Anda di halaman 1dari 3

Arif Setyanto / 070912051 / Kelas C

Teori Hubungan Internasional


Balance of Power dan Hegemonic Stability : Ekspansi
Konsepsi Power

Dalam menjalankan hubungan internasionalnya, suatu aktor hubungan internasional tentu


saja akan menjadikan kepentingan nasional sebagai landasan fundamental dan tujuan utama
dalam setiap pengambilan kebijakan. Untuk mencapai itu semua, suatu aktor menggunakan
sebuah instrumen yang disebut sebagai Power atau kekuatan. Kekuatan didefinisikan sebagai
payung konsep yang menunjukkan segala sesuatu yang bisa menentukan dan memelihara
kekuasaan aktor A terhadap aktor B (Morgenthau, 1978). Power menurut Morgenthau memiliki
tiga unsur yaitu kekuatan, pengaruh, dan kekuasaan. Ketiganya betujuan untuk menjaga suatu
kontrol sebuah aktor terhadap aktor lain. Sebuah aktor dikatakan memiliki power atas aktor lain
ketika aktor lain itu bersedia memenuhi apa yang menjadi keinginan aktor tersebut.
Implementasinya adalah ketika aktor A dikatakan memiliki power atas aktor B jika aktor B
bersedia memenuhi apa yang diinginkan oleh aktor A. Jika dalam hal pengaktualisasian power
terdapat dua aktor yaitu aktor A dan aktor B, maka kemudian power memiliki lima dimensi
(Baldwin,1989). Pertama adalah scope, yang merujuk pada perilaku pihak A untuk
mempengaruhi pihak B. Perilaku ini dipengaruhi oleh kapabilitas pihak A untuk menggunakan
power-nya. Contohnya, Jepang cenderung menggunakan kekuatan ekonominya daripada
militernya karena perekonomian Jepang kuat. Kedua, domain, yaitu jumlah pihak B yang bisa
dipengaruhi oleh pihak A. Jadi, jumlah pihak B yang dapat dipengaruhi oleh pihak B didasarkan
oleh besarnya kekuatan yang dimiliki pihak A. Ketiga, weight, yaitu kemungkinan pihak B untuk
mempengaruhi pihak A walaupun pihak B hanya memiliki kekuatan yang kecil. Keempat, costs,
yaitu besarnya dana yang digunakan oleh pihak A untuk dapat mempengaruhi pihak B
tergantung pada besarnya power yang dimiliki oleh pihak B. Semakin besar kekuatan yang
dimiliki pihak B semakin besar pula dana yang digunakan oleh pihak A untuk dapat
mempengaruhi pihak B. Kelima, means, yaiu kategori yang digunakan untuk dapat
mempengaruhi pihak B. Jadi, untuk dapat mempengaruhi pihak B, pihak A diharapkan
menggunakan kategori yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan pihak B. Seperti contoh, saat
perang dingin, Amerika Serikat menggunakan Marshall Plan sebagai cara untuk menggunakan
power-nya dalam bidang ekonomi di kawasan Eropa Barat agar dapat membendung meluasnya
pengaruh komunisme yang telah mencapai kawasan Eropa Timur.
Aktualisasi power ini teraplikasikan dalam hubungan internasional yang anarki. Menurut
perpsektif kaum realis, kondisi dimana negara-negara dalam sistem internasional ini memiliki
kekuatan yang berbeda-beda, maka dibutuhkan adanya perimbangan kekuatan (balance of
power). Sementara Ernst Haas mengemukakan ada 4 kriteria agar eksistensi sistem balance of
power tetap terjaga, yaitu :
a. suatu multiplisitas aktor-aktor politik yang berdaulat yang muncul karena tidak adanya satu
otoritas
Arif Setyanto / 070912051 / Kelas C
Teori Hubungan Internasional
b. distribusi kekuatan yang relatif tidak seimbang (status, kekayaan, ukuran dan kapabilitas
militer) di antara aktor-aktor politik yang membentuk sistem
c. persaingan dan konflik yang berkesinambungan karena adanya persepsi dunia merupakan
sumber langka
d. pemahaman implisit di antara para pemimpin negara besar bahwa kesinambungan distribusi
kekuatan yang ada akan menguntungkan mereka.
Sistem balance of power (BoP) tersaji dalam keadaan sistem internasional yang anarki
dan kekacauan internasional. Ketidakteraturan politik dunia ini kemudian membawa para aktor-
aktornya untuk bertahan dalam hukum rimba, siapa yang kuat dia yang bertahan. Keadaan
seperti ini membuat negara-negara berjuang untuk mengejar power (struggle of power). Ketika
negara-negara sedang berjuang untuk mengejar power, maka intensitas interaksi mereka akan
meniangkat dan mereka akan terbagi dalam dua kutub atau bipolar. Ketika keadaan bipolar sudah
terbentuk, maka BoP telah tercipta. Keadaan seperti ini begitu dipercaya oleh kaum realis untuk
menciptakan suatu perdamaian karena kemungkinan negara-negara besar untuk berperang akan
sangat minimal. Pencegahan dan penanangkalan terhadap timbulnya peperangan akan semakin
mudah karena negara dengan kekuatan besar yang terlibat pun sedikit. Keadaan sepert dapat
dilihat ketika perang dingan. Pada saat itu hanya ada dua negara dengan kekuatan besar yaitu
Amerika Serikat dan Uni Soviet. Konflik yang terjadi pada saat itu hanya sebatas persaingan
dalam perluasan pengaruh, kalaupun ada perang yang terjadi, bukanlah perang yang besar, yang
melibatkan Amerika Serikat dan Uni Soviet secara langsung.
Namun, keadaan yang ideal di mata para realis ini bukan berarti tanpa kritik. Tujuan BoP
yang menurut Bolingbroke, Gentz, dan Castlereagh untuk menyelenggarakan hegemoni dunia,
menyiapkan sistem pendukung itu sendiri, menjamin stabilitas keamanan bersama, serta mejamin
perdamaian abadi kemudiana dimanifestasikan melalui cara-cara yang tidak etis. Politik adu
domba, aliansi, perluasan area pengaruh, serta adanya intervensi seolah membuat esensi dari BoP
itu sendiri dalam menjaga stabilitas perdamaian internasiona terbantahkan. Kepentingan nasional
yang dijunjung oleh masing-masing negara malah tidak bisa menghindarkan mereka dari perang.
Ketidaksempurnaan BoP dalam menjaga perdamaian internasional kemudian
memunculkan suatu teori yaitu teori stabilitas hegemoni (hegemonic stability). Jika BoP dapat
dijelaskan dengan kondisi pendistribusian kekuatan dalam keadaan bipolar, maka teori stabilitas
hegemoni dapat dijelaskan dengan keadaan kekuatan yang unipolar, hanya ada satu kutub
kekuatan yang dominan. Menurut Paul, Wirtz, dan Frotmann (2004) teori stabilitas hegemoni
biasanya berhubungan dengan kekuatan ekonomi politik. Dengan kekuatan ekonomi politik ini,
kekuatan dunia akan terkonsentrasi pada satu kutub. Para hegemon dalam sistem stabilitas
hegemoni ini dipercaya dapat membawa keadaan dunia kepada suatu perdamaian, keadaan yang
tidak hanya menguntungkan bagi hegemon saja. Stabilitas hegemoni menjelaskan keberadaan
rezim yang memiliki daya tarik yang nyata dan menjelaskan bahwa sistem ekonomi internasional
sebagai bentuk power daripada sebuah rational exchange. Implementasi dari teori ini banyak
tersaji pada organisasi atau institusi internasional dan kerjasama dalam bidang perdagangan yang
melibatkan banyak negara. Para hegemon bisa saja mempengaruhi dan bahkan memaksa negara
lain untuk tetap menjalankan apa yang diinginkan para hegemon dalam suatu sistem yang telah
Arif Setyanto / 070912051 / Kelas C
Teori Hubungan Internasional
disepakati bersama. Namun, hal tersebut tidak serta merta dilakukan karena dapat menimbulkan
kerugian bagi para hegemon. Negara-negara non-hegemon juga dapat menikmati adanya
kebijakan dan kerjasama yang dibangun dalam suatu sistem yang dijalankan dengan para
hegemon. Tentu saja para non-hegemon akan menghindarkan diri mereka dari dominasi
hegemon. Aplikasi ini dapat dilihat dari adanya kerjasama perdagangan bebas yang dibangun
Amerika Serikat sebagai hegemon dengan negara-negara lain. Dominasi Amerika Serikat dapat
dilihat kapabilitasnya dalam menjaga dan mengatur perdagangan bebas walaupun partner
kerjasamanya menginginkan adanya batasan. Namun, jika Amerika Serikat terlalu memaksakan
kehendak, maka partnernya dapat memutuskan sistem ini.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan konsep perluasan
kekuasaan. Perbedaan ini tidak lepas dari adanya perbedaan konsep power yang kemudian
membawa pada dua konsep perluasan kekuasaan dan kekuatan yang berbeda pula, balance of
power dan hegemonic stablity. Namun, satu hal yang menjadi penting adalah adanya kemajuan
dalam implementasi dan aktualisasi power yang siginifikan yang menjadikan power sebagai
elemen utama dalam sistem internasional.

Referensi :

Baldwin, David A. 2002. Power and International Relations. Handbook of IR. London : SAGE
Publication Ltd.
Haas, Ernst. 1953. The Balance of Power : Prescription Concept or Propaganda?.
World Politics.
Morgenthau, Hans. J. 1978. Politics Among Nations : Struggle for Power and Peace. New York:
Alfred A. Knopf
Wirtz, James J, dkk. 2004. Balance Of Power. California : Stanford University Press.

Anda mungkin juga menyukai