Anda di halaman 1dari 10

TUGAS SKI

PERAN UMAT ISLAM DALAM MEMPERJUANGKAN

KEMERDEKAAN INDONESIA

Nama Anggota :

1. Azkiya Dzuriyati Hafidzah


2. Lathifatuzzahroh
3. Siti Khomsaturohmah
4. Sri Nur Habibah

MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KOTA CIREBON


A. Masa Penjajahan dan Kemerdekaan

1. Tokoh Pejuang dimasa penjajahan

a. Pangeran Diponegoro (w.1855 M)

Pangeran Harya Dipanegara (atau biasa dikenal dengan nama Pangeran Diponegoro, lahir
di Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 November 1785-meninggal di Makassar, Hindia Belanda, 8
Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia,
yang memimpin Perang Diponegoro atau Perang Jawa selama periode tahun 1825 hingga 1830
melawan pemerintah Hindia Belanda.

Sejarah mencatat, Perang Diponegoro atau Perang Jawa dikenal sebagai perang yang menelan
korban terbanyak dalam sejarah Indonesia, yakni 8.000 korban serdadu Hindia Belanda, 7.000
pribumi, dan 200 ribu orang Jawa serta kerugian materi 25 juta Gulden.

Perang Diponegoro atau Perang Jawa diawali dari keputusan dan tindakan Hindia Belanda
yang memasang patok-patok di atas lahan milik Diponegoro di Desa Tegalrejo. Tindakan
tersebut ditambah beberapa kelakuan Hindia Belanda yang tidak menghargai adat istiadat
setempat dan eksploitasi berlebihan terhadap rakyat dengan pajak tinggi. membuat Pangeran
Diponegoro semakin muak hingga mencetuskan sikap perlawanan sang Pangeran.

Di beberapa literatur yang ditulis oleh Hindia Belanda, menurut mantan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Professor Wardiman Djojonegoro, terdapat pembelokan sejarah penyebab
perlawanan Pangeran Diponegoro karena sakit hati terhadap pemerintahan Hindia Belanda dan
keraton, yang menolaknya menjadi raja. Padahal perlawanan yang dilakukan disebabkan sang
Pangeran ingin melepaskan penderitaan rakyat miskin dari sistem pajak Hindia Belanda dan
membebaskan Istana dari madat

Keputusan dan sikap Pangeran Diponegoro yang menentang Hindia Belanda secara terbuka
kemudian mendapat dukungan dan simpati dari rakyat. Atas saran dan sang paman, yakni GPH
Mangkubumi, Pangeran Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo dan membuat markas di Gua
Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil,
perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro
membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu.

Medan pertempuran Perang Diponegoro mericakup Yogyakarta, Kedu, Bagelen, Surakarta,


dan beberapa daerah seperti Banyumas, Wonosobo, Banjarnegara, Weleri Pekalongan, Tegal,
Semarang, Demak, Kudus, Purwodadı, Parakan, Magelang, Madiun, Pacitan, Kediri,
Brojonegoro, Tuban, dan Surabaya
b. Teuku Umar (w.1899 M)

Teuku Umar (Meulaboh, 1854-Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah pahlawan asal Aceh
yang berjuang dengan cara berpura-pura bekerjasama dengan Belanda & terkenal akan strategi
perang gerilyanya. Ia melawan Belanda ketika telah mengumpulkan senjata dan uang yang
cukup banyak. Teuku Umar yang dilahirkan di Meulaboh Aceh Barat pada tahun 1854, adalah
anak seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan adik
perempuan Raja Meulaboh Umar mempurtyal dua orang saudara perempuan dan tiga saudara
laki-laki.

Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum Sati berasal dari Minangkabau Dia
merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultahan
Aceh pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Pariaman Salah seorang keturunan
Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam
oleh seorang Panglima Sagi yang ingin mereb kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut, oran
orang itu diangkat menjadi Uleebalang v Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh. Teuku Nan
Ranceh mempunyai dua orang putra yaitu Teuku Nanta Setia dan Teuku Ahmad Mahmud
Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai
leebalang V Mukim, la mempunyai anak perempuan bernama Cut Nyak Dhien.

Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani dan kadang suka
berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang
menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan
pendidikan formal Meski demikian ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas,
dan pemberani.

Ketika perang Aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-
pejuang Aceh lainnya, umurnya baru menginjak 19 tahun Mulanya ia berjuang di kampungnya
sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat. Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar
sudah diangkat sebagai keuchik gampong (kepala desa) di daerah Daya Meulaboh Pada usia 20
tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang Untuk
meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai,
puteri dani Panglima Sagi XXV Mukim

Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dhien, puten pamannya Teuku Nanta
Setia Suami Cut Nya Dien, yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada Juni 1878 dalam
peperangan melawan Belanda di Gle Tarun Keduanya kemudian berjuang serangan terhadap
pos-pos Belanda.
Teuku Umar kemudian mencari strategi untuk mendapatkan senjata dari pihak Belanda.
Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda berdamai dengan pasukan
Teuku Umar pada tahun 1883. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud
memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh Teuku Umar
kemudian masuk dinas militer. Ketika bergabung dengan Belanda, Teuku Umar menundukkan
pos-pos pertahanan Aceh, hal tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura pura untuk
mengelabui Belanda agar Teuku Umar diberi peran yang lebih besar. Taktik tersebut berhasil,
sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17
orang panglima dan 120 orang prajurit termasuk seorang Pang Laot (panglima Laut) sebagai
tangan kanannya, dikabulkan

2. Tokoh Pejuang dimasa Kebangkitan Nasional

a. HOS Cokroaminoto atau Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (w.1934 M)

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di Ponorogo, Jawa Timur 16 Agustia 1882-
meninggal di Yogyakarta, Indonesia 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun (dalam Buku
Sejarah Sarekat Islam dan Pendidikan Bangsa, karangan Drs. Marsik Penerbit Pustaka Pelajar,
2004 halaman 131), lebih dikenal dengan nama HOS Cokroaminoto, merupakan salah satu
pemimpin organisasi pertama di Indonesia ya Sarekat Islam (SI).

Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama RM


Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, RM. Adipati
Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo. Setelah lulus dan sekolah
rendah, ia melanjutkan pendidikannya di sekolah pamong praja di Magelang. Setelah lulus, ia
bekerja sebagai juru tulis patih di Ngawi. Tiga tahun kemudian, ia berhenti. Tjokromaninoto
pindah dan menetap di Surabaya pada 1906. Di Surabaya, ia bekerja sebagai juru tulis di firma
Inggris Kooy & Co dan melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan Burgerlijk Avondschool
jurusan Teknik Mesin.

Bergelar De Ongekroonde van Java atau Raja Jawa Tanpa Mahkota oleh Belanda.
Tjokroaminoto adalah salah satu pelopor pergerakan di indonesia dan sebagai guru para
pemimpin-pemimpin besar di Indonesia. Berangkat dari pernikirannya pula yang melahirkan
berbagai macam ideologi bangsa Indonesia pada saat itu, Rumahnya sempat dijadikan rumah
kost para pemimpin besar untuk menimbah ilmu padanya yaitu Semaoen, Alimin, Muso,
Soekamo, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, bahkan Tan Malaka pernah berguru padanya, la
adalah orang yang pertama kali menolak untuk tunduk pada Belanda. Setelah ia meninggal,
lahirlah warna-warni pergerakan Indonesia yang dibangun oleh murid-muridnya, yakni kaum
sosialis/komunis yange dianut oleh Semaoen, Muso, Alimin Soekarno yang nasionalis, dan
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang Islam merangkap sebagai sekretaris pribadi. Namun,
ketiga muridnya itu saling berselisih menurut paham masing-masing. Pengaruh kekuatan politik
pada saat itu memungkinkan para pemimpin yang sekawanan itu saling berhadap-hadapan
hingga terjadi Pemberontakan Madiun 1948 yang dilakukan Partai Komunis Indonesia karena
memproklamasikan Republik Soviet Indonesia yang dipimpin Muso. Dengan terpaksa Presiden
Soekamno mengirimkan pasukan elite TNI yakni Divisi Siliwangi yang mengakibatkan abang",
sapaan akrab Soekarno kepada Muso, pemimpin Partai komunis pada saat itu tertembak mati
pada 31 Oktober 1948, dilanjutkan oleh Negara Islam Indonesia(NII) yang dipimpin oleh S.M
Kartosuwiryo dan akhirnya hukuman mati yang dijatuhkan oleh Soekarno kepada kawannya
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada 12 September 1962. Pada bulan Mei 1912, HOS
Tjokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam yang sebelumnya dikenal Serikat Dagang
Islam dan terpilih menjadi ketua.

