Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 1

PANCASILA 54

OLEH:
NAMA : I MADE LUCKY SURYAJAYA
NIM : 051435232

TUTOR : Arief Adi Purwoko


KELAS : PANCASILA 54
TUTON FHISIP
UNIVERSITAS TERBUKA 2023
BAB 1
PENDAHULUAN

Separatisme telah terjadi sejak era peradaban-peradaan kuno. Kerajaan Makedonia


mengalami puncak kekuasaan dibawah pimpinan Alexander the Great. Setelah meninggalnya
Alexander the Great, kerajaan Makedonia mulai mengalami keruntuhan dimana masing-
masing penerus dan jenderal-jenderal memisahkan diri. Kekaisaran Romawi juga mengalami
pudar setelah berbagai suku Jermanik mulai memisahkan diri dan melakukan gerakan
pemberontakan yang memicu perpecahan Kekaisaran Romawi menjadi dua, Kekaiasaran
Romawi Barat yang berpuat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur yang berpusat di
Byzantium. Gerakan Separatisme juga bisa terjadi akibat konflik agama seperti gerakan kaum
protestan dibawah Martin Luther King yang memisahkan diri dari Gereja Romawi. Pada saat
Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, Uni Soviet mengalami disintergrasi dan berbagai negara-
negara baru muncul seperti Rusia, Ukraina, Turkmenistan dan lain-lain. Di waktu modern pun
masih terdapat berbagai gerakan separatisme seperti Catalonia yang hendak ingin memisahkan
diri dari Spanyol, Kurdistan dengan Turki, Skotlandia dengan Inggris dan juga berbagai
gerakan di Asia Tenggara.
Dalam beberapa dekade terakhir di berbagai negara di Asia Tenggara telah diliputi oleh
konflik bersenjata yang dilakukan oleh gerakan separatis yang ingin menciptakan identitas
mereka sendiri melalu gerakan bersenjata dari negara asalnya. Sejak tahun 1990, telah muncul
berbagai gerakan separatis bersenjata yang tersebar di Asia Tenggara. Meningkatnya konflik
internal, meluasnya gelombang demokratisasi, dan krisis moneter 1997 telah menyingkap
berbagai issue dan kelemahan pada autoritas Pemerintah Pusat, yang memberikan ruang leluasa
bagi gerakan Separatis untuk bergerak (Acharya 2003; Miller 2009; Heiduk 2009).
Untuk mengatasi masalah gerakan Seperatisme ini, beragam langkah diambil mulai dari
gerakan penumpasan melalui operasi militer hingga pendekatan politik. Berbagai macam hak
dan kebijakan otonomi khusus telah dipromosikan Pemerintah untuk mengakomodasi daerah-
daerah khusus. Walaupun begitu, situasi ini tetap memberikan dilemma bagi banyak negara
untuk mengakomodir keinginan daerah atau masyarakat tertentu tanpa membiarkan daerah
tersebut lepas ke tangan para Separatis.
Indonesia tidak luput dari hal ini dimana ketegangan aparat Polisi dan Tentara Nasional
Indonesia dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terus terjadi akhir-akhir terutama di
daerah timur Indonesia, Papua. Ketegangan mulai dari pengibaran bendera Organisasi Papua
Merdeka hingga kontak bersenjata yang memakan korban jiwa. Hal ini disebabkan oleh
gerakan separatisme yang ingin membelah diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki aneka ragam suku, budaya, agama dan
kepercayaan selalu berhadapan dengan tantangan dalam menjaga persatuan dan kesatuan.
Salah satu tantangan yang pernah dan masih dihadapi adalah gerakan separatisme. Gerakan ini
seringkali dipicu oleh ketidakpuasan atas perlakuan pemerintah pusat terhadap wilayah.
Gerakan separatisme muncul dalam bentuk perjuangan politik, ekonomi, dan bahkan seringkali
terjadi dalam bentuk kekerasan melalui gerakan bersenjata.
Separatisme telah menjadi isu yang penting dan sering kali kontroversial dalam sejarah
Indonesia. Sejarah separatis di Indonesia telah dimulai sejak masa kolonial Belanda dan terus
berkembang hingga sekarang.
Sejak era kemerdekaan, Indonesia telah menghadapi beberapa gerakan separatisme
seperti yang terjadi di Aceh, Papua, dan Timor Timur. Meskipun beberapa gerakan separatisme
telah berhasil diredam, namun masih ada gerakan separatisme yang terus berlangsung hingga
saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan separatisme di Indonesia tidak bisa dianggap
sepele dan harus terus dihadapi dengan serius oleh pemerintah dan rakyat(Dewi & Utari, 2021).
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Separatisme
Istilah separatisme ini mengacu pada orang-orang atau suatu golongan yang ingin
memisahkan diri dari suatu kelompok atau dalan hal ini adalah negara. Hal ini dilakukan untuk
membuat suatu wilayah atau golongan merdeka dan mendapatkan kedaulatannya sebagai
negara sendiri.
Secara Etimologis, Separatisme berasal dari Bahasa Inggris dari kata separate yang
berarti terpisah, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Separatisme adalah paham
aau gerakan untuk memisahkan diri dalam hal ini mendirikan negara sendiri.
Menurut (Firmansyah, 2011) Separatisme merupakan suatu kecenderungan tindakan
yang dilakukan oleh suatu kelompok dalam suatu wilayah atau negara yang berdaulat,
melakukan aksi dengan bertujuan memisahkan diri dan membentuk wilayahnya sendiri yang
merdeka.
Menurut Abdul Qodir Djaelani, separatisme adalah suatu gerakan yang bersifat
mengacau dan menghancurkan yang dilakukan oleh gerombolan pengacau yang bertujuan
untuk memisahkan diri dari ikatan suatu negara.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan analisis sejarah dan kontemporer tentang
gerakan separatisme di Indonesia dan bagaimana menerapkan Pancasila untuk menangkalnya
serta membangun rasa persatuan diantara masyarakat Indonesia yang heterogen. Artikel ini
akan membahas sejarah gerakan separatis di Indonesia, penyebab munculnya gerakan
separatism tersebut, dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasinya
Referensi Kajian Pustaka
- Lasiyo, Sri Soeprapto dan Reno Wikandaru. Pancasila MKDU4114. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka, 2019.
- Anwar, D.F., H. Bouvier, G. Smith, and R. Tol, eds. Violent Internal Conflicts in Asia
Pacific. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
- Michelle Ann Miller. Autonomy and Armed Separatism in South and Southeast Asia.
Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2020.
- Trijono, L. The Making of Ethnic and Religious Conflicts in Southeast Asia.
Yogyakarta:CSPS Books, 2004.
- Robison, R. “Indonesia: Tensions in State and Regime”. In Southeast Asia in the
1990s: Authoritarianism, Democracy and Capitalism. NSW: Allen & Unwin, 1993.
- Suryo, Djoko. Separatisme dalam Perspektif Sejarah.
PEMBAHASAN
Sejarah Separatisme di Indonesia
Gerakan Separatisme telah banyak dijumpai dalam sejarah kerajaan-kerajaan kuno di
Indonesia. Kerajaan Sriwijaya (abad 7-11 M) dan Majapahit (abad 14-15) mengalami proses
pasang-surut dalam masa hidup kerajaan tersebut. Setelah mampu membangun wilayah
pengaruh luas di daerah Nusantara, dua kerajaan itu runtuh dimana daerah-daerah yang menjadi
bawahannya satu-persatu memisahakan diri dari pusat kerajaan dan berdiri sendiri sebagai
kerejaan lokal mandiri. Pada waktu Kerajaan Majapahit mengalami perang sipil, kerejaan Islam
Demak berdiri dan dengan bantuan para Wali Demak melakukan pemisahan diri dari pusat
(Kenneth R. Hall, 1985;Babad Demak, Naskah Keraton Yogyakarta.)
Aksi menentang atau pemberontakan terhadap pusat ini dikenal dengan isitilah mbalelo
(menentang untuk tidak lagi tunduk kepada penguasa). Sejarah kerajaan Jawa pada dasarnya
diwarnau dengan konflik dan gerakan separatisme. Misal Kerajaan Mataram yang semula
dibangun oleh Senapati di kota Gede ini. Semula Kerajaan ini memisahkan diri dari ikatan
Kerajaan Pajang di bawah Sultan Hadiwijaya melalui konflik kekerasan. Di masa berikutnya,
Trunajaya dari Madura melakukan pemberontakan terhadap Sunan Amangkurat I. Hal ini dapat
dipandang sebagai contoh reaksi daerah terhadap pusat kekuasaan kerajaan Mataram, karena
tindakan represif dan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penguasa kerajaan terhadap
daerah kekuasaannya. Akhirnya Mataram mengalami perpecahan menjadi dua entitas politik
baru yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Peristiwa ini terjadi dengan
diadakannya perjanjian Giyanti pada tahun 1755 antara Sunan Paku Buwana III dan Pangeran
Mangkubumi, yang kemudaian menjadi Sultan Hamengku Buwana I (M.C Ricklefs, 1974).
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, gerakan separatisme masih terus
muncul di beberapa daerah. Mulai dari gerakan Angkatan Perang Ratu Adil, PRRI-Permesta,
Negara Islam Indonesia dan lain sebagainya. NII mengklaim wilayahnya sebagai negara yang
merdeka dan ingin memisahkan diri dari Indonesia. Namun, gerakan ini berhasil ditumpas oleh
pemerintah Indonesia dan NII tidak pernah diakui sebagai negara merdeka (Ausop, 2009).
Pada tahun 1961, gerakan Trikora yang dipimpin oleh Presiden Soekarno diluncurkan
untuk merebut Irian Barat dari kekuasaan Belanda. Gerakan ini akhirnya berhasil pada tahun
1963 dan Irian Barat resmi menjadi bagian dari Indonesia. Namun, gerakan separatisme di
Papua masih terus berlanjut hingga saat ini.
Gerakan Papua Merdeka yang dipimpin oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) telah
berjuang untuk memisahkan Papua dari Indonesia sejak awal tahun 1960-an. Gerakan ini masih
aktif hingga saat ini meskipun pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mengatasi masalah
ini melalui dialog dan pembangunan daerah (Sinaga, 2021).
Gerakan separatisme Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Indonesia telah berlangsung
selama beberapa dekade. Kelompok ini memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat dan telah
melakukan berbagai aksi yang merugikan keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut. Gerakan
separatisme OPM di Papua Barat telah menimbulkan banyak kekerasan dan konflik, baik antara
kelompok OPM dan pemerintah, maupun antara kelompok OPM dan masyarakat setempat.
Konflik ini sering kali mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur (Putri
et al., 2021). OPM juga dikenal melakukan tindakan sabotase terhadap proyek-proyek
pembangunan di Papua Barat, seperti merusak jaringan listrik dan pipa gas. Selain itu,
Kelompok separatisme OPM di Papua Barat juga memiliki potensi untuk melakukan tindakan
terorisme dengan menggunakan senjata dan bahan peledak (Noor, 2018).
Gerakan separatisme juga terjadi di Aceh pada masa kemerdekaan Indonesia. Pada
tahun 1953, gerakan Aceh Merdeka (GAM) didirikan untuk memperjuangkan kemerdekaan
Aceh. Gerakan ini sempat mereda pada tahun 1962 setelah pemerintah Indonesia memberikan
otonomi khusus kepada Aceh. Namun, gerakan separatisme ini kembali bergejolak pada tahun
1976. GAM bertujuan memerdekakan Aceh dari Indonesia dan mendirikan negara Aceh yang
merdeka. Gerakan ini memulai kampanye gerilya melawan pemerintah Indonesia dan sering
Jurnal Kewarganegaraan menggunakan taktik kekerasan. Pemerintah Indonesia merespons
gerakan separatisme ini dengan keras. Pada tahun 1989, pemerintah mengirimkan pasukan
militer ke Aceh dan memulai operasi militer besar-besaran untuk membubarkan GAM. Namun,
tindakan militer ini justru memperburuk situasi dan menyebabkan lebih banyak kekerasan dan
pelanggaran hak asasi manusia (Pratiwi, 2019).
Pada tahun 2003, pemerintah Indonesia dan GAM memulai perundingan damai yang
berlangsung selama beberapa tahun. Hasilnya adalah kesepakatan Helsinki pada tahun 2005,
yang mengakhiri konflik dan memberikan otonomi khusus kepada Aceh. Sejak saat itu, Aceh
telah menjadi wilayah yang relatif stabil dan damai (Ulya, 2016).Selain gerakan separatisme
di Aceh dan Papua, gerakan separatisme juga pernah muncul di beberapa daerah lain seperti
Sulawesi Selatan dan Timor Timur. Meskipun gerakan separatisme di Timor Timur berhasil
memisahkan diri dari Indonesia pada tahun 1999, namun hal ini terjadi karena adanya
intervensi dari PBB dan bukan karena keberhasilan gerakan separatisme (Suryo, 2003).
Dalam literatur sejarah, gerakan separatisme di Indonesia seringkali dikaitkan dengan
faktor kebudayaan dan politik. Salah satu faktor kebudayaan yang sering disebutkan adalah
perbedaan bahasa dan adat istiadat antara daerah-daerah di Indonesia. Sedangkan faktor politik
yang memicu gerakan separatisme di Indonesia adalah ketidakpuasan terhadap pemerintah
pusat yang dianggap tidak memperhatikan kepentingan daerah (Suharyo, 2010). Dalam upaya
mengatasi masalah separatisme di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai upaya
seperti pengakuan terhadap keberagaman, pembangunan daerah, dan dialog dengan pihak-
pihak yang terlibat. Meskipun gerakan separatisme masih terus muncul hingga saat ini, namun
upaya-upaya ini telah membantu mengurangi intensitas dan dampak dari gerakan separatisme
tersebut.
Penyebab Separatisme
Separatisme di Indonesia merupakan tantangan serius bagi keamanan dan persatuan
nasional. Penyebab separatism bisa berasal dari konflik vertical atau konflik horizontal yang
terjadi dalam suatu negara. Konflik vertical adalah konflik yang terjadi antara rakyat dengan
pemerintah. Sedangan konflik horizontal adalah konflik antara rakyat dengan rakyat yang
sederajat. Berikut beberapa alasan terjadinya gerakan Separatisme
1. Masalah Ekonomi
Krisis ekonomi dan kemanusiaan bisa menjadi alasan utama gerakan separatism. Ekonomi
yang lemah pada suatu negara menyebabkan berbagai tindakan criminal. Selain itu
Kesenjangan ekonomi antara wilayah yang lebih maju dengan wilayah yang kurang maju dapat
menjadi faktor pemicu separatisme. Kurangnya kesempatan kerja dan kemiskinan dapat
memicu aspirasi untuk memisahkan diri dari negara.
2. Masalah Sosial
Konflik identitas antar suku, agama, dan budaya juga dapat menjadi faktor pemicu separatisme.
Adanya pembedaan perlakuan berdasarkan Suku, Agama Ras dan Antargolongan, intimiadasi
dan masalah sosial lainnya menjadi pemicu konflik sosial yang sangat sensitive bagi Sebagian
besar public. Hal ini dapat terjadi ketika kelompok tertentu merasa tidak diakui atau dihargai
dalam kehidupan sosial dan politik nasional.
3. Ketidakpuasan Terhadap Pemerintah
Ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di
wilayah tertentu juga dapat memicu separatisme. Pejabat yang korup dan hanya mementingkan
kepentingan pribadi atau kelompok secara terus-menerus tidak pelak akan menyulut
kemarahan rakyat. Kurangnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dapat
meningkatkan ketidakpuasan terhadap pemerintah.
4. Propaganda
Propaganda yang disebarkan oleh kelompok separatis dapat mempengaruhi opini publik dan
memperkuat dukungan untuk memisahkan diri dari negara. Hal ini dapat terjadi melalui media
sosial atau media lainnya.
5. Intervensi Asing
Intervensi asing dalam bentuk dukungan keuangan, senjata, atau pelatihan militer dapat
memperkuat kelompok separatis dan memperburuk situasi keamanan nasional
Dampak dari Separatisme
Separatisme tentunya menyebabkan berbagai dampak negative yang dirasakan baik
oleh pihak yang mengingikan pemisahan maupun kepada negara asalnya tertutama terhadap
rakyat sipil. Berikut beberapa dampak yang timbul dari gerakan separatisme terutama yang
melalui tindakan kekerasan:
1. Munculnya perpecahan di kalangan masyarakat
2. Ketiadaan rasa aman akibat konflik dan aksi teror oleh kelompok sosial separatis
3. Konflik yang meluas membuat pertumbuhan ekonomi tidak stabil
4. Adanya krisis sosial dan politik yang bisa terjadi akibat aksi separatisme
5. Kerugian harta benda bahkan kehilangan nyawa akibat konflik sosial separatisme.
Penanggulangan Separatisme dengan Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara merupakan galian dari pandangan hidup bangsa
Indonesia dan bersumber dari kepribadian bangsa. Pancasila adalah dasar falsafah negara
(Philosofiche Gronslag. Pancasila merupakan suatu dasar, nilai, serta norma untuk mengatur
pemerintahan suatu negara. Pancasila dalam kedudukannya sebagai sumber hukum bagi
Negara Indonesia yang mengatur secara konstitusional negara Republik Indonesia tersebut
beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, dan pemerintahan.
Para pendiri bangsa telah memikirkan upaya intergrasi dalam perumusan dasar negara
yang merangkul semua unsur Masyrakat Indonesia yang beragam. Jakarta Charter atau Piagam
Jakarta, merupakan hukum dasar negara Republik Indonesia yang disusun oleh Panitia
Sembilan di masa sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Konsep Piagam Jakarta
yang berintikan Pancasila ini akhirnya diubah dalam sidang pertama PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945. Atas lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum namun dengan
perubahan pada sila pertama, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya" diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Perubahan ini atas prakarsa Drs.
Mohammad Hatta setelah mendengar sanggahan dari Tokoh perwakilan dari Timur dalam rapat
PPKI. Perubahan ini merupakan wujud upaya untuk menyusun dasar pemikiran negara yang
berpaham integralistik dan toleransi. Pemikiran integralistik dan toleransi ini sesuai dengan
struktur sosial Indonesia yang memiliki keberagaman agama, budaya dan masyarakat dimana
semua daerah memiliki keistimewaan tersendiri, mempunyai tempat dan kebudayaan sendiri-
sendiri sebagai bagian organik dari negara keseluruhannya. Negara Indonesia memiliki
keberagaman umat beragama, dimana terdapat berbagai agama dan kepercayaan yang dianut
oleh masyrakat Indonesia yang beragam dan tidak hanya yang beragama muslim saja. Seluruh
masyarakat Indonesia dari berbagai macam agama dan kepercayaan turut serta berjuang dan
berkorban untuk kemerdekaan Indonesia, sehingga perubahan sila pertama ini merupakan
bentuk penghormatan dan upaya intergrasi pada masyarakt Indonesia yang beragam.
Negara Indonesia adalah negara kesatuan. Sifat kesatuan kebangsaan dan wilayah
negara Indonesia pada saat Proklamasi Kemerdekaan dan dalam sila Ketiga Pancasila,
“Persatuan Indonesia” menjadi sifat mutlak yang selanjutnya dalam keadaan senyatanya harus
selalu diamalkan. Perbedaan dalam lingkungan bangsa harus ada kesediaan untuk tidak
membiarkan perbedaan tersebut menimbulkan gesekan atau konflik namun seharusnya
menjadi jembatan penghubung antar masyarakat yang berbeda dan penguat rasa kebersamaan
dimana perbedaan tersebut memberikan warna dan keindahan terhadap hidup bernegara.
Kesediaan untuk selalu membina kesatuan dengan berpegang terguh kepada adanya
golongang-golongan bangsa, suku-suku bangsa, dan keadaan hidupnya yang beraneka ragam,
tetapi ada kesediaan, kecakapan, dan usaha untuk dengan kebijaksanaan melaksanakan
pertalian kesatuan kebangsaan dengan berpegang teguh kepada berbagai asas pedoman bagi
pengertian kebangsaan dalam dalam suatu susunan majemuk tunggal. Pengertian pembinaan
kebangsaan dalam suatu susunan majemuk tunggal adalah menyatukan daerah (geopolitics)
yang berbeda-beda, menyatukan darah, membangkitkan, memelihara dan memperkuat
kehendak untuk Bersatu dengan mempunyai satu sejarah dan satu nasib, satu kebudayaan
dalam lingkungan hidup Bersama dalam satu negara yang Bersama-sama diselenggarakan dan
diperkembangkan (Notonegoro, 1980).
Pancasila sendiri pada dasarnya telah menjadi ideologi terbuka dan disepakati para
pendiri negara yang berasal dari berbagai kelompok suku, agama, ras antargolongan sebagai
alat pemersatu sekaligus identitas nasional di Indonesia. Keterbukaan ini sesungguhnya
bersifat kultural, yakni sejalan dengan kebudayaan dan pengalaman hidup bangsa Indonesia
yang dipernuhi dengan keragaman. Pancasila sebagai ideologi terbuka pada dasarnya memiliki
nilai-nilai yang sama seperti ideologi alinnya, yakni keberadaban, penghormatan akan HAM,
kesejahteraan, perdamaian dan keadilan.
Ketahanan nasional merupakan salah satu cara untuk membentengi diri dari Gerakan
Separatisme yang harus diwujudkan dan dibina secara terus-menerus secara sinergis dan
dinamis mulai dari pribadi, lingkungan dan nasional yang bermodalkan keuletan dan
ketangguhan yang mengandung pengembangan nasional.
Salah satu unsur ketahanan nasional adalah ketahanan Ideologi. Ketahanan Ideologi
perlu ditingkatkan dalam bentuk:
1. Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif;
2. Akulturasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai baru;
3. Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan
berbangsa dan bermasyarakat.
Selain dengan ketahanan nasional melalui Pancasila, Pemerintah juga perlu
menanggulangi Separatisme dengan berbagai cara berikut untuk mengatasi penyebab
timbulnya Separatisme:
1. Meningkatkan pemerataan pembangunan, terutama di wilayah dengan potensi konflik yang
tinggi.
2. Meningkatkan kesejahteraan penduduk.
3. Meningkatkan kemampuan intelijen dalam mendeteksi potensi konflik
4. Penyelesaian konflik melalui perundingan yang damai
5. Meningkatkan partisipasi daerah melalui otonomi daerah, desentralisasi, dan demokratisasi
6. Memulihkan kondisi ketertiban dan keamanan
7. Mengajarkan Pendidikan terutama terkait Pancasila sedari dini.

PENUTUP

Simpulan
Dilihat dari sejarah, pada dasarnya separatism adalah gejala sejarah yang telah muncul
dalam perjalanan manusia dari masa lampau hingga masa kini dan mungkin akan ada
seterusnya di masa yang akan datang. Separatisme berkaitan erat dengan konflik vertical dan
konflik horizontal dimana berbagai faktor politik, ekonomi, sosial, kulturalm keagamaan dan
ideologi yang ada pada masyarakat atau pendukung gerakan separatism tersebut. Separatisme
telah terjadi sejak era peradaban kuno, peradaban Romawi kuno, Reformasi Gereja, Revolusi
Perancis, Runtuhnya Uni Soviet, bahkan di jaman modern seperti yang terjadi di Catalunia,
Kurdistan dan Skotlandia.
Separatisme juga merupakan gejala sejarah yang telah lama dikenal dalam dinamika
kerajaan-kerajaan di Nusantara. Mulai dari konflik perpecahan Majapahit, konflik internal di
Kesultanan Demak hingga kerajaan Mataram. Kecenderungan tersebut pun masih muncul pada
masa kini seperti pada Gerakan Aceh Merdeka dan Organisasi Papua Merdeka.
Sejarah separatism di Indonesia menunjukkan bahwa masalah terkait gerakan
separatisme ini memang sulit untuk diselesaikan. Gerakan separatisme di Indonesia telah
menjadi salah satu tantangan terbesar bagi pemerintahan Indonesia dalam memelihara
intergritas wilayah dan persatuan nasional. Walaupun telah terjadi terjadi beberapa upaya untuk
mengakhiri gerakan separatisme di Indonesia, beberapa gerakan masih tetap aktif dan
memperjuangkan tujuannya melalui kekerasan.
Sebagian besar gerakan separatisme bermula dari ketidakpuasan atas ketidakadilan
sosial, politik, dan ekonomi. Selain itu pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat keamanan
dalam menangani gerakan separatisme sering menimbulkan kecaman Internasional dan
menurunkan citra In

Saran
Separatisme pada dasarnya dapat ditanggulangi antara lain melalui pengembangan
semangat persatuan dalam Pendidikan Pancasila yang menekankan prinsip-prinsip
kemanusiaan, keadilan, persatuan, demokrasi, musyawarah, kesejahteraan, serta persatuan dan
saling menghormati. Untuk mengatasi gerakan separatisme di Indonesia, dibutuhkan
pendekatan yang holistic dan berkelanjutan. Pemerintah perlu memperbaiki tata Kelola
pemerintahan yang lebih inklusif, memberikan ruang bagi partisipasi publik dalam
pengambilan keputusan sesuai semangat pada sila ke-4 Pancasila yang berbunyi, “Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’, serta
memperkuat ekonomi daerah dengan memperhatikan pengentasan kemiskinan dan
kesenjangan ekonomi antar wilayah. Selain itu tindakan aparat keamanan harus berlandaskan
pada prinsip hak asasi manusia dan keadilan sesuai sila ke-2 Pancasila, “Kemanusiaan yang
adil dan beradab”. Karena itu implementasi atas nilai-nilai Pancasila harus tetap digiatkan
sebagai ketahananan nasional menghadapi ancaman radikalisme.
Pancasila merupakan satu kesatuan, persembahan yang satu yang tidak dipisahkan dari
yang lainnya. Seluruh sila di dalamnya adalah entitas organic atau kesatuan. Separatisme
adalah suatu Gerakan yang bertujuan untuk memperoleh penentuan nasib sendiri dan
memisahkan suatu wilayah atau kelompok yang lebih besar. Pancasila pada dasarnya adalah
ideologi bangsa Indonesia yang artinya visi hidup bangsa harus dijadikan dasar dalam setiap
Tindakan bangsa Indonesia. Jika muncul gerakan separatism, Pancasila harus berperan dalam
menjaga dan menegakkan keutuhan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai