Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Sukarno dan
Muhammad Hatta pada 17 Agustus 1945, Indonesia terbebas dari belenggu
penjajahan baik oleh Portugis, Belanda, Jepang, maupun Inggris yang telah
menjajah bangsa ini selama 400 tahun. Sejak saat itulah kita memiliki negara
yang berdaulat adil dan makmur bernama Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Negara baru tersebut akhirnya dipimpin oleh sang proklamator, Sukarno
sebagai Presiden dan Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Sukarno
memimpin Indonesia hingga tahun 1967 dan Muhammad Hatta mundur
sebagai wapres pada 1 Desember 19562
Selama kepemimpinan Sukarno (Orde lama), Sukarno sering membuat
kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan kebutuhan masyarakat saat itu,
oleh karena itu banyak terjadi pemberontakan.
Periode selanjutnya setelah Sukarno adalah Orde Baru yang dipimpin oleh
Suharto. Selama masa kepemimpinan Suharto, antara tahun 1967-1998,
pemberontakan jarang terjadi karena Suharto dikenal sebagai sosok diktator
yang kejam dan memiliki banyak mata-mata yang tersebar disegala pelosok
tanah air. Suharto tak segan-segan untuk meng'hapus'-begitu istilah yang
dipakai Suharto yang maksudnya adalah membunuh semua orang yang diduga
terlibat akan memberontak kekuasaan yang sah.
Periode berikutnya adalah orde Reformasi. Pada periode ini hingga tahun
2010 talah terjadi empat kali pergantian presiden. Setelah Suharto digulingkan
pada 1998, ia digantikan oleh BJ.Habibie hingga 1999, kemudian
Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang
Yodhoyono. Pada periode ini pemberontakan yang terjadi hanya seputar
teroris yang sering melakukan pengeboman di beberapa wilayah di tanah air.
Sejak Indonesia merdeka, tercatat lebih dari sepuluh kali aksi
pemberontakan besar, antara lain DI/TII(Daarul Islam/Tentara Islam
Indonesia),

PRRI/PERMESTA(Pemerintahan

Indonesia/Pemberontakan

Semesta),

Gerakan

Revolusioner
Angkatan

Republik

Perang

Ratu

Adil(APRA), PKI Madiun 1948 dan PKI G30S, Andi Aziz Affair, Teroris
2000-2009, dan beberapa aksi ingin memisahkan diri dari NKRI seperti
GAM(Gerakan Aceh Merdeka), RMS(Republik Maluku Selatan) dan
OPM(Organisasi Papua Merdeka).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pemberontakkan?
2. Pemberontakkan-pemberontakkan apa saja yang pernah terjadi di
Indonesia?
3. Mengapa pemberontakkan-pemberontakkan itu dilakukan?
4. Bagaimana penyelesaian yang dilakukan oleh para pemberontak?
C. Tujuan
1. Paham mengenai pengertian pemberontakkan
2. Mengetahui sejarah pemberontakkan yang pernah terjadi di Indonesia
3. Mengetahui alasan, sebab / latar belakang terjadinya pemberontakkan
4. Mengetahui cara menyelesaikan pemberontakkan tersebut

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemberontakkan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pemberontakan adalah proses,
cara, perbuatan memberontak; penentangan terhadap kekuasaan yg sah.

Pemberontakan, dalam pengertian umum, adalah penolakan terhadap otoritas.


Pemberontakan

dapat

timbul

dalam

berbagai

bentuk,

mulai

dari

pembangkangan sipil (civil disobedience) hingga kekerasan terorganisir yang


berupaya meruntuhkan otoritas yang ada. Istilah ini sering pula digunakan
untuk merujuk pada perlawanan bersenjata terhadap pemerintah yang
berkuasa, tapi dapat pula merujuk pada gerakan perlawanan tanpa kekerasan.
Orang-orang yang terlibat dalam suatu pemberontakan disebut sebagai
"pemberontak".
Pemberontakan atau makar selalu mengganggu stabilitas negara. Oleh
karena itu telah ditetapkan hukuman yang telah diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) pasal 104-1085
B. Terorisme
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda
dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti
waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta
seringkali merupakan warga sipil.
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada
para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau
tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga
mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak
berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para
pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan
"terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis,
pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain.
Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad,
mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil
padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak
dengan mengatasnamakan agama.

Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau
dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya seperti
dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika Serikat ke dalam
kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai penyebutan
yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak
menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain liputan
media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan
terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati.
maka pemberontakan yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu 64 tahun
(1945-2009) .
C. DI/TII (Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia)
Salah satu pemberontakan paling besar yang pernah terjadi di tanah air
adalah DI/TII (DAARUL ISLAM/TENTARA ISLAM INDONESIA).
Gerakan ini dipelopori dan dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo.
Gerakan ini bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Pemberontakan berawal dari Jawa Barat. Kartosuwiryo

dalam

maklumatnya yang dibacakan beberapa saat setelah pembacaan Proklamasi


Negara Islam Indonesia, menyatakan dengan tegas menolak konsepsi
Pancasila. Pemberontakan kemudian meluas hingga Jawa Tengah, Aceh,
Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan. Para pemimpinnya, selain
Kartosuwiryo (Jawa Barat), terdapat pula Amir Fattah(Jawa Tengah), Daud
beureueh (Aceh), Abdul Kahhar Muzakkar (Sulawesi Selatan), dan Ibnu
Hadjar(Kalimantan Selatan).

1. DI/TII Jawa Barat


Gerakan DI/TII Jawa Barat bermula ketika ditandatanganinya
persetujuan perjanjian Renville pada 17 Januari 1848. Akibat dari
persetujuan itu, wilayah Indonesia yang diakui Belanda semakin sempit
dan pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas wilayahwilayah yang dikuasainya hingga terbentuk Negara Republik Indonesia

Serikat (RIS). Selain wilayah kedaulatan RI berkurang, tentara gerilyawan


RI yang berada diluar garis demarkasi Van Mook harus ditarik mundur.
Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo dan pasukannya yang terdiri
atas Hizbullah dan Sabilillah menolak persetujuan Renville. Ia menolak
untuk memundurkan pasukannya ke Jawa Tengah dan sejak saat itu ia
tidak lagi mengakui keberadaan RI. Ia memproklamirkan berdirinya
Negara Islam Indonesia(NII).
Gerakan ini kemudian melakukan kekacauan di Jawa Barat.
Pasukan DI/TII secara paksa menarik sumbangan dari rakyat. Namun
karena rakyat saat itu sedang kesulitan ekonomi, pasukan DI/TII kemudian
menjarah rumah-rumah penduduk. Untuk mengatasi serangan pemerintah
RI, DI/TII menggunakan strategi grilya.
Pemerintah akhirnya melakukan kerja sama dengan penduduk
setempat untuk melawan pemberontakan ini dan menunjuk Ibrahim Adjie
sebagai penanggung jawab strategi, yaitu membantu ABRI dengan cara
mengepung pasukan DI/TII dari segala penjuru.
Pada tanggal 1 April 1962, dilancarkan operasi Bharatayudha
untuk menumpas DI/TII Kartosuwiryo. DI/TII semakin terdesak dan satupersatu komandannya menyerahkan diri. Pada tanggal 4 Juni 1962,
Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Ia sempat mengajukan grasi kepada Presiden, namun ditolak.
2. DI/TII Jawa Tengah
Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fattah di
seputar wilayah Brebes-Tegal. Ia awalnya adalah orang yang loyal
terhadap RI, namun seperti Kartosuwiryo, ia kemudian berbalik
memberontak dan bergabung dengan DI/TII Jawa Barat Kartosuwiryo
pada 23 Agustus 1949. Pasukan Amir Fattah, yang kemudian diubah
namanya menjadi Tentara Islam Indonesia (TII) dengan julukan Batalyon
Syarif Hidayat Widjaja Kusuma.
Selain di wilayah Brebes-Tegal, dibagian selatan Jawa Tengah,
Kebumen juga melakukan pemberontakan. Dipimpin oleh Muhammad
Mahfudh Abdurrahman atau dikenal dengan nama Kiai Sumolangu,
pemberontakan ini juga mengadakan kontak dengan DI/TII Jawa Barat
5

Kartosuwiryo dengan tujuan yang sama pula, mendirikan Negara Islam.


Gerakan ini dilumpuhkan oleh TNI pada tahun 1954 melalui operasi
Guntur.
3. DI/TII Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan dipimpin oleh Abdul Kahhar
Muzakkar. Latar belakang pemberontakan di Sulawesi Selatan berbeda
dengan pemberontakan di daerah lain seperti di Jawa Barat dan Jawa
Tengah.
Pada mulanya, Abdul Kahhar Muzakkar adalah seorang komandan
tentara RI Persiapan Resimen Hasanuddin di Yogyakarta dengan pangkat
kolonel. Kemudian ia menggagas pembentukan Tentara Republik
Indonesia Persiapan Sulawesi(TRIPS). Tentara Republik Indonesia
Persiapan Sulawesi(TRIPS) beserta laskar-laskar dibawah pimpinan
Komando Gerilya Sulawesi Selatan ini yang bergerilya di Sulawesi
Selatan selama perang kemerdekaan berlangsung. Setelah perang
kemerdekaan selesai, pemerintah mengeluarkan kebijakan nasionalisasi
laskar-laskar. Dalam nasionalisasi ini, setiap laskar harus melalui seleksi.
Namun tak semua laskar dibawah pimpinan Komando Gerilya Sulawesi
Selatan memenuhi syarat. Sedangkan Abdul Kahhar menginginkan semua
laskar Komando Gerilya Sulawesi Selatan masuk dalam daftar anggota
APRIS. Pemerintah tetap tidak mau mengabulkan permintaan Abdul
Kahhar.
Pada Agustus 1951, Abdul Kahhar melarikan diri ke hutan dengan
membawa

perlengkapan

dan

persenjataaan

yang

diperoleh

dari

pasukannya. Kemudian ia menerima tawaran Kartosuwiryo untuk


memegang pimpinan TII wilayah Sulawesi Selatan. Pada 7 Agustus 1953,
Abdul Kahhar resmi bergabung dengan DI/TII Jawa Barat.
Pemerintah setelah mengetahui Abdul Kahhar bergabung dengan
DI/TII segera melancarkan operasi militer ke Sulawesi Selatan. Operasi ini
memakan waktu lebih dari empatbelas tahun. DI/TII Sulawesi Selatan baru
benar-benar tumpas pada tahun 1965.

Pada Februari 1965, Abdul Kahhar Muzakkar tertembak mati


dalam kontak senjata dengan pasukan RI.
4. DI/TII Aceh
Pemberontakan DI/TII Aceh dipimpin oleh Daud Beureueh. Ia adalah
seorang ulama terkenal Aceh saat itu. Setelah proklamasi kemerdekaan,
terjadi perbedaan pendapat antara kaum alim ulama Aceh dengan para
bangsawan (uleebalaang). Akhirnya pemerintah pusat turun tangan untuk
menyelesaikan pertentangan tersebut supaya tidak terjadi perang saudara.
Pemerintah kemudian membentuk Aceh sebagai daerah istimewa setingkat
provinsi. Lalu diangkatlah Daud Beureueh sebagai Gubernur Aceh.
Namun dalam rangka menyederhanakan administrasi negara, Sukarno
pada tahun 1950 menurunkan status Aceh sebagai wilayah karisidenan
dalam Provinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh kecewa dengan keputusan
ini karena selama perang kemerdekaan tidak sedikit bantuan yang
diberikan rakyat Aceh untuk negara.
Maka pada tanggal 21 September 1953, Daud Beureueh mengeluarkan
maklumat yang menyatakan bahwa Aceh menjadi bagian Negara Islam
Indonesia yang diproklamirkan Kartosuwiryo dan memutuskan hubungan
dengan Jakarta.

