Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Soft Power

Joseph S. Nye, Jr. dalam bukunya yang berjudul Soft Power: The Means to

Success to World Politics. Menjelaskan bahwa selain adanya penggunaan Hard

Power yang dilakukan dengan cara membujuk suatu negara dengan menggunakan

kekuatan ekonominya yang diibaratkan sebagai carrot (wortel), dan menggunakan

ancaman yang diibaratkan sebagai stick (tongkat) seperti kekuatan militer suatu

negara. Menurut Nye ada penerapan power yang secara tidak langsung sifatnya

tidak berwujud, hal ini disebut sebagai “the second face of power” jenis power ini

lah yang disebut sebagai soft power. (Nye, 2004: 5)

Nye menjelaskan bahwa soft power merupakan suatu kemampuan dalam

membetuk suatu preferensi pihak lain. Dalam pengertian lain soft power

merupakan kemampuan untuk memperoleh apa yang diinginkan dengan cara

membuat pihak lain tertarik secara tidak terpaksa, melainkan mengikuti preferensi

yang sudah dibentuk. (Nye, 2004: 5) Soft power berbeda sifatnya dengan

pengaruh (Influence), dimana pengaruh lebih cenderung kepada hard power yang

lebih sering menggunakan ancaman. Sementara soft power sifatnya lebih

persuasif atau dengan menggunakan kemampuan untuk merangkul pihak lain

dengan argumen. (Nye, 2004: 6) Daya tarik yang dimiliki soft power mampu

12
13

membuat pihak lain menyetujui suatu hal tanpa menentang sehingga pada

akhirnya akan sejalan dengan kepentingan yang dituju.

Dalam memahami soft power dengan seksama, dapat dilihat perbedaannya

dengan hard power melalui spektrum power yang dibuat oleh Joseph Nye.

Spektrum power memperlihatkan adanya hubungan timbal balik atau sebab akibat

diantara kedua kekuatan tersebut berdasarkan dua hal yang saling berkaitan yaitu

behaviours (perilaku) dan resources (sumber daya).

Tabel 2.1 Specturm of Power

Hard Power Soft Power

koersi bujukanpenetapanatraksi agenda

Spektrum tingkah laku


perintah kerja sama

Kekuatan sanksi
pembayaran suap
insitusi nilai kebijakan budaya
Sumber daya

Sumber: Joseph S. Nye. 2004. Soft Power: The Means to Success to World
Politics. United States: PublikAffairsTM, hal.8

Berdasarkan tabel diatas, perintah (command) merupakan spektrum

tertinggi dari hard power yaitu suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain

dalam upaya pencapaian tujuan melalui koersi dan bujukan dengan menggunakan

sumber-sumber yang tampak seperti sanksi dan suap. Sementara itu dari sisi soft

power spektrum tertingginya adalah kerjasama yaitu suatu kemampuan untuk

mempengaruhi pihak lain agar sesuai dengan tujuan yang kita inginkan dengan

memanipulasi agenda politik negara lain melalui institusi sebagai sumber daya

yang diyakini memiliki kredibilitas yang tinggi. Tujuan utama negara yang
14

menggunakan soft power adalah untuk menciptakan keadaan dimana kepentingan

pihak lain akan sejalan dengan kepentingan negara tanpa adanya unsur bantahan

atau paksaan. Penggunaan soft power dapat dilakukan disuatu negara melalui

diplomasi publik.

Kepemilikan soft power pada negara ada pada tiga sumber utama yaitu,

kebijakan luar negeri, nilai-nilai politik yang menarik bagi pihak lain, dan budaya

(Nye, 2004: 11). Penggunaan diplomasi publik akan membantu suatu negara

dalam menjalankan soft power nya dengan memahami informasi yang

disampaikan kepada publik di luar negeri. Perubahan-perubahan yang

mempengaruhi perkembangan politik dunia menjadi pendukung dalam munculnya

kekuatan masyarakat melalui opini publik sebagai suatu kekuatan baru yang

menjadi pertimbangan bagi para pembuat kebijakan, hal ini disebabkan karena

adanya pergeseran dari high politics menjadi low politics. Maka dari itu diplomasi

publik muncul sebagai suatu wujud soft power dalam hubungan internasional.

