Anda di halaman 1dari 5

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL

TA. 2022/2023

Nama : Dewi Hanum Firdasari


NIM : 2210411155
Kelas :D
Nama Dosen : Muhammad Kamil Ghiffary A, M.Si.

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan penjelasan yang tepat, argumentatif, dan
ilmiah!
1. Terdapat dilema demokrasi antara lain; adanya tirani mayoritas, terpilihnya pemimpin yang
ignoran, dan partai politik terjebak dalam oligarki. Bagaimana anda menjelaskan ketiga hal ini?
Dan bagaimana anda melihat dilema demokrasi ini terjadi di Indonesia?

Jawaban:
Terdapat dilema demokrasi yaitu:

 Adanya tirani mayoritas


Menurut Alexis de Tocqueville dalam “Democracy in America” (1835). Demokrasi itu
dapat menciptakan suatu ‘tyranny of the majority’, di mana hak-hak minoritas dapat terancam
oleh massa yang tidak toleran. Para mayoritas mengejar hak dan tujuannya masing-masing
secara eksklusif dengan mengorbankan para minioritas, sehingga para minioritas tertindas.
Terdapat situasi di mana mayoritas bertindak seenaknya kepada minioritas.

 Terpilihnya pemimpin yang ignoran


Seorang pemimpin yang ignoran seringkali bisa menduduki kursi kekuasaan. Melalui
mekanisme pemilihan, demokrasi sering terjebak dalam pemilihan dan pengangkatan seorang
pemimpin yang “ignoran” dan tidak diinginkan oleh rakyat dalam suatu periode kepemimpinan
tertentu. Menurut Lipson, hal itu bisa terjadi karena demokrasi memiliki rekruitasi pemimpin
dan pejabat politik yang terbuka untuk semua orang. Tidak ada cara untuk menseleksi dan
mendeteksi terhadap orang-orang yang memiliki kemampuan, pengetahuan, dan layak menjadi
pemimpin. Seseorang bisa menjadi pemimpin asalkan terpilih, meskipun kemampuan dan
pengetahuannya tidak memadai. Misalnya seorang Artis yang menjadi Bupati. Ia tidak peduli
tentang masalah yang dihadapi rakyatnya sehingga tidak tau harus berbuat apa.

 Partai politik terjebak dalam oligarki

Dalam demokrasi, pemerintahan oleh elit atau oligarki tidak dapat dihindari. Menurut the
Iron Law of Oligarchy Robert Michels dalam karyanya Political Parties, seringkali organisasi
sosial maupun partai politik yang asal pembentukannya dengna demokrasi, lama-lama terjebak
dengan praktik-praktik oligarki. Hal itu disebut Michels sebagai the Iron Law of Oligarchy.
Michels memperhatikan bahwa tidak ada organisasi besar yang murni berfungsi sebagai
demokrasi langsung, lambat laun kekuasaan dalam organisasi itu akan didelegasikan kepada
individu di dalam kelompok itu. Merekayan berkuasa bisa mengontrol siapa saja yang
mempunyai akses informasi, dan dapat memusatkan kekuasaan mereka dengan sukses.

Dilema demokrasi tersebut terjadi di Indonesia pada zaman sistem Orde Baru, di bawah
pemerintahan Soeharto. Pada masa itu, demokrasi yang dipakai adalah demokrasi Pancasila.
Orde baru yang awalnya bertujuan menggantikan Orde lama yang dianggap tidak sukses, justru
tidak membawa banyak perubahan baik. Tirani mayoritas terbentuk, masyarakat minioritas
tionghoa banyak yang tertindas pada saat itu. Kepemimpinan Soeharto yang ditaktor dan
otoriter, mendahulukan kepentingan mayoritas dan membuat kepentingan minioritas tergeser.
Banyak pemimpin ignoran yang tidak peka terhadap permasalahan yang dihadapi rakyat,
karena kebebasan berpendapat saat itu dibungkam jadi pemimpin tidak akan mendengar
keluhan rakyatnya. Soeharto menjabat selama 32 tahun walaupun tidak semua rakyat
menginginkannya menjadi Presiden. Lalu kekuasaan didominasi oleh kroni-kroni Soeharto
yang memintingkan keuntungan kelompoknya saja. Pada saat sekarangpun dilema demokrasi
ini masih dihadapi oleh Indonesia.

