Anda di halaman 1dari 3

Konsep Dasar Power

Kekuatan atau power dalam ilmu Hubungan Internasional adalah elemen utama,
terutama dalam kaca mata realisme, Morgenthau menjelaskan bahwa perilaku
negara pada dasarnya adalah perjuangan untuk memperoleh kekuatan atau struggle
for power (Morgenthau,1948). Dan keinginan untuk mencapai kekuatan inilah yang
mendasari pola perilaku dan interaksi antar manusia, yang menurut Morgenthau
bahwa tujuan kekuatan tadi bisa diterjemahkan ke dalam berbagai bentuk
terminologi; seperti agama, filosofi, ekonomi atau kondisi sosial yang ideal.

Kekuatan sendiri diambil dari kata kuat yang berarti kemampuan, dan etimologis ini
sama dengan makna Power yaitu kata yang diambil dari bahasa inggris abad
pertengahan dan anglo-perancis (poer,pouer) yang bermakna to be able atau
menjadi bisa/mampu (Merriam Webster dictionary, 2008).

Membangun Perbatasan
Read more

Secara terminologis, menurut Morgenthau; Power adalah kemampuan manusia


untuk mengontrol dan mempengaruhi pikiran dan tindakan manusia yang lain,
penjelasan ini sejalan dengan pemikiran Richard Mansbach bahwa Power adalah
hubungan psikologi antara satu aktor dengan aktor yang lainnya dan kemudian
mempengaruhi pola tindakannya (Mansbach, 2011).

Frankel mengatakan bahwa kekuasaan (domination) yang tidak beraspek paksaan


disebut sebagai pengaruh. Dan menurut dia, pengaruh adalah juga
merupakan power (kekuatan).

Dalam sistem internasional dimana salah satu aktornya adalah


negara, power menjadi hal yang sangat signifikan dalam keseluruhan proses
pengaruh. Di dalam sebuah sistem internasional, negara-negara saling bergantung,
namun sistem itu sendiri tidak menyediakan jaminan perlindungan keamanan
negara-negara tersebut, sehingga terjadi kecemasan terhadap kelanggengan posisi
aman dan mapan.

Belum lagi kemampuan yang minim dalam memprediksi apa yang akan terjadi pada
sistem internasional di masa yang akan datang oleh negara-negara tersebut.
Sehingga yang terjadi adalah tiap pemerintah negara-negara tersebut selalu
memberikan usaha-usaha yang berkesinambungan untuk menanamkan
pengaruhnya dalam politik internasional dan usaha-usaha tersebut akan menjadi
sia-sia jika negara tersebut tidak memiliki power yang cukup untuk menanamkan
pengaruhnya di sistem politik internasional.

Menurut J. David Singer, bahwa semua usaha mempengaruhi berorientasi ke masa


depan, perilaku masa lampau dan masa kini. Artinya, pengaruh yang ada pada satu
aktor internasional dapat terjadi karena adanya suatu kekuatan yang diperolehnya
dan dalam menerapkan pengaruh tersebut terhadap lawannya, pengaruh tersebut
akan memberi dampak terhadap kejadian yang terjadi sekarang dan yang akan
terjadi di masa depan.

Sedangkan tujuan utama seorang aktor untuk mempengaruhi aktor yang lain adalah
kepentingan (Michael C. Williams, 2007), dengan kata lain bahwa seorang aktor
memperjuangkan kekuatan (power) terkait korelasi dengan kepentingannya, definisi
kepentingan sendiri adalah seperangkat pemikiran/rencana yang akan digapai dan
akan memberi manfaat baik untuk rakyat maupun menjaga keberlangsungan-
keamanan-kemapanan suatu negara.

Power (kekuatan) menurut Joseph S. Nye Junior dibagi ke dalam beberapa bentuk,
pertama adalah hard power (kekuatan keras). Dan hard power adalah bentuk
langsung dari pendayagunaan kekuatan, baik dengan pola
pendekatan coercive (memaksa) maupun reward (pemberian hadiah) (Joseph S.
Nye, Jr, 2004), pada prinsipnya hard power memiliki karakter yang transaksional dan
perpaduan antara kemampuan organisatoris (manajemen kekuatan dan informasi)
serta Machiavelis (kemampuan untuk mengancam serta membangun koalisi
kemenangan).

Konsep Soft Power


Bentuk power kedua adalah soft power, berbeda dengan pendekatan hard
power yang transaksional, pendekatan soft power lebih berkarakter inspirasional
yaitu kekuatan menarik orang lain dengan kekuatan kecerdasan emosional seperti
membangun hubungan atau ikatan yang erat melalui karisma, komunikasi yang
persuasif, daya tarik ideologi visioner, serta pengaruh budaya, sehingga membuat
orang lain terpengaruh (Joseph S. Nye, Jr., 2008).

Diskursus soft power terus berkembang dan dimasukkan kedalam kategori


pendekatan power secara struktural, yang menurut seorang ahli ekonomi politik
internasional Susan Strange, bahwa structural power adalah kekuatan menentukan
bagaimana tujuan-tujuan akan dilakukan.

Problematika Pendidikan Tinggi Hari Ini


Read more

Dimana tujuan-tujuan itu antara lain adalah; 1. mengontrol negara dari berbagai
tindak kekerasan (Militer), 2. mengontrol produksi ekonomi, 3. mengontrol sistem
finansial dan kredit, 4. mengontrol dan memiliki pengaruh yang besar pada ilmu
pengetahuan dan komunikasi (Susan Strange, 1987).

Dan pemikiran ini mirip dengan seorang neo-marxist, yaitu Immanuel Wallerstein
bahwa seorang pemimpin harus bisa memaksakan kepentingannya dibidang
ekonomi, politik, militer, diplomasi dan bahkan budaya/pendidikan (William
Wallerstein, 1984).

Pendekatan power terakhir seingat penulis di dalam terminologi barat adalah


konsep smart power yang coba diajukan oleh Joseph S. Nye Jr. yang di dalam
bukunya berjudul The Powers to Lead, dimana di dalam buku itu beliau mencoba
embrio sebuah kohesifitas antara hard power dan soft power, bentuk sintesa
dari power itu kini menjadi trend didalam perilaku negara.

Anda mungkin juga menyukai