Diplomasi publik menjadi salah satu instrumen dari pelaksanaan soft

power, berdasarkan tipe kekuasaan, perilaku soft power mengacu pada fokus

utama yang melibatkan nilai, kebijakan, institusi, atraksi, dan budaya. Perilaku

dan fokus utama tersebut dilakukan melalui kebijakan pemerintah, salah satunya

adalah diplomasi publik. Hal ini dijelaskan oleh Joseph Nye melalui tulisannya

mengenai tiga jenis power, yang dibentuk pada tabel dibawah. (Nye, 2004: 31)
15

Tabel 2.2: Three Types of Power

Primary Government
Behaviors
Currencies Policies
Coercive
Coercion
Threats Diplomacy
Military Power Detterence
Force War
Protection
Alliance
Aid
Inducement Payments
Economic Power Bribes
Coercion Sanctions
Sanctions
Values Public Diplomacy
Attraction Culture Bilateral and
Soft Power
Agenda setting Policies Multilateral
Institutions Diplomacy
Sumber: Joseph S. Nye. 2004. Soft Power: The Means to Success to World
Politics. United States: PublikAffairsTM, hal.31

Dalam menerapkan soft power tentunya tidak akan semudah menerapkan

hard power yang sumber daya dan hasilnya akan terlihat langsung. Sementara itu

penerapan soft power pada umumnya diluar jangkauan pemerintah karena titik

keberhasilan bergantung pada penerimaan dari pihak lain yang dituju dan

membutuhkan waktu yang cukup lama demi mendapatkan hasil yang diinginkan.

Budaya memiliki banyak wujud yang terbagi menjadi budaya tinggi dan budaya

populer. Kepemilikan budaya dalam suatu negara dapat meningkatkan hasil yang

diinginkan jika budaya tersebut mengandung nilai-nilai universal dan kebijakan-

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dapat mendukung promosi nilai-nilai dan

kepentingan bersama (Nye, 2004: 11).

Peran budaya sebagai salah satu sumber dari soft power bergantung dari

bagaimana pihak lain menerima budaya itu sendiri, semakin besar budaya tersebut
16

untuk dapat mencakup kepentingan pihak lain maka akan semakin besar juga

kemungkinan bagi budaya tersebut untuk mendapatkan perhatian dan kerjasama

dari pihak lain.

2.2 Diplomasi

Diplomasi dalam hubungan internasional terus mengalami perkembangan

seiring berjalannya waktu. Diplomasi tradisional dijalankan pada hubungan

bilateral antar negara yang cenderung dilakukan secara rahasia atau tertutup.

Diplomasi tradisional juga lebih menekankan peran pemerintah yang dominan

dalam membahas masalah internasional yang bersifat hard politics seperti perang,

keamanan negara, perjanjian perdamaian, dan batas teritorial (White, 2005).

Sir Earnest Satow sudah mendifinisikan pengertian diplomasi sejak tahun

1922, menurutnya diplomasi adalah suatu aplikasi intelejen dan taktik untuk

menjalankan hubungan resmi pemerintahan yang berdaulat, atau sebuah cara

dalam menjalankan hubungan antar negara dengan damai (Rudy, 2006:64).

Definisi menurut Satow ini masih berpusat pada sistem internasional di wilayah

Eropa, dimana negara-negara didalamnya sedang melakukan perluasan negara

mereka dengan menjelajahi negara-negara di penjuru dunia. Definisi ini juga

mengalami perkembangan sesuai dengan kondisi dan situasi sistem internasional

yang sedang berlangsung.

Definisi diplomasi modern sebagai sebuah manajemen pengaturan

hubungan dengan negara lain harus disesuaikan dengan keadaan tatanan global

yang sedang berlangsung. Diplomasi menurut R. P. Barston didefinisikan sebagai


17

suatu manajemen hubungan antar negara atau hubungan antara negara dengan

aktor-aktor hubungan internasional lainnya (Barston, 2006:1) Diplomasi pada era

Perang Dunia dan Perang Dingin tentu berbeda dengan diplomasi pasca perang,

dimana perang dan pembentukan aliansi militer yang meliputi interaksi antar

negara. Sedangkan fungsi dan peran diplomasi pasca perang dingin sampai saat

ini cenderung lebih rumit, seperti adanya keperluan negara untuk menyebarkan

citra positifnya pada dunia. Hal tersebut yang menjadikan bahwa diplomasi harus

dilaksanakan secara menyeluruh dan total.

2.2.1 Diplomasi Publik

Diplomasi tradisional dianggap kurang efektif yang pada akhirnya muncul

suatu diplomasi baru, dimana melalui diplomasi jenis ini negara tidak lagi

menjadi aktor utama dalam membahas isu-isu internasional, melainkan ikut

melibatkan aktor internasional lain seperti organisasi internasional baik yang

berada dibawah pemerintah maupun non-pemerintah. Dan isu yang berkembang

dalam pelaksanaan diplomasi baru ini pun tidak lagi mebahas mengenai keamanan

negara saja namun bertambah menjadi ikut mebahas mengenai kehidupan warga

negara seperti kesejahteraan sosial dan ekonomi (White, 2005).

Perkembangan yang sangat dinamis dalam hubungan internasional

menyebabkan adanya konflik-konflik baru dalam hubungan antar negara dan juga

adanya peralihan sistem politik sebuah negara. Keadaan ini didukung dengan

adanya peningkatan aktor non-negara, kemajuan teknologi dan informasi serta

perluasan isu yang berkembang yang sehingga menyebabkan hilangnya relevansi


18

ruang dan waktu. Perubahan ini menyebabkan peran diplomat menjadi kurang

signifikan dari sebelumnya. Meningkatnya peran masyarakat membuat diplomasi

tradisional yang hanya melibatkan peran pemerintah menjadi tidak efektif dalam

dalam menyampaikan pesan diplomasi terhadap suatu negara (Dhitra, 2013).

Maka dari itu dibutuhkan bentuk diplomasi yang lebih melibatkan peran publik

atau yang lebih sering dikenal sebagai Diplomasi Publik.

Diplomasi publik didefinisikan sebagai percobaan aktor internasional

dalam mengelola lingkungan internasionalnya melalui hubungan dengan

masyarakat di luar negeri. (Cull, 2009: 12) Karena dalam tujuan ingin menjalin

hubungan yang lebih luas, maka individu atau masyarakat dalam negeri

diperlukan untuk menjangkau keseluruhan masyarakat di luar negeri. Tujuan

diplomasi publik adalah untuk menyempurnakan diplomasi tradisional, bukan

untuk menggantikannya. Negara masih berperan aktif dalam suatu praktik

diplomasi publik, namun peran dari aktor non-negara turut mebantu dan

menyempurnakannya.

Diplomasi publik mengutamakan komunikasi antar budaya karena

memiliki kaitan erat dengan adanya perubahan sikap masyarakat dalam melihat

berbagai persoalan-persoalan politik luar negeri yang terjadi. Secara tradisional

diplomasi publik lebih mengarah kepada hubungan pemerintah kepada publik

yang berisi upaya-upaya untuk mempengaruhi, menginformasikan dan melibatkan

masyarakat dalam upaya mendukung tujuan nasional dan kebijakan luar

negerinya. (Snow dan Taylor, 2009: 6)


19

Dalam tulisannya yang berjudul Public Diplomacy: Lessons from The

Past, Nicholas J. Cull menjelaskan mengenai lima komponen dalam diplomasi

publik (Cull, 2009: 18-22)

1. Listening, adalah suatu upaya aktor pelaku dalam diplomasi publik untuk

mengelola lingkungan internasional dengan mengumpulkan dan menyusun

data tentang publik dan pendapat mereka diluar negeri, dan menggunakan

data tersebut untuk mengarahkan kebijakan dalam melaksanakan

diplomasi publik yang lebih sesuai.

2. Advocacy, adalah upaya aktor pelaku diplomasi publik, dalam mengatur

lingkungan internasionalnya melalui pelaksanaan komunikasi

internasional yang dituju untuk mempromosikan suatu kebijakan, nilai-

nilai, ide dan kepentingan negara kepada masyarakat di luar negeri.

3. Cultural Diplomacy, dapat didefinisikan sebagai upaya aktor pelaku

diplomasi publik dalam mengatur lingkungan internasionalnya, dengan

cara mengoptimalkan sumber-sumber budaya yang dimiliki yang pada

hasilnya akan terjadi interaksi antara budaya dengan publik di luar negeri.

Secara sejarah cultural diplomacy merupakan upaya suatu negara untuk

mempromosikan budayanya keluar negeri.

