Anda di halaman 1dari 9

PERJUANGAN RADEN MAT TAHIR DALAM MENENTANG KOLONIALISME DI JAMBI

Posted by Fachruddin Saudagar on 17 Juli 2012 in Sejarah Jambi


PENDAHULUAN Raden Mattaher
Salah seorang panglima perang Jambi yang sangat terkenal dan ditakuti Belanda
adalah Raden Mat Tahir. Osman Situmorang (1973) dalam Skripsinya Raden Mattahir
Pahlawan Jambi, menuliskan nama asli Raden Mat Tahir ialah Raden Mohammad Tahir.
Raden Mohammad Tahir sering dipanggil masyarakat sebagai Raden Mat Tahir.
Masyarakat Jambi biasa menambah nama orang terkenal, pintar, cerdik dengan
gelarannya yang baru, misalnya Mat Keriting, Mat Belut, Mat Itam, dll. Penulisan nama
Raden Mat Tahir menurut berbagai sumber dijumpai banyak macam antara lain adalah
sebagai berikut :
1. G.J. Velds, dalam De Onderwerping van Djambi in 1901-1907, menuliskan
Raden Mat Tahir sebagai Raden Mat Tahir dan atau Mat Tahir.
2. Raden Syariefs (1969) di dalam bukunya Riwajat Ringkas Tentang Perdjuangan
Pahlawan Djambi Raden Mattaher Panglima Sultan Thaha, menuliskan Raden
Mat Tahir sebagai Raden Mat Tahir.
3. Keputusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Tingkat II
Kotapradja Djambi, Nomor 4/DPRD-GR/63, tentang Penetapan Nama-Nama
Djalan Dalam Kotapradja Djambi, tanggal 1 Djuli 1963, memutuskan bahwa
terhitung sejak tanggal keputusan ini Djalan Batanghari, dari Sp. III Djl. Kartini
s/d sebelah ilir Djembatan Sei. Asam, sebagai jalan lama dengan nama Djalan
Batanghari diganti dengan nama baru yakni jalan R.M.Tahir.
4. Osman Situmorang (1973) dalam Skripsinya Raden Mattahir Pahlawan Jambi,
Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP Jambi, menuliskan nama Raden Mat Tahir
sebagai Raden Mattahir.
5. Ratumas Siti Aminah Ningrat dalam bukunya Perjuangan Rakyat Jambi Raden
Mat Tahier (1817-1907) menuliskan namanya sebagai Raden Mat Tahier.
6. J. Tideman di dalam Koninklijke Vereeniging Koloniaal Instituut Amsterdam, No.
XLII, menuliskan nama Raden Mat Tahir sebagai Mattaher.
7. Elsbeth Locher-Scholten (1994) di dalam Sumatran Sultanate and Colonial
State : Jambi and the Rise of Dutch Imperilasm1830-1907, menuliskan nama
Raden Mattaher sebagai Mat Tahir.
8. Mukti Nasruuddin (1989) dalam bukunya Jambi Dalam Sejarah menuliskan nama
Raden Mat Tahir sebagai Raden Mattahir.
9. Rumah Sakit Umum Raden Mattaher, menuliskan Raden Mat Tahir
sebagai Raden Mattaher.
Raden Mattaher biasa dipanggil Mat Tahir, adalah anak dari Pangeran Kusin Bin
Pangeran Adi, sedangkan Pangeran Adi adalah saudara kandung Sultan Thaha
Syaifuddin. Dengan demikian, maka Sultan Thaha Syaifuddin adalah kakek bagi Raden
Mat Tahir. Raden Mat Tahir dilahirkan di dusun Sekamis, Kasau Melintang Pauh, Air
Hitam, Batin VI, tahun 1871. Ibunya adalah kelahiran di Mentawak Air Hitam Pauh,
dahulunya adalah daerah tempat berkuasanya Temenggung Merah Mato. Ayahnya
Pangeran Kusin wafat di Mekkah. Raden Mat Tahir gugur dalam pertempuran melawan
Belanda di dusun Muaro Jambi, pada hari Jumat, waktu subuh, tanggal 10 September
1907. Raden Mat Tahir dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Jambi di tepi
Danau Sipin Jambi.

KELUARGA
Menurut Raden Syariefs (1969) di dalam bukunya Riwajat Ringkas Tentang
Perdjuangan Pahlawan Djambi Raden Mat Tahir Panglima Sultan Thaha, mengatakan
bahwa Raden Mat Tahir mempunyai beberapa orang istri antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Kawin dengan perempuan bernama Siti Esah (Aisah).
2. Kawin dengan perempuan keturunan Ratumas Bilis Kumpeh yang berdiam di
Merangin.
3. Kawin dengan seorang perempuan dalam Sungai Sipintun.
Masih menurut Raden Syariefs, disebutkan pula bahwa Raden Mat Tahir mempunyai
beberapa orang anak, antara lain sebagai berikut :
1. Raden Buruk, tinggal di Rambutan Temasam.
2. Raden Mataji atau Raden Hamzah tinggal di Jambi.
3. Raden Sulen atau Raden Kusen tinggal di Bogor.
4. Raden Zainal Abidin adalah suami Ratumas Kandi.
5. Ratumas Lijah.
Menurut Osman Situmorang (1973) setelah Raden Mat Tahir meninggal dunia, dua
orang putra Raden Mat Tahir dapat ditangkap Belanda sedang dalam asuhan (masih
kecil) yakniRaden Hamzah dan Raden Sulen. Keduanya diserahkan Belanda kepada A.
M.Hens, seorang Controleur Muara Tembesi. Tetapi karena controleur itu sedang cuti ke
luar negeri, maka kedua anak itu diserahkan Belanda kepada Demang Ibrahim, yakni
Demang Muara Tembesi untuk menjaga keselamatannya. Lalu kemudian Demang
Ibrahim menyerahkan kedua anak Raden Mat Tahir kepada Residen O,L. Helffrich di
Jambi. Oleh Residen O.L.Helffrich kedua anak itu bertempat tinggal di rumah residen,
lalu oleh risiden disekolahkan di Olak Kemang dengan biaya ditanggung Belanda. Lalu
kedua anak itu oleh Residen O.L.Helffrich dikirim ke Palembang untuk sekolah lebih
tinggi. Kemudian pada tahun 1914 kedua anak Raden Mat Tahir itu di kirim oleh
Pemerintah Belanda ke Batavia. Sedangkan tiga orang anak Raden Mat Tahir yang
belum tertangkap Belanda, diungsikan oleh keluarganya di Malaya (Malaysia).
Raden Mat Tahir mempunyai saudara yang lebih dahulu mengungsi ke Batu Pahat
Malaysia, antara lain sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Raden Hasan.
Raden Kasyim.
Raden Thaib.
Ratumas Jaliah.
Ratumas Fatimah.

KEPRIBADIAN
Raden Mat Tahir suka pencak silat, bermain biola, kecapi, dan suling. Pada waktu
pasukannya bergerilya di dalam hutan, untuk pengisi penat, Raden Mata Tahir suka
mengajak prajuritnya bernyanyi, ia sendiri senang mengesek biola, sambil menyanyi

dengan lagu Nasip. Raden Mat Tahir juga suka memakan daging menjangan sebagai
lauk di saat bergerilya dalam hutan.
Pada masa Sultan Thaha Syaifuddin masih berkedudukan dan memerintah di Istana di
Kampung Gedang Tanah Pilih, Raden Ma Tahir adalah seorang pemuda beranjak
dewasa, ia belum memikul suatu jabatan apapun di dalam kerajaan Jambi. Tapi ia telah
memperlihatkan sebagai seorang kesatria, berani, cerdas, dan pandai mengatur
strategi.
Pasukan Raden Mat Tahir adalah pasukan bergerak dan menyerang secara tiba-tiba
(mobil). Oleh karena itu pasukan Raden Mat Tahir tidak menempati suatu tempat tetap.
Raden Mattaher menamakan pasukannya sebagai Sabillillah. Sebelum pergi
melakukan penyerangan atas pasukan Belanda, maka Raden Mat Tahir terlebih dahulu
melakukan sholat (sembahyang) agar mendapat petunjuk dan ridho Allah.
BIVAK BELANDA
G.J.Velds dalam tulisannya De Onderwerving van Djambi in 1901-1907, Batavia
Departement van Oorlog terjemahan oleh S.Hertini Adiwoso dan Budi
Prihatnamenyebutkan ada beberapa Bivak/pos/kompi Belanda di Batang Tembesi,
Batang Batanghari dan perbatasan Jambi Palembang ; bivak Belanda di Muara
Tembesi, bivak Belanda di Muara Sekamis, bivak Belanda di Banyu Lincir (Bayung
Lincir), bivak Belanda di Muara Tabir, bivak / benteng Belanda di Muara Tebo, bivak
Belanda di Penahat Muara Merangin, bivak Belanda di Surulangun-Jambi, bivak
Belanda di Surulangun-Rawas, bivak Belanda di Dusun Tiga, bivak Belanda di Lidung,
bivak Belanda di Tanjung Gagak, bivak Belanda di Sungai Bengkal, bivak Belanda di
Merlung, bivak Belanda di Taman Rajo.

PERJUANGAN
Raden Mat Tahir sejak usia remaja telah bergabung dengan panglima perang
sebelumnya untuk menggempur Belanda. Perlu penelitian lebih seksama untuk
menentukan route griliya pasukan Raden Mat Tahir.
Di awal tahun 1900 Raden Mat Tahir bersama Pangeran Maaji gelar Pangeran Karto di
Tanjung Penyaringan melakukan penyerangan terhadap konfoi 8 jukung Belanda yang
ditarik oleh kapal Musi. Kapal Musi dan jukung Belanda membawa senjata,
perlengkapan perang, dan perbekalan, untuk dibawa dari Muara tembesi menuju
Sarolangun. Persenjataan ini diperuntukkan Belanda untuk membantu militer Belanda
yang sedang bertempur di benteng Tanjung Gagak. Pasukan Raden Mat Tahir dan
Pangeran Karto serta Panglima Tudak Alam dari Mentawak menyerang iringan jukung
dan kapal Musdi Belanda. Semua serdadu Belanda mati terbunuh dan semua senjata
berhasil dirampas. Pengawai paksa dari Palembang dan Jawa menyerah diri dan
meminta perlindungan pada pasukan Raden Mat Tahir. Setelah penyerangan terhadap
Kapal Musi dan 8 jukung ini di Tanjung Penyaringan menyebabkan nama Raden Mat
Tahir sangat terkenal di masyarakat dan tentara Belanda. Setelah itu berkembanglah
berbagai cerita dan mitos kehebatan Raden Mat Tahir. Senjata rampasan itu sebagaian
dikirimkan oleh Raden Mat Tahir ke Tanah garo, ke Merangin, Bangko Pintas, dan juga

ke Tabir. Kabar keberhasilan Raden Mat Tahir ini sampai juga di telinga residen Belanda
di Palembang, ia sangat murka dan marah.
Masih Dalam tahun 1901, pasukan Raden Mat Tahir melakukan penyerangan lagi
terhadap pasukan Belanda di Sungai Bengkal. Disini Raden Mattaher banyak
merampas senjata Belanda dan karaben. Dari Sungai Bengkal pasukan Raden Mat
Tahir dibantu pasukan Raden Usman dan Puspo Ali terus begerak menyerang Belanda
di Merlung. Dari Merlung pasukan Raden Mat Tahir terus bergerak ke Labuhan Dagang,
Tungkal Ulu. Dari Tungkal Ulu pasukan Raden Mat Tahir bersama 40 orang pasukannya
lewat Pematang Lumut bergerak menuju Sengeti, lalu menuju Pijoan. Di Pijoan bivak
Belanda diserang, pasukan Raden Mat Tahir memperoleh banyak senjata kerabin. Oleh
Raden Pamuk gelar Panglima Panjang Ambur senjata itu diangkut ke Jelatang. Lalu
kegaduhan timbul dikalangan pasukan Belanda di Kota Jambi dan Muara Bulian.
Lalu Pasukan Raden Mat Tahir, Raden Pamuk dan Raden Perang gelar Panglima
Tangguk Mato Alus pada pertengahan April 1901 bergerak/menyerang Pos Pasukan
Belanda di Banyu Lincir (Bayung Lincir). Penyerangan terhadap Banyu Lincir
merupakan gabungan pasukan Raden Mat Tahir, Raden Pamuk, dan pasukan Suku
Anak Dalam dari Bahar, pimpinan Raden Perang. Kepala Bea Cukai dan pengawalnya
mati terbunuh. Banyak senjata pendek Belanda dapat dirampas. Pada penyerangan itu
uang sebesar 5.000 golden dan uang 30.000 ringgit cap tongkat di dalam brangkas
milik perusahaan minyak berhasil dirampas pasukan Raden Mat Tahir. Pati kas baja
berisi uang tersebut dibawa oleh Suku Anak dalam ke Bahar dan lalu dibongkar. Dalam
penyerangan itu seorang pasukan Raden Mat Tahir tewas dan 3 orang luka-luka.
Peranan Suku Anak Dalam pada penyerangan Banyu Lincir sangat besar jasanya.
Tahun 1902 Pasukan Raden Mat Tahir di Tanjung Gedang Sungai Alai melakukan
penyerangan terhadap 30 buah perahu jukung berisi serdadu Belanda. Perahu jukung
berhasil di tenggelamkan dan semua serdadu Belanda mati terbunuh. Setibanya
pasukan Raden Mat Tahir di Sungai Alai, secara kebetulan perang sedang berlangsung
dipimpin Panglima Maujud, Panglima Suto, Panglima Itam dari Tanah Sepenggal, Rio
Air Gemuruh, Rio Gereman Tembago, dari Teluk Panjang, yang telah bertempur lebih
dahulu melawan Belanda. Masyarakat di sekitarnya tidak berani mengambil air minum
di sungai Batang Tebo karena banyaknya mayat pasukan Belanda yang terapung dan
membusuk.
Setelah pertempuran di Sungai Alai, lalu pasukan Raden Mat Tahir terus bergerak
menuju Jambi, khususnya akan menyerang Belanda di Muara Kumpeh. Parang
Kumpeh adalah perang yang berkepanjangan dari tahun 1890-1906. Perang Kumpeh
adalah perang yang panjang dan lama. Raden Mat Tahir terlibat secara langsung dalam
perang Kumpeh tahun 1902 yakni menyerang Kapal Belanda di Sungai Kumpeh.
Pasukan Raden Mat Tahir dibantu Raden Seman, Raden Pamuk, Raden Perang,
kepala kampung yang masih hidup, dari Marosebo Ilir, dan dari Jambi Kecil. Kapal
Belanda yang diserang itu adalah kapal perang yang baru datang dari Palembang.
Konon kabarnya keberhasilan ini berkat bantuan jasa seorang jurus mesin kapal
bernama Wancik yang merusak mesin kapal sehingga tidak mampu berjalan. Juru
mesin ini adalah seorang keturunan Palembang yang bersimpati dengan perjuangan

Jambi. Keberhasilan Raden Mat Tahir menyerang kapal perang Belanda ini, maka
Raden Mat Tahir diberi gelaran sebagai Singo Kumpeh.
MENANGKAP HIDUP ATAU MATI
Menjelang akhir abad 19 Belanda menambah kekuatannya. Pasukan dari Palembang,
Jawa dan Aceh mulai berdatangan ke Jambi, maka Sultan Thaha Syaifuddin menyusun
strategi baru sebagai berukut :
1. Raden Mat Tahir ditetapkan sebagai panglima perang mencakup wilayah
pertahanan Jambi Kecil, Muaro Jambi, Air Hitam Darat, Ulu Pijoan, Pematang
Lumut, Bulian Dalam, Ulu Pauh, Payo Siamang, Jelatang dan Pijoan Dalam.
2. Bagian Batang Tembesi sampai Kerinci berada di bawah komando Pangeran
Haji Umar Bin Yasir, gelar Pangeran Puspojoyo.
3. Bagian Batanghari dan Tebo langsung di bawah pimpinan Sultan Thaha
Syaifuddin dan saudaranya Hamzah gelar Diponegara, yang terkenal sebagai
pangeran Dipo.
Diawal abad 20 perjuangan rakyat Jambi melawan Belanda mengalami banyak
tantangan, satu persatu pejuang Jambi gugur dan atau tertangkap lalu dibuang (internir)
oleh Belanda.
1. Sultan Thaha Syaifuddin gugur di Betung Bedara pada tanggal 26 malam 27
April 1904.
2. Pangeran Ratu Kartaningrat tertangkap dan dibuang ke Parigi,Sulawesi Utara.
3. Tahun 1906 Depati Parbo di Kerinci tertangkap dan dibuang ke Ternate-Ambon.
4. Pangeran Haji Umar Puspowijoyo dan adiknya Pangeran Seman Jayanegara
tewas di Pemunyian, Bungo, tahun 1906.
5. Tahun 1906 di Pemunyian tertangkap seorang pejuang perempuan
bernamaRatumas Sina.
6. Raden Hamzah gugur tahun 1906 di Lubuk Mengkuang, dekat Pemunyian.
7. Tahun 1906 di kota Jambi yakni daerah Tehok, Raden Pamuk ditangkap
Belanda.
Dalam suatu waktu Raden Mat Tahir pernah berkata dihadapan anggota pasukannya
bahwa Bapak aku Raden Kusin meninggal di Mekkah saat menunaikan rukun Islam
yang lima. Tentulah itu adalah yang sebaik-baik mati, mati dalam menunaikan rukun
Islam yang lima. Akan tetapi kalau aku mati syahid melawan Belanda untuk
mempertahankan negeri dan menegakkan Agama Islam tentu bandingan harganya
terlebih tinggi, sebab bukan untuk kepentingan diri sendiri, akan tetapi untuk
kepentingan negeri dan menegakkan Agama Allah yang diridhoi oleh Tuhan kita,
semoga aku mati syahid hendaknya, jangan mati sakit atau tertawan oleh Belanda kafir
laknatullah itu.
Di dalam buku Nederlandsch Militair Tijdschrift, Belanda mengakui kehebatan sepak
terjang Raden Mat Tahir seperti yang dikutif oleh Mukti Nasruuddin (1989) dalam
bukunya Jambi Dalam Sejarah menjelaskan bahwa Mattahir onze onverzoenlijkste
vijand en de meest gevreesde en actieve der Gouvernments tegenstanders. Yang

artinya diakui bahwa Pangeran Raden Mat Tahir adalah seorang yang keras kepala,
tidak mudah ditaklukan dan seorang lawan yang gesit dan ditakuti.
Belanda melalui Residen di Palembang mengambil jalan memerintahkan pasukan
marsose untuk menangkap Raden Mat Tahir hidup atau mati. Maka pengejaran
terhadap Raden Mat Tahir mulai ditingkatkan. Meningkatnya aktifitas pasukan marsose
Belanda dibantu dengan Kapten Melayu dalam mengejar Raden Mat Tahir, dirasakan
pula oleh para pengikut Raden Mat Tahir di Muaro Jambi.
TEWAS DITEMBAK BELANDA
Pada penghujung 1907 ada upaya untuk mengungsikan Raden Mat Tahir ke Batu
Pahat, Malaysia. Uang 500 ringgit sebagai bekal telah terkumpul, perahu layar dan
pasukan pengantar sudah disiapkan. Raden Syariefs (1969) di dalam bukunya Riwajat
Ringkas Tentang Perdjuangan Pahlawan Djambi Raden Mat Tahir Panglima Sultan
Thaha, menuliskan kisah meninggalnya Raden Mat Tahir adalah sebagai berikut :
1. Pada awal September 1907 Raden Mat Tahir bersama pengikutnya berada di
dusun Muaro Jambi.
2. Para pemuka dusun Muaro Jambi dan sekitarnya termasuk para pengikutnya
dan keluarganya, melakukan/bermusyawarah dan meminta agar Raden Mat
Tahir mengungsi ke Batu Pahat Malaya (Malaysia). Masyarakat telah
menyiapkan perahu pengantar, uang 500 ringgit, beberapa pengawal. Di Batu
Pahat telah mengungsi beberapa keluarga keturunan Sultan Thaha Syaifuddin
dan saudara Raden Mat Tahir.
3. Jawaban Raden Mat Tahir dalam musyawarah tersebut antara lain disebutkan
sebagai berikut :
Kesediaan kamu itu terima kasih banyak, akan tetapi kalau aku pergi ke Malaya
(Malaysia), tentu aku akan selamat, tetapi bagaimana kamu yang tinggal akan menjadi
korban, kampung ini akan dibakar oleh Belanda dan kamu akan didenda pula dan akan
dihukum badan oleh Belanda. Pengorbanan dan penderitaan yang dirasai oleh rakyat
terlalu banyak sebab dek aku. Dimana aku berada tentu rakyat memberi makan dan
memberi bantuan yang diperlukan, akan tetapi mereka yang berbuat baik mendapat
kesengsaraan oleh Belanda, aku tidak sampai hati lagi, apalagi aku berada disini,
sudah tentu mata-mata Kemas Kadir telah mengetahui hal ini. Mungkin di dalam tempo
yang dekat ia telah telah datang kemari membawak Belanda untuk menangkap aku
atau membunuh aku, aku tidak mau ditangkap, tetapi mati kena tembak oleh Belanda,
jadi aku mati syahid namanya. Keduanya aku tidak mau disebut orang pelarian, untuk
menyelamatkan diri sendiri, sedangkan kamu disini menderita karena Belanda. Lihat itu
kampung Tachtul Yaman yang telah membantu aku, mereka sekampung didenda 15000
ringgit, sedangkan Kemas Temenggung Djafar yang membantu alat senjata yang
dibawak dari Malaya telah ditangkap dan ditahan, sekarang di Palembang, bagaimana
jadinya beliau itu ?. Dan aku tidak mau disebut orang takut mati, itikad aku sudah tetap
menunggu Belanda, tidak mau bersembunyi lagi.
1. Pada hari Kemis besoknya, hari hujan pagi, disana sini kedengaran guruh
bersahut-sahutan, orang dahulu mempunyai tachyul, itu tanda akan ada
kesedihan yang akan menimpa. Pada malamnya dengan cara diam-diam banyak

2.

3.

4.

5.

orang kampung yang datang menemui Raden Mat Tahir di rumah dimana beliau
tinggal dengan mengantar makan-makanan.
Raden Mat Tahir berkata kamu sekalian, ninik mamak, serta kawan-kawanku
semuanya lekaslah kamu pulang ke rumah masing-masing, besok mungkin
malam ini kita akan bercerai, adakah kamu mendengar bunyi gegap Keramat
Talang Jawo (Jauh) sore tadi, telah aku dengar tiga kali dan ramo-ramo dari sana
telah datang kemari hinggap di bahu aku, tanda aku akan meninggalkan dunia
yang fana ini. Mendengar iu banyak orang yang terisak-isak menangis.
Sesudah berbicara itu, sebelum tengah malam Raden Mat Tahir bersalin pakaian
dari yang biasa kepada pakaian yang bagus, pinggangnya dibebatnya.
Senapang mauscher yang terbaru yang diberikan oleh Kemas Temenggung
Djafar Tachtul Yaman pada tahun yang telah lalu diisinya, dan senapang itu
digantungkannya, maka adiknya Raden Achmad duduklah di dekat senapang
tersebut. Dan di pintu belakang di tunggu oleh penjaga orang dari Mentawak
disebut Pak Gabuk. Di atas (di dalam) rumah hanya dia berdua beradik saja.
Kira-kira jam 09.00 malam, Raden Mat Tahir membunyikan kecapi, dan setelah
tengah malam, ia sembahyang di tengah sunyi senyap itu.
Lebih kurang pukul 03.00 malam Pak Gabuk menerima laporan dari temannya
yang berjaga tidak jauh dari rumahnya, bahwa pasukan Belanda telah datang
dari tiga penjuru, berarti tempat dimana Raden Mat Tahir telah terkepung rapat.
Dan kawan-kawan pengikut Raden Mat Tahir yang tadinya disuruh pergi supaya
hidup, akan tetapi kembali lagi ke tempat maut itu. Raden Mattaher menjawab
baiklah, dan seraya katanya kalau kamu mau hidup menyingkirlah, dengan
segera, dan kalau tidak maka kamu haruslah tetapkan imanmu, betul-betul mati
karena Allah, kita datang dari padanya dan pulang pula kepadanya. Sakit kena
pelor itu hanya sebentar saja, yang kita harapkan janji dari pada Allah syurga
yang tidak ada tolak bandingnya. Ingatlah apa yang telah dipetuahkan oleh
pemimpin kita Sultan Thaha, Belanda itu kafir musuh Islam, karena ia ingkar
kepada Tuhan, mengapa kita takut kepadanya, ini hari mati lain hari mati juga.
Jangan kita mati di atas kasur empuk, tidak akan meninggalkan nama yang baik
dan agung, marilah kita mati bermandikan darah karena membela negeri kita
melawan kafir laknatullah, inilah yang kita harapkan.
Kira-kira seperempat jam kemudian datanglah di rumah Raden Mat Tahir
pasukan Marschouse Belanda dan terjadi dialog sambil memberikan ancaman
Belanda datang kemari ingin berunding, menyerahlah kau baik-baik, aku
tanggung tidak kau diapa-apakan oleh Belanda, kalau kau menyerah dengan
baik dan apa kehendak kau akan dikabulkan oleh Belanda, lihatlah segala orang
yang melawan telah dibuang oleh Belanda ke Betawi. Dialog tidak berrlangsung
lama dan tidak menghasilkan apa-apa, sehingga terjadilah tembak menembak di
dalam rumah. Dalam pertempuran inilah Raden Mat Tahir tewas dan meninggal
dunia. Meninggalnya Raden Mat Tahir di Muaro Jambi ditemui dalam beberapa
sumber yang berbeda, antara lain adalah seabgai berikut :
I. G.J. Velds, dalam De Onderwerping van Djambi in 1901-1907,
terjemahanS.Hertini Adiwoso dan Budi Prihatna, Raden Mat Tahir
tewas 30 September 2007 bersama saudaranya dan lima pengikutnya di
Muaro Jambi oleh patroli marsose pimpinan Letnan Geldorp.

