Anda di halaman 1dari 7

Balance of Power; Neorealisme dalam Politik-Militer

Internasional
Studi Kasus: India – Pakistan
Andi Sitti Rohadatul Aisy

Salah satu varian utama pendekatan neorealis adalah realisme struktural


yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz. Dibandingkan dengan pendekatan
realisme, neorealisme struktural Waltz ini mempunyai beberapa perbedaan.1
Pertama, realisme menyandarkan pada penjelasan yang bersifat induktif
(inductive theory). Analisis atas apa yang terjadi dalam suatu negara, konflik India
dan Pakistan, misalnya sebagaimana sebagaimana dicontohkan oleh Lamy harus
dipahami dalam kerangka pengaruh pemimpin militer di kedua negara dan
perbedaan-perbedaan sebagai akibat kedekatan geografis mereka. Semua
penjelasan ini berangkat dari unit-unit analisis atau suatu model penjelasan yang
bersifat bottom-up. Neorealis, di sisi lain, tidak menolak penjelasan unit-unit ini,
tetapi mereka yakin bahwa efek struktur harus dipertimbangkan dalam
menganalisis politik internasional. Dalam kaitan ini, Waltz memahami struktur
sebagai “the ordering principle of the international system, which is anarchy, and
the distribution of capabilities across units which are states”2
Menurut realis struktural, sistem international menentukan kebijakan luar
negeri. Oleh karena itu, konflik India dan Pakistan, salah satunya uji coba nuklir,
akan jauh lebih baik jika dipahami dalam kerangka struktur ini. Struktur sistem
internasional bersifat anarki da kekuasaan sentral yang bisa mengendalikan
tatanan absen. Kondisi ini akan menciptakan suatu kebutuhan akan senjata agar
mereka tetap survive. Lebih lanjut, negara dengan kekuatan yang lebih besar
(power) akan cenderung mempunyai pengaruh yang lebih besar pula.3

1
Steven L. Iamy, 2001. “Contemporery Mainstreem Approaches: Neorealisme dan
Neoliberalisme”. Dalam John Baylis dan Steve Smith (Eds.) The Globalization of World Politics: An
Introduction to International Relations. Third Edition, New York: Oxford University, hal. 208-210.
2
Ibid., hal. 209.
3
Ibid.

1
Perbedaan kedua neorealis struktural dibandingkan realis adalah cara
pandang mereka terhadap kekuasaan. Meskipun kaum realis memahami elemen-
elemen kekuasaan yang berbeda-beda (sumber daya ekonomi dan teknologi,
misalnya), tetapi mereka menganggap bahwa kekuatan militer sebagai yang paling
utama. Sebaliknya, kaum neoralis struktural seperti Waltz beranggapan bahwa
kekuatan militer bukan satu-satunya yang esensial. Oleh karena itu, dalam
pandangan kaum neoralis, kekuasaan merupakan akumulasi sumber-sumber
militer dan kemampuan non militer yang dapat digunakan untuk memaksa dan
mengontrol negara lain, tetapi merupakan kombinasi kapabilitas negara.4 Di era
globalisasi sekarang ini, tidaklah sulit untuk menjelaskan bagaiamana militer
bukan satu-satunya kekuasaan yang menentukan dalam politi dunia. World Bank
dan IMF, misalnya, mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam menentukan
arah kebijakan ekonomi suatu negara.
Perbedaan ketiga terletak pada bagaimana negara bereaksi dalam sistem
dunia yang bersifat anarkis. Bagi kaum realis, anarki adalah kondisi sistem
internasional, dan negara bereaksi berdasarkan atas ukuran, lokasi, politik dalam
negeri (domestic poitics), dan kualitas kepemimpinan. Sebaliknya, neorealis
melihat bahwa anarki menentukan sistem. Menurut neorealis struktural, semua
negara secara fungsional merupakan unit-unit yang sejenis, dalam arti bahwa
mereka mempunyai pengalaman yang sama yang berasal dari batas-batas yang
ditimbulkan oleh sistem dan terus berusaha mempertahankan posisi mereka dalam
sistem. Oleh karena itu, masing-masing negara akan bereaksi atas sistem tersebut
melalui kebijakan luar negeri dalam cara yang disesuaikan dengan kekuasaan dan
kapabilitas mereka.
Dalam tulisan ini, teori neorealisme digunakan sebagai landasan untuk
menjelaskan konflik perlombaan senjata antara India dan Pakistan, yang hingga
saat ini masih saja memanas. Konflik Kashmir yang melibatkan negara yang
saling berbatasan, India dan Pakistan belum mencapai kesepakatan hingga kini,
akhirnya mendorong munculnya masalah-masalah baru seperti perlombaan
senjata. Baik India maupun Pakistan merasa salah satunya merupakan ancaman

