Morgenthau, H.J. (1948) Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace. New
York: Alfred A. Knoff. (Limitations of International Power: Balance of Power)
Kelompok 2
Anggota:
1. Adre Anggia Rizky Alir Rahma (11201130000001)
2. Afnani Hibatillah Syauqina (11201130000002)
3. Aulia Rahmi Sofiyatin (11191130000008)
4. Shafira Khairunnisa A. (11201130000014)
5. Aurora Saubil Navira (11201130000040)
CHAPTER IX
Dalam lingkup internasional, perebutan kekuasaan dapat dilakukan dalam dua pola
utama. Pertama, pola oposisi langsung. Contohnya, bangsa A melakukan imperialisme
terhadap bangsa B. Namun, bangsa B melakukan oposisi yang didasarkan oleh kebijakan
imperialisnya (status quo) sendiri. Maka dalam kasus ini keseimbangan kekuasaan tercipta
antara bangsa A yang meningkatkan kekuatannya untuk mengontrol bangsa B, serta B
meningkatkan kekuatannya untuk menggagalkan kebijakan bangsa A. Kedua, pola
persaingan. Ketika dua bangsa memperebutkan satu bangsa lainnya. Misalnya, bangsa A
memburu bangsa C dengan imperialism, ternyata bangsa B mengekor pada bangsa C dalam
kebijakan imperialis. Tentu bangsa B enggan merelakan bangsa C karena ingin
mempertahankan kebijakan imperialisnya. Jadi bangsa A dan bangsa B bersaing dengan
objek utamanya ialah dominasi bangsa C. Dalam pola ini keseimbangan kekuasaan terjadi
antara bangsa A dan bangsa B yang saling meningkatkan kekuatan untuk tujuannya masing-
masing.
Teknik memecah dan menguasai (divide and rule) digunakan oleh negara yang mencoba
membuat atau mempertahankan saingan mereka tetap lemah dengan cara memecah belah
kekuasaan mereka atau mempertahankan agar kekuasaan mereka tetap terpisah.
2. COMPENSATIONS
3. ARMAMENTS
4. ALLIANCES
Manifestasi paling penting dalam keseimbangan kekuasaan ditemukan dalam relasi antar
negara maupun antar aliansi (alliances). Terdapat dua bentuk perebutan kekuasaan dengan
sistem aliansi. Pertama, sistem “alliances vs world domination” keseimbangan kekuasaan
sebagai alat perlindungan aliansi negara (ingin merdeka) (hlm.137) melawan rancangan suatu
negara untuk menguasai dunia. Kedua, sistem “alliances vs counter alliances”, oposisi antara
dua aliansi, satu atau keduanya mengejar tujuan imperialis dan membela independensi
negara-negara mereka melawan aspirasi imperialis koalisi lain. Aliansi dalam keseimbangan
kekuasaan sering tidak pasti dalam bertindak karena mereka bergantung pada pertimbangan
politik masing-masing negara.
Dalam situasi keseimbangan kekuasaan terdapat dua variasi yang mungkin terjadi. Dalam
suatu sistem bisa terdapat dua sisi, dimana bisa ditemukan sebuah negara atau negara-negara
yang mempunyai kebijakan status quo atau imperialis yang sama. Namun, sebuah sistem
bisa saja terdiri dari 2 sisi dengan tambahan elemen ke-3, yaitu balancer atau penentu
keseimbangan. Penentu keseimbangan berganti sisi dengan bebas tergantung sisi mana yang
lebih ringan. Penentu keseimbangan bisa menjadi teman dan lawan semua kekuatan besar,
dengan syarat mereka mengancam keseimbangan dengan mendominasi negara lain kemudian
terancam oleh pihak lain yang akan mendominasi. Walaupun penentu keseimbangan tidak
mempunyai sekutu permanen, ia juga tidak mempunyai musuh permanen. Penentu
keseimbangan disebut wasit karena memegang posisi penting dalam sistem keseimbangan
kekuasaan dan menjadi penentu pemenang dalam perebutan kekuasaan.
CHAPTER XI
Keterkaitan antara sistem yang berbeda merupakan salah satu subordinasi dalam arti yang
satu mendominasi karena akumulasi bobot yang relatif besar dalam timbangannya, sedangkan
yang lain seolah-olah melekat pada timbangan sistem dominan itu.
Pada abad ke-16, keseimbangan kekuasaan dominan beroperasi antara Perancis dan
Hapsburg, sementara pada saat yang sama sistem otonom menjaga negara-negara Italia tetap
seimbang. Akhir abad ke-17, keseimbangan kekuasaan yang terpisah berkembang di Eropa
Utara karena tantangan kebangkitan kekuatan Swedia yang dihadapi negara-negara,
berdekatan dengan Laut Baltik.
Abad ke-19 hingga saat ini keseimbangan kekuasaan di Balkan menjadi perhatian bangsa-
bangsa di Eropa. Akhir abad ke-19 orang-orang berbicara tentang keseimbangan kekuasaan
Afrika dengan mengacu pada keseimbangan tertentu di antara akuisisi kolonial dari kekuatan-
kekuatan besar.
Saat ini keseimbangan kekuasaan Eropa tidak lagi menjadi pusat politik dunia, dimana
keseimbangan lokal akan mengelompokkan dirinya sendiri dalam otonomi yang lebih kecil
atau lebih besar. Keseimbangan kekuasaan Eropa menjadi fungsi dari keseimbangan dunia,
dimana AS dan Uni Soviet menjadi bobot utamanya, ditempatkan pada skala yang
berlawanan. Distribusi kekuasaan di Eropa salah satu masalah konkret yang sedang
mengalami perebutan kekuasaan antara AS dan Uni Soviet.
CHAPTER XII
Sebuah gagasan “a balance among a number of nations” yang memiliki tujuan mencegah
salah satu negara menjadi cukup kuat untuk mengancam kemerdekaan negara lain, hanya
merupakan sebuah kiasan yang diambil dari metode di lapangan. Hal ini sesuai dengan cara
berpikir abad ke-16, ke-17, dan ke-18 mereka lebih tertarik menggambarkan masyarakat dan
seluruh alam semesta sebagai “a gigantic mechanism, a machine or a clockwork, created,
and kept in motion by the divine watchmaker”. Gagasan ini merupakan hubungan timbal balik
dari masing-masing bagian yang dipercaya dan ditentukan dengan tepat melalui mechanical
calculation.
Tetapi, apakah kekuatan suatu negara dilihat pada luas wilayahnya? apakah sebuah
negara menjadi lebih kuat karena wilayahnya yang luas? “Our examination of the factors
which makes for the power of a nation has shown that the answer can be in the affirmative
only with qualifications so far reaching as almost to nullify the affirmative character of the
answer”. Misalnya, wilayah Perancis menjadi lebih besar pada akhir pemerintahan raja Louis
XIV dibandingkan awalnya. Abad ke-18 muncul seorang penentang balance of power yang
mencoba melihatkan “the absurdity of the calculation” yang umum digunakan saat itu.
Ketidakpastian perhitungan sejak awal sudah melekat di sifat kekuasaan nasional. Oleh
karena itu, the uncertainty berperan dalam pola balance of power yakni jika satu negara
melawan negara lain. The uncertainty tidak bisa diukur jika skala di satu atau kedua-nya tidak
tersusun atas unit tunggal, melainkan hanya satu aliansi.
“This uncertainty of all power calculations not only makes the balance of power
incapable of practical application, it leads also to its very negation in practice.” karena tidak
ada negara yang yakin perhitungan distribusi kekuasaannya pada saat tertentu benar,
setidaknya mereka harus memastikan jika terjadi kemungkinan kesalahan, mereka akan
mengabaikannya supaya tidak merugikan negara mereka dalam konteks perang. Mereka
harus menyiapkan paling tidak “a margin of safety” jika kemungkinan salah perhitungan dan
bisa tetap mempertahankan balance of power. Karena tidak ada negara yang yakin sebesar
apa kesalahan perhitungan mereka, pada akhirnya semua negara harus mencari “the
maximum of power”. Karena keinginan untuk mencapai kekuatan maksimum adalah
universal, semua negara harus selalu hati-hati dengan kesalahan perhitungan yang dilakukan
dengan perkembangan kekuatan negara lain. Selamanya akan mustahil untuk membuktikan
atau menyangkal klaim bahwa menstabilkan balance of power bisa membantu menghindari
banyak perang, karena seseorang tidak dapat mengubah arus sejarah, mengambil sebuah
anggapan sebagai titik tolak seseorang. Tetapi, meskipun tidak ada yang tahu berapa banyak
perang yang akan terjadi tanpa balance of power, tidak sulit jika melihat sebagian besar
perang yang pernah terjadi sejak awal “modern state system have their origin in the balance
of power”.
Kesulitan dalam menilai dengan benar kedudukan relatif kekuasaan negara telah
menjadikan keseimbangan kekuasaan sebagai salah satu ideologi yang menguntungkan dalam
international politics. Kemudian muncul istilah yang digunakan dengan cara yang sangat
bebas dan tidak tepat, jika sebuah negara ingin membenarkan salah satu langkahnya di dunia
internasional, hal ini cenderung mengarah pada “serving the maintaining or restoration of the
balance of power”. Perlu dicatat bahwa penggunaan ideologi sebagai “power lends” bukan
omongan semata. Karena terdapat kontras antara “pretended precision and the actual lack of
it” dengan “pretended aspiration for balance and the actual aim of predominance”, bahwa ini
adalah inti dari the balance of power.