Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

SEJARAH ISLAM JAWA

Dosen pengampu

RIZAL ZAMZAMI, S.HUM,.M.A.

Disusun oleh :

1) Mukhlis Afri Prasetyo (12307193002)


2) Alfin Husna Fikrina (12307193009)
3) Nabila Niswaturrozanah (12307193020)
4) Moh. Riza Azizi (12307193043)

KELAS 4A

SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTASUSHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

TAHUN 2021 / 2022


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... i

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

C. Tujuan Pembahasan .............................................................................................. 1

BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................................. 2

A. Berdirinya kerajaan mataram ................................................................................ 2

B. Konsep kekuasaan mataram .................................................................................. 3

C. Perkembangan islam pada masa kerajaan mataram .............................................. 5

D. Masa kejayaan mataram islam .............................................................................. 6

E. Runtuhnya kerajaan mataram islam ...................................................................... 9

BAB 3 PENUTUP.......................................................................................................... 11

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan islam terbersar
yang ada ditanah air khususnya di pulau jawa. Kerajaan Mataram adalah kerajaan
Islam terbesar di Jawa yang hingga kini masih mampu bertahan melewati masa-
masa berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia, walaupun dalam
wujud yang berbeda dengan terbaginya kerajaan ini menjadi empat pemerintahan
swa-praja, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro
Mangkunegaran dan Puro Pakualaman.
Sebelumnya memang ada kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (Tengah) yang
lain yang mendahului, seperti Demak dan Pajang. Namun sejak runtuhnya dua
kerajaan itu, Mataram lah yang hingga puluhan tahun tetap eksis dan memiliki
banyak kisah dan mitos yang selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak
Mataram berkembang dengan diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang
panjang. Karena itu informasi tentang kerajaan mataram islam tidak begitu sulit
kita dapat karena himgga saat ini kerajaan tersebut masih eksis di tanah Jawa
walaupun dengan konteks yang berbeda.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan mataram islam ?
2. Bagaimana konsep kekuasaan kerajaan mataram islam ?
3. Bagaimana perkembangan islam pada masa kerajaan mataram ?
4. Bagaimana masa kejayaan kerajaan mataram islam ?
5. Bagaimana runtuhnya kerajaan mataram islam ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Islam
2. Untuk Mengetahui konsep kekuasaan kerajaan mataram islam
3. Untuk mengetahui perkembangan islam pada masa kerajaan mataram
4. Untuk mengetahui masa kejayaan kerajaan mataram islam
5. Untuk mengetahui runtuhnya kerajaan mataram islam
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Berdirinya Kerajaan Mataram

Berdirinya kerajaan Mataram diawali dengan keterlibatan Sultan Hadiwijaya


yang merupakan raja dari Kerajaan Pajang. Wilayahnya cukup luas mencakup dari
Jawa hingga Madura. Demi menegakkan kekuasaan pajang Sultan Hadiwijaya
ingin mengalahkan Arya Penangsang yang tidak rela jika tahta Kerajaan Demak
diambil oleh Sultan Hadiwijaya. Karena merasa tidak mudah untuk mengalahkan
Arya Penangsang, maka sultan Hadiwijaya membuat sebuah sayembara. Siapa
saja yang dapat mengalahkan Arya Penangsang maka akan diberi hadiah berupa
tanah Pati dan Mataram. Dalam sayembara tersebut Arya Penangsang berhasil
dikalahkan oleh Sutawijaya dengan strategi yang dibuat oleh Ki Ageng
Pemanahan dan Penjawi. Akhirnya Sultan Hadiwijaya tidak hanya memberikan
hadiah kepada Sutawijaya, namun juga memberikannya kepada Ki Ageng
Pemanahan dan Penjawi. Penjawi mendapatkan tanah pati, sebuah kadipaten di
pesisir utara yang telah maju. Sedangkan Pemanahan mendapatkan tanah
Mataram yang masih berupa Mentaok. Wilayah tersebut saat ini berada tepatnya
di sekitar Kota Gede, Yogyakarta. Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan Ki
Gede Mataram.

Setelah wafatnya Ki Gede Mataram pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat


menjadi bupati Mataram. Karena tidak puas jika hanya diangkat menjadi bupati,
keinginannya adalah diangkat menjadi seorang raja, maka Sutawijaya
memperkuat sistem pertahanan Mataram. Hal tersebut diketahui oleh Sultan
Hadiwijaya dan ia mengirimkan pasukan untuk menyerang Mataram. Dalam
peperangan tersebut Pajang mengalami kekalahan dan pada saat itu Sultan
Hadiwijaya juga sedang sakit. Pada saat perebutan kekuasaan antara bangsawan
Pajang, Pangeran Pangiri yang merupakan bupati Demak juga ikut menyerang
pajang untuk merebutkan tahta. Tersebut tentu saja ditentang oleh bangsawan

2
Pajang yang sudah bersekongkol dengan Sutawijaya, yang merupakan bupati
Mataram. Pada akhirnya pangeran Pangiri tersingkirkan dan diusir dari Pajang.1

Setelah keadaan kembali aman, Pangeran Benawa yang merupakan anak dari
Sultan Hadiwijaya menyerahkan tahta kerajaan kepada Sutawijaya. Kemudian
Sutawijaya memindahkan pusat pemerintahannya di Mataram, dengan ibukota
kerajaan yang berada di Kota Gede pada tahun 1586. Dan sejak saat itulah
berdirinya kerajaan Mataram. Sutawijaya mengangkat dirinya sebagai raja
Mataram dengan gelar Panembahan Senopati.

B. Konsep Kekuasaan Mataram Islam


Kerajaan Mataram islam memiliki konsep kekuasaan yang bersifat absolut atau
mutlak. Maksud dari kekuasaan yang bersifat absolut atau mutlak yaitu seorang
raja yang tidak hanya sebagai pembuat peraturan dan hukum melainkan juga raja
memungkinkan mereka bertindak sebagai tiran. Penyandangan gelar sebagai
seorang raja yang besar, seorang raja Mataram diimbangi dengan sifat adil dan
penuh kasih sayang. Boleh juga dikatakan seorang raja yang baik adalah raja yang
menjalankan kekuasaannya juga senantiasa dalam keseimbangan antara
kewenangan dan kewajiban. Keadaan politik, militer dan juga beberapa konsep
pemerintahan Kerajaan Mataram Islam adalah sebagai berikut:
Pertama adalah dalam bidang politik dimana pada masa Kerajaan Mataram
terdapat suatu kebijakan yaitu melakukan pengawasan ketat terhadap Bupati.
Pembinaan, pengukuhan, maupun pelestarian kekuasaan juga dilakukan raja-raja
Mataram dengan mewajibkan penguasa-penguasa daerah, terutama yang kuat,
untuk tinggal di keraton selama beberapa bulan dalam setahun. Jika penguasa
daerah itu pulang ke daerahnya ia diwajibkan untuk meninggalkan salah satu
keluarga dekatnya sebagai sandera atau jaminan di keraton. Hal ini sebagaimana
dialami Pangeran Pekik dan Jayengrana yang merupakan Bupati Surabaya, serta
Cakraningrat I-IV Bupati Madura. Tujuan dari aturan ini adalah agar para bupati

1
Purwadi, The History of Javanese kings: Sejarah Raja-raja Jawa
(Yogyakarta: Ragam Media, 2010), 298.

3
tidak dapat menggalakkan dukungan dan membangun kekuatan dengan para
bupati lainnya untuk melakukan pemberontakan.2
Kedua, merupakan upaya dari Kerajaaan Mataram Islam dalam bidang militer
yaitu Kerajaaan Mataram melakukan pembinaan terhadap kemiliteran dan juga
upaya untuk penaklukan daerah. Kerajaaan Mataram sendiri memiliki kurang
lebih 920.000 orang prajurit dimana mereka disebar di berbagai daerah
taklukannya seperti di daerah Blambangan, blitar, madiun dan lainnya. Seorang
tentara dilatih secara teratur setiap hari sabtu dan senin. Selain daripada
melakukan pelatihan rutin sabtu dan senin, tentara juga dilengkapi dengan
persenjataan dan juga upaya lain dari pada Kerajaaan Mataram adalah pendirian
benteng di sekitar keraton. Selain dari prajurit tentara, Kerajaan Mataram juga
membentuk sejenis kepolisian yang berada langsung di bawah raja.
Rijklof van Goens menuturkan hal itu sebagai berikut:
Di atas semua bangsawan penguasa itu terdapat kira-kira 4.000 petugas
pengadilan yang tersebar di seluruh negeri dan ditempatkan di bawah wewenang
empat hakim militer yang menetap di Keraton. Mereka menjelajahi negeri
berombongan bagaikan anjing pemburu untuk mengamati dan mendengarkan
segala sesuatu yang terjadi. Merekalah yang menjadi penuntut pengadilan raja.3
Tidak hanya dalam politik dan militer, Kerajaaan Mataram Islam dalam bidang
perdagangan misalnya adalah monopoli perdagangan dibawah pimpinan Mangku
Rat 1 yang memberlakukan monopoli terhadap beras gula hitam, gula putih,
papan, balok, dan garam. Di samping itu mulai 24 Juni 1657 Mangku Rat I
memberikan pinjaman uang sebesar 10.000 rial kepada para bawahannya,
terutama penguasa Pesisir, dan harus dikembalikan dua kali lipat selama satu
tahun. Bagi bangsawan-bangsawan Mataram yang tidak terbiasa berdagang
kebijakan itu membuat mereka kesulitan sehingga perampasan dan peningkatan
besaran pajak kepala terhadap penduduk pun dilakukan. Ditambah dengan
penderitaan-penderitaan yang belum dapat diatasi sebagai akibat peperangan yang
terjadi pada masa pemerintahan Sultan Agung pemberontakan-pemberontakan
pun mulai bermunculan. Salah satunya adalah pemberontakan yang dimulai di

2
Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Yogjakarta: hal 23
3
Lombard, 2008: 39

4
Madura di bawah pimpinan Trunojoyo (1674) yang merupakan seorang pangeran
dari Arisbaya.4

C. Perkembangan Islam Pada Kerajaaan Mataram


Pada masa Panembahan Senapati, Islam telah menjadi agama resmi dalam
kerajaan Mataram. Dalam menjalankan pemerintahannya, Panembahan Senapati
tentunya tidak luput dari peran para wali dan kyai. Sebuah kebijakan daripada
Panembahan Senapati sebagai pemimpin Kerajaan Islam yaitu dengan melakukan
pengangkatan wali wali Kadilangu untuk dijadikan sebagai penasihat Kerajaan.
Bersamaan dengan itu, adanya tokoh yang bernama Sunan Kalijaga dianggap
sebagai yang berinisiatif membangun tembok keliling kerajaan bersama dengan
Senapati Kediri.5 Tidak hanya Sunan Kalijaga, Salah satu murid Sunan Ampel,
wali yang berdiam di salah satu pusat penting Agama Islam, yaitu di Giri dekat
Gresik, dan para penggantinya memainkan peran penting dalam meredakan
ketegangan antara para raja Mataram dan para vasal mereka yang sangat berkuasa
di daerah-daerah pantai Jawa Timur, yang dipimpin oleh Adipati Surabaya.
Selanjutnya peran yang dilakukan pula oleh Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus dari
Jawa Tengah bagian utara, yang melibatkan persekongkolan di Kraton Demak
ketika secara aktif menyokong Arya Penangsang atas tahta.6
Perkembangan dari Islam pada masa Kerajaaan Mataram Islam tentunya
memiliki ciri kgas tersendiri dimana kerajaan Mataram Islam merupakan sebuah
kerajaan di daerah pedalaman yang memungkinkan masih terjadinya akulturasi
antara agama sebelum Islam. Di masa Mataram ini diketahui terdapat dua tipe
keagamaan dimana yang pertama adalah Islam Kejawen dan yang kedua adalah
Islam Santri. Islam Kejawen yang dari namanya saja mungkin kita sudah dapat
menebak bahwa Islam Kejawen merupakan sebuah tipe Islam yang mana di
dalamnya masih kental atau masih ada unsur dari agama sebelumnya yaitu Agama
Hindu. Bentuk Sinkretis atau Kejawen yaitu suatu keyakinan dan konsep-konsep

4
Soekmono, 1981: 68
5
M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara abad XVI & XVII (Yogyakarta; Kurnia
Kalam Sejahtera, 1995), 28.
6
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 312

5
Hindhu Budha yang cenderung ke arah mistik, yang tercampur menjadi satu dan
diakui sebagai Agama Islam.7
Dari sebuah tipe agama pada masa Mataram Islam yang kedua adalah tipe
Islam Santri. Budaya Islam Santri ini merupakan budaya yang banyak dianut oleh
kalangan pesisir. Maksud daripada Islam Santri ini merupakan ajaran Islam yang
patuh dan taat atau bisa kita sebut islam yang tidak dicampur dengan kebudayaan
Hindu-Budha.

D. Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Islam


Sejarah puncak kejayaan Kesultanan Mataram Islam terjadi pada era Sultan
Agung Hanyakrakusuma pada 1613 hingga 1645 Masehi. Sosok bernama muda
Raden Mas Rangsang ini adalah cucu pendiri Kesultanan Mataram Islam,
Panembahan Senopati (1587-‎1601 M).
Panembahan Senopati mendeklarasikan Kesultanan Mataram Islam pada 1584
M di alas Mentaok atau Yogyakarta. Panembahan Senopati akhirnya dinobatkan
pada 1587 M dengan gelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama
Khalifatullah Tanah Jawa.
Menurut Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3 (1981),
di bawah pimpinan Panembahan Senopati, Kesultanan Mataram Islam berhasil
menguasai beberapa wilayah di sekitar Bengawan Solo, Jawa Timur, dan sebagian
Jawa Barat.
Tahun 1601, Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Raden Mas
Jolang atau Prabu Hanyakrawati. Pada 1613, Prabu Hanyakrawati meninggal
dunia karena mengalami kecelakaan sewaktu berburu rusa di hutan Krapyak. Raja
penerus takhta Mataram Islam selanjutnya pun harus segera ditetapkan.
Semasa hidup, Prabu Hanyokrowati sempat berpesan agar takhta Mataram
diserahkan kepada Raden Mas Rangsang. Namun, karena suatu janji, maka takhta
harus diserahkan kepada putra Prabu Hanyakrawati lainnya yang bernama Raden
Mas Wuryah, meskipun hanya satu hari sebagai simbolis menepati janji. Maka,
Raden Mas Wuryah yang menyandang kebutuhan khusus dinobatkan menjadi raja
dengan gelar Adipati Martapura. Sehari kemudian, Raden Mas Rangsang

7
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 312

6
menggantikan Adipati Martapura sebagai penguasa Kesultanan Mataram Islam
dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma.

1. Kejayaan Mataram Islam Era Sultan Agung

Setahun setelah menjabat, Sultan Agung memulai operasi penaklukkan


sejumlah wilayah di Jawa untuk memperluas daerah kekuasaan Kesultanan
Mataram Islam. Perjalanan pertama dimulai ke Timur Jawa. Sartono Kartodirjo
dalam Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (1993:131) menerangkan,
pada 1614, Sultan Agung meluncurkan aksi penyerangan ke daerah Timur.
Sultan Agung memberikan perintah kepada Tumenggung Suratani yang
akhirnya berhasil menguasai Malang dan sekitarnya. Atas pencapaian itu,
Tumenggung Suratani dianugerahi gelar Senopati Menggala Yuda. Selanjutnya,
tahun 1615, Sultan Agung mengirim pasukan yang dipimpin oleh Tumenggung
Martalaya untuk mengambil-alih kekuasaan wilayah Wirasaba (kini wilayah
Karesidenan Banyumas).
Pada Januari 1616 atau setahun berselang, Kesultanan Mataram Islam diserang
oleh beberapa wilayah yang menjalin aliansi termasuk Pasuruan dan Tuban. M.C.
Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (1991:85), menyebutkan, pertempuran
tersebut Mataram Islam. Sepanjang tahun 1616-1619, Sultan Agung juga
melakukan ekspansi ke wilayah Lasem, Pasuruan, dan Tuban. Tumenggung
Martalaya dan Tumenggung Jaya Supanta berperan aktif dalam misi ini yang
menuai keberhasilan ini. Misi menaklukkan Surabaya boleh dikatakan paling sulit
dan berlangsung cukup lama yakni pada 1620-1625. Sultan Agung akhirnya
menerapkan strategi untuk melemahkan Surabaya. Rantai distribusi makanan ke
Surabaya dari beberapa wilayah yang sudah menjadi taklukan Mataram diputus.
Pada 1625, Surabaya takluk dengan sendiri karena kehabisan bahan pangan.

2. Kemajuan Kesultanan Mataram Islam

Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Kesultanan Mataram Islam juga


berhasil mencapai kemajuan di berbagai sektor kehidupan, termasuk bidang
ekonomi, keagamaan, budaya, hukum, tata negara/pemerintahan, dan lain-lain.

7
Zaid Munawar dalam tulisan berjudul "Kebijakan Ekonomi Sultan Agung pada
Masa Kerajaan Mataram Islam Tahun 1613-1645 M" (2013), ada tiga paket
kebijakan ekonomi yang dijalankan Sultan Agung, yakni di sektor pertanian,
fiskal, dan moneter. Di sektor pertanian, diberikan tanah kepada para petani dan
dibentuk forum komunikasi sebagai wadah pembinaan. Kemudian, dalam bidang
fiskal diatur regulasi mengenai pajak yang tidak memberatkan rakyat. Di aspek
moneter dibentuk sebuah lembaga keuangan untuk mengatur kas kerajaan.
Dalam bidang keagamaan dan hukum Islam, sebut Purwadi dalam Sejarah
Raja-raja Jawa: Sejarah Kehidupan Kraton dan Perkembangannya di Jawa (2007),
Sultan Agung menerapkan kebijakan berupa pembaharuan hukum sesuai ajaran
agama Islam dan memberikan ruang kepada kaum ulama untuk bekerjasama
dengan kerajaan.
Selain itu, Sultan Agung merumuskan dan menetapkan penanggalan/kalender
Jawa sejak tahun 1633. Salam Iskandar dalam 99 Tokoh Muslim Indonesia
(2009:76) menjelaskan, penghitungan tanggal ini merupakan hasil kombinasi
antara kalender Saka dengan Kalender Hijriah. Akulturasi kebudayaan juga
diterapkan dalam upacara-upacara kerajaan, semisal upacara Garebeg Poso dan
Garebeg Mulud. Garebeg Poso dimaksudkan untuk menyambut Hari Raya Idul
Fitri sedangkan Garebeg Mulud untuk perayaan Maulid Nabi Muhammad.
Sumarsam dalam Gamelan: Cultural Interaction and Musical Development in
Central Java (1995) mencatat, berbagai jenis tari serta gamelan dan wayang
berkembang pesat di era Sultan Agung. Bahkan, Sultan Agung juga menghasilkan
sejumlah karya seperti Serat Sastra Gendhing, yang terdiri dari Pupuh Sinom,
Pupuh Asmaradana, Pupuh Dandanggula, dan Pupuh Durma.
Tata bahasa pun mengalami perkembangan pada masa Sultan Agung dengan
mulai diberlakukannya penggunaan tingkatan bahasa di luar Yogyakarta, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur. Selain itu, Sultan Agung juga menciptakan struktur
administrasi yang inovatif dan rasional. Dibentuklah "provinsi" dengan menunjuk
orang sebagai adipati sebagai kepala wilayah di daerah-daerah taklukan Mataram.

8
3. Sepeninggal Sultan Agung

Di bawah pimpinan Sultan Agung, Kesultanan Mataram Islam melakukan


perlawanan terhadap penjajah Belanda alias VOC. Bahkan, Mataram dua kali
menyerang pusat VOC di Batavia yakni pada 1628 dan 1629 meskipun belum
berhasil dengan gemilang.
Kendati begitu, serbuan kedua Mataram Islam ke Batavia berhasil membendung
serta mencemari Sungai Ciliwung. Akibatnya, wabah kolera melanda Batavia.
Gubernur Jenderal VOC kala itu, J.P. Coen, menjadi korban wabah tersebut dan
meninggal dunia. Sultan Agung wafat di Karta (ibu kota Kesultanan Mataram
Islam atau yang kini berada di Pleret, Yogyakarta) pada 1645 M. Sepeninggal
Sultan Agung, Kesultanan Mataram Islam mulai mengalami kemunduran dan
nantinya terpecah-belah serta bisa dipengaruhi oleh Belanda.

E. Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam


Masa awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam ini dimulai dari perebutan
wilayah Pajang oleh Sutawijaya. Lalu, Kerajaan Mataram menjadi salah satu
Kesultanan Islam yang dinilai berkembang di tanah Jawa. Kerajaan Mataram rutin
menerjemahkan naskah Arab dan menerjemahkan Al-quran ke bahasa Jawa.
Mulai saat itu, kesultanan ini mendirikan pesantren yang menjadikan wilayahnya
sebagai pusat agama Islam. Selain membangun pesantren, ada bermacam cara
dilakukan para penguasa untuk menjadikan wilayah Kesultanan Mataram sebagai
pusat agama Islam, di antaranya dengan mendirikan rumah ibadah.
Kejayaan Kesultanan Mataram terjadi pada saat Raden Mas Rangsang atau
biasa dikenal dengan Sultan Agung memimpin Kerajaan Islam Mataram pada
1613-1645. Pada masa kepemimpinannya, ia di klaim sebagai raja terbesar dari
semua pemimpin kerajaan Mataram. Pada masa kejayaannya, Sultan Agung
Hanyokrokusumo berhasil melakukan ekspansi ke sebagian pulau Jawa dengan
cara menundukkan raja-raja lainnya. Cakupan wilayah kekuasaannya meliputi
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian wilayah di Jawa Barat. Sultan Agung
Hanyokrokusumo juga melakukan perlawanan kepada VOC dengan memboyong
beberapa kerajaan untuk disatukan, meliputi Kesultanan Banten dan Kesultanan

9
Cirebon. Namun sayangnya, kejayaan itu harus berakhir karena ia wafat saat
menyerang VOC di Batavia pada 1628 hingga 1629 M.
Setelah Sultan Agung Wafat, takhta kesultanan diserahkan pada putranya,
Sultan Amangkurat I. Di bawah kepemimpinan Amangkurat I, ia memindahkan
lokasi keraton ke Plered. Sejak saat itu gelar Sultan diganti menjadi Sunan.
Berbeda dengan ayahnya, Amangkurat I justru bukan sosok anti-VOC. Ia justru
berteman dengan VOC.
Pada 1645 hingga 1677 terjadi pertentangan dan perpecahan dalam keluarga
Kerajaan Mataram Islam. Lantas, momen ini dimanfaatkan VOC untuk menguasai
Kesultanan tersebut. Kemudian pada 1677 Sultan Amangkurat I meninggal. Putra
Mahkota dilantik menjadi Sultan Amangkurat II. Di masa kepemimpinan itu,
Sultan Amangkurat II memindahkan pusat pemerintahan ke Kertasura.
Pada kepemimpinan Pakubuwana II merupakan akhir dari kejayaan Kerajaan
Mataram Islam. Hal ini ditandai dengan penandatanganan penyerahan kedaulatan
Mataram kepada VOC pada 11 Desember 1749. Namun secara de facto, Mataram
ditundukkan sepenuhnya pada 1830. Sampai akhirnya pada 13 Februari 1755
menjadi puncak perpecahan Kerajaan Mataram Islam. Hal ini ditandai dengan
Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu
Kesultanan Surakarta dan Yogyakarta.
Usai dibagi menjadi dua wilayah, perpecahan kembali melanda Kerajaan
Mataram Sehingga pada 1757 terjadi perjanjian Salatiga. Namun perpecahan ini
berakhir pada 1830 saat perang Dipenogoro selesai. Seluruh daerah kekuasaan
Surakarta dan Yogyakarta dirampas oleh Belanda. Akhirnya pada 27 September
1830 terjadi perjanjian Klaten yang menentukan wilayah kekuasaan Belanda.
Akhirnya secara permanen Kerajaan Mataram diserahkan kepada Belanda lewat
perjanjian tersebut.
Belanda pun mulai menguasai sebagian besar wilayah kerajaan Mataram saat
Raja Amangkurat II memimpin. Hal ini kemudian membuat rakyat menderita
karena kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Belanda. Kepemimpinan Kesultanan
Mataram terus berganti. Takhta kerajaan diwariskan kepada Amangkurat III,
Pakubuwana I, Amangkurat IV, dan Pakubuwana II.

10
BAB III

KESIMPULAN

Kerajaan Mataram Islam adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah
berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng
Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat
keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah
Kesultanan Pajang, berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan kepada Ki Ageng
Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah
Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.
Berdirinya kerajaan Mataram diawali dengan keterlibatan Sultan Hadiwijaya
yang merupakan raja dari Kerajaan Pajang. Wilayahnya cukup luas mencakup dari
Jawa hingga Madura. Demi menegakkan kekuasaan pajang Sultan Hadiwijaya
ingin mengalahkan Arya Penangsang yang tidak rela jika tahta Kerajaan Demak
diambil oleh Sultan Hadiwijaya. Karena merasa tidak mudah untuk mengalahkan
Arya Penangsang, maka sultan Hadiwijaya membuat sebuah sayembara. Siapa
saja yang dapat mengalahkan Arya Penangsang maka akan diberi hadiah berupa
tanah Pati dan Mataram. Dalam sayembara tersebut Arya Penangsang berhasil
dikalahkan oleh Sutawijaya dengan strategi yang dibuat oleh Ki Ageng
Pemanahan dan Penjawi. Akhirnya Sultan Hadiwijaya tidak hanya memberikan
hadiah kepada Sutawijaya, namun juga memberikannya kepada Ki Ageng
Pemanahan dan Penjawi. Penjawi mendapatkan tanah pati, sebuah kadipaten di
pesisir utara yang telah maju. Sedangkan Pemanahan mendapatkan tanah
Mataram yang masih berupa Mentaok. Wilayah tersebut saat ini berada tepatnya
di sekitar Kota Gede, Yogyakarta. Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan Ki
Gede Mataram.

Kerajaan Mataram islam memiliki konsep kekuasaan yang bersifat absolut atau
mutlak. Maksud dari kekuasaan yang bersifat absolut atau mutlak yaitu seorang
raja yang tidak hanya sebagai pembuat peraturan dan hukum melainkan juga raja
memungkinkan mereka bertindak sebagai tiran. Penyandangan gelar sebagai
seorang raja yang besar, seorang raja Mataram diimbangi dengan sifat adil dan
penuh kasih sayang. Boleh juga dikatakan seorang raja yang baik adalah raja yang

11
menjalankan kekuasaannya juga senantiasa dalam keseimbangan antara
kewenangan dan kewajiban.

Perkembangan dari Islam pada masa Kerajaaan Mataram Islam tentunya


memiliki ciri kgas tersendiri dimana kerajaan Mataram Islam merupakan sebuah
kerajaan di daerah pedalaman yang memungkinkan masih terjadinya akulturasi
antara agama sebelum Islam. Di masa Mataram ini diketahui terdapat dua tipe
keagamaan dimana yang pertama adalah Islam Kejawen dan yang kedua adalah
Islam Santri. Islam Kejawen yang dari namanya saja mungkin kita sudah dapat
menebak bahwa Islam Kejawen merupakan sebuah tipe Islam yang mana di
dalamnya masih kental atau masih ada unsur dari agama sebelumnya yaitu Agama
Hindu.

Sejarah puncak kejayaan Kesultanan Mataram Islam terjadi pada era Sultan
Agung Hanyakrakusuma pada 1613 hingga 1645 Masehi. Sosok bernama muda
Raden Mas Rangsang ini adalah cucu pendiri Kesultanan Mataram Islam,
Panembahan Senopati (1587-‎1601 M). Panembahan Senopati mendeklarasikan
Kesultanan Mataram Islam pada 1584 M di alas Mentaok atau Yogyakarta.
Panembahan Senopati akhirnya dinobatkan pada 1587 M dengan gelar
Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris / pertanian dan relatif lemah secara
maritim. Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini,
seperti kampung Matraman di Batavia / Jakarta, sistem persawahan di Pantura
Jawa Barat, penggunaan hanacaraka dalam literatur bahasa Sunda, politik feodal
di Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yang masih berlaku hingga
sekarang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Purwadi. 2010. The History of Javanese kings: Sejarah Raja-raja Jawa.


Yogyakarta: Ragam Media

Kerajaan Mataram Islam. Makalah. Dikutip dari


http://digilib.uinsby.ac.id/12899/5/Bab%202.pdf

Lombard, Denys. 2008. Nusa Jawa Silang Budaya. Jakarta: Gramedia

R. Soekmono. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta:


Kanisius.

Harun, M. Yahya. Kerajaan Islam Nusantara abad XVI & XVII. Yogyakarta;
Kurnia Kalam Sejahtera, 1995.

Moertono, Soemarsaid. Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985.

Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1994

13

Anda mungkin juga menyukai