Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih
dahulu bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci.
Dalam hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk
bagian ilmu dan amalan yang penting terutama karena diantaranya syaratsyarat sholat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan
sholat, wajib suci dari hadas dan najis baik badan, pakaian, dan tempat.
Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat
dipisahkan dengan ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang
hadats tidak dapat menunaikan ibadah tersebut.
Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci
memiliki tata cara atau aturan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi,
tidak akan sah bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga
tidak sah. Terkadang ada problema ketika orang itu tidak menemukan air,
maka Islam mempermudahkan orang tersebut untuk melakukan tayamum
sebagai ganti dari mandi, yang mana alat bersucinya dengan mengunakan
debu.
hal yang akan dibahas pemakalah padamakalah ini adalah mengenai
makna dari surat an-nisa ayat 43 dan al-maidah ayat 6 tentang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tafsir Qs an-nisa ayat 43?
2. Bagaimana tafsir Qs al-maidah ayat 6?
C. Tujuan
1. untuk mengetahui tafsir Qs an-nisa ayat 43.
2. untuk mengetahui tafsir Qs al-maidah ayat 6.

BAB II
PEMBHASAN
A. Surat an-Nisa ayat 43

1. Ayat dan terjemahannya



Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian
mendekati shalat sedang kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian
mengetahui(sadar) apa yang kalian katakan dan janganlah pula (kamu
mendekati masjid) dalam keadaan junub kecuali sekedar lewati jalan saja
sampai kalian mandi, Dan apabila kalian sakit atau dalam perjalanan
atau selesai buang air besar atau menyentuh wanita kemudian kalian
tidak menemukan air maka bertayammumlah dengan debu yang suci
kemudian usaplah wajahmu dan kedua tangan kalian. Sesungguhnya allah
maha pengampun.
2. Tafsir Mufradat
a.
= mabuk
b.
= junub/keluar air mani
c.
= orang bepergian/ pengembara, pelancong
d.
= kotoran, tahi, tinja (berak)
e. = jimak/ bersetubuh
f. = debu yang suci (ibn qatibah)
3. Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh imam tirmidzi dari Ali Ibn

Abi Thalib

bahwasaanya ia pernah berkata: yang Artinya: Abdurrahman ibn auf


pernah membuat makan untuk kita, ia mengundang kami dan memberikan

kami minuman khamr, kemudian saya mengambil khamr itu, dan


datanglah waktu shalat lalu mereka mengajukanku sebagai imam
kemudian aku membaca ,( hai
orang-orang kafir aku menyembah tuhan ytang kamu sembah, dan kita
menyembah tuhan yang kalian sembah). Ali ibn abi thalib berkata, Maka
turunlah ayat

( Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendekati shalat
dalam keadaan mabuk sampai kamu mengetahui apa yang kamu
ucapkan).
Dari hadis di atas telah dijelaskan bahwa asbabun nuzul ayat ini
karena

setelah meminum khamr sahabat Ali Ibn Abi Thalib salah

membaca bacaan ayat al-Quran hingga membuat makna al-Quran


melenceng jauh dari arti yang sebenarnya.1
Menurut al-Fakhru al-Razi para sahabat tidak meminum khamr di
waktu-waktu shalat, kemudian ketika mereka telah selesai mengerjakan
shalat mereka meminumnya. Kemudian diwaktu pagi mereka sudah tidak
mabuk lagi(sadar dari mabuknya). Lalu turunlah ayat al-Quran dalam
surat al-Maidah yang menjelaskan keharaman khamr secara mutlak.

Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya arak, judi, mengundi


nasib, anak panah adalah najis dari perbuatan syeitan, maka jauhilah agar
kalian menang.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunya ayat,, wala
junuban illa abiri

sabilin hatta tagh tasilu(janganlah

pula hampiri

masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi) (Q.S> an-nisa: 43) berkenaan dengan seorang yang
junub di dalam perjalananya, lalu ia bertayammum dan terus shalat. Ayat
ini turun sebagaiu petunjuk bagi orang yang berhadas dalam perjalananya.

1 Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap,Semarang, Toha Putra ,1978. Hlm., 46.
3

(diriwayatkan oleh al-Faryabi, ibn Abi Hatim, dan Ibnul Mundzir yang
bersumber dari Ali.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa al-Asla Ibn Syarik
dalam keadaan junub diperjalanan bersama Rasulullah SAW. Pada waktu
itu malam sangat dingin. al-Asla tidak berani mandi dengan air dingin,
takut kalau-kalau mati atau sakit. Hal itu disampaikan kepada Rasulullah
SAW. Lalu turunlah ayat tersebut di atas sebagai tuntunan bagi orangorang yang takut kena bahaya kedinginan kalau ia mandi. ( diriwayatkan
oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Asla Ibn Syarik).2
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pintu rumah sebagian
golongan Ansar ada yanyg melalui masjid. Ketika mereka junub dan tidak
mempunyai air, mereka tidak bisa mendapatkan

