Anda di halaman 1dari 5

Kekuasaan, Politik, dan Konflik di dalam Organisasi

Risq Nabil F.
220440121129
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas April Sumedang

Dosen Pengampu : Dr. Rika Kusdinar, S. Sos., M.Si.

I. PENDAHULUAN

Manusia yang dikenal sebagai Homo Homini Socius memiliki kebutuhan dan keinginan
untuk berkumpul serta berinteraksi dengan sesamanya. Dalam tataran formal, aktifitas
berkumpul dan berinteraksi ini dapat disebut dengan berorganisasi. Hal ini sejalan dengan
buah pikiran Mc. Shane dan Von Glnow (2010:4) yang mengemukakan bahwa “Organizations
are groups of people who work interdependently toward some purposes… Throughout
history, organizations have consisted of people who communicate, coordinate, and collaborate
with each other to achieve common objectives”. Dalam organisasi, individu-individu yang
unik berkumpul, berkolaborasi, dan berkoordinasi untuk mencapai tujuan tertentu. Keunikan
individu yang beragam inilah yang kemudian memunculkan hal-hal penting di dalam
organisasi, seperti kekuasaan, politik, dan konflik.

Kekuasaan adalah apa yang dapat diperoleh seseorang/kumpulan untuk mengamalkan


ahli tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak dapat dilakukan
melebihi kekuasaan yang diperoleh atau kemampuan untuk memengaruhi tingkah laku
individu/ kelompok sesuai keinginan orang pelaku tersebut (Budiarjo, 2002). Kekuasaan tidak
sama dengan kekuatan, kekuasaan adalah kapasitas untuk memengaruhi orang lain dengan
tujuan bahwa individu perlu melakukan keinginan untuk memengaruhi (Heywood, 2004).

Politik Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuantujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuantujuan itu. Pengambilan keputusan
mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara
beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Politik. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan
umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distributionl atau alokasi dari sumber-
sumber dan resources yang ada. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh
masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privote gools). Pada intinya,
konsep-konsep politik adalah mengenai, kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision
making), kebijaksanaan (policy, beleid), dan pembagian ( distribution) ata alokasi ( locatio n).
Politik memiliki dua sisi pengertian, yaitu dalam arti baik dan dalam arti buruk. Peter Merkl
(1967) menyatakan bahwa politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu
tatanan sosial yang baik dan berkeadilan. Disisi lain, Peter Merkl juga rnenyatakan bahwa
politik, dafam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan
kekayaan untuk kepentingan diri sendiri (Politics at lt's worst is a selfish grob for power,
glory, and riches).

II. PEMBAHASAN

Kekuasaan dalam Organisasi

Kekuasaan adalah kapasitas seseorang, tim, atau organisasi untuk mempengaruhi yang
lain. Kekuasaan tidak dimaksudkan untuk mengubah perilaku seseorang, melainkan potensi
untuk mengubah seseorang (Mc. Shane & Von Glnow, 2010: 300). Lebih jauh lagi, kedua ahli
ini menjelaskan bahwa kekuasaan mensyaratkan kebergantungan. Dengan kata lain, pihak yang
berkuasa memiliki hal yang dianggap penting oleh pihak lainnya sehingga pihak tersebut
merasa berada di bawah kendali pihak yang memiliki kekuasaan.

Seseorang dapat dikatakan memiliki kekuasaan terhadap orang lain jika ia dapat
mengontrol perilaku orang lain. Kekuasaan adalah hubungan nonresiprokal antara dua orang
atau lebih. Nonresiprokal di dalam konteks ini dapat diartikan sebagai ketidakseimbangan
kuasa yang dimiliki oleh individu yang satu dan individu yang lain. Dengan kata lain, dua
pihak yang memiliki hubungan nonresiprokal mungkin saja tidak memiliki kekuasaan yang
sama di dalam wilayah yang sama (Brown dan Gilman, 2003: 158).
Politik dalam Organisasi

Politik organisasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu dalam


organisasi untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri (Colquitt, J.A., Lepine, J.A., &
Wesson, M.J. 2011: 460). Sedangkan menurut Mc Shane & Van Glnow (2010: 315-316) politik
organisasi terkait erat dengan taktik organisasi. Menurut kedua pakar ini, politik organisasi
adalah prilaku yang dianggap oleh orang lain sebagai taktik yang menguntungkan diri sendiri
dengan mengatasnamakan organisasi. Taktik tersebut sering kali bertentangan dengan
kepentingan organisasi.

Politik organisasi tumbuh subur dalam kondisi-kondisi tertentu, misalnya pada saat
kurangnya sumber daya manusia, sangat mungkin ada individu-individu yang mempertahankan
satu posisi atau jabatan di organisasi.

Secara faktual, politik organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang tabu bagi orang-
orang tertentu. Hal ini merupakan imbas dari berkumpulnya banyak individu di dalam organisasi.
Semakin banyak individu di dalam organisasi, semakin banyak pula tarik menarik kepentingan di
dalam organisasi tersebut.

Konflik dalam Organisasi

Semakin banyaknya individu yang melakukan politik organisasi, semakin besar pula
potensi terjadinya konflik. Mc Shane dan Von Glnow (2010: 328) mendefinisikan konflik
sebagai suatu proses di mana salah satu pihak menganggap bahwa kepentingannya bertentangan
dengan pihak lain. Pandangan ini didasari oleh fakta bahwa setiap individu adalah unik. Mereka
memiliki persepsi yang berbeda atas suatu realita. Perbedaan ini berpengaruh kepada
heterogenitas individu dalam berinteraksi di lingkungannya. Di sisi lain, organisasi juga harus
menetapkan visi dan misi, yang tak jarang tidak searah dengan persepsi individu.

Perbedaan-perbedaan atau benturan-benturan yang terjadi di dalam interaksi social telah


menempatkan konflik sebagai hal yang dianggap negatif. Konflik menciptakan ketidak
sepahaman di antara berbagai pihak. Dampaknya, konflik banyak menciptakan ketidak efisienan
dalam berbagai sendi organisasi (conflict is bad perspective). Ketidak sepahaman ini juga sering
memicu timbulnya berbagai politik organisasi yang pada akhirnya berpengaruh negatif kepada
kinerja individu dan organisasi.
Manajemen Konflik

Dalam satu organisasi, konflik kadang-kadang merupakan hal yang sangat sulit
untuk dihindari. Karenanya perlu ada strategi yang dapat mengarahkan konflik menjadi
hal yang lebih positif. Para ahli menjelaskan beberapa strategi yang dapat digunakan
untuk mengatasi konflik, yaitu avoiding, collaborating, compromising, avoiding,
dan accommodating, dan forcing.

Avoiding adalah menghadapi konflik dengan cara menghindarinya. Cara ini akan
menimbulkan masalah yang lebih besar jika konflik sudah terjadi. Collaborating biasanya
digunakan jika pihak-pihak yang berkonflik memiliki kekuasaan yang relative seimbang.
Dalam collaborating pemecahan masalah diusahakan memenuhi kepentingan semua
pihak. Compromising adalah mengelola konflik melalui konsensus. Dalam
compromising, setiap pihak mendapatkan setengah dari total kepentingannya.
Compromising dinilai efektif untuk menyelesaikan masalah secara cepat. Berbeda dengan
tiga cara pengelolaan konflik yang sudah sisebutkan di atas, accommodating merupakan
strategi mengelola konflik dengan mengorbankan kepentingan salah satu pihak dengan
memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk memenuhi kepentingannya. Selain itu,
ada pula strategi mengelola konflik yang dilakukan dengan sistem pemaksaan atau
forcing. Forcing dinilai efektif jika keputusan yang diambil oleh pihak yang memaksa
adalah keputusan yang benar. Sebaliknya, jika keputusan yang diambil oleh pihak yang
melakukan pemaksaan tidak benar, maka akan menimbulkan permusuhan di dalam
organisasi.

Mensinergikan Kekuasaan, Politik, dan Konflik di Dalam Organisasi

Kekuasaan memungkinkan seseorang memaksakan kehendaknya untuk mencapai


tujuan yang ia inginkan. Perbedaan tujuan berbagai pihak yang terhimpun di dalam
organisasi akan mendorong pihak-pihak tersebut melakukan politik organisasi. Politik
organisasi inilah yang selanjutnya menimbulkan benturan-benturan atau konflik di dalam
organisasi. Namun, konflik tidak selalu membawa dampak buruk bagi organisasi, tetapi
juga dapat membawa dampak positif jika dikelola dengan benar.
III. PENUTUP

Pada hakekatnya, kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk


mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya.
Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan menjadi kekuasaan
formal dan kekuasaan personal. Kekuasaan biasanya identik dengan politik. Politik sendiri
diartikan sebagai upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus dan mengendalikan urusan
masyarakat. Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik yang kerap dilakukan oleh pelaku
politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama berpartisipasi politik hanyalah untuk
mendapatkan kekuasaan. Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik
bertujuan untuk mengatur kepentingan masyarakat seluruhnya, bukan untuk kepentingan pribadi
ataupun kelompok. Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh
kepercayaan masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta
kenyamanan dalam kehidupan. Politik dan kekuasaan dijalankan untuk menyeimbangkan
kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

https://dosen.perbanas.id/kekuasaan-politik-dan-konflik-di-dalam-organisasi-nani-fitriani/

https://journal.uwks.ac.id/index.php/juispol/article/download/2133/1226

https://jurnal.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/554

Anda mungkin juga menyukai