PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih
dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci.
Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk
bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syaratsyarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan
sholat, wajib suci dari hadas dan najis baik badan, pakaian, dan tempat.
Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat
dipisahkan dengan ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang
hadats tidak dapat menunaikan ibadah tersebut.
Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci
memiliki tata cara atau aturan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi,
tidak akan sah bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga
tidak sah. Terkadang ada problema ketika orang itu tidak menemukan air,
maka Islam mempermudahkan orang tersebut untuk melakukan tayamum
sebagai ganti dari mandi, yang mana alat bersucinya dengan mengunakan
debu.
hal yang akan dibahas pemakalah padamakalah ini adalah mengenai
makna dari surat an-nisa ayat 43 dan al-maidah ayat 6 tentang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tafsir Qs an-nisa ayat 43?
2. Bagaimana tafsir Qs al-maidah ayat 6?
C. Tujuan
1. untuk mengetahui tafsir Qs an-nisa ayat 43.
2. untuk mengetahui tafsir Qs al-maidah ayat 6.
BAB II
PEMBHASAN
A. Surat an-Nisa ayat 43
Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian
mendekati shalat sedang kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian
mengetahui(sadar) apa yang kalian katakan dan janganlah pula (kamu
mendekati masjid) dalam keadaan junub kecuali sekedar lewati jalan saja
sampai kalian mandi, Dan apabila kalian sakit atau dalam perjalanan
atau selesai buang air besar atau menyentuh wanita kemudian kalian
tidak menemukan air maka bertayammumlah dengan debu yang suci
kemudian usaplah wajahmu dan kedua tangan kalian. Sesungguhnya allah
maha pengampun.
2. Tafsir Mufradat
a.
= mabuk
b.
= junub/keluar air mani
c.
= orang bepergian/ pengembara, pelancong
d.
= kotoran, tahi, tinja (berak)
e. = jimak/ bersetubuh
f. = debu yang suci (ibn qatibah)
3. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh imam tirmidzi dari Ali Ibn
Abi Thalib
pula hampiri
masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi) (Q.S> an-nisa: 43) berkenaan dengan seorang yang
junub di dalam perjalananya, lalu ia bertayammum dan terus shalat. Ayat
ini turun sebagaiu petunjuk bagi orang yang berhadas dalam perjalananya.
1 Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap,Semarang, Toha Putra ,1978. Hlm., 46.
3
(diriwayatkan oleh al-Faryabi, ibn Abi Hatim, dan Ibnul Mundzir yang
bersumber dari Ali.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa al-Asla Ibn Syarik
dalam keadaan junub diperjalanan bersama Rasulullah SAW. Pada waktu
itu malam sangat dingin. al-Asla tidak berani mandi dengan air dingin,
takut kalau-kalau mati atau sakit. Hal itu disampaikan kepada Rasulullah
SAW. Lalu turunlah ayat tersebut di atas sebagai tuntunan bagi orangorang yang takut kena bahaya kedinginan kalau ia mandi. ( diriwayatkan
oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Asla Ibn Syarik).2
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pintu rumah sebagian
golongan Ansar ada yanyg melalui masjid. Ketika mereka junub dan tidak
mempunyai air, mereka tidak bisa mendapatkan
seketika,
meninggalkanya .
c. Talil (alasan) dengan
niscaya
berat
bagi
mereka
untuk
memberikan isyarat yang halus bahwa sebaiknya orang yang shalat itu
khusyu dengan mengetahui apa yang diucapkan dari bacaan alQuran, dzikr, tasybih, dan tahmid). Lalu Allah melarang shalat bagi
orang mabuk karena ia tidak mengetahui apa yang dibaca, maka ketika
mushalli yang tenggelam dalam kepentingan dunia itu tidak
mengetahui sudah berapa rakaat ia shalat, dan apa yang dibacanya?
Maka orang ini seperti mabuk. untuk itu sebagian ulama menafsiri
lafadz sakran (mabuk) dengan mabuk karena tidur, dan kantuik, dari
sisi makna memang bagus, akan tetapi jauh dari penafsiran serta tidak
sesuai dengan asbabun nuzul.3
d. Metode al-Quran menggunakan kata-kata kinayah yang kurang baik
kalau diucapkan terus terang. Ini merupakan salah satu tata cara alQuran untuk membimbing umatnya untuk mengikuti petunjuk alQuran ketika mengajak bicara. Al-Quran mengkinayahkan hadas
dengan mendatangkan lafadz ghaith(buang air). Sedangkan ghaith
adalah tempat yang menjorok ke dalam bumi yang ditujukan manusia
untuk menyelesaikan hajatnya(buang air besar/kecil) agar tertutup serta
tidak terlihat dari pandangan mata. Kemudian makna itu menjadi
makna hakikat hadas karena banyak digunakan sedangkan lafadz
mulamatu al-nisaa itu kinayah dari makna ghisyyaan(bergumul) dan
mujamaah(persetubuhan). sebab lafadz jima tidak baik dijelaskan
maka al-quran menggunakan dengan kinayah()
3 Ibid, Hlm., 40.
5
sebagai
n<)
,#tyJ9$#
(#qs|B$#ur
(#rgrB
[!$tB
(#qs|B$$s
(#qJJutFs
N6dq_q/
#Y|
N3r&ur
N3n=t
N6=ys9
cr3n@
dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan
(debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, agar kamu
bersyukur. (QS. Al-Maidah 5:6)
2. Munasabah Ayat
a. QS. An-Nisa (4) Ayat 43
pkr't t%!$# (#qYtB#u w (#q/t)s?$
no4qn=9$#
OFRr&ur
3ts3
4Lym
4Lym
(#q=tFs?
b)ur
LY.
b)
!$#
=t
t/qG9$#
=tur
dgstFJ9$#
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh adalah suatu kotoran". Oleh karena itu, jauhilah istri pada
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan
(ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang betobat dan menyukai orang yang
menyucikan diri. QS. Al-Baqarah (2:222)
3. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kalung Aisyah ra. telah
jatuh dan hilang di suatu lapangan dekat kota Madinah. Rasulullah SAW.
memberhentikan untanya lalu turun, untuk mencarinya kemudian istirahat
hingga tertidur di pangkuan Aisayah ra. . Tiada lama kemudian datanglah
Abu Bakar menampar Aisyah ra. sekerasnya seraya berkata: Kamulah
yang menahan manusia karena sebuah kalung. Kemudian Nabi SAW.
terbangun dan tibalah waktu Shubuh. Beliau mencari air tapi tidak
mendapatkannya, maka turunlah ayat ini (S.5:6). 5 Maka berkatalah Usaid
bin Mudlair: Allah telah memberi berkah bagi manusia dengan sebab
keluarga Abu Bakar.6 Ayat ini mewajibkan berwudlu atau tayammum
sebelum sholat. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Amr bin al-Harts dari
Abdurrahman bin al-Qasim dari bapaknya yang bersumber dari Aisyah ra.
7
dan tangan kamu dangan tanah itu. Allah Yang Maha Kaya dan Kuasa itu
tidak menghendaki untuk menjadikan atas kamu sedikitpun, karena itu
disyariatkanNya kemudahan-kemudahan untuk kamu, karena Dia hendak
membersihkan kamu lahir dan batin denagan segala macam ketetapnNya,
baik yang kamu ketahui hikmahnya maupun tidak dan agar Dia
menyempurnakan nikmatNya bagi kamu, dengan meringankan apa yang
kamu menyulitkan kamu, memberi izin dan atau mengganti kewajiban
dengan sesuatu yang lebih mudah supaya kamu bersyukur.