air kecuali melalui

masjid. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas yang mnembolehkan


orantg junub melewati masjid.
4. Tafsir ayat/ muqaranah
Syeikh Muhammad Ali Shabun dalam menjelaskan ayat di atas
ada lima penafsiran:
a. Tabir ini menjelaskan larangan mendekati(menjalankan) shalat dalam
keadaan mabuk. Larangan dengan lafadz janganlah kamu mendekati
shalat padahal kamu sedang mabuk lebih tajam dari pada
menggunakan janganlah kamu shalat padahal kamu sedang mabuk.
karena ketika diharamkan mendekati shalat maka menjalankan shalat
lebih berat dalam laranganya. Seperti firman tentang zina, dengan
janganlah kamu mendekati zina dan janganlah kamu mendekati
harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik. Abu suud berkata:
diarahkanya larangan ini untuk mendekati shalat, padahal yang
dimaksud adalah larangan mengerjakan shalat itu sendiri, adalah lil
mubalaghah(sebagai larangan yang keras). Adapula orang berpendapat
bahwa yang dimaksud larangan disitu ialah larangan mendekati

2 M. Sarani, Mabadi Ilmu Fiqih, Banjarmasin, TB. Murni,1373. Hlm., 5.


4

masjid. Namun pendapat ini terbantah oleh kalimat


sehingga kamu menyadari apa yang kamu ucapkan.
b. Tahapan larangan minum khamr dengan metode yang bijaksana
ditempuh oleh al-Quran al-Karim itu adalah bukti yang jelas atas
agungnya syariat islam. sebab orang arab biasa meminum khamr
seperti meminum air tawar biasa. Sehingga seandainya khamr itu
diharamkan

seketika,

meninggalkanya .
c. Talil (alasan) dengan

niscaya

berat

bagi

mereka

untuk

lafadz hatta talamuu maa taquuluu

memberikan isyarat yang halus bahwa sebaiknya orang yang shalat itu
khusyu dengan mengetahui apa yang diucapkan dari bacaan alQuran, dzikr, tasybih, dan tahmid). Lalu Allah melarang shalat bagi
orang mabuk karena ia tidak mengetahui apa yang dibaca, maka ketika
mushalli yang tenggelam dalam kepentingan dunia itu tidak
mengetahui sudah berapa rakaat ia shalat, dan apa yang dibacanya?
Maka orang ini seperti mabuk. untuk itu sebagian ulama menafsiri
lafadz sakran (mabuk) dengan mabuk karena tidur, dan kantuik, dari
sisi makna memang bagus, akan tetapi jauh dari penafsiran serta tidak
sesuai dengan asbabun nuzul.3
d. Metode al-Quran menggunakan kata-kata kinayah yang kurang baik
kalau diucapkan terus terang. Ini merupakan salah satu tata cara alQuran untuk membimbing umatnya untuk mengikuti petunjuk alQuran ketika mengajak bicara. Al-Quran mengkinayahkan hadas
dengan mendatangkan lafadz ghaith(buang air). Sedangkan ghaith
adalah tempat yang menjorok ke dalam bumi yang ditujukan manusia
untuk menyelesaikan hajatnya(buang air besar/kecil) agar tertutup serta
tidak terlihat dari pandangan mata. Kemudian makna itu menjadi
makna hakikat hadas karena banyak digunakan sedangkan lafadz
mulamatu al-nisaa itu kinayah dari makna ghisyyaan(bergumul) dan
mujamaah(persetubuhan). sebab lafadz jima tidak baik dijelaskan
maka al-quran menggunakan dengan kinayah()
3 Ibid, Hlm., 40.
5

e. Dalam al-bahrul muhith dikatakan: dalam ayat ini pada umumnya


dipakai dhamir mukhattab (kata ganti orang yang diajak bicara) yang
bercampur dengan dhamir ghaib (kata ganti orang ketiga/dia). Yang
mukhattab seperti dan sedang yang ghaib
alangkah indahnya dhamir ghaib yang dipaki setelah
disebut kinayah tentang buang air, karena ia tidak suka menyandarkan
hal yang seperti itu kepada mukhatab. Kemudian dihilangkanya yang
seperti itu lalu pindah ke ghaib. Dan ini adalah pengawasan yang
paling indah dan bentuk pembicaraan yang paling baik. Adapun sakit
bepergian, dan bercampur dengan wanita itu tidak menjijikkan kalau
disebut dengan langsung maka kalimat tersebut dengan secara
langsung
f. Diriwayatkan bahwa para sahabat pernah beprgian bersama Nabi
SAW., lalu kalung Aiyah hilang, kemudian Nabi sendiri mencarinya
bersama dengan sahabat, sedang mereka tidak membawa air, kemudian
Abu Bakar marah kepada Aisyah seraya berkata: kamu sudah
merepotkan Rasulullah SAW dan orang-orang yang bersamanya
sedang mereka tidak membawa air? Maka turunlah ayat ini. Maka
setelah mereka selesai shalat dengan bertayammum dan ingin
melanjutkan perjalanan mereka membangunkan unta lalu mereka
menemukan kalung tersebut dibawah unta. Maka Usaid Ibn Hudhair
berkatabukankah ini pertama kalinya barakah buatmu hai Abu Bakar,
Allah merahmatimu hai Aisyah. Demi Allah tidak turun perkara yang
kau benci kecuali Allah telah menjadikan bagimu dan kaum muslimin
kebaikan dan kelapangan.
5. Hikmah yang terkandung
Kebanyakan para mufassir yaitu madzhab Abi Hanifah (madzhab
hanafi), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan shalat dalam ayat
adalah hakikat dari shalat itu sendiri sedangkan menurut madzhab Syafiii
yang dimaksud shalat adalah tempat-tempat yang digunakan untuk shalat
yaitu masjid.4
4 Muqarrabin, Fiqih Awam, Demak, Media Ilmu,1997
6

Dengan melihat lafadz berikutnya yaitu . ,


pendapat pertama

ini memberikan makna

janganlah kamu mendekati hakikat shalat.


Karena tidak ada ucapan yang disyariatkan di dalam masjid yang
dilarang diucapkan oleh orang mabuk. Sedangkan shalat didalamnya ada
ucapan yang diperintahkan diucapkan seperti membaca surat, doa, dzikir
yang dilarang diucapkan bagi orang mabuk.
Sedangkan madzhab yang kedua memberikan alasan bahwa sifat
jauh dan dekat itu lebih menunjukkan suatu benda yang bisa dirasa oleh
indera. Maka madzhab yang kedua lebih menunjuk arti masjid jika melihat
lafadz yang berikutnya yang menggunakan sighat
ististna. Sedangkan Abu Hanifah memaknai

sebagai

Musafir(orang yang bepergian) yang tidak menemukan air maka ia


tayammum dan shalat.
Hikmah mandi setelah junub adalah bahwa jinabah menimbulkan
ketegangan tyerhadfap urat syaraf sehingga hal itu berpengaruh terhadap
seluruh tubuh dan menimbulkan kelemahan yang bisa dihilanhgkan oleh
mandi dengan air.
Agama menyuruh manusia melaksanakan shalat dalam keadaan
mengetahui, memahami, merenungkan al-quran dan ingat. Hal ini
tergantung pada keadaan sadar dan meninggalkna mabuk-mabukan.
Sebagaimana juga menuntut agar badan bersih dan bersemangat, yaitu
dilakukan dengan jalan menghilangkan kotoran setelah berjunub.
Apa sebab-sebab yang memperbolehkan untuk bertayammum
a. Sakit
Sakit yang memperbolehkan untuk bertayammum adalah sakit
yang membahayakan diri akan bertambah parah bila menggunakan air.
Sedangkan orang yang menemukan air di dalam sumur yang sangant
dalam sehingga sulit untuk mendapatkanya hukumnya seperti tidak ada
air. Berdasarkan hadis dari Jabir RA berkata: kami pernah keluar
dalam perjalanan seorang lelaki dari kita tertimpa batu sehingga
terluka kepalanya, kemudia ia ihtilam(bermimpi mengeluarkan
sperma) lalu bertanya kepada para sahabatnya: apakah kalian
7

menemukan ruhsah(keringanan) terhadap permasalahanku dalam


bertayammum?, lalu mereka berkata: kami tidak menemukan ruhsah
bagimu sedangkan kau mampu menggunakan air, orang itu mandi lalu
mati, maka ketika kami telah sampai kepada nabi lalu beliau berkata:
kalian membunuhnya, maka allah akan membunuh kalian, kecuali
mereka bertanya ketika mereka tidak mengetahuinya? Karena
sesungguhnya obat dari kelemahan adalah meminta.
b. Bepergian jika tidak menemukan air
c. Setelah berak( buang hajat) jika tidak menemukan air
d. Mulamasat( bersetubuh/ bersentuhan) jika tida ka air
B. Al-Maidah Ayat 6
1. ayat dan artinya
$pkr't %!$# (#qYtB#u #s) OFJ%
n<) o4qn=9$# (#q=$$s N3ydq_r N3t
r&ur

n<)

,#tyJ9$#

(#qs|B$#ur

N3r/ N6n=_r&ur n<) t6s39$# 4


b)ur NGZ. $Y6Z_ (#rg$$s 4 b)ur NGY.
#yD rr& 4n?t @xy rr& u!%y` tnr&
N3YiB z`iB !$t9$# rr& MGyJs9 u!$|iY9$#
Nn=s
$Y6hs

(#rgrB

[!$tB

(#qs|B$$s

(#qJJutFs

N6dq_q/

#Y|

N3r&ur

mYiB 4 $tB !$# @yfu9 N6n=t `iB


8ltym `3s9ur N.tdgs9 NG9ur
mtGyJR

N3n=t

N6=ys9

cr3n@

Artinya :Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak


melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata
kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
8

dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan
(debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu, agar kamu
bersyukur. (QS. Al-Maidah 5:6)
2. Munasabah Ayat
a. QS. An-Nisa (4) Ayat 43
pkr't t%!$# (#qYtB#u w (#q/t)s?$
no4qn=9$#

OFRr&ur

3ts3

4Lym

(#qJn=s? $tB tbq9q)s? wur $7Y_ w) /$t


@@6y

4Lym

(#q=tFs?

b)ur

LY.