4. Exchange Diplomacy, didefinisikan sebagai upaya aktor pelaku

diplomasi publik dalam mengatur lingkungan internasionalnya dengan

cara mengirim warganegara keluar negeri dan menerima publik luar negeri

dengan tujuan untuk melakukan studi di negaranya dalam jangka waktu

tertentu. pertukaran dapat tumpang-tindih dengan pekerjaan budaya,


20

namun hal ini dilakukan karena adanya suatu kebijakan yang ditargetkan

untuk pembangunan atau mempromosikan kapabilitas militer dengan

sekutu.

5. International Broadcasting (News), didefinisikan sebagai upaya aktor

pelaku diplomasi publik dalam mengatur lingkungan internasionalnya

dengan menggunakan teknologi radio, televisi dan internet dengan tujuan

untuk mendekatkan diri ke publik di luar negeri.

Kelima komponen yang sudah dijelaskan diatas tidak diharuskan untuk

ada seluruhnya untuk menjalankan diplomasi publik. Cukup salah satu, dua atau

tiga komponen dalam menjalankan praktik diplomasi publik. Dan dalam

penelitian ini, peneliti mengambil konsep cultural diplomacy, dimana objek kaji

yang diteliti adalah Rumah Budaya Indonesia di Singapura dimana Rumah

Budaya Indonesia adalah suatu ruang publik diplomasi yang memiliki fungsi

untuk memperkenalkan seni budaya Indonesia kepada dunia dalam rangka

meningkatkan citra, apresiasi dan membangun ikatan masyarakat internasional

terhadap Indonesia. Rumah Budaya Indonesia di Singapura memiliki peran dalam

menjalankan diplomasi publik berdasarkan komponen cultural diplomacy.

2.2.2 Diplomasi Budaya

Diplomasi budaya didefinisikan sebagai percobaan aktor dalam

memelihara perannya dalam lingkungan internasional melalui pengelolaan

sumber-sumber kepemilikan budaya dan pencapaian kepopuleran budayanya di

wilayah internasional. (Cull, 2009:12) Definisi ini menuntun pada signifikansi


21

budaya sebagai alat oleh negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya.

Penggunaan budaya sebagai alat diplomasi bukan hal yang mudah untuk

dilakukan, karena diperlukan suatu pengemasan yang sedemikian rupa agar

diplomasi budaya dapat menjadi suatu atraksi yang menarik dan tetap dalam

tujuan utamanya yaitu memelihara peran dalam lingkungan internasional.

Menurut John Lenczowski dalam bukunya yang berjudul Full Spectrum

Diplomacy and Grand Strategy Reforming the Structure and Culture of U.S.

Foreign Policy, ia menjelaskan bahwa diplomasi budaya merupakan upaya untuk

mempengaruhi opini publik dengan memanfaatkan berbagai macam elemen-

elemen yang ada didalam kebudayaan. Yang dimaksud elemen-elemen dari

kebudayaan ini adalah pendidikan, sejarah, teknologi, seni, ide, ilmu pengetahuan,

adat istiadat, agama, tata karma, bahasa, olahraga dan lain-lain. Dengan

memanfaatkan elemen-elemen kebudayaan akan memberikan dampak positif

dalam proses memperjuangkan kepentingan nasional. (Lenczowski, 2011: 163-

164) Lenczowski menjelaskan bahwa didalam diplomasi kebudayaan ada suatu

mutual understanding dalam prakteknya. Mutual understanding merupakan suatu

unsur yang sangat diperlukan dalam diplomasi budaya, dikarenakan diplomasi

budaya harus mempunyai rasa saling menghormati dengan kebudayaan dari

bangsa lain. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antar

negara, yang dimana menjadi tujuan utama dari praktek diplomasi budaya

(Lenczowski, 2011: 179).

Diplomasi budaya harus dilakukan melalui publik sebagai upaya negara

untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui penyebaran informasi


22

atau mempengaruhi pendapat umum yang dilakukan dengan memanfaatkan sarana

budaya dan komunikasi. Salah satu upaya diplomasi kebudayaan yang dilakukan

oleh pemerintah Indonesia adalah dengan membangun Rumah Budaya Indonesia,

suatu ruang publik diplomasi yang digagas oleh Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan di 10 negara yaitu, Amerika Serikat, Perancis, Singapura, Timor

