Anda di halaman 1dari 3

Nama  

:safarul afdhal
Nim   : 180104109
Nomor Absen   :12
Dosen Pengampu   : Syaifullah Noor, S.H., M.H
 
Jawaban tugas uts

2. Menurut pendapat dan artikel-artikel yang saya baca, Saya melihat Indonesia cenderung menganut
Dualisme. Mengapa saya berpendapat demikian? Banyak sekali artikel yang saya baca memberikan
jawaban yang kurang jelas atau masih belum menentukan Indonesia menganut Dualisme atau Monisme.
Tetapi setelah saya pelajari, praktek Indonesia dalam implementasi perjanjian internasional dalam
hukum nasional lebih cenderung ke Dualisme. Terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No.24 tahun 2009 yang
berisi “Pengesahan Perjanjian Internasional sebagaimana maksud dalam ayat 1 dilakukan dengan UU
atau keputusan presiden”. Dengan demikian pemberlakuan Perjanjian Internasional tidak secara
langsung. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang Hukum Nasional dan Hukum
Internasional sebagai 2 sistem hukum yang berbeda dan terpisah. Terlihat juga dalam UU No.2 tahun
2000, Perjanjian Internasional harus ditransformasikan menjadi Hukum Nasional dalam bentuk
perundang-undangan, diratifikasi melalui UU dan keputusan Presiden. UU ratifikasi tersebut tidak
langsung menjadi Hukum Nasional, UU ratifikasi hanya menjadikan Indonesia terikat terhadap perjanjian
internasional tersebut. Contohnya, Indonesia meratifikasi International covenant on Civil and Political
rights melalui UU, maka selanjutnya Indonesia harus membuat UU yang menjamin hak-hak yang ada di
covenant tersebut dalam UU yang lebih spesifik.

3. Sekitar tahun 1958 Pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan-

perusahaan Belanda, berkaitan dengan perjuangan mengembalikan Irian Barat

dari pendudukan Belanda. Berkaitan dengan nasionalisasi ini, timbul gugatan

perusahaan tembakau Belanda di Bremen (Jerman), ketika tembakau dari

perkebunan di Deli akan dilelang pada pasar tembakau di Bremen.123

Duduk perkaranya bermula pada saat pengapalan tembakau dari bekas

perusahaan Belanda yang dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia. Pemilik

perusahaan yang dinasionalisasi tersebut mengklaim tembakau tersebut sebagai

miliknya. Kemudian, pihak Belanda (De Verenigde Deli Maatschapijen)

menggugat pihak pemerintah Indonesia dan Maskapai Tembakau Jerman-

Indonesia (Deutsch-Indonesia Tabakshandels G.m.b.H). Menanggapi gugatan

Belanda, Indonesia menyatakan bahwa tindakan pengambilalihan dan


nasionalisasi itu merupakan tindakan suatu negara yang berdaulat dalam rangka

perubahan struktur ekonomi bangsa Indonesia dari struktur ekonomi kolonial ke

ekonomi nasional.124

Pihak Indonesia dan Maskapai Tembakau Jerman-Indonesia digugat oleh

pihak Belanda di Pengadilan Bremen (Landesgericht Bremen). Dalam putusannya

secara tidak langsung membenarkan nasionalisasi perusahaan dan perkebunan

milik Belanda oleh pemerintah Indonesia. Pihak Belanda mengajukan banding

atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Bremen (Oberlandesgericht Bremen)

dan mendalilkan bahwa tindakan Indonesia dalam menasionalisasi bekas

perusahaan Belanda tidak sah karena ganti rugi yang ditawarkan tidak memenuhi

apa yang oleh pihak Belanda dianggap sebagai dalil hukum internasional yaitu

bahwa ganti rugi itu harus prompt, effective dan adequate. Pihak perusahaan

tembakau Jerman-Indonesia dan pemerintah Indonesia membantah dalil yang

dikemukakan oleh Belanda, dengan mengatakan bahwa nasionalisasi yang

dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah usaha untuk mengubah struktur

ekonomi Indonesia dari ekonomi kolonial ke ekonomi yang bersifat nasional

secara radikal. Menurut pihak tergugat nasionalisasi tersebut perlu dilakukan

dalam rangka perubahan struktur ekonomi tersebut.125 Dalil klasik prompt, effective

dan adequate yang berlaku dalam hukum internasional harus tunduk pada hukum

nasional karena interpretasi prompt, effective dan adequate masing-masing

Negara berbeda disesuaikan dengan kemampuannya.

5. Hukum internasional memiliki berbagai kasus, 5 diantaranya, yaitu :

1. Arab Saudi yang mengeksekusi mati Tuti Tursilawati (TKW asal Indonesia) pada Senin, 29
Oktober 2018. Tuti adalah korban pemerkosaan oleh majikannya yang dituduh membunuh
majikannya tersebut setelahnya.
2. Israel yang menghancurkan rumah penduduk Palestina pada Senin, 22 Juli 2019. Menurut PBB,
penghancuran tersebut tidak diperlukan karena tidak sesuai dengan kewajiban di bawah hukum
humaniter internasional.

3. China yang menabrak kapal nelayan RI di Perairan Natuna pada Januari 2020. Ketua KNTI


menegaskan bahwa kapal asing boleh melintas di Perairan Natuna Utara, tapi jika sampai
menabrak dan melakukan tindakan yang merugikan nelayan Indonesia, itu termasuk
pelanggaran hukum internasional.

4. Amerika Serikat yang membunuh jenderal Iran pada Jum'at, 3 Januari 2020. Menteri luar


negeri Rusia, Sergey Lavrov menegaskan bahwa tindakan sengaja dari negara anggota PBB untuk
melenyapkan pejabat negara anggota PBB lainnya tanpa memberikan pemberitahuan
sebelumnya, secara terang-terangan melanggar prinsip hukum internasional.

5. Tuntutan berbagai negara kepada China terkait kerugian yang ditimbulkan akibat virus Corona 
pada Maret-April 2020. Menurut Tom Ginsburg, seorang profesor hukum internasional, China
harus bertanggungjawab atas segala kerusakan yang ditimbulkannya ke negara lain berdasarkan
hukum internasional.

Anda mungkin juga menyukai