Firman-Nya: ) ) apabila kamu telah akan
mengerjakan shalat, menunjukkan perlunyan niat bersuci guna sahnya
wudhu, karena kalimat telah akan mengerjakan berarti adanya tujuan
mengerjakan, dan tujuan itu adalah niat, dan niat yang dimaksud adalah
untuk melaksanakan shalat, bukan untuk membersihkan diri atau
semacamnya, baik diucapkan atau tidak
Firman-Nya: ( ) basuhlah, berarti mengalirkan air pada
anggota badan yang dimaksud. Sementara ulama menambahkan keharusan
menggosok anggota badan saat mengalirkan air.
Firman-Nya : ( ) dan tangan kamu sampai dengan
siku, dapat dipahami dalam arti sempit dan luas. Para ulama berbeda
pendapat tentang kata ila, apakah itu berarti sampai, sehingga siku-siku
termasuk yang wajib dibasuh atau tidak. Mayoritas ulama berpendapat
bahwa siku-siku wajib dibasuh. Karena itu terjemahan di atas menyatakan
sampai dengan sunah Rasul SAW pun menginformasikan beliau berwudhu
dengan tangan bersama dengan siku beliau.
Firman-Nya: ( ) sapulah kepala kamu. Setelah
disepakati ulama tentang wajibnya menggunakan air ke kepala, mereka
berbeda pendapat tentang batas minimal yang wajib.
Firma-Nya: ( ) dengan kepala kamu, dan karena kepala
disapu yakni tidak harus dibasuh dan dicuci, maka cukup disapu dengan
air walau hanya dengan sedikit air.
13
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keterangan di atas dapatlah diketahui bahwa melakukan wudhu
untuk setiap kali sholat pada dasarnya merupakan keharusan (azimah), dan
itulah yang paling afdhal. Namun demikian kewajiban berwudhu untuk setiap
kali shalat itu hanya dibebankan kepada orang-orang yang berhadas, tidak
pada yang masih memiliki wudhu. Atau dengan kalimat lain, melakukan
wudhu untuk setiap kali sholat bagi orang yang tidak berhadas lebih bersifat
anjuran (mandub), bukan suatu keharusan.
Setelah Alah SWT menerangkan berbagai kewajuiban penggunaan air
dalam berwudhu dan mandi ketika bermaksud hendak menegakkan sholat,
Allah menerangkan bahwa kewajiab menggunakan air oleh orang yang
berwudhu ndan mandi junub itu terkait dengan dua. Pertama, air itu sendiri
memang ada. Kdua, orang yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk
menggunakannya, karena sakit dan lain sebagainya, maka baginya dibolehkan
bertayamum. Atau dengan kalimat lain, kewajiban bersuci (mandi dan wudhu)
bergeser dari kewajiban menggunakan air menjadi dibolehkan bertayamum.
Lahiriah nash di atas membolehkan tayamum secara mutlak bagi setiap
orang yang sakit apaun. Hanya saja, sakit yang dibolehkan bertayamum ialah
sakit yang apabila terkena air akan semakain bertambah penyakitnya seperti
luka, kudis, dan lain-lainnya. Penyakit kulit yang menurut perkiraan atau
18
a. Sakit
Sakit yang memperbolehkan untuk bertayammum adalah sakit
yang membahayakan diri akan bertambah parah bila menggunakan air.
Sedangkan orang yang menemukan air di dalam sumur yang sangant
dalam sehingga sulit untuk mendapatkanya hukumnya seperti tidak ada air.
Berdasarkan hadis dari Jabir RA berkata: kami pernah keluar dalam
perjalanan seorang lelaki dari kita tertimpa batu sehingga terluka
kepalanya, kemudia ia ihtilam(bermimpi mengeluarkan sperma) lalu
bertanya
kepada
para
sahabatnya:
apakah
kalian
menemukan
19
KATA PENGANTAR
Bengkulu, 2016
Penulis
20
i
DAFTAR
ISI
Latar Belakang...............................................................1
B.
Rumusan Masalah.........................................................1
C.
Tujuan.............................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
Al-Maidah Ayat 6
.....................................................................8
21
MAKALAH
Disusun Oleh :
JERI AHMAD SUBHANA
Dosen Pembimbing :
Dr. Aibdi Rahmat, M. Ag
22
23
iii