Leste, Australia, Belanda, Jepang, Korea Selatan, Jerman dan Turki. Dimana

tujuan dari Rumah Budaya Indonesia ini adalah untuk memperkenalkan seni

budaya Indonesia kepada dunia dalam rangka meningkatkan citra, apresiasi dan

membangun ikatan budaya masyarakat internasional terhadap Indonesia. (Website

Rumah Budaya Indonesia, 2015)

Gambar 2.1 Skema Pelaku dan Sasaran Diplomasi Kebudayaan

Negara A Negara B

Pemerintah Pemerintah

Kekuatan Nasional

Kepentingan Nasional Kepentingan Nasional

Strategi Kebudayaan

Masyarakat Masyarakat

Sumber: Warsito, Tulus dan Wahyuni Kartika Sari. 2007. Diplomasi


Kebudayaan: Konsep dan Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus
Indonesia. hal: 17

Tabel diatas menjelaskan bahwa aktor diplomasi kebudayaan bukan hanya

dari pihak pemerintahan saja, namun non-pemerintah dan individu di setiap

negara pun dapat menjadi aktor. Karena sasaran yang dituju dalam diplomasi

kebudayaan adalah seluruh masyarakat negara sasaran, bukan hanya


23

pemerintahannya saja. Maka dari itu karakterisitik konsep-konsep diplomasi

kebudayaan berdasarkan ciri-ciri komunikasinya dan bukan pada bidang operasi

atau melibatkan bidang-bidang disiplin. (Warsito dan Kartikasari, 2007, 17-18)

Dalam menerapkan konsep diplomasi kebudayaan, Tulus Warsito dan

Wahyuni Kartikasari menjabarkan beberapa jenis konsep diplomasi kebudayaan

menurut tujuan, bentuk dan sasarannya. Bentuk diplomasi kebudayaan dibagi

menjadi 7 poin utama yaitu : (Warsito dan Kartikasari, 2007, 19-27)

1. Eksibisi, atau pameran dapat dilakukan untuk menampilkan karya

kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi maupun nilai-nilai sosial atau

ideologi dari suatu bangsa ke bangsa lain. Eksibisi merupakan bentuk

diplomasi kebudayaan yang bersifat formal, legal dan terbuka dan

langsung. Formal memberikan arti sebagai seremonial, protokoler sesuai

dengan konvensi yang berlaku. Legal berarti bukan subversif, sesuai

dengan konstitusi negara yang bersangkutan dan terbuka, paling tidak

untuk media massa dan langsung disajikan kepada masyarakat bangsa lain.

2. Propaganda, merupakan penyebaran informasi seperti eksibisi namun

disampaikan tidak secara langsung, dan secara awam berkonotasi negatif

dan sering dianggap subversif. Propaganda sesungguhnya merupakan

bentuk klasik, atau cikal bakal dari diplomasi kebudayaan. (Lerche Jr. dan

A. Said dikutip oleh Warsito dan Kartikasari, 2007: 22) dikarenakan nilai

sosial ideologi suatu bangsa, yang dianggap sebagai nilai kebudayaan

menjadi bahan pokok untuk disampaikan kepada bangsa lain.


24

3. Kompetisi, berarti pertandingan atau persaingan, dalam arti positif

misalnya, dijelaskan sebagai olahraga, kontes kecantikan ataupun

kompetisi ilmu pengetahuan dan lain-lain. Kompetisi dianggap sebagai

salah satu bentuk diplomasi kebudayaan karena didalamnya melibatkan

sistem nilai yang paling esensial dalam mengatur kekuatan nasional

masing-masing negara yang bersangkutan dalam rangka mengungguli

bangsa lain.

4. Penetrasi, sebagai salah satu bentuk diplomasi, penetrasi dapat dilakukan

melalui bidang-bidang perdagangan, ideologi, dan militer. Penetrasi

kebudayaan yang sedang populer saat ini adalah liberalisasi dan

sekularisasi ekonomi dan politik oleh negara maju terhadap negara

berkembang. Dalam bentuk sederhananya adalah penetrasi nilai-nilai

konsumerisme kepada masyarakat negara berkembang oleh kekuatan

negara maju.

5. Negosiasi, diplomasi kebudayaan dalam bentuk negosiasi mencerminkan

keinginan dari bangsa-bangsa yang bersangkutan untuk saling

memperkenalkan, mengakui, menghormati dan menghargai kebudayaan

masing-masing negara tersebut, baik yang kemudian dilaksanakan dalam

bentuk yang lebih khas. Dalam teknis pelaksanaan ataupun sebagai materi

yang dinegosiasikan, mencerminkan adanya tingkat pengakuan

internasional yang positif bagi tuan rumah.

6. Pertukaran Ahli, merupakan salah satu jenis hasil dari negosiasi yang

bentuknya khas. Pertukaran ahli mencakup masalah kerjasama pertukaran


25

budaya yang cukup luas, yaitu dari kerjasama beasiswa antar negara,

sampai dengan pertukaran ahli dalam bidang tertentu. hal ini memberikan

gambaran bahwa negara-negara yang bersangkutan memiliki kepentingan

timbal-balik dalam aspek kebudayaan pada umumnya.

7. Terorisme, dari segi teknis pelaksanaan, terorisme merupakan operasi

militer, namun nilai-nilai yang menjadi motivasi dalam melakukan

tindakan terorisme adalah tidak dapat didekati melalui sekedar disiplin

militer ataupun kepentingan ekonomi semata namun dilatarbelakangi oleh

sistem budaya tertentu.

Tabel 2.3: Hubungan Antara Situasi, Bentuk, Tujuan, dan Sarana


Diplomasi Kebudayaan

SITUASI BENTUK TUJUAN SARANA


 Eksibisi  Pengakuan  Pariwisata
 Kompetisi  Hegemoni  Olah Raga
 Pertukaran  Persahabatan  Pendidikan
DAMAI
Misi  Penyesuaian  Perdagangan
 Negosiasi  Kesenian
 Konferensi
 Propaganda  Persuasi  Politik
 Pertukaran  Penyesuaian  Media Masa
Misi  Pengakuan  Diplomatik
KRISIS
 Negosiasi  Ancaman  Misi Tingkat
Tinggi
 Opini Publik
 Teror  Ancaman  Opini Publik
 Penetrasi  Subversi  Perdagangan
 Pertukaran  Persuasi  Para Militer
KONFLIK
Misi  Pengakuan  Forum Resmi
 Boikot  Pihak Ketiga
 Negosiasi
26

 Kompetisi  Dominasi  Militer


 Terror  Hegemoni  Para Militer
 Penetrasi  Ancaman  Penyelundupan
 Propaganda  Subversi  Opini Publik
PERANG  Embargo  Pengakuan  Perdagangan
 Boikot  Penaklukan  Supply Barang
 Blokade Konsumtif
(termasuk senjata)

Sumber: Warsito, Tulus dan Wahyuni Kartikasari. 2007. Diplomasi Kebudayaan:


Konsep dan Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. hal: 31

Merujuk pada 7 bentuk diplomasi budaya yang dijelaskan oleh Tulus

Warsito dan Wahyuni Kartikasari, Rumah Budaya Indonesia termasuk kedalam

suatu bentuk Eksibisi. Dalam melakukan eksibisi atau pameran, Rumah Budaya

Indonesia di Singapura telah melakukan banyak kegiatan pameran, seperti

“Seminar & Exhibition of Bugis Makassar Weaponery” yang dilakukan

bekerjasama dengan Universitas Nasional Singapura dan kedutaan besar

Indonesia untuk Singapura. Dan salah satu kegiatan lain yang dilakukan oleh

Rumah Budaya Indonesia adalah “Diplomatic Coffee Morning & Workshop

Batik” kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan batik Indonesia serta

filosofi yang terkandung didalamnya, kegiatan ini diikuti oleh sekitar 26 orang

istri para Duta Besar negara-negara sahabat singapura.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa eksibisi merupakan bentuk

diplomasi kebudayaan yang formal, legal dan terbuka, dan langsung. Secara

operasional Rumah Budaya Indonesia pun mencakup ketiga hal tersebut. Formal,

karena Rumah Budaya Indonesia di Singapura dibawahi langsung dan diresmikan

oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Legal dan terbuka,

karena masih menghormati nilai-nilai politik dan budaya yang dianut oleh
27

Singapura. Dan langsung artinya Rumah Budaya Indonesia di Singapura disajikan

secara langsung kepada masyarakat bangsa lain.

