DEFINISI
REVOLUSI MENTAL
PENUTUP
DEFINISI
TIGA SASARAN:
DEFINISI: MODAL DASAR:
1.Mengubah mindset dalam
Gerakan kolektif yang melibatkan 1. SDM unggul dengan pendidikan, pelayanan publik dimana ASN
seluruh bangsa dengan keahlian, kerja keras, dan etos sebagai representasi
MEMPERKUAT peran semua kemajuan pemerintahan hadir setiap rakyat
INSTITUSI PEMERINTAHAN dan 2. Lingstra termasuk posisi geo- membutuhkan
pranata sosial-budaya masyarakat(1) ekonomi dan geo-politik Indonesia 2. Struktur organisasi yang efisien
yang strategis
3. Kultur budaya kerja yang lebih
disiplin, bertanggungjawab, dan
gotong royong
(1):
Pra-Musrenbangnas, Revolusi Mental: Paparan
Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan,16-24 April 2015
REVOLUSI MENTAL
LATAR BELAKANG
Birokrasi dgn pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) yang
produktif, efisien dan efektif, transparan dalam memberikan pelayanan
publik perlu sebuah revolusi mental aparatur birokrasi secara nyata.
PENGERTIAN REVOLUSI MENTAL
BIROKRASI
Sehingga akan tumbuh dan berkembang perilaku bekerja dengan etos kerja yang
baik dengan ukuran dan target kinerja yang jelas; bersih yaitu tidak melakukan
perbuatan yang mengandung unsur Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN);
profesional dalam melayani yaitu mampu memberikan pelayanan sesuai standar
pelayanan yang baik kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
STRATEGI MELAKUKAN REVOLUSI MENTAL
BIROKRASI
Perilaku ASN sangat dipengaruhi oleh penerapan sistem manajemen SDM aparatur di
lingkungan Birokrasi Pemerintah.
Penerapan sistem ini akan berkontribusi besar dalam membentuk perilaku ASN dalam
bekerja, karena secara langsung mengatur pengelolaan manajemen ASN sejak proses
perencanaan kebutuhan; rekruitmen dan seleksi dalam pengadaan; pengaturan pangkat
dan jabatan; pengembangan kompetensi dan pola karier; pola mutasi dan promosi;
sistem penilaian kinerja; pengaturan disiplin dan sanksi; sistem penggajian dan
penghargaan sampai pada jaminan pensiun ASN.
Penerapan Sistem Manajemen SDM Aparatur selama ini didasarkan pada Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 beserta berbagai aturan
pelaksanaannya. Hasil implementasi sistem ini masih dirasakan banyak kelemahan baik
dalam pengaturan maupun dalam penerapannya, sehingga masih banyak keluhan
masyarakat terkait dengan integritas, pola pikir (mind-set) dan perilaku budaya kerja
(culture-set) serta akuntabilitas kinerja ASN yang masih rendah.
Salah satu langkah melakukan revolusi mental birokrasi adalah dengan melakukan
percepatan pelaksanaan Reformasi Birokrasi Bidang Manajemen SDM Aparatur pada
tingkat makro dan mikro.
1. Pada tingkat makro, penyusunan regulasi nasional berbagai aturan pelaksanaan yang
diamahkan dalam UU Nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara terkait
implementasi sistem merit, yang dalam hal ini dimandatkan pada Kementerian
PANRB harus segera diselesaikan.
2. Pada tingkat mikro, setiap KL harus mengimplementasikan UU Nomor 5 tahun 2014
yang merupakan landasan hukum bagi pembentukan pegawai ASN yang
berintegritas, profesional, dinamis dan berkinerja tinggi. Terdapat dua hal penting
yang menjadi prinsip dasar dalam Undang-Undang ASN, yaitu :
a. menjalankan asas dan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN yang
berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar serta tidak
ada unsur politik;
b. Sistem merit diimplementasikan dalam seleksi dan promosi secara adil dan
kompetitif, penggajian, reward dan punishment berbasis kinerja, integritas dan kode
etik perilaku, bebas dari intervensi politik, serta efektif dan efisien dalam manajemen
SDM.
B. Penguatan kepemimpinan pada masing-masing Instansi
Perilaku ASN juga akan dapat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan pada masing-
masing instansi. Bawahan cenderung berperilaku mengikuti arahan, contoh atau
teladan,konsistensi dan komitmen dari para pemimpinnya. Ada kecenderungan apa
yang dilakukan para pemimimpinnya akan mempengaruhi perilaku para aparatur
dibawahnya. Oleh karena itu komitmen kepemimpinan di masing-masing instansi juga
akan berkontribusi dalam pembentukan perilaku ASN.
Komitmen kepemimpinan yang kuat akan dapat mempengaruhi perilaku para aparatur
dibawahnya akan mengikuti menjadi baik, demikian sebaliknya komitmen
kepemimpinan yang lemah akan dapat membawa perilaku bawahannya menjadi
kurang baik.
Revolusi mental birokrasi adalah dengan penguatan penerapan sistem akuntabilitas
kinerja organisasi dan individu pegawai di masing-masing
kementerian/lembaga/pemda.
Dengan penerapan sistem ini secara benar akan dapat membentuk budaya kinerja
pada setiap level pimpinan instansi. Dengan penerapan sistem ini, pimpinan pada
setiap level harus merencanakan kinerja, membuat kontrak kinerja, memonitor kinerja,
dan mempertanggungjawabkan kinerja organisasi yang dipimpinnya.
Apabila budaya kinerja pada tingkat pimpinan sudah terbangun dengan baik, maka
sudah dapat dipastikan akan mempengaruhi budaya kerja para aparatur bawahannya.
Hal ini dapat menumbuhkan budaya malu yang dapat ditanamkan dilingkungan
organisasi birokrasi. Malu jika tidak dapat mencapai kontrak kinerja, malu jika tidak
dapat memberikan pelayanan publik terbaik, malu jika berperilaku menyimpang dari
kode etik dan sumpah jabatan.
C. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
Cara yang harus dilakukan dalam melakukan revolusi mental birokrasi adalah
membangun dan menerapkan budaya kerja di setiap
Kementerian/Lembaga/Pemda untuk memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Perilaku aparatur dapat dipengaruhi oleh adanya peran pengawasan yang dibangun,
baik pengawasan fungsional yang berada dalam lingkungan birokrasi maupun
pengawasan masyarakat dan pemangku kepentingan yang berada dalam lingkaran
birokarasi.
Keamanan, mutu,
khasiat/manfaat Obat dan
makanan meningkat
Langkah melakukan revolusi mental birokrasi harus dilakukan dengan strategi yang tepat, konsisten,
bertahap dan komprehensif melalui instrumen penerapan sistem manajemen SDM Aparatur yang
berbasis sistem merit, penguatan kepemimpinan pada masing-masing instansi, pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi, transparansi pengelolaan pelayanan public, dan penguatan
fungsi pengawasan. Kelima instrumen ini merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan. Dalam
implementasinya, semuanya tentu sangat tergantung pada komitmen dan kemauan (political strong
will) dari pemerintah serta dukungan legislatif untuk mewujudkannya.
Cara yang juga harus dilakukan dalam melakukan revolusi mental birokrasi adalah dengan
memperkuat peran pengawasan fungsional (quality assurance) sebagai serta peran pengawasan
masyarakat dengan membangun sistem dan penanganan pengaduan masyarakat yang efektif di
setiap Kementerian/Lembaga/Pemda, agar penyimpangan dapat dicegah sedini mungkin. Keluhan-
keluhan yang disampaikanoleh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya kepada birokrasi
akan dapat mendorong perubahan perilaku para aparatur birokrasi apabila semua elemen ikut
mendorong dan mendukung penyelesaian solusinya, baik pemerintah, legislatif maupun yudikatif.
Berkah (Berkarya dengan sepenuh Hati)
memberdayakan masyarakat untuk berubah
33