#yD rr& 4n?t @xy rr& u!$y_ tnr&


N3YiB z`iB !$t9$# rr& LyJs9 u!$|
iY9$# Nn=s (#rgrB [!$tB (#qJJutFs #Y
| $Y7hs (#qs|B$$s N3dq_q/ N3
r&ur 3 b) !$# tb%x. #qt #qx
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa
yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu
mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang
dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan,
Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (QS. AnNisa 4:43)
b. QS. Al-Baqarah (2) Ayat 222
tRq=tour `t syJ9$# ( @% uqd
]r& (#q9tI$$s u!$|iY9$# syJ9$# (
wur `dq/t)s? 4Lym tbgt ( #s*s
tbgss? dq?'s `B ]ym N.ttBr& !$# 4

b)

!$#

=t

t/qG9$#

=tur

dgstFJ9$#
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh adalah suatu kotoran". Oleh karena itu, jauhilah istri pada
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan
(ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang betobat dan menyukai orang yang
menyucikan diri. QS. Al-Baqarah (2:222)
3. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kalung Aisyah ra. telah
jatuh dan hilang di suatu lapangan dekat kota Madinah. Rasulullah SAW.
memberhentikan untanya lalu turun, untuk mencarinya kemudian istirahat
hingga tertidur di pangkuan Aisayah ra. . Tiada lama kemudian datanglah
Abu Bakar menampar Aisyah ra. sekerasnya seraya berkata: Kamulah
yang menahan manusia karena sebuah kalung. Kemudian Nabi SAW.
terbangun dan tibalah waktu Shubuh. Beliau mencari air tapi tidak
mendapatkannya, maka turunlah ayat ini (S.5:6). 5 Maka berkatalah Usaid
bin Mudlair: Allah telah memberi berkah bagi manusia dengan sebab
keluarga Abu Bakar.6 Ayat ini mewajibkan berwudlu atau tayammum
sebelum sholat. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Amr bin al-Harts dari
Abdurrahman bin al-Qasim dari bapaknya yang bersumber dari Aisyah ra.
7

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa setelah terjadi peristiwa


kehilangan kalung Aisyah ra. yang menimbulkan fitnah yang besar, pada
suatu ketika dalam suatu peperangan beserta Rasulullah SAW, kalung
Aisyah jatuh lagi, sehingga orang-orang terhalang pulang karena perlu
mencari kalung yang hilang itu. Berkatalah Abu Bakar kepada Aisyah:
5 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Imam Jafar Shadiq. Terjemahan. Jakarta, Dar alJawad,1984, Hlm., 48.
6 Ibnu Qosim Al-Gazzi, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, Baerut: Dar Al-Fikr,
2005. Juz 1 Hlm, 34.
7 Sabiq sayid, Fiqih Sunah 1, Bandung, Al-Maarif,1937. Hlm., 165.
10

wahai anakku tiap-yipa perjalanan kau selalu menjadi balak dan


menjengkelkan orang lain. Maka Allah menurunkan ayat ini (S.5:6) yang
membolehkan tayamum, sehingga Abu Bakar berkata: sesungguhnya kau
membawa berkah. Diriwayatkan oleh at-Thabarani dari Ubbad bin
Abdullah bin Zubair yang bersumber dari Aisyah.
Dalam pada itu al Suyuthi memberikan keterangan bahwa ada dua
hal yang patut dicatat berkenaan dengan azbabun nuzul di atas.
a. Hadits al-Bukhari dari riwayat Amr bin al Harts dengan jelas
menyatakan bahwa ayat tayamum yang diriwayatkan dalam berbagai
hadits ialah ayat al Maidah, dan banyak riwayat lagi yang
mengemukakan ayat tayamum tanpa menyebutkan sumber suratnya.
Menurut Ibnu Abdilo Bar riwayat seperti itu midlal karena tidak jelas
ayat yang mana dari kedua ayat itu yang dimaksud oleh aisyah. Ibnu
Abdil Bar tidak mendapatkan dalilyang memperkuat hadits itu.
b. Menurut Ibnu Batthal riwayat itu berkenaan dengan ayat dalam suarat
An-nisa, dengan alasan, ayat al Maidah diberi ayat wudhu, dan ayat di
surat An-nisa tidak disebut sebut ayat wudhu, jadi bisa ditujukan ayat
ini khusus untuk tayamum.
c. Menurut al-Wahidi, hadits Bukhari ini juga merupakan dalil azbabun
nuzul bagi ayat an-Nisa sehingga tidak sah lagi dianggap lebih berat
benarnya oleh al Bukhari sebagai azbabun nuzulnya ayat al Maidah itu.
Ini lah jalan keluar yang dikemukakan oleh al-Wahidi dalam
menetapkan azbabun nuzul dari ayat tersebut.
d. Hadits Bukhari ini menunjukkan bahwa wudhu telah diwajibkan
kepada umat islam sebelum turun ayat ini. Oleh karena itu mereka
merasa berkeberatan untuk berhenti di tempat yang tidak ada air itu,
hingga Abu Bakar mengatakan kepada Aisyah bahwa dia membawa
berkah (tegasnya membolehkan tayamum).8
e. Menurut Ibnu Abdil Bar bahwa ahli sejarah peperangan telah maklum,
bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW. selalu berwudhu untuk sholat
(sejak mulai sholat difardhukan), dan tidak ada yang membantahnya
8 Muhammad Dainuri, Kajian Kitab Kuning Terhadap Ajaran Islam, Magelang. Sinar
Jaya Offset,1996. Hlm., 18-19.
11