II.

Raden Syariefs (1969), Riwajat Ringkas Tentang Perdjuangan Pahlawan


Djambi, Raden Mat Tahir tewas malam Jumat bulan September 1907 di
Muaro Jambi.
III. Osman Situmorang (1973) dalam Skripsinya Raden Mattahir Pahlawan
Jambi, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP Jambi, Raden Mat Tahir tewas
bulan September 1907 di Muaro Jambi.
IV. Ratumas Siti Aminah Ningrat dalam bukunya Perjuangan Rakyat Jambi
Raden Mat Tahier (1817-1907), Raden Mat Tahir tewas 7 September
1907 di Muaro Jambi.
V. J. Tideman di dalam Koninklijke Vereeniging Koloniaal Instituut
Amsterdam, No. XLII, Raden Mat Tahir tewas bulan September 1907 di
Muaro Jambi.
VI. Mukti Nasruuddin (1989) dalam Jambi Dalam Sejarah, Raden Mat Tahir
tewas 7 September 1907 di Muaro Jambi.
VII.
Fachrul Rozi, di dalam Mengunjungi Makam Pejuang Jambi Raden
Mattahir, Pos Metro, Sabtu, 26 Desember 2009, Raden Mat Tahir tewas
10 September 1907.
6. Dalam tembak menembak di Muaro Jambi itu dipihak pasukan Jambi pimpinan
Raden Mat Tahir telah tewas 6 orang, tiga diantaranya adalah sebagai berikut :
1)

Raden Mattaher, gugur ditembak Belanda.

2) Raden Achmad (gelar Raden Pamuk Kecik), adik Raden Mattaher, gugur ditembak
Belanda.
3)

Pengawal bernama Pak Gabuk, gugur ditembak Belanda.

Setelah Raden Mat Tahir gugur di Muaro Jambi, maka pasukan Belanda mengangkut
mayat Raden Mat Tahir serta mayat lainnya ke kota Jambi dengan kapal Robert, dan
diikuti oleh 2 kapal Belanda lainnya. Kapal Robert ini dikenal oleh masyarakat Muaro
Jambi sebagai kapal Ubar. Di Kota Jambi mayat Raden Mat Tahir dipertontonkan pada
khalayak ramai. Atas permintaan para pemuka agama, maka Raden Mat Tahir
dimakamkan secara Islam di pemakaman Raja-Raja Jambi di pinggiran Danau Sipin.

REFERENSI
1. G.J. Velds, De Onderwerping van Djambi in 1901-1907, Batavia : Departement
van Oorlog, terjemahan oleh S,Hertini Adiwoso dan Budi Prihatna.
2. Raden Syariefs (1969), Riwajat Ringkas Tentang Perdjuangan Pahlawan Djambi
Raden Mattaher.
3. Osman Situmorang (1973), Raden Mattahir Pahlawan Jambi, Skripsi, Fakultas
Keguruan Ilmu Sosial, IKIP Jambi.
4. Ratumas Siti Aminah Ningrat (2002), Perjuangan Rakyat Jambi Raden Mat
Tahier (1817-1907).
5. J. Tideman di dalam Koninklijke Vereeniging Koloniaal Instituut Amsterdam, No.
XLII, Raden Mat Tahir tewas bulan September 1907 di Muaro Jambi.
6. Mukti Nasruuddin (1989) Jambi Dalam Sejarah, belum terbit.

7. Fachrul Rozi (2009), Mengunjungi Makam Pejuang Jambi Raden Mattahir, Pos
Metro, Sabtu, 26 Desember 2009.
MAKALAH DIALOG SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT JAMBI, DI MUSEUM
PERJUANGAN RAKYAT JAMBI, SELASA, 17 JULI 2012

Anda mungkin juga menyukai