Selama pergerakannya, Daud Beureueh melakukan

propaganda-propaganda yang isinya menjelek-jelekkan pemerintah Jakarta


kepada rakyat Aceh. Oleh karena itu, seperti di daerah-daerah lain yang
melakukan pemberontakan, pemerintah pusat melancarkan operasi untuk
menumpas DI/TII Aceh.
Atas inisiatif Pangdam I bukit Barisan, kolonel Jasin, diadakanlah
musyawarah dengan rakyat Aceh untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Dalam musyawarah itu, dibicarakanlah permasalahan dan kesalahpahaman
yang terjadi. Akhirnya tercapai kesepakatan dan pemberontakan dapat
diselesaikan secara damai.
5. DI/TII Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan disebabkan ketidakpuasan
rakyat yang tergabung dalam Kesatuan Rakjat Jang Tertindas (KRJT)

Kalimantan Selatan. KRJT yang dipimpin oleh Ibnu Hajjar pada tahun
1950 sering melakukan penyerangan ke pos-pos TNI di Kalimantan
Selatan. Pada awalnya pemerintah masih memberi kesempatan kepada
Ibnu Hajjar untuk menyerahkan diri secara baik-baik. Akhirnya Ibnu
Hajjar menyerah.
Namun setelah merasa kuat dan banyak memiliki pengikut, Ibnu Hajjar
kembali membuat kekacauan. Ia bergabung dengan Kartosuwiryo dan
DI/TII. Iapun diangkat sebagai Panglima TII wilayah Kalimantan pada
tahun1954.
Akhirnya TNI melakukan operasi penumpasan pemberontakan
DI/TII Kalimantan Selatan. Pada tahun 1959 Ibnu Hajjar berhasil
ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 22 Maret 1965.
D. Pemberontakan PKI Madiun 1948
Pada awal Januari 1948 Kabinet Amir Syarifudin dibubarkan. Presiden
Sukarno menunjuk Muhammad Hatta untuk mengatur susunan kabinet baru.
Namun Muhammad Hatta menyusun kabinet tanpa memasukkan seorangpun
menteri dari golongan kiri (sosialis-komunis).
Pada bulan Agustus 1948 Musso, salah seorang tokoh pendiri PKI kembali
dari Moskow. Ia bermukim di Moskow sejak tahun1926. Kembalinya Musso
ke Indonesia membuat kebijakan baru bagi PKI. Kebijakan ini sering disebut
jalan baru Musso. Kebijakan Musso selanjutnya adalah menentang susunan
kabinet Muhammad Hatta yang menurutnya telah menjual negara kepada
imperialis Belanda.
Pertentangan politik ini berubah menjadi insiden bersenjata. Front
Demokrasi Rakyat (FDR) bentukan PKI semakin meningkatkan kegiatan
pengacauan. Di Solo misalnya, terjadi pemberontakan antara FDR/PKI dengan
lawan-lawan politiknya dan bahkan dengan TNI.
Puncaknya adalah ketika PKI mengambil alih kekuasaan di Madiun.
FDR/PKI lalu memproklamasikan berdirinya Negara Sovyet Indonesia pada
18 September 1948.

Selain di Madiun, PKI juga berhasil menguasai Pati, Jawa Tengah. Di Pati
PKI juga membentuk pemerintahan baru. Sementara itu Musso menyerang
pemerintah dan mengatakan bahwa Sukarno-Hatta telah menjalankan politik
kapitulasi kepada Inggris dan Belanda dan memprovokasikan bahwa negara
tengah dijual kepada kapitalis.
Pemerintah segera mengambil tindakan untuk menumpas pemberontakan
PKI dengan melancarkan Operasi Militer I yang dipimpin oleh Kolonel Abdul
Haris Nasution. Pada tanggal 30 September 1948 Madiun berhasil direbut
kembali oleh TNI. Dalam operasi itu, Musso berhasil ditembak mati,
sementara Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi
hukuman mati.
E. PRRI/PERMESTA(Pemerintahan

Revolusioner Republik

Indonesia/

perjuangan rakyat Semesta)