5. Setidaknya ada empat model teori dalam kebijakan publik, antara lain rational actor,
incremental, bureaucratic politics, dan belief systems. Jelaskan salah satu dari empat model
kebijakan tersebut dan berikan contoh kasus penerapannya!

Jawaban:
Kebijakan publik menurut Thomas R. Dye adalah segala sesuatu yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak. Untuk membuat kebijakan publik, terdapat 4 model
teori kebijakan publik, salah satunya adalah rational actor. Model rasional adalah model di
mana prosedur pembuatan keputusan yang bersumber dari pilihan alternatif, yang akan dipilih
yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan. Teori ini berakar pada penerapan
rasionalisme dan positifisme. Gagasannya bersifat objektif atau tidak memihak. Masalah yang
terlibat dipecahkan secara rasional dan ilmiah. Robert Simon, seorang ilmuwan, mengkritik
model ini karena keputusan publik tidak dapat memaksimalkan keuntungan yang lebih besar
dari biaya, namun hanya cenderung memuaskan para pembuat keputusan. Model rational actor
memiliki beberapa rintangan dalam mencapai rasionalitas komprehensif yang ‘murni’:

1. Keterbatasan intelektual manusia


Untuk menggunakan model teori ini banyak memerlukan pemikiran yang
matang dan cerdas. Semakin rumit masalah atau situasi, maka semakin tinggi
intelektual yang digunakan untuk membuat kebijakan publik.
2. Keterbatasan waktu dan tenaga manusia
Prosedur model Teori rational actor memerlukan waku yang lama dan
memakan tenaga yang banyak.
3. Keterbatasan informasi yang ada
Diperlukan informasi sebanyak-banyaknya dalam mengidentifikasi masalah.
Akan sulit jika informasi yang dapat digali hanya sedikit.
Ada empat langkah utama dalam model teori rational actor:

1. Mengidentifikasi masalah
2. Menentukan hasil yang diinginkan
3. Mengevaluasi konsekuensi dari pilihan kebijakan potensial
4. Membuat keputusan yang paling rasional untuk memaksimalkan hasil yang bermanfaat

Contoh pengambilan keputusan kebijakan publik model rational actor adalah kebijakan
tentang protokol kesehatan covid-19. Dibutuhkan kebijakan publik ntuk mengurangi
penyebaran virus covid-19.

1. Pertama, pemerintah harus mengidentifikasi akar permasalahannya yaitu munculnya


virus covid-19 yang membahayakan semua manusia.
2. Kedua, pemerintah menentukan hasil apa yang diinginkan dari kebijakan publik yang
diambil. Dan menyediakan berbagai alternatif.
3. Ketiga, pemerintah memikirkan dampak dan konsekuensi di aspek-aspek yang
berkaitan, misalnya ekonomi rakyat, sistem pendidikan yang berubah, ketersediaan alat
kesehatan dan obat-obatan, dan lain-lain. Faktor penghambat dan pendorong efisiensi
kebijakan publik akan diperhatikan.
4. Keempat, pemerintah akan membuat keputusan dari alternatif yang memiliki paling
sedikit risiko kerugian, sehingga kebijakan publik yang rasional dan efektif.

7. Jelaskan salah satu perspektif yang digunakan dalam politik global! Berikan contoh kasus
penerapannya!

Jawaban:
Salah satu perspektif yang digunakan pada politik global adalah perspektif realisme.
Realisme adalah sudut pandang politik yang fokus tentang urusan dunia yang realistis dan
menempatkan kekuasaan (power) sebagai inti dari sikap negara. Realisme tidak mementingkan
angan-angan (utopis), bersifat keras kepala, dan menekankan keamanan militer. Aktor utama
dalam hubungan internasionalnya adalah nation-states.

Salah satu pendapat tokoh pemikir yang mempengaruhi perspektif ini adalah Niccolò
Machiavelli (1469 – 1527), seorang politisi dan penulis Italia. Machiavelli berpendapat bahwa
kehidupan politik selalu ditandai dengan perselisihan yang tak terhindarkan, mendorong para
pemimpin politik untuk memerintah melalui penggunaan kelicikan, kekejaman dan manipulasi.
Perselisihan dan konflik di kehidupan politik akan terus terjadi baik di dalam negeri maupun
di dalam politik global. Pemimpin dari masing-masing negara akan rela melakukan segala cara
yang licik dan kejam untuk bisa mendapatkan kekuasaan (power) dan tujuannya. Hal tersebut
mengakibatkan sulitnya untuk mencapai perdamaian dunia. Dan realisme juga memandang
perdamaian dunia sebagai hal yang utopis. Buktinya sampai sekarang perang masih saja terjadi,
pembunuhan masih marak terjadi, banyaknya ancaman terorisme, dan keadilan yang belum
merata.

Contoh kasusnya adalah perang antara Rusia dan Ukraina. Rusia menginvasi wilayah
Ukraina, salah satu pemicu terjadinya perang tersebut adalah karena Ukraina ingin bergabung
ke NATO. Hans Morgenthau (1904 - 80) berpendapat bahwa bahwa “political man” adalah
makhluk yang memiliki sifat bawaan egois dan berkeinginan untuk mendominasi orang lain.
Sehingga realisme memandang sistem internasional bersifat anarki, seperti pandangan Thomas
Hobbes, Filsuf politik Inggris, bahwa Manusia memiliki sifat bawaan anarki. Maka realisme
memandang negara-negara akan sulit untuk bekerja sama dan saling mempercayai. Keinginan
Ukraina bergabung ke NATO merupakan bentuk ketidakpercayaan bahwa Rusia tidak akan
mengganggu Ukraina. Dan Rusia juga merasa terancam jika Ukraina bergabung ke NATO.
Karena jika NATO membangun pangkalan militer di wilayah Ukraina yang berdekatan dengan
wilayah Rusia, tidak ada jaminan bahwa NATO tidak akan menginvasi Rusia.
Konflik politik tersebut yang seharusnya bisa diselesaikan lewat negosiasi dan
diplomasi, pada akhirnya melibatkan perang. Banyak negara yang dirugikan akan dampak
perang Rusia Ukraina. Kompetisi kekuatan besar terus berlangsung, negara-negara di dunia
masih menggunakan asumsi realisme bahwa bahwa “jika ingin damai, bersiaplah untuk
perang”. Di mana saat perang masih dilibatkan maka perdamaian dunia akan sulit untuk
dicapai.

8. Saat ini, di berbagai negara termasuk Indonesia, kehadiran buzzer telah menjadi fenomena
umum dalam perpolitikan kontemporer yang aktivitasnya berkembang pesat di media sosial.
Menurut anda, bagaimana hubungan antara buzzer, media sosial, dan demokrasi di Indonesia?

Jawaban:
Buzzer adalah istilah untuk individu yang menyuarakan atau menyatakan di dunia maya
terkait suatu hal dengan tujuan tertentu. Buzzer, terutama buzzer politik sering dikonotasikan
negatif karena sering menyebarkan hoax politik dan hate speech terhadap tokoh politik.
Analogi aktivitas buzzer seperti lebah, yaitu membuat suara bising lebah “Buzz”. Jadi, para
buzzer ini beraktivitas di media sosial.

Media sosial merupakan salah satu media politik yang berperan penting dalam
menjalankan liberalisasi politik. Misalnya twitter, instagram, YouTube, dan Tiktok. Di media
sosial, buzzer dan netizen bisa bebas menyuarakan pendapatnya terkait hal-hal politik.
Kegiatan politik bisa terjadi di media sosial dan ruang siber tanpa harus berada di lingkungan
nyata, atau bisa disebut sebagai Cyberpolitics.
Media sosial juga berkaitan dengan demokrasi. Karena jika adanya kebebasan sipil di
media sosial, maka Negara tersebut demokratis. Tetapi, jika kebebasan sipil tidak bisa
berkembang di media sosial dan di bawah kontrol penguasa, maka negara tersebut tidak
demokratis. Media sosial menjadi berinteraksi dengan institusi politik untuk menciptakan
politik yang demokrasi. Media sosial bisa menjadi penengah untuk mengawasi, menjembatani,
dan menetralisir ketika ada elemen yang mendominasi. Calon-calon legeslatif, kepala daerah,
bahkan calon Presiden dan calon wakil Presiden bisa melakukan branding politik di media
sosial.

Karena Indonesia menganut Demokrasi, jadi terdapat kebebasan sipil di media sosial.
Dan saat mendekati pemilu, biasanya banyak buzzer yang mendukung pilihannya di media
sosial. Baik itu dengan cara yang positif maupun negatif.

Anda mungkin juga menyukai