Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL ILMIAH

“Pendekatan-Pendekatan dalam Ilmu Politik”

dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Pengantar Ilmu Politik”

Dosen Pengampu : Dr. Jona Bungaran Basuki Sinaga, S.STP, S.AP, M.Si

Disusun oleh :

Abdurrahman Al Hamid 33.0120

Akhmad Khadafi Alamsyah 33.0903

Daffa Erwin Permana 33.0591

Early Aura Ardiansyah 33.0534

Muhammad Rezki 33.0181

FAKULTAS POLITIK PEMERINTAHAN


INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2023
1) Pengantar
Ilmu Politik mengalami perkembangan yang pesat dengan munculnya berbagai pendekatan
(approaches). Pendekatan Legal (yuridis) dan Institusional telah disusul dengan Pendekatan
Perilaku, Pasca-Perilaku, dan Pendekatan Neo-Marxis. Selanjutnya, muncul dan berkembang
pendekatan-pendekatan lainnya seperti Pilihan Rasional (Rational Choice), Teori
Ketergantungan (Dependency Theory), dan Institusionalisme Baru (New Institutionalism).
Berkat interaksi dengan konsep serta metode tertentu dari ilmu-ilmu lainnya, seperti
sosiologi, antropologi, hukum, dan ekonomi, maka ilmu politik telah berkembang menjadi
ilmu yang lebih komprehensif karena melibatkan banyak aspek yang tadinya tidak
dihiraukan. Ilmu politik saat ini lebih dinamis dan lebih mendekati realitas. Mengamati
kegiatan politik dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada perspektif atau
kerangka acuan yang dipakai. Cara kita mengamati kegiatan politik itu akan mempengaruhi
apa yang kita lihat. Seorang sarjana politik terkemuka, Vernon van Dyke mengatakan bahwa:
”Suatu pendekatan (approach) adalah kriteria untuk menyeleksi masalah dan data yang
relevan.”1 Dengan kata lain, istilah pendekatan mencakup standar atau tolok ukur yang
dipakai untuk memilih masalah, menentukan data mana yang akan diteliti dan data mana
yang akan dikesampingkan. Ini tentu saja berbeda dengan metode yang hanya mencakup
prosedur untuk memperoleh dan mempergunakan data. Dalam sejarah perkembangannya,
sebagaimana sudah disebutkan, ilmu politik telah mengenal beberapa pendekatan. Sekalipun
dalam tahun- tahun belakangan ini berkembang beberapa pendekatan lain, tulisan ini hanya
membatasi diri pada pendekatan-pendekatan tersebut di atas.
2) Pendekatan
a) Pendekatan Legal/Institusional

Disebut juga pendekatan tradisional. Dalam Pendekatan ini negara menjadi


fokus pokok, terutama dalam segi konstitusional dan yuridisnya. Bahasan
tradisionalnya menyangkut antara lain sifat dari undang-undang dasar,masalah
kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-
lembaga kenegaraan. Dengan demikian pendekatan tradisional ini
mencangkup baik unsur legal maupun institusional.

Para peneliti tradisional tidak mengkaji apakah lembaga itu memang


terbentuk dan berfungsi seperti yang dirumuskan dalam naskah-naskah resmi
tersebut. Pada saat bersamaan, pendekatan tradisional tidak menghiraukan
organisasi informal. Bahasan ini lebih bersifat statis dan deskriptif daripada
analitis, dan banyak memakai ulasan sejarah. Lagi pula dalam proses
pembahasan, fakta kurang dibedakan dengan norma.

Yang terjadi, pendekatan tradisional lebih sering bersifat normatif dengan


mengansumsikan norma-norma demokrasi Barat. Menurut penglihatan ini,
negara ditafsirkan sebagai suatu badan dari norma-norma konstitsional yang
formal.

b) Pendekatan Perilaku

Salah satu pemikiran pokok dari pelopor-pelopor pendekatan perilaku adalah


bahwa tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal karena bahasan
itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya.
Sebaliknya, lebih bermanfaat bagi peneliti untuk mempelajari manusia itu
sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala yang benar-benar dapat
diamati. Pembahasan mengenai perilaku bisa saja terbatas pada perilaku
perorangan saja, tetapi dapat juga mencangkup kesatuan-kesatuan yang lebih
besar.

Ciri-Ciri Pendekatan Tingkah Laku:


1.Pendekatan ini cenderung bersifat interdisipliner, maksudnya tidak saja
mempelajari dampak faktor pribadi tetapi juga dampak dari faktor sosial,
ekonomi, dan budaya.
2.Merupakan suatu orientasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik.
Orientasi ini mencakup beberapa konsep pokok (David Easton dan Albert
Somit), antara lain:
a. Perilaku politik menampilakan keteraturan (regularities).
b. Generalisasi-generalisasi ini pada dasarnya harus dapat dibuktikan
keabsahan atau kebenarannya (verification).
c. Teknik-teknik penelitian yang cermat harus digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisis data.
d. Pengukuran dan kuantifikasi (antara lain melalui statistik dan matematika )
harus digunakan untuk mencapai kecermatan dalam penelitian.
e. Harus ada usaha untuk membedakan secara jelas antara norma (ideal atau
standard yang harus menjadi pedoman untuk tingkah laku) dan fakta (sesuatu
yang dapat dibuktikan berdasarkan pengamatan atau pengalaman).
f. Penelitian harus bersifat sistematis dan berkaitan dengan pembinaan teori.
g. Ilmu politik harus bersifat murni (pure science) dalam arti bahwa usaha
untuk memahami dan menjelaskan perilaku politik harus mendahului usaha
untuk menerapkan pengetahuan itu bagi penyelesaian masalah-masalah sosial.
h. Dalam penelitian politik diperlukan sikap terbuka serta integrasi dengan
konsep-konsep dan teori-teori ilmu lainnya.

c) Pendekatan Neo-Marxis

Para Marxis ini, yang sering dinamakan Neo-Marxis untuk membedakan


mereka dari orang Marxis klasik yang lebih dekat dengan komunisme, bukan
merupakan kelompok yang ketat organisasinya atau mempunyai pokok
pemikiran yang sama.
Kebanyakan kalangan Neo-Marxis adalah cendekiawan yang berasal dari
kalangan “borjuis” dan seperti cendekiawan di mana-mana, enggan
menggabungkan diri dalam organisasi besar seperti partai politik atau terjun
aktif dalam kegiatan politik praktis. Hanya ada satu atau dua kelompok yang
militan antara lain golongan Kiri Baru (New Left).

Salah satu kelemahan yang melekat pada golongan Neo-Marxis adalah bahwa
mereka mempelajari Marx dalam keadaan dunia yang sudah banyak berubah.
Marx dan Engels tidak mengalami bagaimana pemikiran mereka dijabarkan
dan diberi tafsiran khusus oleh Lenin. Tafsiran ini kemudian dibakukan oleh
Stalin dan diberi nama Marxisme-Leninisme dan Komunisme. Selain itu karya
Marx dan Engels sering ditulis dalam keadaan terdesak waktu sehingga tidak
tersusun secara sistematis, sering bersifat fragmentaris dan terpisah-pisah.
Dengan demikian banyak masalah yang oleh golongan Neo-Marxis dianggap
masalah pokok, hanya disinggung sepintas lalu atau tidak disinggung sama
sekali.

Fokus analisis Neo-Marxis adalah kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam
negara. Mereka mengecam analisis struktural-fungsional dari para behavioralis
karena terlampau mengutamakan harmoni dan keseimbangan sosial dalam
suatu sistem politik. Menurut pandangan struktural-fungsional, konflik dalam
masyarakat dapat diatasi melalui rasio, itikad baik, dan kompromi, dan ini
sangat berbeda dengan titik tolak pemikiran Neo-Marxis.

d) Dependency Theory

Kalangan lain yang juga berada dalam rangka teori-teori kiri, yang kemudian
dikenal sebagai Teori Ketergantungan, adalah kelompok yang mengkhususkan
penelitiannya pada hubungan antara negara Dunia Pertama dan Dunia Ketiga.

Bertolak dari konsep Lenin mengenai imperialisme, kelompok ini


berpendapat bahwa imperialisme masih hidup, tetapi dalam bentuk lain yaitu
dominasi ekonomi dari negara-negara kaya terhadap negara-negara yang
kurang maju.

Pembangunan yang dilakukan negara-negara yang kurang maju atau Dunia


Ketiga, hampir selalu berkaitan erat dengan kepentingan pihak Barat. Pertama,
negara bekas jajahan dapat menyediakan sumber daya manusia dan sumber
daya alam. Kedua, negara kurang maju dapat menjadi pasar untuk hasil
produksi negara maju, sedangkan produksi untuk ekspor sering ditentukan
oleh negara maju.
e) Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice)

Pendekatan ini muncul dan berkembang belakangan sesudah pertentangan


antara pendekatan-pendekatan yang dibicarakan di atas mencapai semacam
konsensus yang menunjukkan adanya pluralitas dalam bermacam-macam
pandangan. Ia juga lahir dalam dunia yang bebas dari peperangan besar selama
empat dekade, di mana seluruh dunia berlomba-lomba membangun ekonomi
negaranya. Berbagai variasi analisis telah mengembangkan satu bidang ilmu
politik tersendiri, yaitu Ekonomi Politik (Political Economy). Dikatakan
bahwa Manusia Ekonomi (Homo Economicus) karena melihat adanya kaitan
erat antara faktor politik dan ekonomi, terutama dalam penentuan kebijakan
publik. Teknik-teknik formal yang dipakai para ahli ekonomi diaplikasikan
dalam penelitian gejala-gejala politik. Metode induktif akan menghasilkan
model-model untuk berbagai tindakan politik.

Inti dari politik menurut mereka adalah individu sebagai aktor terpenting
dalam dunia pollitik. Sebagai makhluk rasional ia selalu mempunyai tujuan-
tujuan (goal-seeking atau goal-oriented) yang mencerminkan apa yang
dianggap kepentingan diri sendiri. Ia melakuaan hal itu dalam situasi
terbatasnya sumber daya dan karena itu ia perlu menbuat pilihan. Pelaku
Rational Action ini, terutama politisi, birokrat, pemilih dan aktor ekonomi,
pada dasarnya egois. Optimalisasi kepentingan dan efisiensi merupakan inti
dari teori Rational Choice.

f) Pendekatan Institusionalisme Baru

Institusionalisme Baru (New Institutionalism) berbeda dengan pendekatan-


pendekatan yang diuraikan sebelumnya. Ia lebih merupakan suatu visi yang
meliputi beberapa pendekatan lain. Institusionalisme Baru mempunyai banyak
aspek dan variasi seperti Institusionalisme Baru Sosiologi, Institusionalisme
Baru Ekonomi, dan sebagainya.

Institusionalisme Baru merupakan penyimpangan dari Institusionalisme


Lama. Institusionalisme Lama mengupas lembaga-lembaga kenegaraaan
seperti apa adanya secara statis. Berbeda dengan itu Institusionalisme Baru
melihat institusi negara sebagai hal yang dapat diperbaiki ke arah suatu tujuan
tertentu misalnya membangun masyarakat yang lebih makmur.

Institusionalisme Baru sebenarnya dipicu oleh pendekatan behavioralis yang


melihat politik dan kebijakan publik sebagai hasil dari perilaku kelompok
besar atau massa, dan pemerintahan sebagai institusi yang hanya
mencerminkan kegiatan massa itu. Bentuk dan sifat dari institusi ditentukan
oleh para aktor serta pilihannya.
Pendekatan Institusionalisme Baru menjelaskan bagaimana organisasi
institusi itu, apa tanggung jawab dari setiap peran dan bagaimana peran dan
intitusi berinteraksi.

Perbedaan Institusionalisme Baru dengan Institusionalisme Lama ialah


perhatian Institusionalisme Baru lebih tertuju pada analisis ekonomi,
kebijakan fiskal dan moneter, pasar dan globalisasi ketimbang pada masalah
konstitusi yuridis. Dapat dikatakan bahwa ilmu politik, dengan
mengembalikan fokus atas negara termasuk aspek legal/institusionalnya, telah
mengalami suatu lingkaran penuh (full circle).
3) Studi Kasus

Pendekatan Ilmu Politik dalam Kasus KPK dengan DPR

1.  Pendekatan Legal/Institusional

Pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan tradisional dimana pendekatan ini bersifat
kualitatif dan deskriptif terhadap lembaga formal. Lebih sering bersifat normatif (yaitu sesuai
dengan ideal atau standar tertentu). Dalam kasus Pansus Hak Angket KPK, hal yang dibahas
disini merupakan 2 lembaga institusional negara yang terkesan sedang “berkonflik”. KPK
dalam pendeskripsiannya merupakan suatu lembaga independen negara yang bertugas untuk
memberantas kejahatan korupsi di Indonesia. Sedangkan DPR dalam pendekripsiannya
merupakan sebuah lembaga legislatif negara Indonesia, dimana seharusnya sebuah lembaga
legistalif tersebut mewakili suara rakyat. DPR merupakan suatu lembaga yang menjadi
bagian dari perangkat pemerintahan Republik Indonesia. Sedangkan, KPK merupakan sebuah
lembaga Independen yang seharusnya tidak mendapat intervensi politik dalam pelaksanaan
tugasnya.

2.  Pendekatan Neo Marxis

Dalam buku Prof. Miriam Budihardjo tertulis bahwa pendekatan Neo-Marxis ini membahas
masalah sosial dari perspektif yang holistik dan dialektis, yang memberi tekanan utama pada
kegiatan negara dan konflik kelas. Kaum Neo Marxis memperjuangkan suatu perkembangan
yang revolusioner serta multi-linier untuk menghapuskan ketidakadilan dan membentuk
tatanan masyarakat yang menurut mereka,  memenuhi kepentingan seluruh masyarakat dan
tidak hanya kepentingan kaum borjuis. DPR dan KPK memiliki konflik yang terdiri dari
berbagai aspek , sehingga bisa dibilang menurut pendekatan ini , konflik antara DPR dan
KPK akan mendorong perkembangan masyarakat.

7. Pendekatan Pilihan Rasional

Dalam pendekatan pilihan Rasional terdapat beberapa subtansi, salah satunya adalah para
aktor merumuskan perilakunya melalui perhitungan rasional mengenai aksi mana yang akan
memaksimalkan keuntungannya. Dalam Kasus Pansus Hak Angket vs KPK dapat kita lihat
bahwa pihak oknum DPR telah memperhitungkan bahwa KPK menjadi ancaman bagi
beberapa oknum DPR yang melakukan tindakan korupsi. Maka dari itu, mereka berusaha
menggunakan kewenangan yang mereka punya untuk mempertahankan kekuasaan dan
dominasinya (keuntungan). Maka dari itu, dibentuklah Pansus hak angket KPK yang
digunakan oleh oknum DPR untuk mengintervensi kinerja KPK agar para oknum tersebut
dapat memperoleh keuntungan secara maksimal.

4) Kesimpulan

Kesimpulannya ialah suatu kasus politik memilik berbagai macam aspek yang harus diteliti
dan dari berbagai pendekatan yang berbeda,  karena ilmu politik yang sangat luas, kita harus
menggunakan lebih dari 1 pendekatan yang digunakan dalam menganalisis sebuah kejadian
dalam ilmu politik. Tetapi dari beberapa pendekatan yang ada di atas, bisa disimpulkan tidak
semua pendekatan bisa dipakai untuk meneliti kasus ini lebih lanjut, karena tidak
berhubungan dengan kasus tersebut/irrelevan sehingga hanya beberapa pendekatan saja yang
bisa dipakai untuk meneliti lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai