Dosen pengampu
Disusun oleh :
KELAS 4A
BAB 3 PENUTUP.......................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 11
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan islam terbersar
yang ada ditanah air khususnya di pulau jawa. Kerajaan Mataram adalah kerajaan
Islam terbesar di Jawa yang hingga kini masih mampu bertahan melewati masa-
masa berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia, walaupun dalam
wujud yang berbeda dengan terbaginya kerajaan ini menjadi empat pemerintahan
swa-praja, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro
Mangkunegaran dan Puro Pakualaman.
Sebelumnya memang ada kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (Tengah) yang
lain yang mendahului, seperti Demak dan Pajang. Namun sejak runtuhnya dua
kerajaan itu, Mataram lah yang hingga puluhan tahun tetap eksis dan memiliki
banyak kisah dan mitos yang selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak
Mataram berkembang dengan diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang
panjang. Karena itu informasi tentang kerajaan mataram islam tidak begitu sulit
kita dapat karena himgga saat ini kerajaan tersebut masih eksis di tanah Jawa
walaupun dengan konteks yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan mataram islam ?
2. Bagaimana konsep kekuasaan kerajaan mataram islam ?
3. Bagaimana perkembangan islam pada masa kerajaan mataram ?
4. Bagaimana masa kejayaan kerajaan mataram islam ?
5. Bagaimana runtuhnya kerajaan mataram islam ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Islam
2. Untuk Mengetahui konsep kekuasaan kerajaan mataram islam
3. Untuk mengetahui perkembangan islam pada masa kerajaan mataram
4. Untuk mengetahui masa kejayaan kerajaan mataram islam
5. Untuk mengetahui runtuhnya kerajaan mataram islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Pajang yang sudah bersekongkol dengan Sutawijaya, yang merupakan bupati
Mataram. Pada akhirnya pangeran Pangiri tersingkirkan dan diusir dari Pajang.1
Setelah keadaan kembali aman, Pangeran Benawa yang merupakan anak dari
Sultan Hadiwijaya menyerahkan tahta kerajaan kepada Sutawijaya. Kemudian
Sutawijaya memindahkan pusat pemerintahannya di Mataram, dengan ibukota
kerajaan yang berada di Kota Gede pada tahun 1586. Dan sejak saat itulah
berdirinya kerajaan Mataram. Sutawijaya mengangkat dirinya sebagai raja
Mataram dengan gelar Panembahan Senopati.
1
Purwadi, The History of Javanese kings: Sejarah Raja-raja Jawa
(Yogyakarta: Ragam Media, 2010), 298.
3
tidak dapat menggalakkan dukungan dan membangun kekuatan dengan para
bupati lainnya untuk melakukan pemberontakan.2
Kedua, merupakan upaya dari Kerajaaan Mataram Islam dalam bidang militer
yaitu Kerajaaan Mataram melakukan pembinaan terhadap kemiliteran dan juga
upaya untuk penaklukan daerah. Kerajaaan Mataram sendiri memiliki kurang
lebih 920.000 orang prajurit dimana mereka disebar di berbagai daerah
taklukannya seperti di daerah Blambangan, blitar, madiun dan lainnya. Seorang
tentara dilatih secara teratur setiap hari sabtu dan senin. Selain daripada
melakukan pelatihan rutin sabtu dan senin, tentara juga dilengkapi dengan
persenjataan dan juga upaya lain dari pada Kerajaaan Mataram adalah pendirian
benteng di sekitar keraton. Selain dari prajurit tentara, Kerajaan Mataram juga
membentuk sejenis kepolisian yang berada langsung di bawah raja.
Rijklof van Goens menuturkan hal itu sebagai berikut:
Di atas semua bangsawan penguasa itu terdapat kira-kira 4.000 petugas
pengadilan yang tersebar di seluruh negeri dan ditempatkan di bawah wewenang
empat hakim militer yang menetap di Keraton. Mereka menjelajahi negeri
berombongan bagaikan anjing pemburu untuk mengamati dan mendengarkan
segala sesuatu yang terjadi. Merekalah yang menjadi penuntut pengadilan raja.3
Tidak hanya dalam politik dan militer, Kerajaaan Mataram Islam dalam bidang
perdagangan misalnya adalah monopoli perdagangan dibawah pimpinan Mangku
Rat 1 yang memberlakukan monopoli terhadap beras gula hitam, gula putih,
papan, balok, dan garam. Di samping itu mulai 24 Juni 1657 Mangku Rat I
memberikan pinjaman uang sebesar 10.000 rial kepada para bawahannya,
terutama penguasa Pesisir, dan harus dikembalikan dua kali lipat selama satu
tahun. Bagi bangsawan-bangsawan Mataram yang tidak terbiasa berdagang
kebijakan itu membuat mereka kesulitan sehingga perampasan dan peningkatan
besaran pajak kepala terhadap penduduk pun dilakukan. Ditambah dengan
penderitaan-penderitaan yang belum dapat diatasi sebagai akibat peperangan yang
terjadi pada masa pemerintahan Sultan Agung pemberontakan-pemberontakan
pun mulai bermunculan. Salah satunya adalah pemberontakan yang dimulai di
2
Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Yogjakarta: hal 23
3
Lombard, 2008: 39
4
Madura di bawah pimpinan Trunojoyo (1674) yang merupakan seorang pangeran
dari Arisbaya.4
4
Soekmono, 1981: 68
5
M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara abad XVI & XVII (Yogyakarta; Kurnia
Kalam Sejahtera, 1995), 28.
6
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 312
5
Hindhu Budha yang cenderung ke arah mistik, yang tercampur menjadi satu dan
diakui sebagai Agama Islam.7
Dari sebuah tipe agama pada masa Mataram Islam yang kedua adalah tipe
Islam Santri. Budaya Islam Santri ini merupakan budaya yang banyak dianut oleh
kalangan pesisir. Maksud daripada Islam Santri ini merupakan ajaran Islam yang
patuh dan taat atau bisa kita sebut islam yang tidak dicampur dengan kebudayaan
Hindu-Budha.
7
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 312
6
menggantikan Adipati Martapura sebagai penguasa Kesultanan Mataram Islam
dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma.
7
Zaid Munawar dalam tulisan berjudul "Kebijakan Ekonomi Sultan Agung pada
Masa Kerajaan Mataram Islam Tahun 1613-1645 M" (2013), ada tiga paket
kebijakan ekonomi yang dijalankan Sultan Agung, yakni di sektor pertanian,
fiskal, dan moneter. Di sektor pertanian, diberikan tanah kepada para petani dan
dibentuk forum komunikasi sebagai wadah pembinaan. Kemudian, dalam bidang
fiskal diatur regulasi mengenai pajak yang tidak memberatkan rakyat. Di aspek
moneter dibentuk sebuah lembaga keuangan untuk mengatur kas kerajaan.
Dalam bidang keagamaan dan hukum Islam, sebut Purwadi dalam Sejarah
Raja-raja Jawa: Sejarah Kehidupan Kraton dan Perkembangannya di Jawa (2007),
Sultan Agung menerapkan kebijakan berupa pembaharuan hukum sesuai ajaran
agama Islam dan memberikan ruang kepada kaum ulama untuk bekerjasama
dengan kerajaan.
Selain itu, Sultan Agung merumuskan dan menetapkan penanggalan/kalender
Jawa sejak tahun 1633. Salam Iskandar dalam 99 Tokoh Muslim Indonesia
(2009:76) menjelaskan, penghitungan tanggal ini merupakan hasil kombinasi
antara kalender Saka dengan Kalender Hijriah. Akulturasi kebudayaan juga
diterapkan dalam upacara-upacara kerajaan, semisal upacara Garebeg Poso dan
Garebeg Mulud. Garebeg Poso dimaksudkan untuk menyambut Hari Raya Idul
Fitri sedangkan Garebeg Mulud untuk perayaan Maulid Nabi Muhammad.
Sumarsam dalam Gamelan: Cultural Interaction and Musical Development in
Central Java (1995) mencatat, berbagai jenis tari serta gamelan dan wayang
berkembang pesat di era Sultan Agung. Bahkan, Sultan Agung juga menghasilkan
sejumlah karya seperti Serat Sastra Gendhing, yang terdiri dari Pupuh Sinom,
Pupuh Asmaradana, Pupuh Dandanggula, dan Pupuh Durma.
Tata bahasa pun mengalami perkembangan pada masa Sultan Agung dengan
mulai diberlakukannya penggunaan tingkatan bahasa di luar Yogyakarta, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur. Selain itu, Sultan Agung juga menciptakan struktur
administrasi yang inovatif dan rasional. Dibentuklah "provinsi" dengan menunjuk
orang sebagai adipati sebagai kepala wilayah di daerah-daerah taklukan Mataram.
8
3. Sepeninggal Sultan Agung
9
Cirebon. Namun sayangnya, kejayaan itu harus berakhir karena ia wafat saat
menyerang VOC di Batavia pada 1628 hingga 1629 M.
Setelah Sultan Agung Wafat, takhta kesultanan diserahkan pada putranya,
Sultan Amangkurat I. Di bawah kepemimpinan Amangkurat I, ia memindahkan
lokasi keraton ke Plered. Sejak saat itu gelar Sultan diganti menjadi Sunan.
Berbeda dengan ayahnya, Amangkurat I justru bukan sosok anti-VOC. Ia justru
berteman dengan VOC.
Pada 1645 hingga 1677 terjadi pertentangan dan perpecahan dalam keluarga
Kerajaan Mataram Islam. Lantas, momen ini dimanfaatkan VOC untuk menguasai
Kesultanan tersebut. Kemudian pada 1677 Sultan Amangkurat I meninggal. Putra
Mahkota dilantik menjadi Sultan Amangkurat II. Di masa kepemimpinan itu,
Sultan Amangkurat II memindahkan pusat pemerintahan ke Kertasura.
Pada kepemimpinan Pakubuwana II merupakan akhir dari kejayaan Kerajaan
Mataram Islam. Hal ini ditandai dengan penandatanganan penyerahan kedaulatan
Mataram kepada VOC pada 11 Desember 1749. Namun secara de facto, Mataram
ditundukkan sepenuhnya pada 1830. Sampai akhirnya pada 13 Februari 1755
menjadi puncak perpecahan Kerajaan Mataram Islam. Hal ini ditandai dengan
Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu
Kesultanan Surakarta dan Yogyakarta.
Usai dibagi menjadi dua wilayah, perpecahan kembali melanda Kerajaan
Mataram Sehingga pada 1757 terjadi perjanjian Salatiga. Namun perpecahan ini
berakhir pada 1830 saat perang Dipenogoro selesai. Seluruh daerah kekuasaan
Surakarta dan Yogyakarta dirampas oleh Belanda. Akhirnya pada 27 September
1830 terjadi perjanjian Klaten yang menentukan wilayah kekuasaan Belanda.
Akhirnya secara permanen Kerajaan Mataram diserahkan kepada Belanda lewat
perjanjian tersebut.
Belanda pun mulai menguasai sebagian besar wilayah kerajaan Mataram saat
Raja Amangkurat II memimpin. Hal ini kemudian membuat rakyat menderita
karena kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Belanda. Kepemimpinan Kesultanan
Mataram terus berganti. Takhta kerajaan diwariskan kepada Amangkurat III,
Pakubuwana I, Amangkurat IV, dan Pakubuwana II.
10
BAB III
KESIMPULAN
Kerajaan Mataram Islam adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah
berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng
Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat
keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah
Kesultanan Pajang, berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan kepada Ki Ageng
Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah
Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.
Berdirinya kerajaan Mataram diawali dengan keterlibatan Sultan Hadiwijaya
yang merupakan raja dari Kerajaan Pajang. Wilayahnya cukup luas mencakup dari
Jawa hingga Madura. Demi menegakkan kekuasaan pajang Sultan Hadiwijaya
ingin mengalahkan Arya Penangsang yang tidak rela jika tahta Kerajaan Demak
diambil oleh Sultan Hadiwijaya. Karena merasa tidak mudah untuk mengalahkan
Arya Penangsang, maka sultan Hadiwijaya membuat sebuah sayembara. Siapa
saja yang dapat mengalahkan Arya Penangsang maka akan diberi hadiah berupa
tanah Pati dan Mataram. Dalam sayembara tersebut Arya Penangsang berhasil
dikalahkan oleh Sutawijaya dengan strategi yang dibuat oleh Ki Ageng
Pemanahan dan Penjawi. Akhirnya Sultan Hadiwijaya tidak hanya memberikan
hadiah kepada Sutawijaya, namun juga memberikannya kepada Ki Ageng
Pemanahan dan Penjawi. Penjawi mendapatkan tanah pati, sebuah kadipaten di
pesisir utara yang telah maju. Sedangkan Pemanahan mendapatkan tanah
Mataram yang masih berupa Mentaok. Wilayah tersebut saat ini berada tepatnya
di sekitar Kota Gede, Yogyakarta. Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan Ki
Gede Mataram.
Kerajaan Mataram islam memiliki konsep kekuasaan yang bersifat absolut atau
mutlak. Maksud dari kekuasaan yang bersifat absolut atau mutlak yaitu seorang
raja yang tidak hanya sebagai pembuat peraturan dan hukum melainkan juga raja
memungkinkan mereka bertindak sebagai tiran. Penyandangan gelar sebagai
seorang raja yang besar, seorang raja Mataram diimbangi dengan sifat adil dan
penuh kasih sayang. Boleh juga dikatakan seorang raja yang baik adalah raja yang
11
menjalankan kekuasaannya juga senantiasa dalam keseimbangan antara
kewenangan dan kewajiban.
Sejarah puncak kejayaan Kesultanan Mataram Islam terjadi pada era Sultan
Agung Hanyakrakusuma pada 1613 hingga 1645 Masehi. Sosok bernama muda
Raden Mas Rangsang ini adalah cucu pendiri Kesultanan Mataram Islam,
Panembahan Senopati (1587-1601 M). Panembahan Senopati mendeklarasikan
Kesultanan Mataram Islam pada 1584 M di alas Mentaok atau Yogyakarta.
Panembahan Senopati akhirnya dinobatkan pada 1587 M dengan gelar
Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris / pertanian dan relatif lemah secara
maritim. Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini,
seperti kampung Matraman di Batavia / Jakarta, sistem persawahan di Pantura
Jawa Barat, penggunaan hanacaraka dalam literatur bahasa Sunda, politik feodal
di Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yang masih berlaku hingga
sekarang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Harun, M. Yahya. Kerajaan Islam Nusantara abad XVI & XVII. Yogyakarta;
Kurnia Kalam Sejahtera, 1995.
Moertono, Soemarsaid. Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985.
13