Kondisi negara antara tahun 1950-1956 yang diharapkan sebagai awal
pembangunan di segala bidang ternyata tidak membuahkan hasil yang
memuaskan. Kehidupan politik dan demokrasi tidak efektif, kabinet tidak
bertahan lama karena sering jatuh sebelum menjalankan program-programnya.
Selain itu orang-orang yang mendapat jabatan ternyata tidak sesuai dengan
bidang keahliannya.
Akhirnya, pada akhir 1956, dengan disponsori para perwira militer daerah,
dibentuklah Dewan Banteng (Sumatera Barat), Dewan Gajah (Sumatera
Utara), dan dewan Garuda (Sumatera Selatan), semacam pemerintah darurat di
daerah masing-masing.
Keadaan yang jauh dari memuaskan itu menjadi pemikiran sekelompok
anggota TNI. Pada saat reuni Dewan Banteng di Sumatera Barat, peserta
sepakat bahwa untuk melaksanakan pembangunan, potensi daerah harus digali
sebanyak-banyaknya. Hasil reuni dilaporkan ke Jakarta oleh delegasi Dewan
Banteng yang terdiri dari Dahlan Djambek, A. Halim, Sodi Baharudin, dan Ali
Lubis.

Sebagai kelanjutan dari keputusan reuni tersebut, Letkol Ahmad Husain,


selaku ketua Dewan Banteng mengambil keputusan untuk mengambil alih
pemerintah daerah Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo pada
20 Desember 1956 karena Gubernur yang ditunjuk oleh Presiden Sukarno
dipandang kurang berhasil dalam membangun Sumatera Tengah. Selain di
Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara pun melakukan hal yang
sama.
Pada tanggal 9 Januari 1958 suatu pertemuan diselenggarakan di Sungai
Dareh, Sumatera Barat, yang dihadiri oleh Letnan Kolonel Achmad Husein,
Letnan Kolonel Ventje Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dachlan
Djambek, dan Kolonel Zulkifli Lubis. Sedangkan dari pihak sipil hadir antara
lain M. Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin Harahap, dan Sjafruddin
Prawiranegara.

Dalam

pertemuan

tersebut

membicarakan

tentang

pembentukan pemerintahan baru dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.


Hari berikutnya, pada tanggal 10 Januari 1958, Kolonel Achmad Husein
berpidato didepan peserta rapat raksasa di Padang. Dalam pidatonya, Kolonel
Achmad Husein memberikan ultimatum tegas kepada pemerintah pusat RI.
Puncak pemberontakan terjadi ketika pada tanggal 15 Pebruari 1958
Achmad Husain memaklumkan berdirinya Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI) dan mengusung Sjarifuddin Prawiranegara sebagai
Perdana Menterinya. Proklamasi PRRI mendapat tanggapan dari wilayah
Indonesia bagian timur. Pada tanggal 17 Pebruari 1958 Letnan Kolonel D.J
Somba, Komandan Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah menyatakan
bergabung dengan PRRI dan putus hubungan dengan RI. Pemerintah segera
bertindak menyelesaikan kasus ini dengan kekuatan senjata.
Maka, lima hari kemudian pesawat-pesawat AURI mengebom Padang,
pusat pemberontakan. Lalu pertempuranpun pecah di berbagai daerah di
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra segera disiapkan
operasi gabungan yang terdiri dari unsur-unsur darat, laut, dan udara. Pertamatama, untuk menguasai daerah Riau, dilancarkan Operasi Tegas di bawah

10

pimpinan Letnan Kolonel Kaharuddin Nasution. Pertimbangannya adalah


untuk mengamankan instalasi-instalasi minyak asing di daerah tersebut dan
untuk mencegah campur tangan asing dengan dalih menyelamatkan negara
dan miliknya. Kota Pekanbaru berhasil dikuasai pada tanggal 12 Maret 1958.
Untuk mengamankan daerah Sumatra Barat, dilancarkan operasi 17
Agustus di bawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani. Pada tanggal 17 April,
Padang dapat dikuasai oleh pasukan Angkatan Perang dan pada tanggal 4 Mei
menyusul kota Bukittinggi.
Sementara itu, di daerah Sumatra Utara dilancarkan operasi Saptamarga di
bawah pimpinan Brigadir Jendral Djatikusumo. Untuk daerah Sumatera
Selatan, dilancarkan Operasi Sadar dibawah pimpinan Letnan Kolonel Dr.
Ibnu Sutomo.
Pimpinan PRRI akhirnya menyerah satu per satu. Pada tanggal 29 Mei
1961 secara resmi Achmad Husein melaporkan diri dengan pasukannya,
disusul oleh tokoh PRRI yang lain, baik militer maupun sipil.
Dalam usaha penumpasan pemberontakan ini, patut dicatat mereka yang
berada di daerah-daerah pemberontakan, tetapi tetap setia pada pemerintah,
kepada Saptamarga, dan Sumpah Prajurit, antara lain Komisaris Polisi
Kaharuddin Dt. Rangkajo Basa dan Mayor Nurmathias di Sumatra barat,
Letnan Kolonel Djamin Ginting, dan Letnan Kolonel Wahab Makmur di
Sumatera Utara, serta Letnan Kolonel Harun Sohar di Sumatera Selatan.
Untuk memberantas pemberontakan Permesta di Indonesia bagian timur,
dilancarkan sebuah operasi gabungan dengan nama Operasi Merdeka di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Rukmito Hendraningrat. Operasi ini terdiri dari
beberapa bagian, yakni:
1. Operasi Saptamarga I di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soemarsono
dengan daerah sasaran Sulawesi Utara bagian tengah;
2. Operasi Saptamarga II di bawah pimpina Letnan Kolonel Agus Prasmono
dengan sasaran Sulawesi utara bagian selatan;
3. Operasi Saptamarga III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Magenda
dengan daerah sasaran kepulauan sebelah utara Manado;

11

4. Operasi Saptamarga IV di bawah pimpinan langsung Letnan Kolonel


Rukmito Hendraningrat dengan daerah sasaran Sulawesi Utara;
5. Operasi Mena I di bawah pimpinan Letnan Kolonel KKO Hunholz untuk
merebut lapangan udara Morotai di sebelah utara Halmahera.
Sebelum Operasi pokok itu dilancarkan, di Sulawesi tengah telah bergerak
kesatuan-kesatuan yang tergabung dalam operasi Insyaf yang Dikoordinasi
oleh Komando Antar daerah Indonesia bagian timur (Koandait). Termasuk
terdalam Operasi ini gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kesatuan-kesatuan
yang setia kepada pemerintah yang dipimpin oleh Kapten Frans Karangan dan
kesatuan Polisi di bawah pimpinan Inspektur Polisi Suaeb. Operasi ini berhasil
menguasai kota-kota Donggala dan Parigi, sedagkan kesatuan-kesatuan yang
dipimpin oleh Nani Wartabone (Pasuka Rimba) berhasil menyiapkan
pancangan kaki bagi pendaratan pasukan-pasukan Operasi Spaptamarga II di
Gorontalo.
Operasi-operasi militer APRI di Indonesia bagian timur menghadapi
perlawanan yang lebih berat dibandingkan dengan Operasi di Sumatera karena
situasi daerah yang menguntungkan pemberontak dan persenjataan mereka
yang cukup kuat. Namun, akhirnya Pemerintah berhasil menguasai daerahdaerah tersebut. Pada pertegahan tahun 1961 sisa-sisa Permesta menyerahkan
diri, memenuhi seruan Pemerintah dan keamanan dapat dipulihkan
sepenuhnya.
F. Gerakan 30 September/G30S/GESTAPU/GESTOK
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI,
Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober)
adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 hingga
1 Oktober 1965 dini hari di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia
beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan
yang disebut pemerintah Orde Baru sebagai usaha Kudeta Partai Komunis
Indonesia.
Karena pemberontakan ini masih kontroversial, terutama seputar siapa
dalang dibalik pemberontakan ini, maka penulis hanya akan menjelaskan
seputar kronologis dan korban-korban gerakan ini.

