US$200 juta
+ Rp 450 Milyard.
1) Tanggal 12-02-98, Dirut Texmaco kembali mengirim surat kepada
Gubernur
yang intinya menyatakan bahwa Texmaco Grup masih mengalami kesulitan
dana
untuk menyelesaikan proyek-proyek pembuatan barang model di Subang Jawa
Barat. Dalam surat tersebut juga menjelaskan bahwa pada waktu kunjungan
tersebut Presiden Soeharto secara khusus menanyakan kenapa masih ada
proyek yang belum selesai dan menyatakan supaya segera dirampungkan dan
membicarakan dengan gubernur BI dan Perbankan. Dalam surat tersebut juga
dinyatakan bantuan dan yang masih pending adalah:
* Bank BEII sebesar US$200 Juta.
* Bank BNI sebesar Rp 450 Milyard.
* Bank BRI sebesar US$108 Juta.
* Konsorsium Bank Pemerintah (leader Bank BRI) sebesar US$440 Juta.
2) Tanggal 23-02-98 Dirut Texmaco kembali mengirim surat masing-masing
kepada Presiden Soeharto dan Gubernur BI dengan materi yang yang sama
yaitu: meminta tambahan bantuan dana mendesak sebesar US$200 Juta
(melalui
Bank BRI) dan Rp 450 Milyard (melalui Bank BNI untuk modal kerja.
3) Tanggal 24-02-98, turun disposisi Presiden Soeharto atas nama
tersebut
kepada Sekneg yang berbunyi:"Setneg. Setuju BI, menyelesaikan".
Disposisi
tersebut disampaikan kepada Gubernur BI oleh Setneg.
4) Tanggal 26-02-98, disposisi rahasia Gubernur BI kepada Direktur BI
dan
Kepala Urusan Lura Negri (ULN), berbunyi:"Terlampir disposisi bapak
Presiden atas surat Sdr. Sinivasan (Texmaco) dan surat Sdr. Sinivasan
yang
sudah direvisi sesuai dengan pembicaraan kita dengan ybs dua hari yang
lalu. Harap pelaksanaannya (dalam rupiah, dengan syarat yang berlaku).
Rp
450 Milyard menjadi sebesar US$125 Juta dan Rp 450 Milyard sesuai saran
BI
tidak mencukupi karena adanya LC yang harus dilunasi segera sehingga
minta
tambahan sebesar US$ 75 Juta.
6) Disposisi Gubernur BI kepada Direktur BI berbunyi:"Mengingat sudah
ada
petunjuk Bapak Presiden (pada surat terdahulu), kiranya permintaan
tersebut dala surat ini dapat dipenuhi".
7) Tanggal 12-03-98, BI menyetujui fasilitas kepada Texmaco Grup melalui
Placement Deposito BI pada Bank BRI sebesar US$ 40 Juta dan fasilitas
SPBU
Khusus sebesar Rp 1.022.73 Milyard (ekivalen US$ 100 Juta) dan
persetujuan
Rediskonto DHE-YAD sebesar Rp 450 milyard melalui Bank BNI. Pencairan
fasilitas kepada texmaco Grup pada Bank BEII sebesar US$ 60 Juta
dilakukan
pada tanggal 03-03-98 dan 05-03-98.
4. Penundaan dan Penjadwalan Kembali Pembayaran
1) Tanggal 03-06-98, Bank BNI dengan surat no DIR 0247 R mengajukan
permohonan agar fasilitas Rediskonto Pre-shipment yang diberikan kepada
Texmaco Grup dapat diperpajang dengan alasn perusahaan mengalami
penurunan
kinerja. Surat tersebut disusuli dengan surat no DIR 0295 R tanggal
23-06-98.
2) Tanggal 15-06-98, direktur texmaco Grup menyurati Gubernur BI yang
intinya menyatakan bahwa:
* Kegiatan produksi dan ekspor TPT mengalami hambatan dan order
penjualan
ternyata dibatalkan.
* Rencana penerimaan pinjaman dari lembaga keuangan luar negri sebesar
US$750 Juta juga dibatalkan.
* Meminta penjadwalan cicilan dan jumlahnya menjadi US$ 5 Juta per bulan
dan seterusnya sampai dengan Desember 2000.
3) Tanggal 20-07-98, permohonan disetujui BI sesuai usulan dari Texmaco
III. PENYIMPANGAN
Secara Umum:
1) Adanya intervensi kekuasaan mantan Presiden Soeharto mempengaruhi
otoritas (BI), agar memberikan fasilitas kepada grup perusahaan swasta
yang mengabaikan prosedur dan peraturan yang berlaku.
2) Diciptakannya suatu mekanisme fasilitas dan perangkat hukumnya oleh
BI
semata-mata untuk memenuhi kehendak grup perusahaan swasta, yang pada
akhirnya aturan tersebut tidak ditaati.
Bank Indonesia:
1) Penyimpangan atas UU Bank Sentral no 13 tahun 1998 pasal 38 ayat (2).
Dalam pengelolaan devisa negara oleh BI terdapat kriteria; placement
cadangan devisa dengan memperhatikan, security, liquidity dan
profitability.
2) Pelanggaran atas UU Bank Sentral no 13 tahun 1968 pasal 41 ayat (3)
huruf a dan b. Pelanggaran atas SK Direksi BI no. 30 132 KEP DIR tanggal
4-11-97 tentang jual beli DHE-YAD. Dalam hal BI mendiskonto WE maka
jangka
waktu yang diperbolehkan adalah satu tahun. Dalam pemberian fasilitas
rediskonto WE-YAD kepada Texmaco grup diberikan waktu lebih dari satu
tahun dan kemudian diperpanjang.
3) Penyimpangan atas UU Perbankan no 7 tahun 1992 pasal 11, yaitu
Pada saat negara sedang mengalami tekanan pada nilai Rupiah. Seharusnya
BI
menjaga posisi cadangan devisa pada tingkat maksimal.
2. Terdapat indikasi adanya pelarian devisa ke LN melalui grup
perusahaan
Texmaco yang berjumlah setidaknya US$276 juta.
3. Patut diduga terjadi mark up nilai investasi, karena dana
dipergunakan
untuk pembayaran-pembayaran kepada Grup perusahaan dalam dan luar
negeri.
HASIL PANELITIAN
PEMBERIAN FASILITAS PRESHIPMENT DAN PLACEMENT BI
KEPADA TEXMACO GRUP MELALUI PT. BANK BNI 46
Dngan ini disampaikan hasil penelitian masalah pemberian fasilitas
rediskonto preshipment dan placement Bank Indonesia kepada Texmaco Grup
melalui Bank BNI 46, sebagai berikut :
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada awal November 1997, Pemerintah dan BI menyediakan fasilits
Rediskonto
wesel ekspor preshipment kepada eksportir non migas tertentu dengan
tujuan
membantu modal kerja kegiatan ekspornya. Dengan fasilits ini, eksportir
memperoleh pembiayaan ekspor melalui rediskonto yang diterbitkan atas
dasar rencana ekspornya (preshipment). Grup perusahaan yang memeroleh
fasilitas ini antara lain Texmaco Grup.
Dari hasil pemeriksaan di Bank Indonesia di simpulkan bahwa fasilitas
kepada Texmaco Grup teryata diberikan atas dasr disposisi Presiden
Soeharto tanggal 27 Desember 1997 dan 24 Februari 1998 ( surat tanggapan
direksi Bank Indonesia nomor 31/27.DIR/UASP tanggal 14 Desenber 1998
atas
menagement letter audit keuangan BI tahun buku 30). Penyediaan dana
kepada
grup tersebut adalah untuk membantu likwiditas karena kesulitan
likwiditas
untuk melunasi utang-uatang dalam bentuk promisory notes yang jatuh
tempo
dan kebutuhan likwiditas untuk melanjutkan pembangunan industri
engineering barang modal dan industri baja dalam negeri.
Dalam perkembangan selanjutnya, selain menggunakan mekanisme rediskonto
wesel ekspor preshipment tersebut, Bntuan juga dilimpahkan Bank
Indonesia
melalui placement deposito valuta asing dan Pembelian Surat Berharga
Pasar
Uang (SPBU).
Total bantuan likwiditas Bank Indonesia kepada Grup samapai dengan maret
1998 adalah sebesar USD 716 juta dan IDR 1,472 Trilyun yang dilimpahkan
melalui PT. Bank BNI 46, Bank Rakyat Indonesia dan PT. (Persero) Bank
Ekspor Impor Indonesia, dengan rincian sebagai berikut :
tilyun (USD 616 juta dan Rp. 450 milyar) danannya bersumber dari
fasilitas
preshipment dan placement Bank Indonesia.
Perincia pada lampiran 1
Berdasarkan penelitian dari pemberian fasilitas olah bank terhadap
derect
loan yang dananya bersumber dari fasilitas preshipment dan plcement
deposito Bank Indonesia sebesar Rp. 5,1 trilyun (USD 616 juta dan Rp.
450
milyar) dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
1. Penyimpangan Dalam Proses Pemberin kredit
Dana yang diperoleh dari Bank Indonesia melalui fasilitas preshipment ,
placement deposito, dan pemberian SPBU dilimpahkan kepada grup sebagai
kredit modal kerja. Kredit modal kerja ini diberikan kepada 9 (sembilan)
perusahaan grup dengan total nilai kredit sebesar USD 616 juta dan Rp.
450 milyar.
Mengenai proses kreditnya, dapat disimpulkan bahwa prosedur pemberian
kredit sesuai dengan pedoman yang ada di bank dan telah dibuat
perjanjian
kredit dengan masing-masing debitur tersebut. Dalam perjanjian kredit
diatur mengenai hak dan kewajiban bank dan debitur, serta syarat lain
yang
umum diatur dalam suatu perjajian kredit.
Namun demikian, dari berkas kredit tersebut terungkap bahwa pelaksanaan
pemberian kredit di bank sebenarnya hanya untuk mendukung dari segi
administratif , keputusan pemerintah dan Bank Indonesia untuk membantu
mengatasi kesulitan likwiditas grup. Keputusan tersebut menjadi progrn
yang ditindaklanjuti dengan menjadikan bank sebagai pelaksana bagi
penyaluran fasilitas. Keputusan tersebut juga menjadi alasan
diabaikannya
beberapa penyimpangan dari ketentuan pada saat proses persetujuan kredit
maupun dalam pelaksanaan kreditnya.
Penyimpangan dimaksud adalah:
h Tidak dijumpai analisa yang cukup untuk menguji proyeksi ekspor grup
tahun 1998 sebesar USD 616 juta.
Dibanding dengan realisasi ekspor grup tahun 1997 sebesar USD 169 juta
maka proyeksi tahun 1997 sebesar USD 616 juta merupakan peningkatan
hingga
260% namun tidak diperoleh bukti bahwa Bank telah melakukan pengujian
yang
cukup terhadap data proyeksi ekspor tersebut, misalnya pengujian
kontrak/pesanan untuk menilai kenaikan ekspor engineering dari USD 5
juta
pada tahun 1997 menjadi USD 160 juta di tahun 1998 atau analisa pangsa
pasar untuk mendukung peningkatan ekspor chemical dari USD 17 juta pada
tahun 1997 menjadi USD 168 juta di tahun 1998.
h Kredit diberikan untuk membiayai kegiatan usaha perusahaan penerima
kredit, namun digunakan untuk modal kerja perusahaan lain se grup.
Diungkapkan dalam disposisi Direksi bank dan perjanjiannya bahwa
pemberian
kredit kepada Polysindo UK, Polmaco Hongkong, Commonwealth Singapore
dengan nilai total USD 276 juta (rediskonto tahap 1) dan kepada PT.
Jeewon
Jaya , PT Supermitory dengan nilai USD100 juta (placement deposito),
adalah ditujukan untuk modal kerja PT Polysindo Eka Perkasa dan PT
Texmaco
Jaya. Ditanyakan bahwa fasilitas KMK diberikan untuk merefinancing
pinjaman jangka pendek dari investor dalam dan luar negeri PT Plysindo
EP
dan PT Texmaco Jaya.
Sedangkan fasilitas kredit sebesar USD 240 juta (rediskonto tahap II)
diberikan utnuk modal kerja kepada PT Polysindo Eka Perkasa Tbk dan
Texmaco Jaya Tbk telah digunakan perusahaan tersebut sesuai perjanjian.
Pemeriksaan Lampiran III
h Kredit diadministrasikan di luar negeri utnuk memenuhi syarat
OUT-OUT dari Bank Indonesia, walaupun bank dan bank Indonesia
mengetahui faktnya bahwa kredit untuk membiayai usaha didalam negeri.
Kebijaksanaan pengelolaan cadangan devisa di Bank Indonesia antara
lain
mengatur bahwa placement kepada bank domestik tidak untuk diinvestasikan
di dalam negeri.
h Persyaratan agunan tidak dipenuh seluruhnya pada pemberian kredit
kepada PT Jeewon Jaya dan PT Supermitori. Sesuai perjanjiannya, untuk PT
Supermitory nilai jaminan sebesar USD 50 juta berupa penempatan deposito
on call, namun tidak dilaksanakan.
h Dispensasi untuk Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMTK)
Pemberian kredit kepada grup yang berasal dari fasilitas Bank Indonesia
mengakibatkan terlampauinya BMTK bank kepada grup. Bank kemudian mohon
dispensasi pelanggaran BMTK hingga 31 Desember 1998 kapada Bank
Indonesia
seperti diungkapkan dalam surat Bank kepada uruasan Luar Negeri Bank
Indonesia nomor KPS/2/899/R tanggal 20 April 1998.
2. Penyalahgunaan Dana Fasilitas Untuk Refinancing Kewajiban Grup
Danan fasilits yang diberikan adalah untuk membiayai kegiatan ekspor.
dalam dan luar negeri sebesar USD 79.2 juta. Sesuai penelitian terhadap
rekening giro perusahaan tersebut di atas, incoming berasal dari :
(dalam USD)
Beneficiary Ordering Customer Nilai
Multikarsa Investama B T N, Jakarta 6.8 juta
Credit Suisse Finance 1 juta
Credit Suisse London 2 juta
Multikarsa di Deutsche bank a/c 30 juta
Polysindo Eka Perkasa Polysindo EP di Citibank a/c 18 juta
Polysindo EP di Bank Duta a/c 1.2 juta
Polysindo EP di Bank Bira a/c 15 juta
Polysindo EP di BII a/c 5.2 juta
Total 79.2 juta
h Tujuan pemberian fasilitas adalah refinancing kewajiban jangka pendek
(PN) Grup yang jatuh tempo, namun demikian tidak disebutkan perincian
jumlah dan tanggal kewajiban/ PN tersebut. Hal ini berakibat tidak
terdapatnya pembatasan refinancing atas PN/ kewajiban yang mana saja
yang
dibayar dengan fasilitas ini.
Dengan demikian belum diperoleh bukti yang cukup untuk membuat
kesimpulan
akhir sehubungan dengan masalah ini. Apabila invesati tersebut termasuk
sebagai investasi Grup maka perlu mempertimbangkannya sebagai bahan dari
agunan untuk kondisi second way-out
4. Dana Escrow Account Tidak Diprioritaskan Untuk Pelunasan Fasilitas
Untuk lebih menjamin pelunasan fasilitas dan bantuan Bank Indonesia,
dalam
perjanjian kredit dengan PT Polysindo EP dan PT Texmaco Bank menentukan
bahwa seluruh ekspor harus dilakukan melalui Bank. Kemudian dengan surat
Nomor KPS/2/2390/R tanggal 21 November 1997 ditegaskan bahwa proceed
ekspor akan ditampung dalam suatu Escrow Account mulai Desember 1997
sebagai sumber dana untuk pelunasan fasilitas. Penggunaan untuk
keperluan
lain (modal kerja) diperkenankan atas persetujuan Bank, namun dibatasi
hingga 55%.
Dalam pelaksanaannya, dijumpai penyimpangan sebagai berikut :
h Pembentukan escrow account terlambat dilaksanakan. Proceed ekspor PT
Texmaco Jaya dibentuk mulai Januari 1998, sedangkan untuk PT Polysindo
EP
dimulai pada bulan Maret 1998.
h Penggunaan dana escrow account untuk keperluan lain diluar pelunasan
fasilitas melebihi batas maksimal 55%. Dari kedua escrow account
tersebut,
selama tahun 1998 setidaknya diperoleh dana USD 115.6 juta.