Anda di halaman 1dari 9

Gerakan Abu Sayyaf di Filipina

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas SPI Kawasan Asia Tenggara Kontemporer

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Dien Madjid, MA.

Disusun Oleh :

Galih Prasetio

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014
A. Pendahuluan

Konflik di Asia Tenggara selalu berkaitan erat dengan konteks regional.


Sosial-budaya dan konstelasi politik kenegaraan. Di Filipina, konflik bermula
berkaitan erat dengan persaingan misi agama Islam dan Kristen pasca abad ke-13.
Diskriminasi negara terhadap kelompok minoritas Muslim menjadi lebih kentara
ketika menyebut mereka sebagai Moro, artinya identik dengan kelompok Islam
yang menduduki Spanyol. Dari sinilah konflik terus berkecamuk. Agama dan
identitas etnik bahkan menempati bagian penting dari konflik itu. Pemberontakan
oleh kelompok Muslim minoritas di Mindanao, Filipina Selatan misalnya, lebih
karena diperlakukan tidak adil dalam kehidupan ekonomi dan politik, walaupun
ada unsur agama yang cukup berperan.

Hal menarik dari pengaruh global terhadap pemberontakan adalah faktor


terorisme. Ia tidak saja menjadi bagian dari pemberontakan di Asia Tenggara
tetapi telah juga menjadi propaganda utama Barat dalam menghadapi Islam garis
keras. Bahkan bagi para analis politik, Asia Tenggara telah menjadi arena perang
bagi al-Qaeda dan Amerika. Faktor agama telah menjadi simbol penting untuk
menumbuhkan kesadaran kelompok Muslim tertentu dengan jargon jihad fi
sabilillah (jihad di jalan Allah).

Sejak peristiwa sebelas September 2001, Amerika mulai melakukan


permusuhan dengan terorisme. Salah satu yang menjadi sasaran dari Amerika
adalah sebuah kelompok yang terdapat di Filipina yakni kelompok Abu Sayyaf.
Pemerintah Filipina sudah memulai kerjasama dengan Amerika dalam
penumpasan kelompok ini. Abu Sayyaf sendiri adalah suatu gerakan yang
didirikan oleh Abubakar Janjalani pada tahun 1989. Janjalani adalah seorang
terpelajar yang menempuh studi di Saudi Arabia dan Libya dan telah menjadi
seseorang yang radikal setalah menyelasaikan studinya. Janjalani kembali ke
basilan kota kelahiranya dan mulai merekrut orang-orang yang tidak sejalan
dengan MNLF dan orang-orang Filipina yang pernah berjuang dengan Mujahidin
Afghanistan melawan Uni Soviet untuk bergabung denganya.

2
B. Sejarah Awal Konflik di Filipina

Filipina Selatan adalah sebuah daerah yang tidak henti-hentinya


mengalami konflik. Daerah ini adalah daerah dimana mayoritas penduduknya
beragama Islam. Konflik yang terjadi di daerah ini adalah karena adanya
persaingan antar agama diluar faktor lain seperti politik, sosial, dan budaya.

Hal yang paling krusial adalah yang menyangkut dengan agama, konflik di
Filipina dimulai dengan kolonisasi yang dilakukan oleh orang Arab dan kemudian
oleh kristen Spanyol yang mana perbedaan kedua agama tersebut hingga sekarang
masih berkompetisi untuk merebutkan perhatian penduduk pribumi. Orang-orang
arab Islam bergeser ke selatan Filipina ketika orang-orang kristen Spanyol
menduduki utara Filipina. Cesar A Majul berkesimpulan bahwa konflik yang
terjadi di Filipina merupakan konflik agama sejak masa kolonialisme Spanyol.

Konflik yang terjadi di Filipina mulai terjadi sejak kedatangan orang-orang


Kristen Spanyol dan berhasil menduduki daerah Filipina Utara atau kepulauan
Luzon pada tahun 1565.1 Sejak saat itu orang-orang Spanyol yang ingin
mendirikan Filipina sebagai daerah koloni dan memasukan penduduk ke dalam
agama Kristen. Sejak saat itu terjadi perlawanan-perlawanan antara orang Spanyol
dan penduduk pribumi Islam, dan dimenangkan oleh Spanyol pada tahun 1673.2

Konflik di Filipina terus berlanjut, setelah Spanyol berkuasa maka beralih


kekuasaan kepada Amerika, Jepang dan sampai Filipina memproklamasikan
dirinya sebagai Negara yang merdeka pada tanggal 4 Juli 1946. Pada masa
pemerintahan Marcus, konflik awal terjadi akibat suatu peristiwa pembunuhan di
Corregidor. Para sukarelawan Muslim Filipina, yang dilatih dalam taktik geriliya
oleh suatu pasukan resmi, dibunuh atas perintah komandan pasukan. Mereka
menolak di kirim ke Sabah guna melakukan inflirtasi Militer. Karena peristiwa
ini terbentuklah Front Pembebasan Muslim Moro (MNLF), MNLF adaalh sebuah
gerakan yang sangat berpengaruh dalam memperjangkan kebebasan Muslim
Moro. Dua kelompok lainnya adalah seperti Front Pembebasan Islam Moro

1
Cesar A. Majul, “Dinamika Islam Filipina”, Terj-, Jakarta: LP3ES, 1989. Hlm. 9
2
Ibid

3
(MILF) dan yang paling belakangan adalah Abu Sayyaf yang terbentuk pada
tahun 1989.3 Ketiga kelompok gerakan ini memiliki tujuan yang sama yakni ingin
mendirikan sebuah Negara teokrasi Islam di Mindanao Filipina Selatan dan
pembangunan ekonomi di wilayah mereka.4

C. Gerakan Abu Sayyaf

1. Ideologi Gerakan

Abu Sayyaf adalah suatu gerakan yang bersifat radikal, dimana gerakan ini
selalu mengunakan kekerasan dalam setiap aksinya. Gerakan Abu Sayyaf di
Filipina ini telah sangat meresahkan warga Filipina dengan aksi-aksi pengeboman,
penculikan dan pengeksekusian terhadap sandera. Gerakan Abu Sayyaf ini telah
mengarah ke taraf terorisme.

Mengenai hal Terorisme, menyangkut istilah ideologi ini sulit disepakati


dan secara objektif bahwa suatu kelompok terorisme yang ditunjukkan melalui
aksi kekerasan. Ideologi terorisme mungkin digunakan pada berbagai bentuk
misalnya agama atau politik, tetapi masih memiliki tujuan motif aksi yang sama,
yang menyatukan kelompok dan jaringan organisasi pada komunitas yang
memiliki isi pokok adalah pertengkaran. Menurut Charles W Kigley Jr dan
Eugene R. Wirtkopf terorisme adalah suatu penggunaan ancaman kekerasan,
suatu metode pertempuran atau strategi untuk meraih tujuan tertentu, yang
ditujukan untuk menimbulkan keadaan takut di pihak korban.

Pada awalnya Abu Sayyaf (bapak penyandang pedang) dikenal dengan


nama al-Harakatul al-Islamiya. Di awal tahun 1980-an sekitar 300 dan 500
fundamentalis Moro tiba di Peswahan, Pakistan, untuk membantu Mujahiddin
yang sedang melawan invasi dan pendudukan Soviet ke Afghanistan. Salah
seorang dari mereka, Abubakar Janjalani, muncul sebagai seorang pemimpin.5

3
Garnijanto Bambang Wahjudi, “Kerjasama Regional ASEAN Menghadapi Isu Terorisme
Internasional (Penaganan Aksi Teroisme Internasional di Filipinai Bagian Selatan Oleh ASEAN
Tahun 2000 dan 2001)”, Tesis: Fakultas Ilmu Sosila dan Politik Program Pascasarjana Universitas
Indonesia. 2003. Hlm. 64
4
Ibid. hlm. 81
5
Zachary Abuza, “Balik Terorism: The Retrun of Abu Sayyaf”, Carlisle: Strategic Studies
Institute, 2005. Hlm. 2

4
Kelompok Abu Sayyaf pertama muncul pada tahun 1989 dibawah
kepemimpinan Abubakar Janjalani, anak seorang ulama di Basilan, dia belajar di
sebuah Universitas Islam di Arab Saudi, lulus pada tahun 1981 sebelumnya
belajar hukum Islam di Ummu l-Qura di Mekkah selama 3 tahun. Pada tahun
1984 dia kembali ke Basilan dan Zamboanga untuk berkhutbah. Pada 1987 dia
mengunjungi Libya dan kemudian melanjutkan bersama Mujahiddin dan
melawan Soviet selama beberapa tahun di Afghanistan.

Abu Sayyaf menurut Prof. Zulkifli Wadi dari Universitas Filipina, adalah
salah satu kelompok fundamentalis yang paling aktif di Filipina saat ini.
Kelompok tersebut dibentuk di awal era 1990an, oleh sekelompok kecil ulama
yang pernah dilatih di Timur Tengah. Umumnya, usaha revolusioner Abu Sayyaf
tersebar secara geografis di area Sulu Basilan, Zamboanga city dan daratan utama
Mindanao. Gerakan ini bertujuan untuk memperkuat keimanan Islam di Filipina
Selatan, mengeliminir tekanan dan mendirikan pemerintahan yang melaksanakan
syariah.6 Strateginya melalui dua arah: membangun basis komunal dan militer
sebagai pusat jaringan dakwah dan pelatihan militer, dan menciptakan kekuatan
masyarakat kota bergerak untuk perang gerilya.7

Janjalani, pendiri gerakan ini sangat terpengaruh oleh ajaran Imam Syafi’i
mengenai jihad, ia juga terinspirasi oleh ajaran Said Sabiq, ulama kontemporer
Makkah. Janjalani berpendapat bahwa jihad qital (perang melawan musuh)
adalah sebagai cara untuk mengeliminir tekanan di Mindanao. Janjalani juga
pernah mengeluarkan fatwa bahwa jihad (dalam pengertian sempit, melawan
musuh) adalah fadhu ‘ain.

2. Perekrutan Anggota

Pada awalnya perekrutan anggota dari gerakan Abu Sayyaf diambil dari
para pemuda Muslim yang tidak sejalan dengan kebijakan MNLF. Pada awal
pembentukannya, kelompok ini hanya berkisar 500 orang. Walupun hanya sedikit
tetapi gerakan ini berhasil membuat resah pemerintah Filipina dengan melakukan
6
S. Yunanto, et.al. Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara. Jakarta: The
Ridep Institute dan Friedrich Ebert Stiftung. 2003 hlm. 218
7
Ibid.

5
penculikan, pemboman dan pembunuhan orang-orang Kristen lokal maupun
Asing. Menurut data pada tahun 2005, kelompok ini diperkirakan ada sekitar
200-300 anggota di bawah kepemimpina Khadafi Janjalani. Menurut Eusoquito P.
Manalo, berargumen bahwa, “anggota kelompok Abu Sayyaf telah direkrut
terbatas pada sebuah komunitas tertentu oleh kelompok etnik dan keluarga dimana
koordinasi internal yang telah difasilitasi oleh kepercayaan.” Hal ini membuat
pengkelompokan yang sebenarnya mustahil dimasuki oleh agen pemerintah.

D. Perkembangan Gerakan Abu Sayyaf

Gerakan kelompok Abu Sayyaf dari awal pendiriannya telah banyak


melakukan terror-teror yang telah meresahkan masyarakat, Abu Sayyaf telah
melakukan penculikan, pengeboman dan aksi-aksi kekerasan lainnya dalam setiap
aksinya untuk mencapai cita-cita mereka mendirikan sebuah negara teokrasi
Islam.

Diketahui sampai sekarang bahwa di Filipina Selatan terdapat tiga


kelompok perlawanan yang menonjol yaitu Moro National Liberation Front
(MNLF), Moro Islamic Liberation Front dan Abu Sayyaf Group (ASG). Ketiga
kelompok ini memiliki tujuan yang sama yakni mendirikan sebuah Negara
teokrasi Islam dan pembangunan ekonomi wilayah mereka.

Sepeninggal Abubakar Janjalani kelompok ini terpecah ke dalam faksi-


faksi yang berbeda, kegiatannnya kemudian lebih diwarnai oleh perampokan dan
penculikan ketimbang perjuangan politik.8 hal ini terbukti pada tahun 2000,
kelompok ini telah menculik 53 orang meliputi pendeta, beberapa guru dan
pelajar. Untuk menebus sandera Abu Sayyaf menuntut uang tebusan dan dua
orang Sandra dikabarkan telah dipenggal kepala.9

Saat penyanderaan ini berlangsung, pada bulan April 2000 anggota Abu
Sayyaf lainya melakukan operasi penyebrangan dari wilayah Negara Filipina
bagian selatan menuju resort pulau wisata pulau Sipadan di wilayah Negara
8
Moeflich Hasbullah ed., Asia Tenggara konsentrasi Baru Kebangkitan Islam, hlm.242
9
Garnijanto Bambang Wahjudi, “Kerjasama Regional ASEAN Menghadapi Isu Terorisme
Internasional (Penaganan Aksi Teroisme Internasional di Filipinai Bagian Selatan Oleh ASEAN
Tahun 2000 dan 2001)”

6
Malaysia. Di daerah ini mereka menculik 21 orang berkebangsaan Asing terdiri
dari 9 orang Malaysia, 3 orang Jerman, 2 orang Perancis, 2 Orang Afrika Selatan,
2 Orang Finlandia, 1 Waniata Libanon, 2 orang Filipina, seluruh korban
penculikan ini dibawa ke camp Abu Sayyaf di Tawi-Tawi untuk disandera
kemudian dipindah ke Jolo.

Setelah serangan militer Filipina gagal membebaskan para sandera sejumlah


wakil Negara Eropa, Malayasia dan Libya bergabung dengan perundingan
Filipina dalam upaya membebaskan para sandera. Pihak Abu Sayyaf menerbitkan
sejumlah daftar tuntutan yaitu pendirian Negara Moro yang merdeka, pelepasan
beberapa teroris yang ditahan di luar negeri, pelarangan perahu nelayan yang
beroperasi di lautan Sulu, perlindungan bagi warga Filipina yang berada di Sabah
Malaysia dan uang tebusan drbsar sekitar 1 Juta dollar Amerika Serikat utuk satu
orang sandera. Pada masa penyanderaan ke dua puluh tiga orang ini kelompok
Abu Sayyaf juga sempat menyandera seorang wartawan Jerman dan dilepaskan
setelah mendapat uang tebusan. Kemudian berturut-turut menyandera tiga orang
wartawan TV Perancis, dua orang Filipina dan beberapa pendeta Filipina yang
berusaha mengunjungi sandera. Di akhir bulan agustus 2001, seorang warga
Negara Amerika Serikat turut di sandera setelah mengunjungi camp Abu Sayyaf
sejumlah uang tebusan telah dibayarkan untuk melepaskan sandera ini. Usaha
perundingan dengan kelompok ini tidak berhasil untuk membebaskan semua
sandera. Empat Bulan kemudian, Agustus 2000, para penyandera meminta uang
tebusan satu juta dollar Amerika Serikat sebagai imbalan bila membebaskan tiga
warga Negara Malaysia.

Di bulan Juni 2002, Abu Sayyaf kembali melakukan aksi penculikan


terhadap warga negara asing, Empat warganegara Indonesia menjadi korban
penculikan dan penyanderaan mereka. Keempat orang asing ini adalah anak Buah
Kapal (ABK) Kapal SM-88 yang sedang membawa batu bara dari Indonesia ke
Pulau Cebu di Filipina Tengah. Penyergapan terhadap mereka dilakukan dilepas
pantai Pulau Jolo dan keempatnya kemudian dibawa kedaratan Pulau Jolo. Dua
hari kemudian satu ABK Indonesia Ferdinand Joel berhasil diselamatkan.

7
Kemudian bulan Maret 2003 satu orang ABK Indonesia Zulkifli berhasil
menyelamatkan diri dan melaporkan bahwa satu ABK Indonesia lainnya yaitu
Muntu Jacobus Winowatan diperkirakan telah meninggal dunia tertembak dalam
operasi penyelamatan militer Filipina bulan Februari 2003. Sandera ABK
Indonesia terakhir Lerrech berhasil melarikan diri dari tahanan Abu Sayyaf
tanggal 11 April 2003.10

E. Kesimpulan

Diawali oleh berbagai konflik yang terjadi di Filipina, kelompok Abu


Sayyaf merupakan gerakan separatis yang lahir dari sejarah konflik di Filipina.
Kelompok Abu sayyaf merupakan salah satu gerakan yang lahir di Basilan.
Kelahiran kelompok ini di tandai dengan mulai terpecahnya gerakan MNLF,
yangmana Abdurajak Janjalani yang tidak sepakat dengan cara-cara diplomasi
yang dilakukan oleh Nur Misuari selaku pimpinan MNLF dikala itu.

Untuk mencapai cita-citanya yakni mendirikan sebuah negara Islam di


Filipina Selatan. Kelompok Abu Sayyaf melakukan perlawanan dengan cara
kekerasan. Kelompok Abu Sayyaf melakukan pemboman, penculikan, dan
pengeksekusian terhadap sandera. Gerakan Kelompok Abu sayyaf ini terlihat
dengan jelas sebagai sebuah gerakan yang mengakibatkan adanya sebuah konflik
antar agama, dilain faktor politik yang awalnya diperjuangkan oleh Abubakar
Janjalani. Walaupun gerakan Kelompok Abu sayyaf terbilang kecil, tetapi
kelompok ini telah berhasil menguncang kestabilan negara Filipina dengan
melakukan pengeboman-pengeboman di daerah-daerah Filipina.

DAFTAR PUSTAKA

A. Majul, Cesar “Dinamika Islam Filipina”, Terj-, Jakarta: LP3ES, 1989

Abuza, Zachary, “Balik Terorism: The Retrun of Abu Sayyaf”, Carlisle: Strategic
Studies Institute, 2005.

“ Asia Tenggara konsentrasi Baru Kebangkitan Islam,” Moeflich Hasbullah ed,


Bandung: Fokusmedia, 2003

10
“Warga RI Lolos dari Abu Sayyaf”, Kompas, Jakarta, Sabtu 12 April 2003.

8
Bambang Wahjudi, Garnijanto, “Kerjasama Regional ASEAN Menghadapi Isu
Terorisme Internasional (Penaganan Aksi Teroisme Internasional di Filipinai
Bagian Selatan Oleh ASEAN Tahun 2000 dan 2001)”, Tesis: Fakultas Ilmu Sosila
dan Politik Program Pascasarjana Universitas Indonesia. 2003

K Wall, Hamish. “The Dynamics of Small Arms Tranfers in Southeast Asian


Insurgencies”, Tesis: Master of Arts in Political Science di Universitas
Canterbury.

Manalo, Eusoquito P, “The Philippine Response To Terorism: The Abu Sayyaf


Group,” Thesis: Noval Postgraduate School, 2004

Niksch, Larry, “Abu Sayyaf: Target of Philippine-U.S. Anti-Terrorism


Cooperationin,” World Terrorism ed. Edward Linden (NY: Nova Science
Publishers, 2002)

“ Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara,” Saiful Muzani ed.


Jakarta: LP3ES, 1993

S. Yunanto, et.al. Gerakan Militan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara.


Jakarta: The Ridep Institute dan Friedrich Ebert Stiftung. 2003

Anda mungkin juga menyukai