12

Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965, sebuah


pemberontakan terjadi atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde Baru)
namun berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang perwira tinggi
bernama Soeharto. Resolusi Dewan Jendral yang sempat beberapa kali
disebutkan dalam film tersebut, hal itu benar adanya. Resolusi Dewan Jendral
memang ada. Beberapa orang Jendral pada saat itu sedang merencanakan
untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.
Para pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu tentang
resolusi Dewan Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil, maka
posisi mereka berada di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus bergerak cepat,
berpacu dengan waktu untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam
Resolusi Dewan Jendral, sebelum para jedral mendahuluinya.
Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan pernyataan-pernyataan
pedas

tentang

seberapa

menyeramkan

dan

menyakitkannya

sebuah

pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin bahwa pemberontakan itu


identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin terkepung dalam
kesengsaraan. Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap rakyat itu pada
akhirnya berhasil membakar darah rakyat yang kala itu tengah dirundung duka
yang

mendalam

dan

berkepanjangan

akibat

dari

ketidak

stabilan

perekonomian di sebuah negara yang masih muda ini. Akhirnya PKI mendapat
restu dari rakyat yang telah didoktrinnya untuk menumpas para jendral yang
terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.
PKI sendiri mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini. PKI adalah
pendukung terkuat Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI
demi sebuah image bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah
dimasuki pengaruh Amerika Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai politik
sosialis demokratik seperti yang diajarkan Uni Soviet kepada dunia kala itu
yaitu pemerataan.
Karena PKI takut kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI harus
secepatnya menumpas Dewan Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan
Soekarno. Maka direncanakanlah sebuah aksi untuk menumpas Dewan

13

Jendral. Akhirnya para pemimpin PKI sepakat tanggal yang tepat untuk
melakukan aksi adalah pada tanggal 30 September.
Tanggal 30 September pukul 4 pagi, diculiklah 7 jendral yang menjadi
target operasi PKI. Mereka dibawa ke lubang buaya dan diserahkan kepada
masa pendukung PKI yang telah berkumpul di sana sejak sore hari tanggal 29
September untuk diadili dengan cara mereka. Massa dibebaskan melakukan
apa saja sesuka hati mereka kepada para jendral yang akan menambah
kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa yang berkumpul di lubang buaya
berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga mati para jendral tersebut.
Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan Tiga Puluh September (G30S)
PKI menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi Angkatan Darat yang
yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk merebut
kekuasaan Negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI dan
Gedung Pusata Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang penyiar
RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G-30-S telah
menyelamatkan Negara dari usaha kudeta Dewan Jendral. Tengah hari
mereka mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam negara dan pendemisioneran cabinet. Untuk
menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu,
Panglima Komando Tindakan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen
Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat
memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD)
untuk membebaskan Gedung RRI Pusata dan Gedung Telekomunikasi dari
penguasaan G-30-S PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan
mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD
berhasil menguasai kembali gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober
1965 RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang
menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G-30-S.
G. Terorisme di Indonesia

14

Terorisme di Indonesia dilakukan oleh grup teror Jemaah Islamiyah yang


berhubungan dengan Al Qaeda. Sejak tahun 2002, beberapa "target negara
Barat" telah diserang. Korban yang jatuh adalah turis Barat dan juga penduduk
Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai tahun 2000 dengan terjadinya Bom
Bursa Efek Jakarta diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang
paling mematikan adalah Bom Bali 2002
Jemaah Islamiyah atau Jamaah Islamiah adalah sebuah organisasi militan
Islam di Asia Tenggara yang berupaya mendirikan sebuah negara Islam
raksasa di wilayah negara-negara Indonesia, Singapura, Malaysia, dan negara
lain di Asia Tenggara. Pemerintah Amerika Serikat menganggap organisasi ini
sebagai organisasi teroris, sementara di Indonesia organisasi ini telah
dinyatakan sebagai "korporasi terlarang"
Berikut adalah beberapa kejadian terorisme yang telah terjadi di Indonesia
dan instansi Indonesia di luar negeri:
1. Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil
yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat.
2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar
Filipina Leonides T Caday.
2. Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks
Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
3. Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang
lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang
lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan.
4. Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada
malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan
melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
5. Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. 5 orang tewas.
6. Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di
kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.
7. Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom
mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada
korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life
cabang Makassar tidak meledak.