4
Ibid.

2
yang sewaktu-waktu dapat menyerang. Persepsi tersebut menyebabkan kedua
negara tidak pernah berpandangan positif satu sama lain. Hal ini membuat isu
perlombaan senjata antara kedua negara tidak kunjung selesai. Masalah
perlombaan senjata nuklir antara kedua negara menjadi pemicu utama yang
menimbulkan kekhawatiran dalam bidang keamanan regional. Kedua negara ini
seakan-akan berlomba untuk memperkuat senjata nuklir untuk menunjukkan
kekuatan masing-masing negara. Jika salah satu negara tersebut melancarkan
senjata nuklirnya, maka dampak yang terjadi tidak hanya akan meliputi negara
lawan, melainkan kawasannya atau bahkan dunia global.
Menurut Analis Pertahanan Jenderal Pensiunan Talat Masood, uji coba
peluncuran rudal nuklir oleh India dan Pakistan merupakan bentuk persaingan
yang telah terjadi sejak keduanya meraih kemerdekaan dari Inggris pada 1947.
Hubungan keduanya menghangat setahun terakhir, khususnya dalam bidang
perdagangan, tapi sebetulnya kedua negara saling bermusuhan dan secara teratur
melakukan uji coba sistem persenjataan untuk menunjukkan kekuatan militer
masing-masing negara.5
Selanjutnya dalam analisis ini melihat konsep Balance of Power. Balance
of Power mengacu pada suatu kondisi negara-negara kuat untuk mencapai suatu
keseimbangan atau equilibrium. Balance of power merupakan konsep dari
pemikiran Neorealisme. Menurut Mearsheimer yang dikutip dalam buku
“Balance of Power In World History” oleh Stuart J. Kaufman, Richard Little dan
William C. Wohlforth,6 negara-negara kuat (great powers) akan berusaha untuk
mempertahankan hegemoni mereka di dunia. Usaha-usaha negara ini untuk
mempertahankan hegemoni mereka bisa dilakukan dengan menyeimbangkan
kekuatan negara mereka satu sama lain. Mereka bersaing satu sama lain agar tidak
ketinggalan, sehingga nantinya akan muncul keseimbangan atau equilibrium.
Namun sayangnya, konsep Balance of Power ini mengakibatkan terjadinya arms
race atau perlombaan senjata. Jika diartikan arms race atau perlombaan senjata
5
Pakistan Berhasil Uji Penembakan Rudal. 2012. TRIBUNNEWS.COM. Diakses melalui
http://www.tribunnews.com/internasional/2012/04/25/pakistan-berhasil-uji-penembakkan-rudal pada 19
Oktober 2015.
6
Stuart J. Kaufman, Richard Little dan William C. Wohlforth. Balance of Power In World History.
2007. New York: Palgrave Macmillan.

3
adalah usaha kompetitif terus menerus (secara militer) yang dilakukan oleh dua
atau lebih negara yang masing-masing memiliki kapabilitas untuk membuat
senjata lebih banyak dan lebih kuat daripada yang lain.
Menurut Kenneth Waltz dalam bukunya The Theory of International
Politics:7 “Balance of Power cenderung membentuk pola apakah beberapa atau
semua negara bertujuan untuk keseimbangan, atau apakah beberapa atau semua
negara bertujuan untuk mencapai dominasi universal”. Menurut T. V. Paul dalam
bukunya yang berjudul “Balance of Power and Practice in 21st Century”8
menyatakan Balance of Power pada dasarnya terbagi atas 3 jenis, yaitu; 1). Hard
Balancing, yang biasa terjadi diantara negara-negara yang terlibat dalam
persaingan intens atau konflik, sehingga mereka terus memperbaharui kapabilitas
militer mereka, 2). Soft Balancing, yang terjadi ketika negara-negara berkembang
pada umumnya mempunyai pemahaman keamanan yang terbatas dengan satu
sama lain untuk menyeimbangkan keadaan yang berpotensi mengancam atau
meningkatnya daya, dan 3). Asymmetric Balancing mengacu pada upaya oleh
negara-negara untuk menyeimbangkan dan ancaman tidak langsung yang
ditimbulkan oleh aktor subnasional seperti kelompok teroris.
Pada dasarnya Balance of Power digunakan untuk mencapai
keseimbangan dan perdamaian di sistem internasional, dan dilakukan untuk
mencegah dominasi satu negara adidaya di sistem internasional. Namun, Balance
of Power dapat menyebabkan perlombaan senjata atau arms race, seperti yang
terjadi di kawasan Asia Selatan antara India dan Pakistan.
Kasus perlombaan senjata yang terjadi antara India dan Pakistan ini terjadi
karena kedua negara yang berbatasan ini menghadapi konflik perebutan wilayah
Kashmir semenjak tahun 1947. India dan Pakistan merupakan dua negara besar
yang mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi kawasan Asia Selatan. 9 Kedua
negara ini tidak mau ketinggalan dalam bidang militer, jika salah satu negara
memperkenalkan senjata baru, negara yang satu pun akan berbuat demikian. Hal

7
Kenneth Waltz. 1979. The Theory of International Politics. New York: McGraw-Hill.
8
T.V. Paul dan M. Fortmann (editor) 2004. Balance of Power and Practice in 21st Century.
Stanford, CA: Stanford University Press.
9
Ibid.

4
ini jika dilihat dari perspektif Balance of Power adalah akibat dari ambisi kedua
negara untuk mempertahankan hegemoni mereka di kawasan dan kedua negara
tidak mau ketinggalan dalam bidang militer, sehingga muncul persaingan atau
perlombaan senjata.
Jika salah satu negara berhenti melakukan penyeimbangan power, maka
negara tersebut akan tertinggal secara kualitatif dan kuantitatif. Sehingga
hegemoni mereka juga akan tereduksi. Dan equilibrium pun tidak akan tercapai,
yang tercapai hanya satu kekuasaan hegemon atau yang disebut unipolar. Jika
dilihat dari konsep Balance of Power, kedua negara melakukan persaingan senjata
untuk menghindari tekanan atau dominasi dari salah satu negara, apalagi kedua
negara itu terlibat dalam konflik yang sampai sekarang belum terselesaikan, dan
perlombaan senjata ini akan terus terjadi seiring konflik kedua negara akan
semakin memanas. Perlombaan senjata antar kedua negara ini juga terjadi karena
adanya ketakutan salah satu negara akan menjadi lebih unggul dan lebih
mendominasi, sehingga wilayah Kashmir yang selama ini mereka perebutkan
akan jatuh ke tangan salah satu negara. Selain untuk mempertahankan hegemoni
dan mencegah dari ketertinggalan satu sama lain, perlombaan senjata ini dapat
dikatakan sebagai salah satu cara untuk mencapai kepentingan nasional negara
masing-masing, yaitu mempertahankan kedaulatan dan keamanan negara.
Jika melihat dari asal usul terjadinya kasus ini, sebenarnya pembuatan
senjata nuklir atau rudal kedua negara ini di lakukan untuk menyeimbangkan
kekuatan di kawasan oleh negara-negara kuat atau negara-negara yang
mempunyai pengaruh besar terhadap kawasan Asia Selatan. Tetapi seiring
berjalannya waktu dan konflik perebutan wilayah belum terselesaikan sampai
sekarang, hal ini berujung pada perlombaan senjata kedua negara yang sama-sama
ingin menjaga dominasi dan hegemon di kawasan.
Kemudian, jika mengacu pada pendapat T. V. Paul, perlombaan senjata
yang terjadi antara India dan Pakistan terjadi akibat hard balancing di antara
kedua negara, dimana hal ini terjadi antar dua negara yang sedang berkonflik dan
dilakukan bukan hanya untuk menjaga keseimbangan tetapi untuk mencapai atau
mempertahankan hegemoni India dan Pakistan di kawasan. Namun dengan

5
adanya arms race ini, perdamaian negatif terjadi antar kedua negara dan kondisi
persaingan akan memperpanas hubungan kedua negara ini, bahkan hubungan dan
keamanan negara-negara lain di kawasan Asia Selatan.
Pada akhirnya, perlombaan senjata yang terjadi antara India dan Pakistan
tidak hanya menimbulkan dampak negatif untuk kedua negara, seperti munculnya
rasa ketidakpercayaan satu sama lain sehingga konflik kedua negara tidak bisa
terselesaikan, tetapi berdampak juga kepada kawasan Asia Selatan. Dalam bidang
keamanan, perlombaan senjata ini akan berdampak pada terciptanya perdamaian
negatif dan munculnya ketegangan di negara-negara kawasan Asia Selatan karena
sewaktu-waktu perlombaan senjata ini bisa berujung pada memanasnya hubungan
India dan Pakistan dan menimbulkan perang antara kedua negara. Selain itu, rasa
ketidakpercayaan antara India dan Pakistan juga membuat konflik Kashmir tidak
akan menemukan jalan keluarnya karena tidak ada itikad baik kedua negara.
Terlebih lagi, kerjasama antar negara-negara di Asia Selatan juga tidak bisa
berjalan dengan baik karena organisasi regional Asia Selatan – SAARC –
didominasi oleh kedua negara yang bersengketa ini, sehingga sulit untuk
mencapai kesepakatan antar negara anggota.

6
Daftar Pustaka

Iamy, Steven L. 2001. “Contemporery Mainstreem Approaches: Neorealisme dan


Neoliberalisme”. Dalam John Baylis dan Steve Smith (Eds.) The
Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations.
Third Edition, New York: Oxford University

Paul, T.V. dan Fortmann, M. (editor) 2004. Balance of Power and Practice in
21st Century. Stanford, CA: Stanford University Press

Stuart J. Kaufman, S., Richard Little dan William C. Wohlforth. 2007. Balance of
Power In World History. New York: Palgrave Macmillan

Waltz, K. N. 1979. The Theory of International Politics. New York: McGraw-Hill

Pakistan Berhasil Uji Penembakan Rudal. 2012. TRIBUNNEWS.COM. Diakses


melalui http://www.tribunnews.com/internasional/2012/04/25/pakistan-
berhasil-uji-penembakkan-rudal pada 19 Oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai