Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN EKSLUSIF KASUS TEXMACO (2)

exmaco--LAPORAN EKSKLUSIF BANGKIT ONLINE (1)


Dokumen ini diperoleh Bangkit dari sumber terpercaya. Terdiri atas pendapat dan hasil penelitian
kasus Texmaco. Di sini jelas sekali betapa Texmaco merugikan negara. Selamat menikmati!
SP3 Texmaco: Malapetaka bagi Indonesia
Kasus Texmaco dilihat dari UU No 31 1999 dapat dijerat melalui
pembuktian
terjadinya faktor-faktor sbb:
1. Pelanggaran hukum.
2. Upaya memperkaya diri atau badan (perusahaan).
3. Merugikan negara atau merugikan/ merusak perekonomian negara.
Pelanggaran hukum* Pemalsuan laporan untuk mendapatkan kredit. Laporan BNI kepada BI realisasi
Texmaco Grup periode Oktober 96-September 97 (12 bulan terakhir) sebesar US$616 juta. (Rencana
ekspor harus didukung
dengan LC atau sales contract). Karena adanya perbedan rencana ekspor
dengan realisasi ekspor yang lalu yang tidak masuk akal, maka laporan
rencana ekspor tersebut digunakan untuk mengelabui bank dalam rangka
pengucuran kredit.
* Penyimpangan Pembuatan Akad Kredit antara Bank BNI dan Texmaco Grup
dan
terjadi penyelewengan penggunaan fasilitas rediskonto pre-shipment.
* Fasilitas pre-shipment yang diberikan pemerintah, dipakai untuk
melunasi
pinjaman grup Texmaco yang jatuh tempo (Surat Utang jangka pendek/ CP
dan
Yankee Bond). Pada September 1997 direksi Texmaco Grup mengajukan
bantuan
liwiditas pada BI melalui Bank BNI sejumlah US$370 juta untuk mengatasi
kewajiban jangka pendek berupa Commersial Paper dan Yankee Bond yang
jatuh
tempo dan tak dapat di perpajang. Perjanjian Kredit Bank BNI dan Texmaco
membolehkan penggunaan dana untuk Modal Kerja dan Investasi, sehingga
tidak digunakan untuk kepentingan ekspor, akan tetapi untuk membayar
utang
luar negri yang jatuh tempo.

* Pada 23 Oktober 1997, sesuai petunjuk BI kepala Urusan Luar Negri BI


telah meminta Bank BNI agar mengajukan permohonan Fasilitas Rediskonto
pre-shipment untuk Texmaco Grup. Surat tersebut ditindak lanjuti oleh
bank
BNI pada tanggal 29 Oktober 1997. Direksi BI memberikan persetujuan
pemberian fasilitas rediskonto pre-shipment kepada Texmaco Grup dengan
surat no 30/267/ULN/KEP1 tanggal 30 Oktober 1997.
* Kolusi dengan Presiden RI dalam melakukan pelanggaran UU Perbankan no
7
tahun 1992 pasl 11 mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) serta
perlakuan khusus untuk melanggar ketentuan pemberian fasilitas
pre-shipment. Surat Sinivasan kepada Soeharto tertanggal 29 Desember
1997.
Disposisi Soeharto tanggal 30 Desember 1997.
* Penipuan informasi pemberian kredit
Pada surat permohonan Sinivasan kepada BNI tertanggal 12 Januari 1998,
disebut bahwa Texmaco sedang bernegoisasi dengan lembaga keuangan luar
negri untuk mendapatkan dana sebesar US$750 juta dan hasilnya akan
dipergunakan untuk membayar fasilitas yang diperoleh. Penjelasan
tersebut
bertentangan dengan isi surat yang ditujukan kepada Presiden Soeharto
tanggal 29 Desember 1997, yang menyatakan bahwa komitmen dengan lembaga
keuangan diluar negri tersebut telah dibatalkan.
* Intervensi kekuasaan mantan Presiden Soeharto atas permintaan
Sinivasan
untuk mempengaruhi otoritas moneter (BI), agar memberikan fasilitas
kepada
Grup Texmaco yamg mengabaikan prosedur dan peraturan yang berlaku.
Menguntungkan Pribadi atau Badan
* Penyelamatan utang luar negri grup Texmaco dengan menggunakan uang
negara dan bahkan cadangan devisa negara.
* Mendapatkan kredit dengan mudah dengan melakukan kolusi dan penipuan
tujuan penggunaan kredit.Kerugian Negara/ Perekonomian Nasional
* Keterlambatan pelunasan pembayaran kredit dan timbulnya kredit macet
akibat pemberian kredit yang melanggar azas kehati-hatian, bahkan

didasarkan oleh kolusi antara Debitur, Bank dan Presiden RI.


Surat BNI tanggal 3 Juni 1998 no DIR/0247/R mengajukan permohonan agar
fasilitas Rediskonto pre-shipment yang diberikan kepada Texmaco Grup
dapat
diperpajang dengan alasan perusahaan mengalami penurunan kinerja. Surat
tersebut disusuli dengan surat no. DIR/0295/R tanggal 23 Juni 1998.
Perlu
dicatat, bahwa ini sesungguhnya terjadi karena adanya penyimpangan
penggunaan fasilitas preshipment yang digunakan untuk
penyelamatanperusahaan.
Surat direktur Texmaco kepada Gubernur BI tanggal 15 Juni 1998.
* Pembayaran bunga/ diskonto yang tidak diperhitungkan karena
keterlambatan pelunasan persetujuan BI terhadap permohonan dan usulan
Texmaco dan BNI. Surat BI tanggal 20 Juli 1998 no 31/117/ULN.
* Devisa hasil ekspor tidak digunakan untuk melunasi fasilitas.
Realisasi
ekspor 4 perusahaan Texmaco Grup sampai dengan September 1998,
setidak-tidaknya bernilai US$104 juta tidak digunakan untuk pembayaran
Wesel Ekspor yang sudah jatuh waktu.
* Merusak kesehatan Bank BNI dan Bank Pemerintah lainnya.
* Beban biaya rekapitalisasi Bank BNI yang harus ditanggung rakyat.
* Merusak citra perbankan Indonesia sehingga menghilangkan kepercayaan
dunia usaha dan investasi terhadap perekonomian Indonesia.
* Memperparah krisis ekonomi dan menyengsarakan rakyat.
Alasan kejaksaan dalam mengeluarkan SP3 yang mengatakan bahwa tidak ada
kerugian negara dan bukti pelanggaran hukum merupakan kejadian yang
patut
disesalkan dan harus dicabut kembali. Kenyataan bahwa telah terjadi
pelanggaran hukum secara brutal dengan mendompleng kekuasan presiden
serta
penipuan-penipuan, baik pemberian informasi maupun penggunaan fasilitas
kredit yang menyimpang telah terbukti jelas bahwa negara telah
dirugikan.
Alasan yang mengatakan fasilitas kredit belum jatuh tempo dan jumlah
agunan (asset) lebih besar dari utang, merupakan alasan yang tidak
profesional dan terlalu mengada-ada. Karena penilaian asset harus

dilakukan oleh perusahaan jasa penilai yang bonafid dan memiliki


reputasi
tinggi serta independen.Aib Nasional:
Penerbitan Sp3 oleh kejaksaan telah berdampak semakin parahnya
kepercayaan
investor dan masyarakat dunia usaha terhadap parahnya penegakkan hukum
di
Indonesia. Dengan kata lain Indonesia masih memiliki ketidak-pastian
hukum
yang tinggi. Index Harga Saham Gabungan anjlok menembus angka 500 dan Rp
tidak mampu terangkat walaupun LOI telah ditanda tangani.
Pertanyaan yang harus dikonfirmasikan kepada Jaksa agung:
1. Apakah ada tekanan dari Presiden RI, karena upaya pendekatan
Sinivasan
ke Istana atau desas-desus yang berkembang mengenai sumbangan Sinivasan
dalam proyek pembangunan gedung NU.
2. Apakah benar Sdr. Taufik Kiemas menjabat komisaris di Texmaco, sesuai
dengan pernyataan Sdr. Saifullah Yusuf baru-baru ini telah mempengaruhi
keputusan penerbitan SP3.
SP3 Texmaco telah menjadi Aib nasional dan merusak citra reformasi dan
upaya penegakkan hukum di Indonesia. Oleh karena itu harus segera
diperbaiki. Jika tidak, berarti Indonesia tidak berubah!.
Prinsip Dasar Pembiayaan Transaksi Ekspor
* Yang dibiayai adalah transaksi ekspor. Pembiayaan dapat dilakukan
untuk
kegiatan ekspor pada saat barang telah dikapalkan (post shipment) maupun
sebelum dikapalkan (pe-shipment).
* Jumlah pebiayaan harus didasarkan pada "sales contract" atau letter of
credit (LC). Pada dasarnya harus ada underlying transactions.
* Pada umumnya "jangka waktu" pinjaman tidak melampaui 180 hari (within
the channel of trade). Jika melebihi 180 hari biasanya disebut kredit
investasi(karena berjangka panjang dan belum ada sales contract atau
LC).
* Pelunasan pinjaman diperoleh dari danan hasil ekspor. Oleh karena itu,
hasil ekspor yang akan dijadikan jaminan. Sehingga pinjaman bersifat
self
liquitdating.
* Pencairan pinjaman harus digunakan untuk kegiatan produksi barang
untuk

diekspor. Biasanya untuk modalkerja dan pembelian bahan baku ynag


berkaitan dengan ekspor order.
Kejanggalan dan Penyimpangan pada kasus Texmaco :
* Fasilitas kredit diberikanberdasarkan disposisi Presiden atas surat
Sinivasan. Jika Presiden tidak ikut campur, mak kredit tidak akan
disetujui.
* Perkiraan ekspor yang akan datang terlalu besar (direkayasa untuk
memaksimalkan pinjaman). Menurut laporan BNI kepada BI (realisasi ekspor
Texmaco Grup untuk periode oktober 1996-septerber 1997 (2 bulan
terakhir)
adalah sebesar USS 227 juta. Jauh lebih kecil dibanding jumlah yang
diajukan, yaitu USS 616 juta untuk satu tahun kedepan. Padahal
perekonomian indonesia memasuki masa krisi yang parah.
* Perlu diperiksa keaslian dokumen sales contract
* Jangka waktu pinjaman berubah-ubah. Hai ini karena tidak didasarkan
pada
sales contract atau tidak ada underlying ekspor transaction.
* Fasilitas pre shipment dipakai untuk melunasi pinjaman grup yang jatuh
tempo (Commercial Papers dan Yankee Bond). Tujuan perberian kredit
diselewengakan. Bukan untuk meningkatkan ekspor akan tetapi untuk bail
out
(menyelamatkan Texmaco)
* Hasil ekspor grup tidak dipakai untuk melunasi pinjaman pre-shipment
yang telah diberikan.
* Terjadi peningkatan fasilitas (pemberian tahap kedua: December
1997-Januari 1998) yang diberikan atas dasar pencegahan cross default.
Jelas bahwa pemberian fasilitas pre shipment adalah bukan untuk
meningkatan ekspor akan tetapi untuk menolong (bail out) Texmaco.
* Surat Sinivasan jelas-jelas meminta oersetujuan Presiden untuk
melanggar
BMTK (batas maksimum perberian kredit) dan sekligus melanggar ketentuan
fasilitas pre-shipment, dengan mengabulkan 100 % pembiayaan dari
perencanaan ekspor.
* Pencairan dana tahap ketiga (Februari 98- Maret 98) didasarkan atas
kunjungan Presiden ke Subang Jawa Barat (surat Sinivasan). Bukan
berdasarkan kebutuhan ekspor yang jelas.
* Penggunaan Devisa Negara dipakai untuk menyelatkan Texmaco. Tercatat
USS
100 juta cadangan devisa dialokasikan kepada Texmaco.
* Hal ini bertentangan dengan tujuan pemberian fasilitas pre-shipment
yaitu untuk meningkatkan cadangan devisa negara dan menyelamatkan
ekonomi.

Kenyataannyacadangan devisa digunakan untuk menyelamatkan Texmaco.


Padahal
pada waktu yang bersamaan banyak proyek-proyek pemerintah untuk
kepentingan rakyat yang harus dijadwal ulang. Kaeran untuk menghemat
cadangan devisa negara.
* Permberian fasilitas pre shipment diberikan dengan alasan krisi
ekonomi.
Kredit tersebut menjadi masalah dengan alsan yang sama, yaitu krisi
ekonomi.
* Dari surat Sinivasan kepada Presiden dan Bank Indonesia menunjukan
bahwa
fasilitas pre shipment yang diminta bersifat bridging (talangan
sementara)
karena Sinivasan akan mendapat danan dari luar negeri sebesar USS 750
juta. Yaitu dari Merril Lynch dan Morgan Stanley. Danan ini akan dipakai
untuk melunasi fasilitas pre shipment . (perlu diperiksa keabsahan
keterangan tersebut) akhirnya Sinivasan gagal mendapatkan dana dari
luar
negeri tersebut. dAn meminta tambahan pinjaman lagi dengan meminta
intervensi Presiden !.
Kesimpulan umum:
* Pada dasarnya fasilitas pre shipment yang diberikan kepada Texmaco,
tidak digunakan untuk mendorong ekspor dan menyelamatkan ekonomi
Indonesia. Hal tersebut hanya dijadikan alasan belaka.
* Kedekatan Sinivasan dengan Soeharto telah berhasil memaksa pada
pejabat
BI dan BNI untuk mengorbankan kepentingan nasional. Teruama dalam waktu
menghadapi krisis ekonomi. Keputusan tersebut justru mendorong
terpuruknya
perekonomian Indonesia.
* Pemberian kredit tidak didasarkan rencanan yangberdasarkan pada
prinsip
kehati-hatian. Tetapi diberikan atas dasar kolusi. Sehingga sudah dapat
dipastikan akan bermasalah sejak awal.
* Akhirnya utang yang bermasalah tersebut dikonversikan menjadi
penyertaan
pemerintah(qq: BNI) pada perusahaan Texmaco!.

Indikasi penyimpangan Pembiayaan Grup Texmaco Total US$ 754,1 juta + Rp


1,916,5 milyar. Melalui fasilitas Wesel Ekspor " Pre shipment ",

Penempatan Deposito Bank Indonesia dan Pemberian fasilitas SPBU tanpa


lelang.
I. Permasalahan
Bank Indonesia (BI) telah memberikan fasiltas pendanaan modal kerja
untuk
Grup Perusahaan Texmaco melalui Bank BNI, BRI, dan BEII menggunakan
cadangan devisa untuk mengatsai kesulitan likuidasi dan melanjutkan
investasi jangka panjang. Fasilitas tersebut diberikan melalui mekanisme
rediskonto wesel ekspor pre shipment . penempatan deposito dan fasilitas
SPBU khusus tanpa lelang. Jumlah dana yang diberikan kapada Texmaco Grup
sebesar US$ 716 juta-Rp 1.472.73 Milyar. Dengan jaminanrencana
penerimaan
ekspor yang akan datang ( tahun 1998). Yang diestimasi nilainya sebesar
US$ 616 juta. Fasilitas yang sama juga diberikan kepada Bakrie Grup
sebesar US$38,1 juta-Rp 4438.8 Milyar.
Pemberian fasilitas tersebut dapat terjadi karena adanya intervensi
kekuasaan dari mantan Meperindag dan mantan Presiden Soeharto yang
diduga
dilatar belakangi unsur KKN antara keluarga cendana. Pejabat BI,
bank-bank
pelaksanan dengan Texmaco Grup. Intervensi kekuasaan tersebut
mengakibatkan proses pemberian fasilitas mengabaikan aturan-aturan yang
ditetapkan BI sendiri maupun intern bank pelaksana. Jika pemberian
fasilitas tersebut sesuai dengan aturan akan ada dua diantara bank
pelaksana ( Bank BNI, BRI) harus pula masuk dalam pengawasan BPPN,
karena
fasilitas yang diberikan kepada Texmaco Grup telah melampaui CAR/ATMPR
dan
BMTK.
Terdapat indikasi kuat bahwa tagihan tersebut berpotensi menjadi kredit
macet. Menurut laporan bank pelaksana maupun grup Texmaco sendiri.
Sebagian dana digunakan untuk membiayai investasi jangka panjang berupa
pembangunan industri berat. Diperoleh bukti sampai pada bulan September
1998 hasil ekspor atas 4 perusahaan Texmaco Grup bernilai US$ 104 juta
tidak digunakan untuk melunasi fasilitas yang diterima.
Sesuai dengan transaksi rediskonto wesel ekspor, maka wesel ekspor
senilai
US$ 516 juta seharusnya akan lunas semua pada tahun 1998. Pada bulan
Juli
1998, BI telah menyetujui penjadwalan kembali fasilitas yang diberikan

kepada Texmaco Grup dan seolah-olah dikonversikan menjadi kredit biasa.


Fasilitas yang seharusnya lunas dibulan Desember 1998 dengan angsuran
per
bulan US$ 86 juta , ditangguhkan hingga bulan Desember 2000 dengan
angsuran per bualan mulai US$ 5 juta.
Pada bulan Oktober 1998 terjadi tunggakan angsuran Bank BNI kepada BI
sebesar US$ 5 juta dari rencana yang dijadwalkan (jadwal baru) dan
tunggakan bunga Texmaco Grup sebesar US$ 2,6 juta pada Bank BEII.

II. KRONOLOGIS MASALAH


A. PEMBERIAN FASILITAS KREDIT KEPADA TEXMACO GRUP.
1. Pencarian Dana Tahap 1, Periode September-November 1997 sebesar YS$
276
juta.
a. Pada bulan September 1997 Direksi Texmaco Grup mengajuan bantuan
Likwiditas pada BI melalui Bank BNI sejumlah US$ 370 juta untuk mengatsi
kewajiban jangka pendek berupa Commercial Papper (CP) dan Yankee Bond
yang
jatuh waktu dan tidak dapat di roll over.
b. Mulai awal Oktober sampai dengan tanggal 14 Oktober 1997 dilakukan
pembahasan secara intensif yang melibatkan Direksi BI, Depperindag,
Direksi BNI daDireksi Texmaco untuk mendapatkan berbagai alternatif
pembiayaan. Kemudian disepakati dengan cara pendiskontoan wesel ekspor
"pre shipment" yang kemudian akan de rediskonto oleh BI dengan
menggunakan
cadanga devisa . dapat dikutip dari catatan yang dibuat tanggal
14Oktober
1997. Pernyataan sebagai berikut:;
BI dapat mempertimbangkan fasilitas underlying transactionnya berbeda
dengan biasanya . sebagai mana sdiketahui , sesuai fasilitas rediskonto
BI
didsarkan pada wesel eksportir atas dasr "realisasi ekspor berjangka" (
post shipment) yang dilaksanankan melalui pengajuan wesel bank (bank
eksportir). Kepada PT Texmaco melalui bank BNI diberikan fasilitas re
diskonto BI atas dasar "ekspor masa depan" (pre shipment). Dari
pernyataan
tersebut dapat disimpulkan adanya indikasi bahwa ketentuan wesel ekspor
pre shipmen diciptaakan untuk mengakomodasi kebutuhan Texmaco Grup.
c. Pada tanggal 23 Oktober 1997. Sesuai petujuk Direktur BI Kepala urusa
LN, BI telah meminta kepada BNI agar mengajukan permohonan fasilitas

rediskonto "pre shipment" untuk Texmaco Grup. Surat tersebut di tindak


lanjuti oleh Bank BNI pada tanggal 29 Oktober 1997.
d. Pada tanggal 30 Oktober 1997 dikeluarkanrekomendari Memperindag
kepada
3 Grup perusahaan (termasuk Texmaco) yang ditujukan kepada Gubernur BI
agar Grup perusahaan tersebut dapat diberikan fasilitas penjualan WE
"Pre
Shipment".
Catatan
Saaat rekomendasi tersebut diterbitkan tidak dijumpai pengakuan
fasilitaas 2 ( dua) Grup perusahaan lainnya.
e. Tanggal 4 November 1997, Direksi BI mengeluarkan SK Direksi
No.30/132/KEP/DIR yaitu ketentuan tenatang jual beli Devisa Hasil Ekspor
untuk eksportir tentunya dan devisa hasil ekspor yang akan datang
(DHE-YAD). Selama ini belum memiliki aturan mengenai DHE untuk "Pre
shipment" yang ada adalah untuk "Post shipment". Meskipun SE dan SK
Direksi belum diterbitkan namun.Direksi melalui ULN telah memberikan
persetujuan pemberian fasilitas rediskonto pre shipment kepada Texmaco
Grup dengan surat nomor 30/267/ULN/KEP1 tanggal 30 -10-97. Pada pasal 7
ayat (1) aturan DHE-YAD menyebutkan bahwa fasilitas rediskonto DHE-YAD
dapat diberikan maksimum 50% dari nilai rencana ekspor yang didukung
dengan LC atau sales contract.
f. Tanggal 5 -11-97, telah diterbitkan SE no 30/29/ULN tentang DHE-YAD
dan
secara bersamaan disetujui fasilitas rediskonto DHE YAD kepada Texmaco
Grup melalui bank BNI sebesar US$ 276 juta ( senilai 48% dari total
rencana ekspor tahun 1998 yang diajukan sebesar US$616 juta). Dengan
demikain tidak nampak tenggang waktu untuk meneliti keabsahan dari
dokumen-dokumen yang disyaratkan.
Catatan : menurut laporan BNI kapada BI realisasi ekspor Texmaco Grup
periode oktober 1997 berjumlah sebesar US$227 juta.

2. Pencairan dana tahap 2 periode desember 1997 sebesar US$340 juta.


1. Tanggal 24 Desember 1997, meskipun telah memberikan bantuan sebesar
US$
276 juta. Bank BNI meyatakan bahwa Texmaco Grup kemungkinan akan terkena
cross default sebagai akibat tidak terpenuhinya kewajiban pembayaran
jangka pendek kepada pihak LN. agar tidak terkena cross default.BI
melakukan place deposito sebesar US$100juta kepada Bank BNI dan dana
tersebut digunakan oleh Texmaco Grup untuk membayar kewajibannya.

2. Tanggal 29-12-97. Dirut Texmaco mengirim surat kapada Presiden


Soeharto yang intinya sbb:
* Meminta bantuan agar dapat memberikan fasilitas 100% pre shipment
finance yang menggunakan syarat post shipment yang tidak kena legal
lending limit.
* Memberitahukan bahwa komitmen yang akan dibuat dengan lambaga keuangan
LN dengan total US$750 juta batal, akibat gejolak moneter yang terjadi
di
tanah air.
3. Tanggal 30 Desember 1997, disposisi Presiden atas surat tersebut
kepada
Sekneg berbunyi " Sekneg , apa yang telah dilaporkan dan saya setujui
belum juga teratasi". Disposisi kemudian disampaikan kepada Gubernur BI
dan Sekneg.
4. Tanggal 12 Januari 1998, Dirut Texmaco mengrim surat, mengajukan
fasilitas dis konto WE-YAD tahap II sebesar US$ 34o juta. Atas dasar hal
tersebut, Bank BNI mengajukan rediskonto kepada Biuntuk jumlah yang
sama.
Catatan : dalam surat permohonan tersebut dinyatakan bahwa sedang
bernegosiasi dengan lembaga keuangan LN untuk mendapatkan dana sebesar
US$
750 juta, dan hsailnya akan diprioritaskan untuk membayar fasilitas yang
diperoleh ( penjelasan tersebut bertentangan dengan isi surat yang
ditujukan kepada Presiden Soeharto tanggal 29-12-97, yang menyatakan
bahwa
komitmen dengan lembaga keuangan diluar negri tersebut sudah
dibatalkan).
5. Tanggal 13-01-98. BI menyetujui fasilitas Rediskonto DHE-YAD untuk
Texmaco Grup sebesar US$340 juta. Tanggal 15-01-98 fasilitas sebesar
US$240 juta diterima Texmaco Grup dari Bank BNI dan Placement Deposito
US$
100juta diperpajang jangka waktunya.
Catatan: Total fasilitas Diskonto WE-YAD yang diterima Texmaco Grup
melalui Bank BNI sampai dengan 15-01-98 berjumlah US$616 juta atau 100%
dari nilai rencana ekspor tahun 1998. WE-YAD sebesar US$516 juta telah
di
Rediskonto oleh BI ditambah US$100 juta melalui Placement Deposito BI
pada
Bank BNI di Cayman Island.
3. Pencairan Dana Tahap III. Periode Pebruari 1998-Maret 1998 sebesar

US$200 juta
+ Rp 450 Milyard.
1) Tanggal 12-02-98, Dirut Texmaco kembali mengirim surat kepada
Gubernur
yang intinya menyatakan bahwa Texmaco Grup masih mengalami kesulitan
dana
untuk menyelesaikan proyek-proyek pembuatan barang model di Subang Jawa
Barat. Dalam surat tersebut juga menjelaskan bahwa pada waktu kunjungan
tersebut Presiden Soeharto secara khusus menanyakan kenapa masih ada
proyek yang belum selesai dan menyatakan supaya segera dirampungkan dan
membicarakan dengan gubernur BI dan Perbankan. Dalam surat tersebut juga
dinyatakan bantuan dan yang masih pending adalah:
* Bank BEII sebesar US$200 Juta.
* Bank BNI sebesar Rp 450 Milyard.
* Bank BRI sebesar US$108 Juta.
* Konsorsium Bank Pemerintah (leader Bank BRI) sebesar US$440 Juta.
2) Tanggal 23-02-98 Dirut Texmaco kembali mengirim surat masing-masing
kepada Presiden Soeharto dan Gubernur BI dengan materi yang yang sama
yaitu: meminta tambahan bantuan dana mendesak sebesar US$200 Juta
(melalui
Bank BRI) dan Rp 450 Milyard (melalui Bank BNI untuk modal kerja.
3) Tanggal 24-02-98, turun disposisi Presiden Soeharto atas nama
tersebut
kepada Sekneg yang berbunyi:"Setneg. Setuju BI, menyelesaikan".
Disposisi
tersebut disampaikan kepada Gubernur BI oleh Setneg.
4) Tanggal 26-02-98, disposisi rahasia Gubernur BI kepada Direktur BI
dan
Kepala Urusan Lura Negri (ULN), berbunyi:"Terlampir disposisi bapak
Presiden atas surat Sdr. Sinivasan (Texmaco) dan surat Sdr. Sinivasan
yang
sudah direvisi sesuai dengan pembicaraan kita dengan ybs dua hari yang
lalu. Harap pelaksanaannya (dalam rupiah, dengan syarat yang berlaku).

5) Tanggal 06-0398, direksi Texmaco menyurati Gubernur BI yang


menyatakan
bahwa kesanggupan untuk mengurangi kebutuhan dana dari US$ 200 Juta dan

Rp
450 Milyard menjadi sebesar US$125 Juta dan Rp 450 Milyard sesuai saran
BI
tidak mencukupi karena adanya LC yang harus dilunasi segera sehingga
minta
tambahan sebesar US$ 75 Juta.
6) Disposisi Gubernur BI kepada Direktur BI berbunyi:"Mengingat sudah
ada
petunjuk Bapak Presiden (pada surat terdahulu), kiranya permintaan
tersebut dala surat ini dapat dipenuhi".
7) Tanggal 12-03-98, BI menyetujui fasilitas kepada Texmaco Grup melalui
Placement Deposito BI pada Bank BRI sebesar US$ 40 Juta dan fasilitas
SPBU
Khusus sebesar Rp 1.022.73 Milyard (ekivalen US$ 100 Juta) dan
persetujuan
Rediskonto DHE-YAD sebesar Rp 450 milyard melalui Bank BNI. Pencairan
fasilitas kepada texmaco Grup pada Bank BEII sebesar US$ 60 Juta
dilakukan
pada tanggal 03-03-98 dan 05-03-98.
4. Penundaan dan Penjadwalan Kembali Pembayaran
1) Tanggal 03-06-98, Bank BNI dengan surat no DIR 0247 R mengajukan
permohonan agar fasilitas Rediskonto Pre-shipment yang diberikan kepada
Texmaco Grup dapat diperpajang dengan alasn perusahaan mengalami
penurunan
kinerja. Surat tersebut disusuli dengan surat no DIR 0295 R tanggal
23-06-98.
2) Tanggal 15-06-98, direktur texmaco Grup menyurati Gubernur BI yang
intinya menyatakan bahwa:
* Kegiatan produksi dan ekspor TPT mengalami hambatan dan order
penjualan
ternyata dibatalkan.
* Rencana penerimaan pinjaman dari lembaga keuangan luar negri sebesar
US$750 Juta juga dibatalkan.
* Meminta penjadwalan cicilan dan jumlahnya menjadi US$ 5 Juta per bulan
dan seterusnya sampai dengan Desember 2000.
3) Tanggal 20-07-98, permohonan disetujui BI sesuai usulan dari Texmaco

dan BNI dengan surat no 31/117/ULN. Dalam surat tersebut tidak


diperhitungkan bunga/ diskonto karena keterlambatan pelunasan.
4) Tanggal 16-09-98, direksi BI menyempurnakan pelunasan fasilitas
dengan
memperhitungkan bunga. Sedangkan Placement Deposito US$ 100 Juta di roil
over sampai dengan Desember 2000, dengan bunga deposito dibebankan
setiap
bulannya. Untuk fasilitas pre-shipment melalui SBPU tanpa lelang,
diperpanjang 24 bulan mulai 12-03-98.

III. PENYIMPANGAN
Secara Umum:
1) Adanya intervensi kekuasaan mantan Presiden Soeharto mempengaruhi
otoritas (BI), agar memberikan fasilitas kepada grup perusahaan swasta
yang mengabaikan prosedur dan peraturan yang berlaku.
2) Diciptakannya suatu mekanisme fasilitas dan perangkat hukumnya oleh
BI
semata-mata untuk memenuhi kehendak grup perusahaan swasta, yang pada
akhirnya aturan tersebut tidak ditaati.
Bank Indonesia:
1) Penyimpangan atas UU Bank Sentral no 13 tahun 1998 pasal 38 ayat (2).
Dalam pengelolaan devisa negara oleh BI terdapat kriteria; placement
cadangan devisa dengan memperhatikan, security, liquidity dan
profitability.
2) Pelanggaran atas UU Bank Sentral no 13 tahun 1968 pasal 41 ayat (3)
huruf a dan b. Pelanggaran atas SK Direksi BI no. 30 132 KEP DIR tanggal
4-11-97 tentang jual beli DHE-YAD. Dalam hal BI mendiskonto WE maka
jangka
waktu yang diperbolehkan adalah satu tahun. Dalam pemberian fasilitas
rediskonto WE-YAD kepada Texmaco grup diberikan waktu lebih dari satu
tahun dan kemudian diperpanjang.
3) Penyimpangan atas UU Perbankan no 7 tahun 1992 pasal 11, yaitu

pelanggaran atas BMPK pengucuran dana KLBI kepada Texmaco grup


dikecualikan dari BMPK, sehingga Bank BNI dan Bank BRI terhindar dari
pengawasan BPPN.
4) Penyimpangan atas SK Direksi BI tahun 1992 bahwa placement deposito
valas bertujuan untuk membantu kegiatan operasional bank domestik yang
berkantor cabang di luar negri, bukan untuk pendanaan investasi nasabah
dalam negri.
5) Pelanggaran prosedur dana KLBI, yaitu tidak melalui urusan kredit,
tetapi melalui urusan luar negri (ULN), dan urusan operasi pengendali
moneter (UOPM).
Bank Pelaksana (Bank BNI, BRI, BEII);
1) Pelanggaran atas syarat-syarat pemberian fasilitas kredit tidak
dilakukan sesuai prosedur yang baku, tidak memperhatikan aspek LLL,
pengenaan tingkat suku bunga yang lebih rendah jangka waktu pengembalian
yang berubah-ubah.
2) Realisasi ekspor 4 (empat) perusahaan Texmaco Grup sampai dengan
September 1998, setidak tidaknya ber niali US$ juta tidak digunakan
sebagai pembayaran WE yang sudah jatuh waktu.
3) Belum dapat diyakini kewajaran bukti yang dipakai untuk menetapkan
nilai ekspor yang akan datang ( 1998) sebesar US$ 616 juta. Realisasi
ekspor Texmaco Grup untuk periode Oktober 1996- September 1997 hanya
sebesar US$ 227 juta. Sedangkan taksiran nilai ekspor tahun 1998
bernilai
US$616 juta mencapai atau mencapai 270% dibanding sebelumnya. Pada saat
pengajuan fasilitas ( November 1997) sudah diprediksi bahwa akan terjadi
krisi di tanah air.
Texmaco Grup
1. Fasilitas yang diterima digunakan tidak semat-mata untuk tujuan
mempertahankan ekspor, tetapi untuk investasi yang tidak menghasilkan
produk ekspor, tetapi hamya untuk memenuhi kebutuhan grup perusahaan.
2. Penggunaan fasilitas bukan untuk mengimpor bahan baku, melainkan
untuk
menutup LC atas barang modal yang tidak dapat dibayar oleh Texmaco Grup.
3. Kontrak penjualan (Sales Contracts) yang digunakan untuk mendukung
perolehan fasilitas diragukan keabsahannya.
Kerugian Negara:
1. Secara kwalitatif adalah berkurangnya posisi cadangan devisa negara.

Pada saat negara sedang mengalami tekanan pada nilai Rupiah. Seharusnya
BI
menjaga posisi cadangan devisa pada tingkat maksimal.
2. Terdapat indikasi adanya pelarian devisa ke LN melalui grup
perusahaan
Texmaco yang berjumlah setidaknya US$276 juta.
3. Patut diduga terjadi mark up nilai investasi, karena dana
dipergunakan
untuk pembayaran-pembayaran kepada Grup perusahaan dalam dan luar
negeri.
HASIL PANELITIAN
PEMBERIAN FASILITAS PRESHIPMENT DAN PLACEMENT BI
KEPADA TEXMACO GRUP MELALUI PT. BANK BNI 46
Dngan ini disampaikan hasil penelitian masalah pemberian fasilitas
rediskonto preshipment dan placement Bank Indonesia kepada Texmaco Grup
melalui Bank BNI 46, sebagai berikut :
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada awal November 1997, Pemerintah dan BI menyediakan fasilits
Rediskonto
wesel ekspor preshipment kepada eksportir non migas tertentu dengan
tujuan
membantu modal kerja kegiatan ekspornya. Dengan fasilits ini, eksportir
memperoleh pembiayaan ekspor melalui rediskonto yang diterbitkan atas
dasar rencana ekspornya (preshipment). Grup perusahaan yang memeroleh
fasilitas ini antara lain Texmaco Grup.
Dari hasil pemeriksaan di Bank Indonesia di simpulkan bahwa fasilitas
kepada Texmaco Grup teryata diberikan atas dasr disposisi Presiden
Soeharto tanggal 27 Desember 1997 dan 24 Februari 1998 ( surat tanggapan
direksi Bank Indonesia nomor 31/27.DIR/UASP tanggal 14 Desenber 1998
atas
menagement letter audit keuangan BI tahun buku 30). Penyediaan dana
kepada
grup tersebut adalah untuk membantu likwiditas karena kesulitan
likwiditas
untuk melunasi utang-uatang dalam bentuk promisory notes yang jatuh
tempo
dan kebutuhan likwiditas untuk melanjutkan pembangunan industri
engineering barang modal dan industri baja dalam negeri.
Dalam perkembangan selanjutnya, selain menggunakan mekanisme rediskonto
wesel ekspor preshipment tersebut, Bntuan juga dilimpahkan Bank

Indonesia
melalui placement deposito valuta asing dan Pembelian Surat Berharga
Pasar
Uang (SPBU).
Total bantuan likwiditas Bank Indonesia kepada Grup samapai dengan maret
1998 adalah sebesar USD 716 juta dan IDR 1,472 Trilyun yang dilimpahkan
melalui PT. Bank BNI 46, Bank Rakyat Indonesia dan PT. (Persero) Bank
Ekspor Impor Indonesia, dengan rincian sebagai berikut :

PT. BANK BNI 46 PT BANK EXIM PT. BANK BRI


Fasilitas BI USD IDR USD IRD USD IRD
Rediskonto wesel
Ekspor preshipment
Placement deposito
SPBU
516 juta
100 juta
0
0
0
450 milyar
0
60 juta
0
0
0
0
0
40 juta
0
0
0
1000milyar
Total 616 juta 450 milyar 60 juta 0 40 juta 1000milyar
B. URAIAN HASIL PENELITIAN
Total nilai fasilitas PT. Bnak BNI 46 (bank) kepada Texmaco Grup (Grup)
sampai dengan Desember 1998 mencapai + Rp. 12 Trilyun (dengan kurs USD 1
=
7550) terdiri dari direct loan Rp. 8,8 Trilyun dan inderect loan sebesar
Rp. 3,2 Trilyun. Dalam fasilitas derect loan tersebut, sejumlah Rp. 5,1

tilyun (USD 616 juta dan Rp. 450 milyar) danannya bersumber dari
fasilitas
preshipment dan placement Bank Indonesia.
Perincia pada lampiran 1
Berdasarkan penelitian dari pemberian fasilitas olah bank terhadap
derect
loan yang dananya bersumber dari fasilitas preshipment dan plcement
deposito Bank Indonesia sebesar Rp. 5,1 trilyun (USD 616 juta dan Rp.
450
milyar) dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
1. Penyimpangan Dalam Proses Pemberin kredit
Dana yang diperoleh dari Bank Indonesia melalui fasilitas preshipment ,
placement deposito, dan pemberian SPBU dilimpahkan kepada grup sebagai
kredit modal kerja. Kredit modal kerja ini diberikan kepada 9 (sembilan)
perusahaan grup dengan total nilai kredit sebesar USD 616 juta dan Rp.
450 milyar.
Mengenai proses kreditnya, dapat disimpulkan bahwa prosedur pemberian
kredit sesuai dengan pedoman yang ada di bank dan telah dibuat
perjanjian
kredit dengan masing-masing debitur tersebut. Dalam perjanjian kredit
diatur mengenai hak dan kewajiban bank dan debitur, serta syarat lain
yang
umum diatur dalam suatu perjajian kredit.
Namun demikian, dari berkas kredit tersebut terungkap bahwa pelaksanaan
pemberian kredit di bank sebenarnya hanya untuk mendukung dari segi
administratif , keputusan pemerintah dan Bank Indonesia untuk membantu
mengatasi kesulitan likwiditas grup. Keputusan tersebut menjadi progrn
yang ditindaklanjuti dengan menjadikan bank sebagai pelaksana bagi
penyaluran fasilitas. Keputusan tersebut juga menjadi alasan
diabaikannya
beberapa penyimpangan dari ketentuan pada saat proses persetujuan kredit
maupun dalam pelaksanaan kreditnya.
Penyimpangan dimaksud adalah:
h Tidak dijumpai analisa yang cukup untuk menguji proyeksi ekspor grup
tahun 1998 sebesar USD 616 juta.
Dibanding dengan realisasi ekspor grup tahun 1997 sebesar USD 169 juta
maka proyeksi tahun 1997 sebesar USD 616 juta merupakan peningkatan
hingga
260% namun tidak diperoleh bukti bahwa Bank telah melakukan pengujian
yang
cukup terhadap data proyeksi ekspor tersebut, misalnya pengujian
kontrak/pesanan untuk menilai kenaikan ekspor engineering dari USD 5

juta
pada tahun 1997 menjadi USD 160 juta di tahun 1998 atau analisa pangsa
pasar untuk mendukung peningkatan ekspor chemical dari USD 17 juta pada
tahun 1997 menjadi USD 168 juta di tahun 1998.
h Kredit diberikan untuk membiayai kegiatan usaha perusahaan penerima
kredit, namun digunakan untuk modal kerja perusahaan lain se grup.
Diungkapkan dalam disposisi Direksi bank dan perjanjiannya bahwa
pemberian
kredit kepada Polysindo UK, Polmaco Hongkong, Commonwealth Singapore
dengan nilai total USD 276 juta (rediskonto tahap 1) dan kepada PT.
Jeewon
Jaya , PT Supermitory dengan nilai USD100 juta (placement deposito),
adalah ditujukan untuk modal kerja PT Polysindo Eka Perkasa dan PT
Texmaco
Jaya. Ditanyakan bahwa fasilitas KMK diberikan untuk merefinancing
pinjaman jangka pendek dari investor dalam dan luar negeri PT Plysindo
EP
dan PT Texmaco Jaya.
Sedangkan fasilitas kredit sebesar USD 240 juta (rediskonto tahap II)
diberikan utnuk modal kerja kepada PT Polysindo Eka Perkasa Tbk dan
Texmaco Jaya Tbk telah digunakan perusahaan tersebut sesuai perjanjian.
Pemeriksaan Lampiran III
h Kredit diadministrasikan di luar negeri utnuk memenuhi syarat
OUT-OUT dari Bank Indonesia, walaupun bank dan bank Indonesia
mengetahui faktnya bahwa kredit untuk membiayai usaha didalam negeri.
Kebijaksanaan pengelolaan cadangan devisa di Bank Indonesia antara
lain
mengatur bahwa placement kepada bank domestik tidak untuk diinvestasikan
di dalam negeri.
h Persyaratan agunan tidak dipenuh seluruhnya pada pemberian kredit
kepada PT Jeewon Jaya dan PT Supermitori. Sesuai perjanjiannya, untuk PT
Supermitory nilai jaminan sebesar USD 50 juta berupa penempatan deposito
on call, namun tidak dilaksanakan.
h Dispensasi untuk Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMTK)
Pemberian kredit kepada grup yang berasal dari fasilitas Bank Indonesia
mengakibatkan terlampauinya BMTK bank kepada grup. Bank kemudian mohon
dispensasi pelanggaran BMTK hingga 31 Desember 1998 kapada Bank
Indonesia
seperti diungkapkan dalam surat Bank kepada uruasan Luar Negeri Bank
Indonesia nomor KPS/2/899/R tanggal 20 April 1998.
2. Penyalahgunaan Dana Fasilitas Untuk Refinancing Kewajiban Grup
Danan fasilits yang diberikan adalah untuk membiayai kegiatan ekspor.

Dalam pelaksanaannya, dana yang diterima grup mulai tanggal 7 November


1997 sampai dengan 15 Januari 1998 sebesar 616 juta, sebagian besar
digunakan untuk melunasi Promesory Notes (PN) kepada kreditur dalam
negeri
dan luar negeri serta kewajiban bunya dan biaya lainnya kepada Bank.
Berdasarkan penelitian kebutuhan likwiditas yang mendesak untuk melunasi
kewajiban grup timbul akibat mismacth sumber pendanaan yaitu investasi
jangka panjang yang dibiayai dengan pinjaman jangka pendek Promesory
Notes
(PN). Pada masa sebelum krisis moneter, cara ini masih bisa berjalan,
yaitu dengan perpanjangan PN tersebut pada saat jatuh tempo. Namun
setelah
terjadi krisis moneter di Indonesia, investor menolak memperpanjang PN
tersebut.
Perusahaan grup yang mempunyai akses ke pasar unag internasional dan PN
nya dipercaya oleh investor luar negeri (Rating BBB dari Standard and
Poors) adalah PT Texmaco Jaya, PT Polysindo Eka perkasa, dan PT
Multikarsa Investama.
Pencairan kredit ke rekening giro perusahaan tersebut dilakukan
masing-masing cabang bank pembuku kredit. Pada hari-hari berikutnya dana
tersebut dipindahkan ke rekening giro perusahaan/holding PT Multikarsa
Investama tersebut diatas. Selanjutnya dibayarkan kreditur/investor,
dimutasikan antar perusahaan se grup, konvensi ke rupiah, ataupun
dipindahkan ke rekening giro perusahaan Grup di bank lain. Dana
preshipment dan placement deposit total sebesar USD 616 juta yang
diterima
pada periode November 1997 sampai Januari 1998 sebagian besar digunakan
untuk melunasi PN yang jatuh tempo atas nam perusahaan-perusahaan
tersebut. Berdasarkan mutasi pada rekening giro USD
perusahaan-perusahaan
pada Bank (cabang kota) periode Oktober 1997s/d Februari 1998, total
outgoing transfer untuk pelunasan PN ke lembaga keuangan adalah USD 585
juta . Didalam negeri sebesar USD 28,5 juta dan luar negeri USD 556,5
juta. Selain itu, rekening giro USD PT Multikarsa dan PT Polysindo EP
juga dibebani konvensi dana USD ke IDR untuk pelunasan Commercial Paper
Rupiah sebesar USD 104 juta (s/d Desember 1997).
Dengan kondisi interfinancing seperti ini, sulit untuk mengidentifikasi
penggunaan danan fasilitas yang sebenarnya dan menilai apakah fasilitas
telah digunakan untuk modal kerja. Kegiatan ekspor. Yang terjadi selama
periode pelimpahan fasilitas adalah transfer-transfer keluar untuk
pelunasan hutang jangka pendek Grup. Pengelolaan dana yang dilakukan
oleh

PT Multikarsa Investama selaku holding company, adalah terhadap seluruh


kegiatan Grup pada industri kimia tekstil, engineering, garment dan
baja.
Kegiatan pada industri-industri tersebut mencakup kegiatan produksi
ekspor, non ekspor dan investasi.
Lihat Lampiran III.
3. Outgoing Transfer Untuk Membiayai Investasi Di Luar Negeri
Untuk menguji penggunaan dana kredit oleh Grup, telah dilakukan
penelitian
mengenai mutasi arus dana keluar dan masuk pada rekening-rekening giro
Grup di Kantor Cabang Bank Jakarta Kota. Periode yang diperiksa adalah
transfer masuk dan keluar mulai Oktober 1997 sampai dengan Februari
1998.
Dari hasil pemeriksaan tersebut ditemukan satu outgoing transfer dari
rekening giro USD PT Multikarsa Investama ke account atas nama pribadi
Marimutu Sinivasan di Morgan Stanley Bank AG, Frankfurt. Transfer
terjadi
pada tanggal 11 Februari 1998 sebesar USD 40 juta yang dibebankan pada
rekening USD PT Multikarsa Investama, ditransfer ke rekening yang
bersangkutan di Morgan Stanley Frankfurt.
Menurut penjelasan Bank, dana tesebut disiapkan dalam rangka akuisisi
HOECHT-GERMANY (Trevira Deal) senilai USD 50 juta. Dana berasal dari ex
private placement maupun bridging Financing Investment Bank yang
sebelumnya telah diterima Grup mulai September 1997 s/d tanggal 10
Februari 1998 sebesar USD 97 juta. Transfer dilakukan ke rekening
penampungan sementara pada rekening atas nama M. Sinivasan di Dresdner
Bank AG, Frankfurt dan kemudian dibayarkan kepada Rathmann Beteiligungs
GmbH.
Mengenai masalah ini dapat dikemukan hal-hal sebagai berikut :
h Pemindahan dana ke rekening pribadi atau ke rekening Grup di bank
lain
atas beban rekening kredit merupakan praktek yang tidak lazim. Secara
umum, pembebanan pada rekening kredit dapat dilakukan apabila
penggunaannya memang sesuai dengan tujuan pemberian kredit. Selain
transfer tersebut, dalam bulan Februari 98 Grup juga memindahkan dana
kredit ke rekening Grup di bank lain sebesar USD 28.5 juta.
h Berdasarkan mutasi rekening periode akhir Oktober s/d Desember 1997,
selain incoming dari fasilitas Bank Indonesia, Pt Multikarsa Investama
dan
PT Polysindo EP juga menerima incoming dari bank atau lembaga keuangan

dalam dan luar negeri sebesar USD 79.2 juta. Sesuai penelitian terhadap
rekening giro perusahaan tersebut di atas, incoming berasal dari :

(dalam USD)
Beneficiary Ordering Customer Nilai
Multikarsa Investama B T N, Jakarta 6.8 juta
Credit Suisse Finance 1 juta
Credit Suisse London 2 juta
Multikarsa di Deutsche bank a/c 30 juta
Polysindo Eka Perkasa Polysindo EP di Citibank a/c 18 juta
Polysindo EP di Bank Duta a/c 1.2 juta
Polysindo EP di Bank Bira a/c 15 juta
Polysindo EP di BII a/c 5.2 juta
Total 79.2 juta
h Tujuan pemberian fasilitas adalah refinancing kewajiban jangka pendek
(PN) Grup yang jatuh tempo, namun demikian tidak disebutkan perincian
jumlah dan tanggal kewajiban/ PN tersebut. Hal ini berakibat tidak
terdapatnya pembatasan refinancing atas PN/ kewajiban yang mana saja
yang
dibayar dengan fasilitas ini.
Dengan demikian belum diperoleh bukti yang cukup untuk membuat
kesimpulan
akhir sehubungan dengan masalah ini. Apabila invesati tersebut termasuk
sebagai investasi Grup maka perlu mempertimbangkannya sebagai bahan dari
agunan untuk kondisi second way-out
4. Dana Escrow Account Tidak Diprioritaskan Untuk Pelunasan Fasilitas
Untuk lebih menjamin pelunasan fasilitas dan bantuan Bank Indonesia,
dalam
perjanjian kredit dengan PT Polysindo EP dan PT Texmaco Bank menentukan
bahwa seluruh ekspor harus dilakukan melalui Bank. Kemudian dengan surat
Nomor KPS/2/2390/R tanggal 21 November 1997 ditegaskan bahwa proceed
ekspor akan ditampung dalam suatu Escrow Account mulai Desember 1997
sebagai sumber dana untuk pelunasan fasilitas. Penggunaan untuk
keperluan
lain (modal kerja) diperkenankan atas persetujuan Bank, namun dibatasi

hingga 55%.
Dalam pelaksanaannya, dijumpai penyimpangan sebagai berikut :
h Pembentukan escrow account terlambat dilaksanakan. Proceed ekspor PT
Texmaco Jaya dibentuk mulai Januari 1998, sedangkan untuk PT Polysindo
EP
dimulai pada bulan Maret 1998.
h Penggunaan dana escrow account untuk keperluan lain diluar pelunasan
fasilitas melebihi batas maksimal 55%. Dari kedua escrow account
tersebut,
selama tahun 1998 setidaknya diperoleh dana USD 115.6 juta.

Anda mungkin juga menyukai