PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada hakikatnya, organisasi dan menajemen tidak dapat dipisahkan.
Organisasi merupakan alat menajemen untuk mencapai tujuannya. Organisasi
adalah bentuk perserikatan untuk mencapai tujuan bersama. Dalam organisasi
terdapat tiga faktor atau unsur penting, yaitu :
1. Adanya sekelompok orang
2. Adanya hubungan dan pembagian kerja diantara mereka
3. Adanya tujuan yang ingin dicapai
1. Dalam arti badan, organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Dalam arti bagan, organisai adalah gambaran skematis tentang hubungan
kerja sama antara orang-orang yang terdapat dalam suatu badan untuk
mencapai suatu tujuan.
3. Dalam arti dinamis, organisasi adalah suatu proses penetapan dan
pembagian pekerjaan, pembatasan tugas dan bertanggung jawab, serta
penetapan hubungan antara unsur-unur organisasi, sehingga
memungkinkan orang bekerja sama secara efektif untuk mencapai tujuan.
Dalam pelaksanaannya, organisasi dapat dibedakan menjadi organisasi
formal dan organisasi informal.
Organisasi Formal merupakan sistem tugas, hubungan wewenang
tanggung jawab, dan pertanggung jawaban yang dirancang oleh
manajemen agar pekerjaan dapat di lakukan. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam penyusunan struktur organisasi formal adalah :
a. Wewenang
b. Tanggung jawab
c. Pertanggung jawaban
d. Delegasi
e. Koordinasi
Dalam berorganisasi pasti ada konflik yang terjadi. Konflik berasal dari kata
kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi
oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-
perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi
berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan
menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat
menciptakan konflik.Maka dari itu kita perlu untuk mengetahui bagaimana cara
mengelola konflik dalam organisasi. agar tidak terjadi perselisihan dalam
organisasi.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana cara mengelola konflik dalam organisasi
1.3 Manfaat
Manusia mampu melihat konflik dari sudut pandang positif, dan mampu
mengelola konflik yang terjadi dalam organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Organisasi
Organisasi pada inti adalah interaksi-interaksi orang dalam sebuah wadah
untuk melakukan sebuah tujuan yang sama. Organisasi berarti kerja bersama,
organisasi tidak diartikan semata-mata sebagai wadah. Pengertian organisasi itu
ada dua, yaitu pertama, organisasi sebagai wadah atau tempat dan kedua
pengertian organisasi sebagai proses yang dilakukan bersama-sama, dengan
landasan yang sama, tujuan yang sama dan juga dengan cara-cara yang sama.
Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok,
konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai
gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang
konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun
positif tergantung bagaimana cara mengelolanya. (Jika Anda ingin mendapatkan
slide presentasi yang bagus tentang management skills dan personal development,
Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak hanya
wajib menekan dan memecahkan konflik yang terjadi, tetapi juga wajib untuk
mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek yang membahayakan dapat
dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan aspek-aspek yang menguntungkan
dikembangkan semaksimal mungkin.
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The
Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat
meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan
organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi
menjadi tiga bagian, antara lain:
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers,
1993:234)
1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini
dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus
mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik
mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada
komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu
proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu
secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses
itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan
secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk
raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart &
Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai
terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga
diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak
diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber
pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan
bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen
suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa
dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik
adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa
bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang
kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik
yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
Teori-teori konflik
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori
konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl.
Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James
Scott, yaitu tentang Patron Klien.
penyebab konflik
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung
pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan
berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang
merasa terhibur.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan
itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang
berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan
kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi
formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan
nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah
menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam
dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak,
akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan
terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap
mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Jenis-jenis konflik
Akibat konflik
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat
memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi;
pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak
lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan
percobaan untuk "memenangkan" konflik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan
percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Contoh konflik
Penyebab Konflik
A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap
egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
B. Faktor Organisasi
Akibat-akibat Konflik
Akibat negative
Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua
pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua
pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung
satu sama lain.
Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain
agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang
formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat
dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering
kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara
terpaksa.
Anonim,http://download.portalgaruda.org/article.php?article=90173&val=4283 .
Diakses tanggal 5 maret 2015
Hafidfuddin, Dkk. 2003. Menajemen syariah dalam praktik. Gema Insane Press,
Jakarta.