Salah satu trilogi dannya yang termasyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni murni
tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini pada ni menggambarkan suasana masanya yang memerlukan
tiga kemampuan pada seorang pejuang gan Indonesia an parla ana perjuangan I smo hing ia
menikahkan Dari berbagai muridnya yang paling ia sukai adalah Soekarno hingga ia Soekarno
dengan anaknya yakni Siti Oetari, istri pertama Soekamo. Pesannya kepada Para murid-
muridnya ialah Jika kalian ingin menjadi Pernimpin besar, menulislah seperti tawan dan
bicaralah seperti orator". Perkataan ini membius murid-muridnya hingga wartawan membuat
Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya, Muso, Alimin, SM
Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun dan tertawa menyaksikannya.

Tjokro meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun.la


dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di
Banjarmasin.

b. Kiai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (w.1923 M)

Kiai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868-
meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia yang merupakan pendiri Muhammadiyah. Dia adalah putra keempat dari
tujuh bersaudara dari keluarga K.H, Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib
terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari KH. Ahmad
Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat pada masa itu.

Nama kecil KH Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy: Dia merupakan anak keempat
dan tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecual adik bungsunya
Dia termasuk keturunan yang kedua belas dan Maulana Malik Ibrahim salah seorang yang
terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya
tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq Maulana Ainul Yaqin, Maulana
Muhammad Fadlullah (Sunan Praperi), Maulana Sulaiman k Ageng Gribig (Djatinom), Demang
Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, kiai Ilyas, kiai Murtadla, KH
Muhammad Sulaiman, K.H. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).

Pada umur 15 tahun, dia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode
ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembahan. dalam Islam,
seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah Ketika pulang kembali
ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia
bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, dia sempat berguru
kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dan pendiri NU, KH. Hasyim Asyari Pada tahun
1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman Yogyakarta.

Sepulang dari Mekkah, dia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak kiai
Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan
Nasional dan pendin Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro Irfan Dahlan, Siti Aisyah,
Siti Zaharah. Di samping itu K.H. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyal Abdullah, janda H.
Abdullah. Dia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik kiai Munawwir Krapyak. K.H. Ahmad Dahlan
juga mempunyai putra dari perkawinannya dengan Nyal Aisyah (adik Adjengan Penghulu)
Cianjur yang bernama Dandanah. Dia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta Kiai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie (w. 1947 M)
Kiai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie bagian belakangnya juga sering dieja Asyan atau
Ashan (lahir di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 14 Februan 1871- meninggal di Jombang, Jawa
Timur, 21 Juli 1947 pada umur 76 tahun; 24 Dzul Qo'dah 1287 H 7 Ramadhan 1366 H;
dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang) adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang
merupakan pendir Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Di
kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren a dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang
berarti maha guru.
K.H. Hasjim Asy'ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang
juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun. ia berkelana menimba
ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren
Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren
Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo: Pada tahun 1892. KH.
Hasjim Asy'ari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib
Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh
Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas
Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqat, dan Sayyid Husein Al-Habsyi.
Di Makkah, awalnya K.H. Hasjim i belajar di bawah ngingan Syaikh Mafudz dari Termas
(Pacitan) yang merupakan ulama dari Indonesia pertama yang mengajar Sahih Bukhori di
Makkah. Syaikh Mafudz adalah ahli hadis dan hal ini sangat menank minat belajar KH. Hasjim
Asyari sehingga sekembalinya ke Indonesia pesantren ia sangat terkenal dalam pengajaran ilmu
hadis. la mendapatkan ijazah langsung dari syaikh Mafudz untuk mengajar Sahih Bukhari, mana
Syaikh Mahfudz merupakan. terakhir dari pertalian penerima (isnad) hadis dari generasi
penerima karya belajar hadis ia juga belajar tassawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat dan
Naqsyabandiyah.
Pada tahun 1899, sepulangnya dari Mekah, K.H. Hasjim Asy'ari mendirikan Tebu Ireng,
kelak menjadi pesantren terbesar dan 20. Pada 1926, K.H Hasjim Asy'ari menjadi salah satu
pemrakarsa berdirinya Nadhlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan ulama.
Dalam upaya perjuangan untuk meraih kemerdekaan, pada tanggal 17 September fatwa
Jihad di tanda tangani Hasyim Asy'ari yang kemudian kukuhkan rapat para tanggal Oktober
1945 dan kenal dengan nama Resolusi Resolusi Jihad sebagai pengobar semangat ulama dan
santri yang tergabung laskar Hizbullah dan Sabilillah dalam melakukan perlawanan terhadap
penjajah. juga mendesak pemerintah segera menentukan sikap melawan kekuatan yang ingin
menggagalkan kemerdekaan. Surabaya menjadi medan pertempuran laskar Hizbullah dan
sekutu. Berbekal resolusi isinya menjadi garda terdepan dalam pertempuran.

