Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dian Octaviani

NIM : 20/463158/SA/20725
Prodi : Sejarah
Mata Kuliah : Sejarah Asia Tenggara

REVIEW SOUTHEAST ASIA: IMPACT OF SEPARATIST MOVEMENT,


NAUREEN MEMON, ASIA PACIFIC, VOL 23, 2005

Sesuai judul bacaan, kali ini akan membahas mengenai konflik separatis di wilayah
Indonesia, Thailand, dan Filipina dan dampak-dampaknya di Asia Tenggara. Asia Tenggara,
seperti yang telah dijelaskan di pertemuan pertama mata kuliah ini, dijelaskan bahwasannya
dalam rangkaian penciptaan dan pembaharuan penyebutan istilahnya melalui proses yang
panjang, salah satu yang disebutkan di bacaan ini ialah penyebutan Further India. Berikut
merupakan konflik-konflik yang muncul di wilayah Indonesia, Thailand, dan Filipina.

Perang Aceh
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) muncul pada tahun 1976, walaupun dalam memerangi
gerakan ini telah menggunakan Undang-undang Anti Subversi tahun 1963. Penyebabnya bisa
dikatakan dari sistem ekonomi pendapatan, sumber daya alamnya yang melimpah dan bisa
menjadi kekayaan utama, nyatanya tidak seimbang dengan tingkat konsumsi yang rendah,
bahkan dalam peringkat nasional. Selain itu, juga karena Aceh berada di bawah Kesultanan, yang
mengartikan bahwa ada basis agama Islam di dalamnya. Konflik semacam ini selalu terjadi,
sebab tatanan tradisi, kepercayaan, dan sekuler pemerintahan memang sulit untuk dilebur.
Sehingga, muncullah otonomi khusus untuk daerah Aceh sebagai tujuan meredakan konflik
semacam ini.

Gerakan Separatis Muslim di Thailand Selatan


Gerakan ini mirip dengan gerakan yang terjadi di Aceh. Gerakan separatis ini dilakukan
oleh kalangan Muslim di Thailand yang menginginkan adanya kesetaraan, terutama dalam
fasilitas keagamaan. Tidak adanya kesetaraan dalam fasilitas keagamaan tidak menjadi hal yang
aneh, karena melihat bahwa mayoritas penduduk Thailand beragama Buddha. Bahkan orang
yang tergabung dalam gerakan ini mencari dukungan internasional untuk muslim Malayu-Patani.
Pada waktu itu hadir kelompok yang bernama PULO (the Pattani United Liberation
Organization) dan New PULO.

Gerakan Separatis di Filipina


Kolonisasi Spanyol di Filipina meluas, yang awalnya hanya di Luzon, kini menjangkau
Mindanao dan Sulu. Pengabaian muslim Filipina (Moro) menjadi poin kembali pada gerakan
separatis ini. Orang Moro berpihak pada wilayah Mindanao-Sulu, akibat dari ketimpangan
investasi dan ekonomi. Terdapat dua kelompok gerakan separatis yang muncul di wilayah
Filipina dengan tujuan yang berbeda juga. Pertama, MNLF (Moro National Liberation Front)
dengan tujuan pembebasan tanah air Moro. Kedua, Abu Sayyaf yang berkeinginan membangun
negara Islam independen di Mindanao.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa konflik internal yang terjadi akan selalu memberikan
dampak, terutama pada bidang ekonomi dan keamanan wilayah. Terlebih dengan konflik
semacam ini yang selalu terdapat korban jiwa di dalamnya, dan pada kenyataannya tidak sedikit.
Konflik Aceh misalnya yang menelan 15.000 nyawa di katakan dalam bacaan ini. Kemudian di
Filipina dengan penggambaran bahwa mayoritas orang yang tinggal di wilayah konflik selalu
membawa senjata. Hal ini juga sempat disinggung dalam perkuliahan Sejarah Indonesia Abad
19-20, di Yogyakarta semasa sekitar kemerdekaan, pejuang yang berkeliaran selalu membawa
senjata beragam jenis: pistol, pedang, dan sebagainya. Kemudian yang menjadi wilayah terakhir
dalam bahasan ini ialah Thailand. Di wilayah ini tingkat separatisme juga tergolong meluas,
sebab adanya permohonan dukungan ke wilayah lain. Terakhir, yang turut disinggung oleh
penulis dalam gerakan separatis ini ialah terorisme. Asia Tenggara disebut menjadi pusat
terorisme global. Hal ini memang bisa saja dinyatakan demikian, sebab radikalisme yang
dikaitkan dengan kepercayaan.

Anda mungkin juga menyukai