soebarjo dengan
Duta Besar Amerika yakni Merle Cochran dalam bentuk “Mutual Security Act” pada
tahun 1952. Kerjasama tersebut mendapat reaksi dari berbagai pihak karena dianggap
telah memasuki Indonesia ke Blok Barat.

Ø Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo Pertama, politik luar negeri Indonesia lebih
condong kerjasama dengan Negara Asia dan Negara Afrika. Terbukti dengan
dilaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat.

Ø Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap sampai lahirnya Dekrit Presiden pada
tahun 1959, politik luar negeri Indonesia mulai bersifat bebas aktif terbukti: Pertama,
Indonesia menjalin hubungan baik dengan Negara blok Barat seperti Australia,
Inggris, dan Amerika Serikat. Bahkan pada tahun 1956, Indonesia memperoleh
bantuan bahan makanan dari Amerika Serikat senilai US$96.700.000. dan Presiden
Soekarno pada bulan Maret 1956, berkunjung ke Amerika Serikat atas undangan
Presiden John F. Kennedy. Kedua, Indonesia juga menjalin blok Timur. Pada bulan
Agustus 1956, Presiden Soekarno berkunjung ke Uni Soviet dan mendapat bantuan
ekonomi dari Uni Soviet senilai US$ 100.000.000, selain itu, Presiden Soekarno juga
berkunjung ke daerah bagian Uni Soviet yakni Cekoslowakia, Kuba, dan Republik
Rakyat Cina.
B. Politik Dalam Negeri

1. Demokrasi Liberal

Pada masa demokrasi liberal strata sistem pemerintahan yang menganut asas
kebebasan / liberal dengan ditambah usaha pembuktian pada negara - negara lain di
dunia. menyebabkan Indonesia dengan sungguh - sungguh berusaha menjadi negara
yang menjunjung tinggi hak asasi manusia baik itu berpendapat maupun berkumpul.
Karena hal inilah yang mendasari sistem kepartaian di Indonesia mulai muncul satu
persatu dengan prinsip kebebasan yang dinamakan sistem Multipartai. Sistem
kerpartaian ini diawali sejak lama ketika Presiden Soekarno mendirikan PNI
kemudiaan diikut dengan keputusan wakil Presiden Moh. Hatta mengesahkan 10
partai diantaranya seperti Masyumi, PNI, PSI, PKI, PBI, PRJ, Parkindo, PRS,
Permai,PKRI. Banyaknya partai yang ada tentu sangat memberikan keuntungan bagi
indonesia saat itu untuk mendapat perhatian dunia. Namun, banyaknya partai juga
tidak membuktikan bahwa indonesia mampu mengendalikan prinsip kebebasan yang
liar. Yang disertai dengan sifat alami manusia. Bukti dari hal ini yaitu, Sering jatuh
bangunnya kabinet. Serta banyaknya persaingan parpol demi mengejar tujuan
golongannya masing - masing.

2. Demokrasi Terpimpin

Dekrit Presiden 1959 yang salah satunya berisi pancasila sebagai dasar negara dan
kembali kepada UUD 1945 dan melaksanakan secara murni dan konsekuen. Kondisi
pada masa Demokrasi Terpimpin sangat berbanding terbalik dengan Demokrasi
Liberal, salah satunya dalam sistem kepartaiannya yang cenderung tidak jelas.
Adanya partai-partai politik, bukan untuk mempersiapkan diri dalam kerangka untuk
mengisi jabatan politik dipemerintahan (karena pemilu tidak pernah dijalankan),
tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik tambang antara Presiden
Soekarno, angkatan darat, dan PKI. Ditambah upaya besar Presiden Soekarno untuk
mendirikan NASAKOM. Soekarno beranggapan PKI dapat mengakomodasi
persatuan konsepsi Nasionalis, Agama, Komunis (NASAKOM) dan selanjutnya PKI
mendukung semua kebijakan presiden, seperti operasi Trikora dan menekan
perlawanan penduduk adat yang dianggap separatis. Dengan ini PKI menjadi Partai
dominan yang semakin berkembang dan dianggap Soekarno sebagai partai yang
selalu loyal pada pemerintahan yang dijalankannya.
C. Ekonomi

Perbedaan Ekonomi Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin

1. Masa demokrasi liberal (1950-1959)


Masa ini disebut masa liberal karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada
pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan llaisses faire laissez
passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha China. Pada akhirnya sistem ini hanya
memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret
1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
2) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importer nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importer pribumi
serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya
dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekoonomi nasional. Namun usaha
ini gagal karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan
tidak bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi.
3) Nasional De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada tanggal 15
Desember 1951 lewat UU nNo. 24 Tahun 1951 dengan fungsi sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi
4) Sistem ekonomi Ali-Baba (Kabinet Ali Sastroamijoyo 1) yang diprakarsai
Mr. Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara
penguasaha pribumi dan nonpribumi. Pengusaha nonpribumi diwajibkan
memberikan latihan-latihan kepada masyarakat pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Namun
program ini tidak berjalan dengan baik karena pengusaha pribumi kurang
berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah.
5) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda
yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi
belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
2. Masa demokrasi terpimpin (1959-1966)
Sebagai akibat dari dekrit presiden pada 5 Juli 1959, maka Indonesia
menjalankan sistem demokrasi terpimpin dengan struktur ekonomi Indonesia
menjurus pada sistem etatisme, yaitu segala-galanya diatur pemerintah. Dengan
sistem ini, diharapkan akan membawa Indonesia pada kemakmuran bersama dan
persamaan dalam sosial, politik, dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan
ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki
keadaan ekonomi di Indonesia, antara lain :
1) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959, dengan menurunkan
nilai uang sebagai berikut :
a. Uang kertas pecahan Rp500 menjadi Rp50
b. Uang kertas pecahan Rp1000 menjadi Rp100
c. Semua simpanan bank yang melebihi Rp20000 dibekukan
2) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesi. Bahkan pada 1961-
1962 harga barang-barang naik 400%
3) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai
Rp1000 menjadi Rp1. Sehinngga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000
kali lipat uang rupiah lama. Tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya
dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk
menekan angka inflasi ini justru meningkatkan angka inflasi di Indonesia.

Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan mopneter itu diperparah


karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran. Pada masa ini banyak proyek-
proyek mercuusuar yang dilaksanakan pemerintah juga sebagai akibat politik
konfrontasi dengan Malaysia dan Negara-negara barat. Sekali lagi, ini juga salah
satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa
diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik,
ekonomi, maupun bidang-bidang lainnya
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Indonesia telah banyak mengalami berbagai sistem pemerintahan dari zaman


kemerdekaan yang telah dipimpin oleh Soekarno hingga sekarang. Bahkan tidak
jarang terjadi perubahan drastis sektor negara seperti di bidang ekonomi dan politik.
Contohnya adalah yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi
Terpimpin. Berlakunya UUD tahun 1950 memberikan peluang untuk
dilaksanakannya demokrasi liberal yang berpengaruh terhadap kondisi politik dan
ekonomi Indonesia. Sistem multipartai pada masa Demokrasi Liberal mendorong
munculnya berbagai parpol yang memiliki kepentingan yang berbeda. Perbedaan ini
yang kemudian menjadi penyebab banyaknya pergantian partai akibat mosi tidak
percaya. Meskipun demikian, secara umum setiap kabinet menginginkan perbaikan
pada segala lini kehidupan, dilihat dari program setiap kabinet yang pada umumnya
meliputi perbaikan masalah keamanan dan ketentraman, melaksanakan politik luar
negeri bebas aktif, pelaksanaan pemilu dan pengembangan Irian Barat. Sedangkan
pada masa Demokrasi Terpimpin, pemimpin negaralah yang menjadi pusat pemilihan
kebijakan dan keputusan yang akan berlaku dan menyangkut kepentingan negara.
Dimana berlaku sistem presidensialis, dengan Presiden sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan. Dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin terjadi
banyak penyimpangan, seperti pada politik luar negeri yang bebas aktif justru jadi
pelenyap imperialisme. Terlihat dari Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo serta
Politik Mercusuar. Selain itu, adanya gerakan separatis, seperti perselisihan antara
Indonesia – Malaysia yang akan menyebabkan ketidakstabilan negara. Meskipun
demikian, Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin, setelah berbagai perjuangan
demokrasi dan konfrontasi, berhasil mempertahankan Irian Barat.

Perubahan yang terjadi pada masa Liberal dan Demokrasi Terpimpin juga
terlihat pada bidang ekonominya. Pada masa Demokrasi Liberal, Indonesia memiliki
hutang luar negeri dan hutang dalam negeri yang besar, sehingga terjadi defisit negara
yang juga tidak merupakan jumlah kecil. Sedangkan Indonesia pada saat itu hanya
mengandalkan satu jenis ekspor terutama jenis hasil bumi yaitu pertanian dan
perkebunan. Perekonomian masa itu masih berupa ekonomi rancangan Belanda yang
belum cukup untuk mengubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi sosial karena
belum adanya pengalaman penataan ekonomi yang baik. Kebijakan ekonomi pada
masa Demokrasi Liberal meliputi nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia sebagai bank sentral, penurunan jumlah uang yang beredar, serta
penekanan tumbuh kembangnya para pengusaha pribumi. Sedangkan pada masa
Demokrasi Terpimpin, diterapkan bentuk ekonomi terpimpin. Kebijakan pada masa
Demokrasi Terpimpim meliputi usaha penurunan tingkat inflasi, serta penyusunan
rencana perekonomian dan moneter jangka panjang maupun jangka pendek.

4.2 Saran

Bangsa Indonesia harus mampu memilih suatu sistem yang hendaknya bisa
mencerminkan karakter bangsa Indonesia. Dalam membangun dan mengembangkan
pemerintahan, akan lebih baik jika mementingkan kepentingan bersama daripada
kepentingan golongan, anggota maupun pribadi. Menumbuhkan dan mengembangkan
sikap saling bahu membahu serta gotong royong dalam menjalankan pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai