Anda di halaman 1dari 3

Review Politics Among Nations oleh Hans J.

Morgenthau
Medisita Febrina│ 18/430728/SP/28572│ Teori HI Lanjutan

Dalam subbabnya “The Struggle for Power: Imperialism”, Morgenthau berusaha


menjelaskan imperialisme dengan epistemologi positivis. Tujuan utamanya membuat subbab ini
adalah untuk meluruskan miskonsepsi—atau lebih tepatnya melakukan falsifikasi—mengenai
imperialisme yang berkembang dalam ranah keilmuan. Tiga miskonsepsi tersebut mencakup: (1)
bahwa semua kebijakan luar negeri yang bertujuan mengakumulasi power suatu negara secara
otomatis merupakan manifestasi imperialisme; (2) bahwa semua kebijakan luar negeri yang
berupaya melestarikan sebuah rezim termasuk sebagai kebijakan imperialis; (3) bahwa upaya-
upaya imperialis didasari motif ekonomi. Dengan membantah tiga klaim tersebut, Morgenthau
berupaya membuat sebuah definisi universal untuk imperialisme, yakni semua kebijakan luar
negeri yang bertujuan mengubah relasi kuasa antara kedua negara secara permanen. Sejalan
dengan prinsip positivisme, Morgenthau pun berusaha menguji hipotesisnya menggunakan data
empiris berupa analisis historis yang akan dijabarkan dalam penjelasan berikut.

Menurutnya, tidak semua kebijakan luar negeri yang bertujuan meningkatkan kekuatan
suatu negara dapat dikategorikan sebagai kebijakan imperialis. Bila sebuah kebijakan hanya
berupaya melakukan penyesuaian tanpa berusaha mengubah relasi kuasa di antar dua negara atau
lebih, negara tersebut masih bergerak di dalam status quo sehingga tidak dapat dikategorikan
imperialis. Keyakinan ini dapat lahir dari dua pandangan, yakni (1) kebencian terhadap negara
tertentu sehingga apapun yang dilakukan negara tersebut terlihat opresif; dan (2) kebencian
terhadap kebijakan luar negeri yang aktif mengakumulasi power dan melihatnya sebagai sesuatu
yang jahat.

Imperialisme juga tidak serta-merta berarti upaya pelestarian eksistensi rezim tertentu.
Pelestarian rezim dalam hal ini diartikan sebagai pemeliharaan, pertahanan, serta stabilisasi
rezim yang sudah mapan, alih-alih proses dalam membentuknya. Sifatnya yang statis bertolak
belakang dengan esensi imperialisme yang dinamis dan berusaha meruntuhkan status quo.

Ketiga, Morgenthau pun berusaha membantah keyakinan kaum imperialis ekonomis


bahwa imperialisme merupakan manifestasi upaya mencapai kepentingan ekonomi. Keyakinan
kaum ekonomis terwujud dalam tiga teori: Marxian, liberal, dan imperialisme “iblis”. Kaum
Marxian percaya bahwa imperialisme merupakan produk kapitalisme. Ketidakmampuan
masyarakat kapitalis dalam menjual surplus produksi serta menanam investasi mendorong
mereka untuk melakukan ekspansi ke wilayah baru dan mengubahnya menjadi pasar yang baru.
Sejalan dengan klaim bahwa imperialisme merupakan alat kapitalisme dalam mencari pasar baru,
para liberalis berasumsi bahwa imperialisme merupakan efek kegagalan penyesuaian terhadap
kapitalisme. Namun, tidak seperti teori Marx, liberalisme percaya bahwa imperialisme tidak
mutlak, melainkan sebuah alternatif dalam mencapai penyesuaian yang tepat. Alih-alih mencari
pasar baru, para liberalis lebih menyarankan reformasi ekonomi domestik, yakni dengan
redistribusi daya konsumsi. Terakhir, teori imperialisme iblis memiliki proposisi bahwa
imperialisme memang disengaja oleh kelompok yang akan diuntungkan oleh adanya perang,
seperti produsen alat perang, bankir internasional, dan sejenisnya.

Alih-alih motif ekonomi, Morgenthau percaya bahwa power-lah yang mendorong negara-
negara melakukan tindakan imperialis. Berdasarkan bukti empiris yang dihimpunnya, hanya
Perang Boer—di antara perang lainnya pada era kapitalis modern—yang secara eksplisit
menunjukkan upaya untuk mencapai kepentingan ekonomi, yakni kepentingan pertambangan
emas Inggris. Puncak dari ragam fakta sejarah yang mendukung argumennya adalah kedua
perang dunia yang jelas didasari motif politik berupa dominasi Eropa dan dunia, secara nyata
membuktikan bahwa power merupakan variabel yang memiliki hubungan kausal dengan
imperialisme. Di samping bukti empiris, Morgenthau juga menyediakan logika—dalam istilah
yang lebih positivistik, pola—alternatif yang dapat menjustifikasi argumen bahwa kapitalis tidak
sama dengan imperialis. Perdagangan dan proses produksi hanya kondusif selama kondisi damai,
sehingga muncullah ungkapan “war does not pay”.

Masih sejalan dengan pola pikir positivis, Morgenthau menjabarkan tiga macam
prasyarat yang dapat mendorong munculnya imperialisme. Kondisi pertama adalah perang yang
diantisipasi akan menentukan relasi kuasa antara kedua negara—yang tadinya sama ataupun
tidak jauh berbeda—secara permanen. Perang yang sudah terjadi nantinya akan menentukan
siapa yang kalah dan menang. Situasi tersebut menimbulkan kondisi kedua, yakni ketika negara
yang kalah menginisiasi perang dengan harapan mengubah statusnya menjadi yang dominan
dalam relasi kuasa dengan negara lawan. Terakhir, perang akan terjadi apabila terdapat
kekosongan kekuasaan di suatu wilayah yang memungkinkan imperialisme kolonial tumbuh
subur. Positivisme Morgenthau terlihat nyata dengan adanya prasyarat di atas sebagai indikator
kemunculan imperialisme.

Imperialisme, menurut Morgenthau, juga memiliki tipologi berdasarkan lingkup dan


metodenya. Lingkupnya meliputi global, kontinental, dan lokal, sedangkan metodenya mencakup
militer, ekonomi dan budaya. Kedua metode terakhir metode sifatnya komplementer terhadap
imperialisme militer. Namun, metode militer pun tak dapat berdiri sendiri sebab akan
menimbulkan situasi minim legitimasi yang menyebabkan imperialisme tidak dapat bertahan
lama. Pembagian lingkup dan metode dalam penjabaran Morgenthau berperan sebagai preskripsi
keberhasilan imperialisme, mendukung fungsi problem-solving kerangka pikir ini.

Berdasarkan penjabaran di atas, tulisan Morgenthau secara nyata memiliki


kecenderungan postivistik. Kecenderungan tersebut utamanya tercermin dari tujuan
penulisannya, yakni melakukan falsifikasi terhadap hipotesis imperialisme yang telah
berkembang sebelumnya. Pembantahan tentunya dilakukan dengan bukti empiris, yakni fakta
sejarah mengenai perang selama era kapitalis modern. Di samping bukti empiris, Morgenthau
juga memberikan pola alternatif mengenai relasi kaum kapitalis dan imperialis untuk
memperkuat argumennya. Dengan ragam pendukung yang sudah disampaikan, power hadir
sebagai variabel yang memiliki kausalitas tertinggi dengan imperialisme. Untuk menjelaskan
konsep imperialism lebih lanjut, Morgenthau juga menghadirkan indikator kemunculan
imperialisme serta preskripsi dalam eksekusinya.

Anda mungkin juga menyukai