Anda di halaman 1dari 2

Anggota kelompok : Alya Nabila Safira.

T (3)
: Chelsea Timothy Marpaung (10)
: Hanna Aish Salma (17)
: Muhamad Naufal Listyadharma Putra (24)
: Ririn Dwi Aryanti (32)
: Vardam Gunli Setiawan (38)

“Perang Diponegoro”
Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda

(Latar Belakang)
Pangeran Diponegoro merupakan pangeran dari Kesultanan Yogyakarta. Lahir tanggal 11
November 1785, nama aslinya adalah Raden Mas Mustahar yang kemudian diganti menjadi
Raden Mas Antawirya seiring usia sesuai tradisi keraton.
Raden Mas Antawirya adalah putra dari Raden Mas Suraja atau yang nantinya bertakhta
dengan gelar Sultan HB III. Sang ayah sebenarnya menginginkan Raden Mas Antawirya
menjadi putra mahkota. Namun, keinginan Sultan HB III itu ditolak dengan halus.
Lantaran ibunya bukan istri permaisuri raja, Raden Mas Antawirya merasa tidak berhak
duduk di singgasana Yogyakarta meskipun ia adalah anak lelaki tertua. Selain itu, ia juga tidak
terlalu menyukai kehidupan mewah di dalam istana.
Sultan HB III wafat pada 1814 dan digantikan oleh Raden Mas Ibnu Jarot, putra dari istri
permaisuri. Saat itu, Raden Mas Ibnu Jarot atau yang kelak bergelar Sultan HB IV masih
berusia 10 tahun.
Pengaruh Belanda atas keraton semakin kuat di saat istana sedang labil lantaran Sultan HB
IV masih kecil. Muak atas situasi itu, Raden Mas Antawirya memutuskan keluar dari keraton
dan kemudian tinggal di kediaman neneknya di wilayah Tegalrejo, Yogyakarta. Dari sinilah
perlawanan Raden Mas Antawirya alias Pangeran Diponegoro terhadap Belanda bermula.

(Kronologi & Tokoh yang terlibat)


Anthonie Hendrik Smissaert, Residen Yogyakarta yang merupakan orang Belanda, berniat
membangun jalan kereta api. Rencana ini ditentang oleh Pangeran Diponegoro lantaran rel
kereta api tersebut mengenai area kediaman neneknya di Tegalrejo. Perang Jawa tak dapat
dihindari, dimulai pada 20 Juli 1825. Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya menerapkan
strategi gerilya untuk menghadapi Belanda yang jelas lebih unggul jumlah prajurit dan
persenjataan.

Kubu Pangeran Diponegoro bermarkas di pedalaman Goa Selarong, suatu kawasan


pegunungan (di wilayah Pajangan, Bantul) yang terletak sekitar 26 kilometer ke arah barat daya
dari Keraton Yogyakarta. Beberapa tokoh pahlawan yang berandil besar membantu Pangeran
Diponegoro antara lain Kyai Mojo dan Alibasah Sentot Prawirodirjo. Sedangkan pasukan
Belanda dipimpin oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock.

Pasukan Diponegoro selalu bergerak, masuk keluar hutan, naik turun gunung, dan
menjelajahi banyak wilayah, dari Yogyakarta, Jawa Tengah, sampai Jawa Timur. Strategi ini
sangat merepotkan Belanda yang terpaksa mengeluarkan banyak biaya untuk membiayai
Perang Jawa dan mendatangkan pasukan bantuan. Belanda terpaksa menarik pasukan yang
sedang menghadapi pertempuran di Sumatera Barat yakni Perang Padri -yang digalang oleh
para tokoh Minangkabau termasuk Tuanku Imam Bonjol- untuk diperbantukan di Perang
Jawa.Kekuatan Belanda yang semakin bertambah membuat kubu Pangeran Diponegoro mulai
terdesak. Satu demi satu, pimpinan pasukan Diponegoro tertangkap, termasuk Kyai Mojo dan
Alibasah Sentot Prawirodirjo.

Belanda menawarkan gencatan senjata. Pangeran Diponegoro yang semula kukuh akhirnya
bersedia demi keselamatan pasukan dan pengikutnya. Ia mau diajak berunding dengan syarat
keluarga dan para pengikutnya dibebaskan. Tanggal 28 Maret 1830, diadakan perundingan
antara Pangeran Diponegoro dan Jenderal De Kock di Magelang, Jawa Tengah. Rupanya, ini
taktik licik Belanda. Pangeran Diponegoro yang tidak bersenjata justru ditangkap.Ditahannya
Pangeran Diponegoro otomatis membuat Perang Jawa yang melelahkan dan telah belangsung
selama 5 tahun (1825-1830) berhenti.

(Akibat)
Pangeran Diponegoro kemudian diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke
Makassar, hingga wafatnya tanggal 8 Januari 1855. Secara keseluruhan dampak Perang Jawa
telah merenggut 200.000 korban jiwa, di antaranya 7.000 orang dari pihak pribumi dan 8.000
orang dari pasukan Belanda. Perang Jawa sangat meletihkan bagi Belanda dan menguras
banyak sumber daya, termasuk pasukan dan uang atau pendanaan yang menyebabkan
pemerintah kolonial mengalami krisis keuangan.

Anda mungkin juga menyukai