3. Peran Umat Islam Pasca Kemerdekaan


a. Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka (w. 1981 M)
Prof DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah gelar Datuk Indomo, populer dengan nama penanya
Hamka (bahasa Arab: ‫ ;عبد الملك كريم أمر هللا‬lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten
Agam, Sumatra Barat, 17 Februari 1908-meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun)
adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. la berkarier sebagai wartawan, penulis, dan
pengajar la terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir
hayatnya. Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar
doktor kehormatan, sementara Universitas Moestapo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai
guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk
dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
Dibayangi nama besar ayahnya Abdul Karim Amrullah, Hamka remaja sering melakukan
perjalanan jauh sendirian la meninggalkan pendidikannya di Thawalib, menempuh perjalanan
ke Jawa dalam usia 16 tahun. Setelah setahun melewatkan perantauannya, Hamka kembali ke
Padang Panjang membesarkan Muhammadiyah. Pengalamannya ditolak sebagai guru di
sekolah milik Muhammadiyah karena tak memiliki oma dan kritik atas kemampuannya
berbahasa Arab melecut keinginan Hamka pergi diploma ke Mekkah. Dengan n bahasa Arab
yang dipelajarinya, Hamka mendalami sejarah Islam dan sastra secara otodidak. Kembali ke
Tanah Air, Hamka merintis karier sebagai wartawan sambil bekerja sebagai guru agama di Deli.
Dalam pertemuan memenuhi kerinduan ayahnya, Hamka mengukuhkan tekadnya untuk
meneruskan cita-cita ayahnya dan dirinya sebagai ulama dan sastrawan. Kembali ke Medan
pada 1936 setelah pernikahannya, ia menerbitkan majalah Pedoman Masyarakat. Lewat
karyanya Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, nama Hamka
melambung sebagai sastrawan.
Selama revolusi fisik Indonesia, Hamka bergerilya bersama Barisan Pengawal Nagari dan Kota
(BPNK) menyusuri hutan pengunungan di Sumatra Barat untuk menggalang persatuan
menentang kembalinya Belanda. Pada 1950, Hamka membawa keluarga kecilnya ke Jakarta.
Meski mendapat pekerjaan di Departemen Agama, Hamka mengundurkan diri karena terjun di
jalur politik. Dalam pemilihan umum 1955, Hamka terpilih duduk di Konstituante mewakili
Masyumi, la terlibat dalam perumusan kembali dasar negara. Sikap politik Masyumi menentang
komunisme dan gagasan Demokrasi Terpimpin memengaruhi hubungan Hamka dengan
Presiden Soekarno. Usai iMasyumi menerbitkan majalah Panji dibubarkan sesuai Dekret
Presiden 5 Juli 1959, Hamka men Masyarakat yang berumur pendek, dibredel oleh Soekarno
setelah menurunkan tulisan Hatta-yang telah mengundurkan diri sebagai wakil presiden-
berjudul Demokrasi Kita". Seiring meluasnya pengaruh komunis, Hamka dan karya-karyanya
diserang oleh oran organisasi kebudayaan Lekra. Tuduhan melakukan gerakan subversif
membuat Hamka diciduk dari rumahnya ke tahanan Sukabumi pada 1964. la Tafsir Al-Azhar
dalam keadaan sakit sebagai tahanan.
Menjelang berakhirnya kekuasaan Soekarno, Hamka dibebaskan pada 1966. Pada masa Orde
Baru Soeharto, ia mencurahkan waktunya membangun kegiatan dakwah di Masjid Agung Al-
Azhar serta berceramah di RRI dan TVRI Ketika pemerintah menjajaki pembentukan Majelis
Ulama Indonesia pada 1975, peserta musyawarah memilih dirinya secara aklamasi sebagai
ketua. Namun, Hamka memilih meletakkan jabatannya pada 19 Mei 1981, menanggapi tekanan
Menteri Agama untuk menarik fatwa haram MUI atas perayaan Natal bersama bagi umat
Muslim. Ia meninggal pada 24 Juli 1981 dan jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir,
Jakarta.
b. KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (w. 2009 M)
Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di
Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat
kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, tetapi kalender yang digunakan untuk menandai
hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban 1359 Hijriah, sama
dengan 7 September 1940.
la lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. Addakhil berarti Sang Penakluk". Kata
"Addakhil tidak cukup dikenal dan diganti nama Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan
panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak
kiai yang berati "abang" atau mas."
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang
sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah KH. Hasyim
Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, KH. Bisri Syansuri, adalah
pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H.
Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949.
Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.
Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Ia menikah dengan Sinta Nuriyah dan
dikaruniai empat putri: Alisa, Yenny. Anita, dan Inayah. Gus Dur secara terbuka pernah
menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia
adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden
Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.
Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang
merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian
seorang peneliti Prancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-
Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan. Pada tahun 1944, Wahid pindah dan Jombang
ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang
saat itu menduduk Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan
Indonesia melawan Belanda Pada akhir perang tahun 1949, Wahid pindah ke Jakarta dan
ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD
KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid juga diajarkan membaca buku non-
Muslim, majalah dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Gus Dur terus
tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama
pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun 1954, la masuk ke Sekolah Menengah
Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk
meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada KH. Ali Maksum di Pondok Pesantren
Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke
Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo la mengembangkan
reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun
(seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambak beras di
Jombang, Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga
menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah.
Gus Dur juga dipekerjakan sebagal jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.
c. Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (w.2019 M)
Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni
1936-meninggal di Jakarta, 11 September 2019 pada umur 83 tahun) adalah Presiden Republik
Indonesia yang ketiga. Sebelumnya, BJ Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden Republik
Indonesia ke-7, menggantikan Try Sutrisno. B. J. Habible menggantikan Soeharto yang
mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.
BJ. Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai
presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan
dan 7 hari (sebagai wakil presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan (sebagai presiden), 8. J.
Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan
terpendek.
Habible mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto
pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir
seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera
membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan
dukungan dari Dapa Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program
pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada
kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kukuh bagi
Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU
Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah Melalui penerapan UU
otonomi daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam
dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU
otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan
Yugoslavia.

Anda mungkin juga menyukai