kecuali yang bodoh atau pembangkang. Adapun hikmah turun ayat


perintah wudhu yang didahului dengan amalnya ialah agar supaya
fardhunya wudhu diperkuat dengan turunya ayat.
f. Menurut yang lainnya, boleh jadi awal ayat itu diturunkan lebih dahulu
berkenaan dengan fardhu wudhu, dan sisanya diturunkan kemudian
berkenaan dengan tayamum di dalam riwayat tersebut di atas.
g. Menurut As Suyuthi, yang pertama itu yang benar karena fardhunya
wudhu itu ditetepkan di Mekkah bersamaan dengan fardhunya shalat,
padahal ayat ini Madaniyah. 9
4. Penafsiran
Dari sini, ayat ini mengajak dan menuntun: Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, yakni telah berniat
dan membulatkan hati untuk melaksanakan shalat, sedang saat itu kamu
dalam keadaan tidak suci atau berhadas kecil, maka berwudhulah, yakni
basuhlah muka kamu seluruhnya dan tanagn kamu ke siku, yakni sampai
dengan siku, dan sapulah, sedikit sebagian atau seluruh kepala kamu dan
basuhlah atau sapulah kedua kaki-kaki kamu sampai dengan kedua mata
kaki, dan jika kamu junub, yakni keluar mani dengan sebab apapun dan
atau berhalangan shalat bagi wanita maka mandilah, yakni basahilah
seluruh bagian badanmu.10
Setelah menjelaskan cara bersuci wudhu dan mandi dengan
menggunakan air, lalu dijelaskan cara bersuci jika tidak mendapatkan air
atau tidak dapat menggunakannya. Penjelasan itu adalah dan jika kamu
sakit, yang menghalangi kamu menggunakan air, karena khawatir
bertambah penyakit atau memperlambat kesembuhan kamu atau dalam
perjalanan yang dibenarkan agama dalam jarak tertentu, atau kembali dari
tempat buang air (kakus) setelah selesai membuang hajat, atau menyentuh
perempuan, yakni terjadi pertemuan dua alat kelamin, lalu kamu tidak
memperoleh air, yakni tidak dapat menggunakan, baik karena tidak ada
atau tidak cukup, tau karena sakit, maka bertayamumlah dengan tanah
yang baik, yakni suci. Untuk melaksanakan tayamum sapulah muka kamu
9 Muhammad Arsyad Al-Banjari, Sabilal Muhtadin, Surabaya: Bina Ilmu juz 1, Hlm 17.
10 Muhammad Arsyad Al-Banjari, Ibid., 21.
12

dan tangan kamu dangan tanah itu. Allah Yang Maha Kaya dan Kuasa itu
tidak menghendaki untuk menjadikan atas kamu sedikitpun, karena itu
disyariatkanNya kemudahan-kemudahan untuk kamu, karena Dia hendak
membersihkan kamu lahir dan batin denagan segala macam ketetapnNya,
baik yang kamu ketahui hikmahnya maupun tidak dan agar Dia
menyempurnakan nikmatNya bagi kamu, dengan meringankan apa yang
kamu menyulitkan kamu, memberi izin dan atau mengganti kewajiban
dengan sesuatu yang lebih mudah supaya kamu bersyukur.
Firman-Nya: ) ) apabila kamu telah akan
mengerjakan shalat, menunjukkan perlunyan niat bersuci guna sahnya
wudhu, karena kalimat telah akan mengerjakan berarti adanya tujuan
mengerjakan, dan tujuan itu adalah niat, dan niat yang dimaksud adalah
untuk melaksanakan shalat, bukan untuk membersihkan diri atau
semacamnya, baik diucapkan atau tidak
Firman-Nya: ( ) basuhlah, berarti mengalirkan air pada
anggota badan yang dimaksud. Sementara ulama menambahkan keharusan
menggosok anggota badan saat mengalirkan air.
Firman-Nya : ( ) dan tangan kamu sampai dengan
siku, dapat dipahami dalam arti sempit dan luas. Para ulama berbeda
pendapat tentang kata ila, apakah itu berarti sampai, sehingga siku-siku
termasuk yang wajib dibasuh atau tidak. Mayoritas ulama berpendapat
bahwa siku-siku wajib dibasuh. Karena itu terjemahan di atas menyatakan
sampai dengan sunah Rasul SAW pun menginformasikan beliau berwudhu
dengan tangan bersama dengan siku beliau.
Firman-Nya: ( ) sapulah kepala kamu. Setelah
disepakati ulama tentang wajibnya menggunakan air ke kepala, mereka
berbeda pendapat tentang batas minimal yang wajib.
Firma-Nya: ( ) dengan kepala kamu, dan karena kepala
disapu yakni tidak harus dibasuh dan dicuci, maka cukup disapu dengan
air walau hanya dengan sedikit air.

13

Firman-Nya: ( ) maka sapulah mukamu


dan tanganmu dengan tanah itu, menunjukkan bahwa dalam bertayamum
hanya wajah dan tangan ynag harus disapu dengan tanah, apapun sebab
bertayamum dan tujuannya apakah sebagai pengganti wudhu atau mandi.
5. Analisa
Ahmad Bukhori dan Muslim juga meriwayatkan hadits dari Abu
Hurairah yang intinya menyatakan bahwa Allah SWT. tidak akan
menerima sholat salah seorang dari kamu yang berhadas sampai dia
berwudhu.11 Hadits tersebut menunjukkan bahwa kaum muslimin pada
zaman nabi tidak selalu berwudhu untuk setiap kali mengerjakan sholat
kalaupun nabi SAW. sendiri tidak disebut-sebut berwudhu setiap kali
hendak menegakkan sholat, itu semata-mata menunjuk pada suatu
kebiasaan yang baik, tidak merupakan suatu kewajiban. Sebab, paling
tidak pada peristiwa pembebasan kota Mekkah, nabi sendiri dihadapan
orang banyak pernah menegakkan beberapa sholat dengan hanya sekali
berwudhu. Sunnah nabi ini mengidentifikasi kebolehan satu kali berwudhu
untuk sejumlah sholat, tentu saja selama orang yang bersangkutan belum
berhadas atau tidak batal wudhunya. 12
Dari keterangan di atas dapatlah diketahui bahwa melakukan wudhu
untuk setiap kali sholat pada dasarnya merupakan keharusan (azimah),
dan itulah yang paling afdhal. Namun demikian kewajiban berwudhu
untuk setiap kali shalat itu hanya dibebankan kepada orang-orang yang
berhadas, tidak pada yang masih memiliki wudhu. Atau dengan kalimat
lain, melakukan wudhu untuk setiap kali sholat bagi orang yang tidak
berhadas lebih bersifat anjuran (mandub), bukan suatu keharusan.
Setelah Alah SWT menerangkan berbagai kewajuiban penggunaan
air dalam berwudhu dan mandi ketika bermaksud hendak menegakkan
sholat, Allah menerangkan bahwa kewajiab menggunakan air oleh orang
yang berwudhu ndan mandi junub itu terkait dengan dua. Pertama, air itu
sendiri memang ada. Kdua, orang yang bersangkutan memiliki
11 Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang, Karya Toha Putra, 1978. Hlm., 63.
12 Said Sabiq, Fiqh Sunnah 1, Bandung, Almaarif, 1937 juz 1,
14

kemampuan untuk menggunakannya, karena sakit dan lain sebagainya,


maka baginya dibolehkan bertayamum. Atau dengan kalimat lain,
kewajiban bersuci (mandi dan wudhu) bergeser dari kewajiban
menggunakan air menjadi dibolehkan bertayamum.13
Lahiriah nash di atas membolehkan tayamum secara mutlak bagi
setiap orang yang sakit apaun. Hanya saja, sakit yang dibolehkan
bertayamum ialah sakit yang apabila terkena air akan semakain bertambah
penyakitnya seperti luka, kudis, dan lain-lainnya. Penyakit kulit yang
menurut perkiraan atau petunjuk dokter dikhawatirkan berbahaya.
Demikian pula halnya dengan sakit yang mengakibatkan si sakit tidak
merasa sanggup untuk berwudhu atau mandi denagn menggunakan air
dingin, seperti orang demam yang menggigil. Dengan demikian maka
penyakit atau sakit yang tidak membahayakan seseorang untuk berwudhu
dan mandi denagn menggunakan air, maka tidak dibenarkan bertayamum
hanya sekedar sakit flu, sakit gigi dan lainnya.
a. Pengertian Thaharah
Kata thaharah dalam bahasa Arab yang dapat diartikan bersuci
dari kotoran, baik kotoran yang bersifat hissy (inderawi) maupun
bukmi (secara umum) dalam istilah fiqih diartikan membersihkan
badan, pakaian dan tempat dari najissebelum kita melakukan
ibadahseperti shalat, thawaf dalam ibadah haji dan sebagainya. Hal ini
tidak berarti bahwa bersuci itu hanya dilakukan ketika kita akan
melakukan ibadah saja, melainkan juga dalam segala waktu dan
keadaan. Karena bersuci atau thaharah hukumnya wajib. Adapun caracara bersuci adalah sebagai berikut14:
1) Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti baik dan bersih sedangkan
menurut istilah syara wudhu adalah membasuh muka, dan kedua
tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala, dan membasuh
kaki didahului dengan niat dan dilakukan dengan tertib. Perintah
13 Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap,Semarang, Toha Putra ,1978. Hlm., 70-72.
14 Muhammad Arsyad Al-Banjari, Ibid, hlm., 25.
15

wudhu diberikan kepada orang yang akan mengerjakan shalat, dan


menjadi salah satu dari syarat sahnya shalat dan ibadah lainnya.
Perintah berwudhu bersamaan dengan perintah shalat wajib lima
waktu sehari semalam.
2) Mandi
Dalam syariat Islam mandi adalah meratakan air yang suci pada
seluruh badan dengan disertai niat. Dengan demikian niat
merupakan hal yang membedakan antara mandi biasa dengan mandi
wajib (janabah). Disyariatkannya mandi berdasar firman Allah
dalam al-Quran yang artinya: apabila kamu sekalian dalam
keadaan junub maka mandilah (QS. Al-Maidah:7)
Adapun cara melakukan mandi wajib adalah:
a)
b)
c)
d)

Membasuh kedua tangan dengan niat yang ikhlas karena Allah


Membersihkan kotoran yang ada pada badan
Berwudhu (membasuh anggota wudhu)
Menyiram rambut dengan air sambil menggosok dan

menyilanginya dengan jari


e) Menyiram seluruh badan sebelah kanan dan menggosoknya
dengan rata.
3) Tayammum
Apabila seseorang junub atau seseorang akan mengerjakan
shalat, orang tersebut tidak mendapatkan airuntuk mandi atau untuk
wudhu, maka sebagai ganti untuk menghilangkan hadats besar atau
kecil tersebut dengan melakukan tayammum. Tayammum menurut
bahasa sama dengan qasad artinya menuju. Sedangkan menurut
pengertian syara, tayammum adalah menuju kepada tanah untuk
menyapukan dua tangan dan muka dengan niat agar dapat
mengerjakan shalat.15
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Imran bin Hushani, beliau berkata: Kami beserta Rasulullah SAW
dalam suatu kepergian, maka melaksanakan shalat beserta orang
banyak. Maka tiba-tiba ada seorang yang menyendiri. Maka Nabi
15 Imam Taqiyuddin Abu Bakar, Kifayatul Akhyar, Surabaya, Bina Imam, 2003. Juz 1,
Hlm., 19.
16

bersabda: Apa yang menghalangimu untuk melaksanakan


shalat? berkata oarang tersebut: Kami mengalami janabat dan
tidak mendapatkan air Nabi bersabda: Pakailah debu (untuk
bertayammum) karena tayammum itu cukup untukmu (HR. AsSyaikhani) Dalam ayat di atas memberi pengertian bahwa:
a) Berwudhu di waktu hendak bershalat adalah wajib
b) Berwudhu itu wajib atas tiap-tiap yang hendak bershalat
walaupun tidak berhadas, jumhur Ulama berpendapat umum
ayat ini dihadapkan pada orang yang berhadas, mengingat
hadits yang mewajibkan wudhu terhadap yang berhadas
c) Wudhu diwajibkan sesudah nabi berada di Madinah
d) Wudhu hanya wajib untuk bershalat saja. Adapun berwudhu
untuk beberapa perbuatan lain diperoleh dari hadits

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keterangan di atas dapatlah diketahui bahwa melakukan wudhu
untuk setiap kali sholat pada dasarnya merupakan keharusan (azimah), dan
itulah yang paling afdhal. Namun demikian kewajiban berwudhu untuk setiap
kali shalat itu hanya dibebankan kepada orang-orang yang berhadas, tidak
pada yang masih memiliki wudhu. Atau dengan kalimat lain, melakukan
wudhu untuk setiap kali sholat bagi orang yang tidak berhadas lebih bersifat
anjuran (mandub), bukan suatu keharusan.
Setelah Alah SWT menerangkan berbagai kewajuiban penggunaan air
dalam berwudhu dan mandi ketika bermaksud hendak menegakkan sholat,
Allah menerangkan bahwa kewajiab menggunakan air oleh orang yang
berwudhu ndan mandi junub itu terkait dengan dua. Pertama, air itu sendiri
memang ada. Kdua, orang yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk
menggunakannya, karena sakit dan lain sebagainya, maka baginya dibolehkan
bertayamum. Atau dengan kalimat lain, kewajiban bersuci (mandi dan wudhu)
bergeser dari kewajiban menggunakan air menjadi dibolehkan bertayamum.
Lahiriah nash di atas membolehkan tayamum secara mutlak bagi setiap
orang yang sakit apaun. Hanya saja, sakit yang dibolehkan bertayamum ialah
sakit yang apabila terkena air akan semakain bertambah penyakitnya seperti
luka, kudis, dan lain-lainnya. Penyakit kulit yang menurut perkiraan atau
18

petunjuk dokter dikhawatirkan berbahaya. Demikian pula halnya dengan sakit


yang mengakibatkan si sakit tidak merasa sanggup untuk berwudhu atau
mandi denagn menggunakan air dingin, seperti orang demam yang menggigil.
Dengan demikian maka penyakit atau sakit yang tidak membahayakan
seseorang untuk berwudhu dan mandi denagn menggunakan air, maka tidak
dibenarkan bertayamum hanya sekedar sakit flu, sakit gigi dan lainnya. Apa
sebab-sebab yang memperbolehkan untuk bertayammum.

a. Sakit
Sakit yang memperbolehkan untuk bertayammum adalah sakit
yang membahayakan diri akan bertambah parah bila menggunakan air.
Sedangkan orang yang menemukan air di dalam sumur yang sangant
dalam sehingga sulit untuk mendapatkanya hukumnya seperti tidak ada air.
Berdasarkan hadis dari Jabir RA berkata: kami pernah keluar dalam
perjalanan seorang lelaki dari kita tertimpa batu sehingga terluka
kepalanya, kemudia ia ihtilam(bermimpi mengeluarkan sperma) lalu
bertanya

kepada

para

sahabatnya:

apakah

kalian

menemukan

ruhsah(keringanan) terhadap permasalahanku dalam bertayammum?,


lalu mereka berkata: kami tidak menemukan ruhsah bagimu sedangkan
kau mampu menggunakan air, orang itu mandi lalu mati, maka ketika
kami telah sampai kepada nabi lalu beliau berkata: kalian membunuhnya,
maka allah akan membunuh kalian,

kecuali mereka bertanya ketika

mereka tidak mengetahuinya? Karena sesungguhnya obat dari kelemahan


adalah meminta.
b. Bepergian jika tidak menemukan air
c. Setelah berak( buang hajat) jika tidak menemukan air
d. Mulamasat( bersetubuh/ bersentuhan) jika tida ka air
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kekhilafan oleh karena itu, kepada para pembaca dan para
pakar utama penulismengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa yang

19

sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan


makalah selanjutnya.

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT ,karena atas
karunia,taufiq dan hidayah-Nya lah,penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pertama penulis dalam
mata kuliah ini, yang alhamdulillah dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak
hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak yang berkenan meluangkan
waktunya untuk membaca makalah ini.
Mengingat keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari
salah dan dosa, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Agar kedepannya penulis bisa lebih baik lagi.
Salah dan khilaf penulis mohon maaf. kepada Allah, penulis mohon
ampun. Wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bengkulu, 2016
Penulis

20

i
DAFTAR
ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................


KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang...............................................................1

B.

Rumusan Masalah.........................................................1

C.

Tujuan.............................................................................
1

BAB II PEMBAHASAN
A.

Surat an-Nisa ayat 43...................................................................2

B.

Al-Maidah Ayat 6

.....................................................................8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................19
B. Kritik dan Saran ...................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................iii

21

MAKALAH

TAFSIR TEMATIK IBADAH


DAN MUAMALAH
ii
Ayat tentang Thaharah,Wudhu dan Mandi
(QS. AN-NISA : 43 dan QS. AL-MAIDAH : 6)

Disusun Oleh :
JERI AHMAD SUBHANA

Dosen Pembimbing :
Dr. Aibdi Rahmat, M. Ag

22

JURUSAN FILSAFAT AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
BENGKULU
2016
DAFTAR PUSTAKA

Rifai. Moh, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang:Toha Putra, 1978.


Sarani.M, Mabadi Ilmu Fiqih, Banjarmasin:TB. Murni, 1373.
Muqarrabin, Fiqih Awam, Demak: Media Ilmu, 1997.
Al-Gazzi. Ibnu Qosim, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, Baerut: Dar AlFikr, 2005.
Al-Banjari.Muhammad Arsyad, Sabilal Muhtadin, Surabaya: Bina Ilmu juz 1.
Sabiq. Said, Fiqh Sunnah 1, Bandung:Almaarif, 1937.
Abu Bakar.Iman Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar, Surabaya:Bina Imam, 2003.
Mughniyah. Muhammad Jawad, Fiqih Imam Jafar Shadiq. Jakarta:Dar al- Jawad,
1984.
Dainuri. Muhammad, Kajian Kitab Kuning Terhadap Ajaran Islam, Magelang:
Sinar Jaya. T.Tahun.

23

iii

Anda mungkin juga menyukai