Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KLIPING PKN

NAMA: MAHENDRA SANDY I


KELAS: 8F
ABSEN:21
Moh. Hatta

Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta,


lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 –
meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah
pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang
pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun
1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal
sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional
Jakarta menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap
jasanya sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan
Indonesia.

Nama yang diberikan oleh orangtuanya ketika dilahirkan adalah


Muhammad Athar. Anak perempuannya bernama Meutia Hatta
menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.

Perjuangan
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis
organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB)
Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan
perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya
lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan
Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal
pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan
Agus Salim dalam Neratja

Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 – meninggal


di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah
salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Makamnya berada di
Makassar.

Asal-usul Diponegoro
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja
Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di
Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A.
Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang
berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas
Mustahar,[rujukan?] lalu diubah namanya oleh Hamengkubuwono II tahun
1805 menjadi Bendoro Raden Mas Ontowiryo.

Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak


keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III untuk mengangkatnya
menjadi raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri.
Mempunyai 3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu
Ratnaningsih, & Raden Ayu Ratnaningrum.

Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat


sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut
putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton.
Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan
Hamengkubuwana V (1822) dimana Diponegoro menjadi salah satu anggota
perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3
tahun, sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo
bersama Residen Belanda. Diponegoro.

Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang,


Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November
1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan
Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim
diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga
bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga tewas di Gle
Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak
Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan
Belanda.

Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar


Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi
karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan
perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada
tahun 1880 yang menyebabkan meningkatnya moral pasukan
perlawanan Aceh. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut
Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia
bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda.
Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada
tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di
pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien
saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun,
sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan
keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke
Banda Aceh. Disana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh.
Namun, ia menambah semangat perlawanan rakyat Aceh serta
masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum
tertangkap, sehingga ia dipindah ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien

Bung Tomo / Sutomo

Sutomo (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 3 Oktober 1920 –


meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981
pada umur 61 tahun) lebih dikenal dengan sapaan akrab oleh
rakyat sebagai Bung Tomo, adalah pahlawan yang terkenal
karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat
untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara
NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945
yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota
Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo,
seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah
bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi
di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor
pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-
impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah
dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro
yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran
Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Ayahnya adalah seorang
serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan
pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia
pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk
perusahaan mesin jahit Singer.

Asal-usul Tuanku Imam Bonjol


Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol
adalah Muhammad Shahab atau Petto Syarif, dan kemudian
Tuanku nan Ranceh dari Kamang salah seorang pemimpin dari
Harimau nan Salapan, menunjuk beliau sebagai Imam di Bonjol.

Riwayat perjuangan
Tak dapat dimungkiri, Perang Paderi meninggalkan kenangan
heroik sekaligus traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar
20 tahun pertama perang itu (1803-1821) praktis yang
berbunuhan adalah sesama orang Minang dan Mandailing atau
Batak umumnya.

Pada awalnya timbulnya peperangan ini didasari keinginan


dikalangan pemimpin ulama di Kerajaan Pagaruyung untuk

menerapkan dan menjalan syariat Islam sesuai dengan Mahzab


Wahabi yang waktu itu berkembang di tanah Arab (Arab Saudi
sekarang). Kemudian pemimpin ulama yang tergabung dalam
Harimau nan Salapan meminta Tuanku Lintau untuk mengajak
Raja Pagaruyung Sultan Muning Alamsyah beserta Kaum Adat
untuk meninggalkan beberapa kebiasaan yang tidak sesuai
dengan Islam.
Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara
Kaum Padri (penamaan bagi kaum ulama) dengan Kaum Adat.
Seiring itu dibeberapa Nagari dalam Kerajaan Pagaruyung
bergejolak, dan sampai akhirnya Kaum Padri dibawah pimpinan
Tuanku Pasaman menyerang Pagaruyung pada tahun 1815.
Sultan Muning Alamsyah terpaksa melarikan diri dari ibukota
Ki Hadjar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat,


sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar
Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan
Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal
di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun; selanjutnya
disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis
pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan
pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman
penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa,
suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi
para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan
seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai


Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut
wuri handayani, menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional.
Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang
Indonesia,

Masa muda dan awal karier


Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta.
Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar
Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah
Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit.
Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa
surat kabar antara lain Sediotomo, Midden Java, De Expres,
Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya
komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.
Pattimura

Kapitan Pattimura (lahir di Negeri Haria, Porto, Pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783
– meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), atau
dikenal dengan nama Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia, adalah Pahlawan
Nasional Indonesia. Ia adalah putra Frans Matulessia dengan Fransina Silahoi.
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarir dalam militer
sebagai mantan sersan Militer Inggris.[1] Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab
Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[2]

Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda
dan kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah
(landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta
mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan
bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs
Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan
jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-
serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk
memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi
dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan [3] Kedatangan kembali
kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini
disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang
buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di
bawah pimpinan Thomas Matulessy yang diberi gelar Kapitan Pattimura [2] Maka
pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih,
Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan
panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria
(kabaressi). Sebagai panglima perang, Thomas Matulessy mengatur strategi perang
bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja
Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur
pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan.
Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun
rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan
dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa.
Mahmud Badaruddin II

Sultan Mahmud Badaruddin II (l: Palembang, 1767, w: Ternate,


26 November 1862) adalah pemimpin kesultanan Palembang-
Darussalam (1803-1819), setelah masa pemerintahan ayahnya,
Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803) .

Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin


pertempuran melawan Inggris dan Belanda, di antaranya yang
disebut Perang Menteng. Pada tangga 14 Juli 1821, ketika
Belanda berhasil menguasai Palembang, Sultan Mahmud
Badaruddin II dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke Ternate.

Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di


Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata
uang rupiah pecahan 10.000-an yang dikeluarkan oleh bamk
Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2005. Penggunaan gambar
SMB II di uang kertas ini sempat menjadi kasus pelanggaran hak
cipta, diduga gambar tersebut digunakan tanpa izin pelukisnya,
namun kemudian terungkap bahwa gambar ini telah menjadi hak
milik panitia penyelenggara lomba lukis wajah SMB II.

Konflik dengan Inggris


Sejak timah ditemukan di Bangka pada pertengahan abad ke-18,
Palembang dan wilayahnya menjadi incaran Britania dan Belanda.
demi menjalin kontrak dagang, bangsa Eropa berniat menguasai
Palembang. Awal mula penjajahan bangsa Eropa ditandai dengan
penempatan Loji (kantor dagang). Di Palembang, loji pertama
Belanda dibangun di Sungai Aur (10 Ulu).

Anda mungkin juga menyukai