Anda di halaman 1dari 4

LUKA DI BULAN MEI

Tragedi bagaimana keadilan sebagai warga negara yang patuh hukum, namun mendapatkan
perlakuan yang tidak sepantasnya.

Era reformasi merupakan awal yang menjadi kenyataan pahit hukum Indonesia. Ekonomi Indonesia
mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia sepanjang 1997-1999. Hal ini
pun mendasari mahasiswa untuk melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara,
termasuk mahasiswa Universitas Trisakti. Dengan menuntut pemberhentian Presiden Soeharto dari
masa jabatannya, dengan aksi damai demonstrasi yang dilakukan oleh beberapa aliansi berbagai
universitas yang ada di Indonesia. Beberapa mahasiswa asal ruang lingkup Universitas Trisakti menarik
perhatian pada akhir demonstrasi tersebut. Empat orang menarik tersebut dari seluruh mahasiswa
Universitas Trisakti diantaranya, Elang Mulia Lesmana (mahasiswa Fakultas Teknik Arsitektur-1996),
Hafidin Royan (mahasiswa Fakultas Teknik Sipil-1996), Hendriawan Lesmana (mahasiswa Fakultas
Ekonomi-1996), Hery Hartanto (mahasiswa Fakultas Teknik Mesin-1995). (Orientasi)

Dalam Aksi damai civitas akademika Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir depan
gedung M (Gedung Syarif Thayeb) pukul 10.30 -10.45, dimulai dengan pengumpulan segenap civitas
Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan.
Berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar. Di saat Elang, Royan, Hendriana, serta Hery dan juga
seluruh civitas Trisakti lainnya sedang membentang poster berisikan tuntutan mengenai masalah yang
terjadi pada era tersebut untuk segera diselesaikan, koordinator dari demonstrasi tersebut
menyatakan beberapa orasi yang menjadi pemacu semangat para mahasiswa untuk bertekad tetap
bersedia dalam menuntut kesejahteraan bangsa. “Teman-teman para mahasiswa semua kita berdiri
bersama dalam aksi untuk menuntut kesejahteraan bangsa, bukan?” ucap koordinator dengan
teriakan yang keras. Sontak saja para mahasiswa menjawab dengan yakin terhadap apa yang telah di
teriakan koordinator tersebut.

Kemudian, para mahasiswa bersama para anggota masyarakat lainnya melakukan aksi mimbar bebas
pukul 10.45-11.00 dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu
Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama oleh peserta mimbar bebas. Pada saat itu banyak
direspon baik oleh para elemen mahasiswa lainnya serta dilanjutkan dengan mengheningkan cipta
sejenak sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia sekarang ini.
Beberapa mahasiswa menyuarakan semangat dalam hati mereka termasuk empat mahasiswa yang
menjadi perhatian dalam kisah kali ini yaitu Elang, Royan, Hendriana, dan Hery ketika Mengheningkan
cipta berkumandang.

Sejalan dengan aksi orasi serta mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen,
karyawan maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar. Sekitar
pukul 11.00-12.25 yang bersamaan dengan aksi tersebut, banyak aparat yang terus mengawasi
dengan memprovokasi beberapa mahasiswa untuk mundur dari aksi orasi tersebut. Hal ini membuat
pandangan massa tertuju pada gerakan aparat keamanan. “Cepat turun kau wahai para aparat kalo
mengawasi jalannya aksi jangan seperti pengecut” sorakan salah satu mahasiswa peserta demonstrasi
tersebut.

Dengan banyaknya provokasi dari dua pihak dalam aksi demonstrasi itu, massa pun mulai memanas
yang dipicu oleh kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas
(jalan layang) dan menuntut untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan
aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian pukul 12.25-12.30 para massa menuju ke pintu gerbang
arah Jl. Jend. S. Parman. Situasi dalam perjalanan tersebut menjadi sangat riuh, banyak dari para
massa yang telah merasakan geram terhadap aparat keamanan yang terlibat.

Satgas mulai siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan mengatur
massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap tertib pada saat turun ke
jalan, pukul 12.25-13.00 Pintu gerbang dibuka dan massa mulai berjalan keluar secara perlahan
menuju Gedung MPR/DPR melewati kampus Untar. Para aparat keamanan mulai mengarahkan untuk
bergabung dengan para pejabat daerah sekitar untuk berdiskusi perihal demonstrasi ini. Long march
mahasiswa terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Wali Kota Jakarta Barat oleh barikade aparat
dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis barisan “Woi ini apa-apaan kok
dihadang segala?, kami cuma demonstrasi menuntut keadilan bukan mau memberontak negara,
benar begitu teman-teman?” teriak Hery anak fakultas mesin-1995. Lantas para mahasiswa dan
peserta demonstrasi lainnya ikut merasakan semangat dalam menuntut keadilan.

Sekitar pukul 13.00-13.30, Berkumpulnya massa yang sementara beberapa wakil mahasiswa (Senat
Mahasiswa Universitas Trisakti) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat (Dandim
Jakarta Barat, Letkol (Inf) A Amril, dan Wakalpolres Jakarta Barat), “ini bagaimana komandan, kenapa
kami diberhentikan dan dihadang?” salah satu perwakilan menayangkan perihal tersebut. “jadi gini
Mas dan mbaknya demonstrasi tidak boleh diselenggarakan di sini, karena massa yang ikut akan
menimbulkan kemacetan” jawaban dari komandan untuk para perwakilan. Sementara negoisasi
berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak massa yang terus tertahan tak
dapat dihadang oleh barisan satgas samping bergerak maju dari jalur sebelah kanan. Selain itu pula
masyarakat mulai bergabung di samping long march. Kemudian, Tim negosiasi kembali dan
menjelaskan hasil negosiasi di mana long march tidak diperbolehkan dengan alasan kemungkinan
terjadinya kemacetan lalu lintas dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena
mereka merasa aksinya tersebut merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Di lain
pihak pada saat yang hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas)
sejumlah 4 truk. (Pengungkapan peristiwa)

Massa duduk. Lalu dilakukan aksi mimbar bebas spontan di jalan. Sekitar pukul 13.30-14.00 aksi damai
mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar. “Nah, gini kan enak nggak ribut terus
kan sekali-kali istirahat sambil memandangi besarnya gedung-gedung bertingkat, benar kan bro?”
ucap Royan ke teman satu fakultasnya yang duduk disampingnya. Hal tersebut pertanda bahwa situasi
sedang tenang tanpa ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi
membagikan bunga mawar kepada barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari
Kodam Jaya dan satuan kepolisian lainnya.

Pukul 14.00-16.55 sejalan pada negoisasi terus dilanjutkan dengan komandan (Dandim dan Kapolres)
dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan
dengan diselingi pula teriakan yel-yel maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap
tak bergeming. Yang terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit massa
mulai berkurang dan menuju ke kampus dengan perasaan kecewa. Polisi memasang police line untuk
Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut. Wakil mahasiswa mengumumkan hasil
negoisasi di mana hasil kesepakatan adalah baik aparat dan mahasiswa sama-sama mundur. Awalnya
massa menolak tetapi setelah dibujuk oleh Bapak Dekan FE dan Dekan FH Usakti, Adi Andojo SH, serta
ketua SMUT massa mau bergerak mundur.

Pukul 16.55-17.00 kurang lebih, Kapolres dan Dandim Jakbar memenuhi keinginan mahasiswa.
Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa sudah tertib. Mahasiswa kemudian
membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib ke kampus. Saat itu hujan turun dengan deras
mahasiswa bergerak mundur secara perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-tiba seorang oknum
yang bernama Mashud yang mengaku sebagai alumni (sebenarnya tidak tamat) berteriak dengan
mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa. Hal ini memancing massa untuk bergerak
karena oknum tersebut dikira salah seorang anggota aparat yang menyamar. “eh kamu dengar nggak
ada seperti ada yang sedang mencari masalah dengan aliansi kita ini” ucap Hendriawan sambil kaget
dan kebingungan. Teman di sebelahnya Pun menanggapi perkataan Hendriawan dengan emosi yang
mulai membuncah terhadap apa yang telah dikatakan oleh oknum tersebut. (Menuju konflik)

Pukul 17.00-17.05 di tempat demonstrasi, oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan
aparat sehingga massa mengejar ke barisan aparat tersebut. Hal ini menimbulkan ketegangan antara
aparat dan massa mahasiswa “ini kenapa? Kok aparatnya berani melakukan perlawanan kita dengan
kekerasan? Tanya Elang sambil kebingungan. Pada saat petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala
kamtibpus Trisakti menahan massa dan meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan
untuk tenang. Kemudian Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta
Kapolres agar masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama mundur.

Ketika massa bergerak untuk mundur kembali ke dalam kampus, di antara barisan aparat ada yang
meledek dan mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada mahasiswa sehingga sebagian
massa mahasiswa kembali berbalik arah, banyak provokator dari pihak aparat yang membuat keadaan
di tempat menjadi ricuh dan banyaknya massa yang memaksa untuk mencari perlindungan atas apa
yang telah aparat lakukan. Sekitar pukul 17.05-18.30 terdapat tiga orang mahasiswa sempat
terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh satgas mahasiswa
Usakti.

Pada saat yang bersamaan barisan dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa dengan
tembakan dan pelemparan gas air mata “woi, jangan serang secara acak gitu dong! Ada banyak orang
nih, inget situasi dong mau jadi musuh rakyat kalian!” teriak salah satu massa yang terkena dampak
dari situasi tersebut, sehingga massa mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat
kepanikan tersebut terjadi, “brukk..., dor-dor, ahhhhh..” suara persenjataan aparat yang melakukan
penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata di hampir setiap sisi jalan, pemukulan
dengan pentungan dan popor, penendangan dan penginjakan, serta pelecehan seksual terhadap para
mahasiswi. Termasuk Ketua SMUT yang berada di antara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh
dua peluru karet di pinggang sebelah kanan. “pak ketua, kenapa ini? Wahhh pinggang Bapak
mengeluarkan darah banyak ini pak!” suara cemas dari salah satu mahasiswa yang sedang bersamanya
ketika peristiwa itu terjadi.

Kemudian datang pasukan bermotor dengan memakai perlengkapan rompi yang bertuliskan URC
mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol.
Sementara aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan
menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja mahasiswa dan
mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan aparat terus dilakukan dengan melepaskan
tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti. Sementara aparat yang berada di atas jembatan
layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus.

Lalu sebagian aparat yang ada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat
formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada
di dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka
maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus tiga orang menurut data
yang tercatat dari hasil analisa mereka merupakan anggota mahasiswa dari Universitas Trisakti yang
bernama antara lain Elang Mulia Lesmana (mahasiswa Fakultas Teknik Arsitektur-1996), Hafidin Royan
(mahasiswa Fakultas Teknik Sipil-1996), Hendriawan Lesmana (mahasiswa Fakultas Ekonomi-1996),
dan satu orang lainnya di rumah sakit akan tetapi dalam perawatan di rumah sakit dia meninggal
secara syahid seperti tiga temannya yang lain, serta pula beberapa orang dalam kondisi kritis.
Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima belas orang. Yang luka tersebut
memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. Tanpa ampun aparat terus menembaki dari luar.
Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus. (Puncak konflik)

Tepat sekitar pukul 18.30-19.00 tembakan dari aparat mulai mereda, rekan-rekan mahasiswa mulai
membantu mengevakuasi korban yang ditempatkan di beberapa tempat yang berbeda-beda menuju
RS. Banyak mahasiswa yang terluka membuat Terpukul hatinya ketika mengetahui bahwasanya
banyak teman-teman mereka menjadi korban dari kebiadaban aparat yang menyeramkan, bahkan
terdapat 4 korban jiwa yang meninggal di tempat maupun di rumah sakit.

Sekitar pukul 19.00-19.30 rekan mahasiswa kembali panik karena terlihat ada beberapa aparat
berpakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan sniper (penembak jitu) di atas gedung yang masih
dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun
tempat-tempat yang dirasa aman seperti musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk
sembunyi. Peristiwa yang dianggap terlihat aman namun di luar dugaan banyak musuh rakyat yang
mencari keributan dalam demonstrasi yang awalnya aksi damai menjadi ladang darah para penerus
bangsa.

Bersyukur, tepat pukul 19.30-23.25 setelah melihat keadaan sedikit aman, mahasiswa mulai berani
untuk keluar dari ruangan. Lalu terjadi dialog dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan
mereka ke rumah masing-masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol. Arthur Damanik,
yang hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar secara sedikit
demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan aman. Walau masih dalam keadaan
ketakutan dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur pulang.
Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers oleh pimpinan universitas.
Anggota Komnas HAM datang ke lokasi.

Akhirnya, sekitar pukul 01.30 dengan diselenggarakannya jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI
Sjafrie Sjamsoedin di Mapolda Metro Jaya. Hadir dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI
Sjafrie Sjamsoedin, Kapolda Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton
Moertedjo, dan dua anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W. Soeharto. Masalah tentang
keadilan mahasiswa sampai saat ini masih menjadi pertanyaan, karena menjadi keganasan pejabat
dan para komandan aparat yang membabi buta dalam menjadi kan mahasiswa dan aparat sebagai
ajang adu domba. (Resolusi)

Sekiranya kita memiliki banyak waktu untuk mencari keadilan, lebih baiknya manfaatkan waktu
tersebut untuk mencari jati diri kita sendiri yang menginginkan keadilan tersebut. (Koda)

Karya oleh:

Nama : ILHAM NUR RAMADANI

Kelas : XII TKJ 1

Absen : 13

Anda mungkin juga menyukai