15

8. Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak


di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta.
9. Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan
rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang
lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di
berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.
10. Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban
yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya lukaluka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga
meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.
11. Bom restoran McDonalds, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan
yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonalds
Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.
12. Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan
meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada
korban jiwa.
13. Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii
area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta,
Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan
ringan.
14. Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel
JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya
mengalami luka-luka.
15. Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang. (BBC)
16. Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di
depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya lukaluka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di
sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI.
(Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004)
17. Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12
Desember 2004.
18. Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005
19. Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.

16

20. Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah
Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril
alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa.
21. Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurangkurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang
terjadi di R.AJAs Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta
dan di Nyoman Caf Jimbaran.
22. Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di
Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya
45 orang.
23. Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW
Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan,
sekitar pukul 7.00 WIB.
24. Bom Buku, Maret 2011. Polri tetapkan 19 tersangka.
25. Bom Cirebon, 15 April 2011. Terjadi di masjid Mapolresta Cirebon saat
sholat Jumat.
26. Bom Solo, 25 September 2011. Di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBSI),
Kepunten Solo.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak sekali kasus pemberontakkan yang telah terjadi di Indonesia, dari
setelah kemerdekaan Indonesia, bahkan sebelumnya, sampai saat ini. Hanya
satu hal yang harus kita wapadai terutama modus pemberontakkan model
sekarang, yaitu terorisme.
Sejak Indonesia merdeka, tercatat lebih dari sepuluh kali aksi
pemberontakan besar, antara lain DI/TII(Daarul Islam/Tentara Islam
Indonesia),

PRRI/PERMESTA(Pemerintahan

Indonesia/Pemberontakan

Semesta),

Gerakan

Revolusioner
Angkatan

Republik

Perang

Ratu

Adil(APRA), PKI Madiun 1948 dan PKI G30S, Andi Aziz Affair, Teroris
2000-2009, dan beberapa aksi ingin memisahkan diri dari NKRI seperti
GAM(Gerakan Aceh Merdeka), RMS(Republik Maluku Selatan) dan
OPM(Organisasi Papua Merdeka).
B. Saran

18

Setelah memahami makalah ini, maka sebaiknya kita mempelajari sumbersumber hukum Islam, dalil-dalil yang shahih yang menunjukkan kepada kita
hukum Allah swt, apa syarat-syarat ijtihad, dan bagaimana metode berijtihad
yang benar sesuai batasan-batasan syariat. Kemidian mengapllikasikannya
dalam kehidupan kita sehari-hari.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bengkulu, November 2015

19

Penyusun

DAFTAR ISI
i

HALAMAN JUDUL .......................................................................................


KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang...............................................................1

B.

Rumusan Masalah.........................................................2

C.

Tujuan.............................................................................
2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pemberontakkan....................................................................................3
B. Terorisme...............................................................................................3
C. DI/TII (Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia).....................................4
D. Pemberontakan PKI Madiun 1948.........................................................8

20

E. PRRI/PERMESTA(Pemerintahan

Revolusioner

Republik

Indonesia/

perjuangan rakyat Semesta)..................................................................9

F. Gerakan 30 September/G30S/GESTAPU/GESTOK.............................13
G. Terorisme di Indonesia...........................................................................15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................19
B. Kritik dan Saran ...................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................iii

MAKALAH

ii
PENDIDIKAN
PANCASILA

Gerakan Pemberontakan/ Separatis yang Terjadi di


Indonesia

21

Disusun Oleh :

Ayu Dwi Lestari


Herlina

Dosen pembimbing :
Musiar Danis, SE., M. Sc

PRODI EKONOMI
FAKULTAS MANAJEMEN
UNIHAZ
BENGKULU
2015
DAFTAR PUSTAKA
Ginanjar Kartasasmita dkk.1983. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta:Penerbit
Wedatama Widya Sastra. Jilid I
Ginanjar Kartasasmita dkk.1983. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta:Penerbit
Wedatama Widya Sastra. Jilid II
Wikipedia.com

iii
22

Anda mungkin juga menyukai