Dalam Rumah Budaya Indonesia pelaksanaan yang dilakukan adalah

dengan menggunakan jalur kesenian. Dimana tujuan dari Rumah Budaya

Indonesia adalah untuk memperkenalkan budaya yang dimiliki oleh Indonesia ke

masyarakat di luar negeri. Pengembangan budaya bangsa harus dimaksimalkan

karena budaya memiliki banyak fungsi seperti dapat merubah tantangan menjadi

peluang, maksudnya adalah dengan beragam dan banyaknya kebudayaan yang

dimiliki Indonesia, jika dimaksimalkan pemanfaatannya maka akan meningkatkan

keuntungan devisa negara melalui kunjungan wisatawan asing ke Indonesia dan

citra Indonesia dapat menjadi lebih baik di mata dunia.

Hasil dari diplomasi budaya dapat dilihat berdasarkan penyebaran

informasi yang dilakukan, apabila berhasil mempengaruhi pendapat umum maka

dapat memberikan dampak signifikan pada suatu negara, salah satunya yaitu

terhadap peningkatan pariwisata. Contohnya adalah Indonesia, bahwa diplomasi

budaya dapat juga digunakan sebagai media untuk memperkenalkan kebudayaan

yang dimiliki Indonesia secara umum dan sebagai advertisement atau iklan untuk

mempromosikan potensi pariwisata Indonesia (Warsito dan Kartikasari, 2007,

148).

Berdasarkan objek penelitian, pelaksanaan Rumah Budaya Indonesia di

Singapura menjadi diplomasi budaya Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah

Indonesia kepada masyarakat internasional dalam situasi damai tanpa adanya

unsur paksaan atau permusuhan, dengan didukung oleh beberapa bentuk kegiatan
28

seperti eksibisi dan pertunjukan seni. Tujuan dilaksanakannya diplomasi budaya

melalui Rumah Budaya Indonesia ini adalah penyesuaian dan persahabatan yang

dilakukan dengan menggunakan kesenian sebagai sarana pelaksanaan diplomasi

budaya dalam menumbuhkan rasa saling menghormati dan menyadari kebudayaan

yang dimiliki negara.

Dalam melaksanakan diplomasi budaya dapat dikatakan dengan sengaja

dan terarah mengembangkan, menanamkan, dan memelihara citra Indonesia di

luar negeri sebagai negara dan bangsa yang memiliki kebudayaan tinggi.

Mengembangkan jika sebelumnya sudah ada usaha untuk menumbuhkan citra

baik mengenai Indonesia, menanamkan jika citra baik mengenai Indonesia masih

belum ada, dan memelihara apabila di negara lain telah tumbuh suatu citra baik

mengenai kebudayaan Indonesia. Citra atau gambaran yang baik terhadap

Indonesia dapat mengantarkan pada terjalinnya hubungan yang baik antar negara.

Diplomasi budaya dilaksanakan karena dapat meningkatkan citra positif

selama proses pencapaiannya. Hal ini disebabkan bahwa diplomasi budaya tidak

hanya menetapkan sasaran pada pemerintahan suatu negara, melainkan

keseluruhan komponen negara yang dijadikan sasaran diplomasi budaya, yaitu

pemerintah dan masyarakatnya. (Febri Kurnia, dan Tri Joko Waluyo, 2012).

Karena alasan tersebut Indonesia melaksanakan diplomasi kebudayaan dalam

mendukung kepentingan nasional melalui soft power. Pelaksanaan soft power di

Indonesia menekankan pada tiga hal, yaitu kekuatan nilai-nilai luhur bangsa atau

negara, kekuatan pencapaian positif yang diperoleh negara atau bangsa dan

kekuatan ide.
29

Selain berfungsi untuk memajukan kebudayaan nasional dan sekaligus

membangun citra positif negara di hadapan dunia, diplomasi budaya berfungsi

juga dalam membantu hubungan luar negeri Indonesia yang didasari dengan

adanya pencapaian kepentingan nasional. Dalam Pembukaan UUD 1945

tercantum kepentingan nasional Indonesia yang berdasarkan tujuan nasional yaitu;

melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, mencerdaskan

kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial. Dengan dasar tujuan nasional tersebut, diperoleh suatu sumber inspirasi

yang mempengaruhi perumusan kepentingan nasional Indonesia dalam

menjalankan hubungan internasional, yang disesuaikan dengan perkembangan

lingkungan yang dapat berubah setiap saat. Dasar tujuan nasional inilah yang

akhirnya diterapkan dalam bentuk kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas

aktif.

Usaha dalam memajukan kesejahteraan umum masyarakat Indonesia dapat

dicapai dengan memperbanyak kerjasama internasional. Salah satu bentuk

kerjasama internasional yang dapat dikembangkan pemerintah Indonesia adalah

kerjasama dalam bidang kebudayaan. Daya atraksi kebudayaan yang dimiliki

Indonesia cukup besar, yang khususnya dalam hal kesenian yang dapat membantu

membangun dan meningkatkan hubungan kerjasama secara baik dan

menguntungkan dengan negara-negara lain. Dengan adanya suatu bentuk

kerjasama yang baik dengan negara-negara lain maka akan memudahkan bagi

Indonesia untuk mengejar kepentingan nasionalnya, terutama dalam


30

meningkatkan industri kreatif dibidang kesenian, investasi, perdagangan,

pariwisata dan pendidikan.

Pencapaian kepentingan nasional melalui diplomasi budaya dilakukan

sebelumnya oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yaitu melalui

program BSBI (Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia), yang dimana pemerintah

Indonesia menjalankan kerjasama dalam bidang budaya dengan negara-negara

anggota South West Pacific Dialogue (SwPD). Melalui program ini pemerintahan

Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia berusaha

meningkatkan citra Indonesia pasca terjadinya kasus Papua yang telah

mengurangi citra Indonesia yang pada akhirnya berdampak dengan menurunnya

kerjasama dengan negara-negara dikawasan tersebut. Program ini menggunakan

pengenalan seni dan budaya dalam pencapaian kepentingan yang kemudian

Indonesia dikenal sebagi negara yang memiliki kekayaan budaya majemuk yang

berjalan secara harmonis antara satu dengan lainnya.

Diplomasi budaya Indonesia yang dijalankan oleh Kementerian Luar

Negeri pada intinya memiliki peranan penting dalam memperkenalkan kesenian

dan kebudayaan Indonesia dan juga membantu kelancaran misi kesenian dan

kebudayaan Indonesia diluar negeri. Adapun peranan lain yaitu ikut melancarkan

sekaligus melakukan seleksi misi kesenian dan kebudayaan asing yang masuk ke

Indonesia dan juga membina kerjasama dengan kementerian – kementerian lain

dalam melakukan pengenalan budaya. Diplomasi budaya yang dilakukan

Indonesia tidak selalu berasal dari Kementerian Luar Negeri saja, namun juga

melibatkan partisipasi dari kementerian lain seperti Kementerian Pendidikan dan


31

Kebudayan Republik Indonesia sebagai pencetus dalam pembangunan Program

Rumah Budaya Indonesia di Luar Negeri.


32

2.3 Kerangka Pemikiran

INDONESIA SINGAPURA

DIPLOMASI BUDAYA

Kepentingan Nasional Kepentingan Nasional


Memperkenalkan Sumber Daya Budaya Indonesia Menjaga Hubugan Kemitraan

Strategi Kebudayaan Rumah Budaya Indonesia

Masyarakat Masyarakat Internasional yang


Indonesia yang berada di Singapura berada di Singapura

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian


Adaptasi dari Skema Pelaku dan Sasaran Diplomasi Kebudayaan
Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari (2007)
33

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian diatas, Indonesia sebagai aktor

hubungan internasional memilih untuk menjalankan Diplomasi Budaya dengan

menggunakan eksibisi sebagai bentuk dari pelaksaan diplomasi budayanya. Selain

negara yang menjadi aktor dalam pelaksaan diplomasi budaya, masyarakat

Indonesia yang berada di singapura pun turut berpartisipasi dalam membantu

memperkenalkan sumber daya budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Singapura

sebagai negara sasaran dalam pelaksaan diplomasi budaya Indonesia menjadikan

kepentingan nasionalnya yaitu dalam menjaga hubungan kemitraan dengan

Indonesia agar tetap terjaga dengan baik.

Diplomasi Budaya yang dilakukan oleh Indonesia yang di gagas oleh

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan

membangun Rumah Budaya Indonesia di Singapura yang diresmikan pada 30

November 2013. Rumah Budaya Indonesia di Singapura ini ditujukan kepada

masyarakat Singapura dan masyarakat internasional yang berada di Singapura dan

juga kepada warga negara Indonesia yang menetap di Singapura, sehingga segala

kalangan masyarkat dapat mengetahui kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia

melalui Rumah Budaya Indonesia di Singapura.

Anda mungkin juga menyukai